wa-idzaa qiila lahum ta'aalaw ilaa maa anzala allaahu wa-ilaa alrrasuuli ra-ayta almunaafiqiina yashudduuna 'anka shuduudaan
61. Apabila dikatakan kepada mereka : "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu.
SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Abu Hatim dan Thabrani mengetengahkan dengan sanad yang sahih dari Ibnu Abbas, katanya, "Abu Barzah Al-Aslami adalah seorang tukang tenung yang biasa mengadili perkara-perkara yang menjadi persengketaan di antara orang-orang Yahudi. Kebetulan ada pula beberapa orang kaum muslimin yang minta agar persengketaan di antara mereka diadili pula olehnya. Maka Allah pun menurunkan, 'Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang mengaku diri mereka telah beriman...' sampai dengan, '...penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna.'" (Q.S. An-Nisa 60-62)
fakayfa idzaa ashaabat-hum mushiibatun bimaa qaddamat aydiihim tsumma jaauuka yahlifuuna biallaahi in aradnaa illaa ihsaanan watawfiiqaan
62. Maka bagaimanakah halnya apabila mereka (orang-orang munafik) ditimpa sesuatu musibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri, kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah : "Demi Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna".
SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Abu Hatim dan Thabrani mengetengahkan dengan sanad yang sahih dari Ibnu Abbas, katanya, "Abu Barzah Al-Aslami adalah seorang tukang tenung yang biasa mengadili perkara-perkara yang menjadi persengketaan di antara orang-orang Yahudi. Kebetulan ada pula beberapa orang kaum muslimin yang minta agar persengketaan di antara mereka diadili pula olehnya. Maka Allah pun menurunkan, 'Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang mengaku diri mereka telah beriman...' sampai dengan, '...penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna.'" (Q.S. An-Nisa 60-62)
ulaa-ika alladziina ya'lamu allaahu maa fii quluubihim fa-a'ridh 'anhum wa'izhhum waqul lahum fii anfusihim qawlan baliighaan
63. Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.
wamaa arsalnaa min rasuulin illaa liyuthaa'a bi-idzni allaahi walaw annahum idz zhalamuu anfusahum jaauuka faistaghfaruu allaaha waistaghfara lahumu alrrasuulu lawajaduu allaaha tawwaaban rahiimaan
64. Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk dita'ati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya [313] datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.
[313] Ialah : berhakim kepada selain Nabi Muhammad SAW
falaa warabbika laa yu/minuuna hattaa yuhakkimuuka fiimaa syajara baynahum tsumma laa yajiduu fii anfusihim harajan mimmaa qadhayta wayusallimuu tasliimaan
65. Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.
SEBAB TURUNNYA AYAT: Imam yang enam mengetengahkan dari Abdullah bin Zubair, katanya, "Zubair berselisih dengan seorang laki-laki Ansar mengenai aliran air di sebidang tanah, maka sabda Nabi saw., 'Alirilah tanahmu hai Zubair, kemudian teruskanlah aliran itu ke tanah tetanggamu!' Kata orang Ansar, 'Wahai Rasulullah! Mentang-mentang ia saudara sepupumu.' Wajah Rasulullah pun berubah merah, lalu sabdanya, 'Alirilah tanahmu, hai Zubair! Kemudian tahanlah air sampai kembali ke dinding, setelah itu barulah kamu kirimkan pada tetanggamu.'" Demikian Zubair mendapatkan haknya secara penuh, padahal pada mulanya Nabi telah mengusulkan pada mereka berdua cara yang lebih mudah. Kata Zubair, "Saya kira ayat-ayat ini, 'Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman hingga menjadikan kamu sebagai hakim mengenai perkara yang mereka perselisihkan,' hanya diturunkan berkenaan dengan peristiwa itu!" Thabrani mengetengahkan dalam Al-Kabir dan oleh Humaidi dalam Musnadnya dari Umu Salamah, katanya, "Zubair mengadukan seorang laki-laki kepada Rasulullah saw. maka beliau menetapkan keputusan buat kemenangan Zubair. Maka kata laki-laki itu, 'Ia dimenangkannya tidak lain hanyalah karena ia saudara sepupunya.' Maka turunlah ayat, 'Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman hingga menjadikan kamu sebagai hakim...' sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 65) Ibnu Abu Hatim mengetengahkan dari Said bin Musayab mengenai firman-Nya, "Maka demi Tuhanmu...sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 65) diturunkan mengenai Zubair bin Awwam dan Hathib bin Abu Balta'ah yang bersengketa tentang air. Nabi saw. memutuskan agar yang ketinggian dialiri lebih dulu, kemudian baru yang kerendahan. Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Murdawaih mengetengahkan dari Abul Aswad, katanya, "Dua orang laki-laki yang bersengketa mengadu kepada Rasulullah saw. lalu diadili oleh Rasulullah. Maka orang yang merasa dirinya dikalahkan, berkata, 'Kembalikan kami kepada Umar bin Khattab.' Lalu mereka datang kepadanya, dan kata laki-laki yang seorang lagi, 'Tadi Rasulullah saw. telah memberikan putusan terhadap perkara ini, tetapi kawan ini meminta agar kami dikirim kepada Anda?' 'Begitukah?' tanya Umar. 'Benar,' ujar orang itu. Maka kata Umar, 'Tinggallah kalian di sini, menunggu saya kembali dan memberikan keputusan saya!' Tidak lama antaranya Umar kembali dengan membawa pedangnya, lalu ditebasnya orang yang meminta kembali kepadanya itu. Maka Allah pun menurunkan, 'Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman...sampai akhir ayat.' (Q.S. An-Nisa 65) Tetapi hadis ini garib karena dalam isnadnya ada Ibnu Luhaiah. Tetapi ada pula saksi yang memperkuatnya yang dikeluarkan oleh Rahim dalam tafsirnya dari jalur Atabah bin Dhamrah dari bapaknya."
walaw annaa katabnaa 'alayhim ani uqtuluu anfusakum awi ukhrujuu min diyaarikum maa fa'aluuhu illaa qaliilun minhum walaw annahum fa'aluu maa yuu'azhuuna bihi lakaana khayran lahum wa-asyadda tatsbiitaan
66. Dan sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka : "Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari kampungmu", niscaya mereka tidak akan melakukannya kecuali sebagian kecil dari mereka. Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka),
SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Jarir mengetengahkan dari As-Saddiy, dia mengatakan bahwa ketika turun ayat, "Dan sungguh, sekiranya Kami perintahkan kepada mereka, 'Bunuhlah dirimu atau keluarlah dari negerimu, maka mereka tidak akan melakukannya kecuali sebagian kecil dari mereka,' (Q.S. An-Nisa 66) maka Tsabit bin Qais bin Syammas dan seorang laki-laki Yahudi membangga-banggakan diri mereka. Kata si Yahudi, 'Demi Allah sungguh Allah telah memerintahkan kepada kami, 'Bunuhlah diri kamu,' maka kami mengerjakannya.' Dan kata Tsabit pula, 'Sekiranya Allah memerintahkan kami supaya membunuh diri kami, tentulah kami akan melakukannya.' Maka Allah pun menurunkan, 'Dan sekiranya mereka melakukan apa yang dinasihatkan kepada mereka, tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan keimanan mereka.'" (Q.S. An-Nisa 66)
wa-idzan laaataynaahum min ladunnaa ajran 'azhiimaan
67. dan kalau demikian, pasti Kami berikan kepada mereka pahala yang besar dari sisi Kami,
walahadaynaahum shiraathan mustaqiimaan
68. dan pasti Kami tunjuki mereka kepada jalan yang lurus.
waman yuthi'i allaaha waalrrasuula faulaa-ika ma'a alladziina an'ama allaahu 'alayhim mina alnnabiyyiina waalshshiddiiqiina waalsysyuhadaa-i waalshshaalihiina wahasuna ulaa-ika rafiiqaan
69. Dan barangsiapa yang menta'ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat oleh Allah, yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqiin [314], orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.
[314] Ialah : orang-orang yang amat teguh kepercayaannya kepada kebenaran Rasul, dan inilah orang-orang yang dianugerahi ni'mat sebagaimana yang tersebut dalam ayat 7 surat Al Faatihah.
SEBAB TURUNNYA AYAT: Thabrani dan Ibnu Murdawaih mengetengahkan dengan sanad yang tak ada jeleknya dari Aisyah, katanya, "Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw. lalu katanya, 'Wahai Rasulullah! Anda lebih saya cintai dari diri saya, dan lebih saya kasihi dari anak saya. Mungkin suatu saat saya sedang berada di rumah, lalu teringat kepada Anda, maka hati saya tak sabar hingga saya datang dan sempat melihat wajah Anda. Dan jika saya ingat akan kematian saya dan kematian Anda, saya pun maklum bahwa tempat Anda ditinggikan bersama para nabi, saya khawatir jika saya masuk surga tidak akan sempat melihat Anda lagi.' Nabi saw. tidak menjawab sedikit pun hingga turunlah Jibril membawa ayat ini, 'Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan kepada rasul...' sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 69) Ibnu Abu Hatim mengetengahkan dari Masruq, bahwa para sahabat Nabi saw. mengatakan, "Wahai Rasulullah! Tidak sepatutnya kami berpisah dengan Anda, karena sekiranya Anda wafat, maka Anda akan dinaikkan di atas kami hingga kami tidak sempat melihat Anda lagi. Maka Allah pun menurunkan, 'Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan rasul...' sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 69) Dan diriwayatkan dari Ikrimah, katanya, "Seorang anak muda datang kepada Nabi saw. lalu katanya, 'Wahai Nabi Allah! Di dunia ini sesekali kami dapat juga melihat Anda, tetapi di hari kiamat kami tak dapat melihat Anda lagi karena Anda berada dalam surga pada tingkat yang tinggi.' Maka Allah pun menurunkan ayat ini. Lalu sabda Rasulullah saw. kepadanya, 'Kamu insya Allah berada bersama saya di dalam surga.'" Ibnu Jarir mengetengahkan pula yang sama dengan itu dari mursal Said bin Jubair, Masruq, Rabi', Qatadah dan As-Saddiy.
dzaalika alfadhlu mina allaahi wakafaa biallaahi 'aliimaan
70. Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan Allah cukup mengetahui.
yaa ayyuhaa alladziina aamanuu khudzuu hidzrakum fainfiruu tsubaatin awi infiruu jamii'aan
71. Hai orang-orang yang beriman, bersiap siagalah kamu, dan majulah (ke medan pertempuran) berkelompok-kelompok, atau majulah bersama-sama !
wa-inna minkum laman layubaththhi-anna fa-in ashaabatkum mushiibatun qaala qad an'ama allaahu 'alayya idz lam akun ma'ahum syahiidaan
72. Dan sesungguhnya di antara kamu ada orang yang sangat berlambat-lambat (ke medan pertempuran) [315]. Maka jika kamu ditimpa musibah ia berkata : "Sesungguhnya Tuhan telah menganugerahkan ni'mat kepada saya karena saya tidak ikut berperang bersama mereka.
[315] Sangat merasa keberatan ikut pergi berperang.
wala-in ashaabakum fadhlun mina allaahi layaquulanna ka-an lam takun baynakum wabaynahu mawaddatun yaa laytanii kuntu ma'ahum fa-afuuza fawzan 'azhiimaan
73. Dan sungguh jika kamu beroleh karunia (kemenangan) dari Allah, tentulah dia mengatakan seolah-oleh belum pernah ada hubungan kasih sayang antara kamu dengan dia : "Wahai kiranya saya ada bersama-sama mereka, tentu saya mendapat kemenangan yang besar (pula)".
falyuqaatil fii sabiili allaahi alladziina yasyruuna alhayaata alddunyaa bial-aakhirati waman yuqaatil fii sabiili allaahi fayuqtal aw yaghlib fasawfa nu/tiihi ajran 'azhiimaan
74. Karena itu hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat [316] berperang di jalan Allah. Barangsiapa yang berperang di jalan Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan maka kelak akan Kami berikan kepadanya pahala yang besar.
[316] Orang-orang mu'min yang mengutamakan kehidupan akhirat atas kehidupan dunia ini.
wamaa lakum laa tuqaatiluuna fii sabiili allaahi waalmustadh'afiina mina alrrijaali waalnnisaa-i waalwildaani alladziina yaquuluuna rabbanaa akhrijnaa min haadzihi alqaryati alzhzhaalimi ahluhaa waij'al lanaa min ladunka waliyyan waij'al lanaa min ladunka nashiiraan
75. Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdo'a : "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau !".
alladziina aamanuu yuqaatiluuna fii sabiili allaahi waalladziina kafaruu yuqaatiluuna fii sabiili alththaaghuuti faqaatiluu awliyaa-a alsysyaythaani inna kayda alsysyaythaani kaana dha'iifaan
76. Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan syaitan itu, karena sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah lemah.
alam tara ilaa alladziina qiila lahum kuffuu aydiyakum wa-aqiimuu alshshalaata waaatuu alzzakaata falammaa kutiba 'alayhimu alqitaalu idzaa fariiqun minhum yakhsyawna alnnaasa kakhasyyati allaahi aw asyadda khasyyatan waqaaluu rabbanaa lima katabta 'alaynaa alqitaala lawlaa akhkhartanaa ilaa ajalin qariibin qul mataa'u alddunyaa qaliilun waal-aakhiratu khayrun limani ittaqaa walaa tuzhlamuuna fatiilaan
77. Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka [317] : "Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah sembahyang dan tunaikanlah zakat !" Setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebahagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat dari itu takutnya. Mereka berkata : "Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami ? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami sampai kepada beberapa waktu lagi ?" Katakanlah : "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun [318].
[317] Orang-orang yang menampakkan dirinya beriman dan minta izin berperang sebelum ada perintah berperang. [318] Artinya pahala turut berperang tidak akan dikurangi sedikitpun.
SEBAB TURUNNYA AYAT: Nasai dan Hakim mengetengahkan dari Ibnu Abbas bahwa Abdurrahman bin Auf serta beberapa orang kawannya datang menemui Nabi saw. lalu kata mereka, "Wahai Nabi Allah! Dahulu ketika masih musyrik kita ini orang-orang yang kuat, tetapi setelah beriman, kita menjadi orang-orang yang lemah." Jawab Nabi saw., "Saya disuruh untuk memaafkan kesalahan mereka, maka janganlah kalian perangi orang-orang itu!" Maka tatkala mereka disuruh pindah oleh Allah ke Madinah, mereka disuruh-Nya berperang, tetapi mereka tidak bersedia. Maka Allah pun menurunkan, "Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka, 'Tahanlah tanganmu...' sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 77)
aynamaa takuunuu yudrikkumu almawtu walaw kuntum fii buruujin musyayyadatin wa-in tushibhum hasanatun yaquuluu haadzihi min 'indi allaahi wa-in tushibhum sayyi-atun yaquuluu haadzihi min 'indika qul kullun min 'indi allaahi famaali haaulaa-i alqawmi laa yakaaduuna yafqahuuna hadiitsaan
78. Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan [319], mereka mengatakan : "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan : "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah : "Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan [320] sedikitpun ?
[319] Kemenangan dalam peperangan atau rezki. [320] Pelajaran dan nasehat-nasehat yang diberikan.
maa ashaabaka min hasanatin famina allaahi wamaa ashaabaka min sayyi-atin famin nafsika wa-arsalnaaka lilnnaasi rasuulan wakafaa biallaahi syahiidan
79. Apa saja ni'mat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi.
man yuthi'i alrrasuula faqad athaa'a allaaha waman tawallaa famaa arsalnaaka 'alayhim hafiizhaan
80. Barangsiapa yang menta'ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menta'ati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari keta'atan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka [321].
[321] Rasul tidak bertanggung jawab terhadap perbuatan-perbuatan mereka dan tidak menjamin agar mereka tidak berbuat kesalahan
wayaquuluuna thaa'atun fa-idzaa barazuu min 'indika bayyata thaa-ifatun minhum ghayra alladzii taquulu waallaahu yaktubu maa yubayyituuna fa-a'ridh 'anhum watawakkal 'alaa allaahi wakafaa biallaahi wakiilaan
81. Dan mereka (orang-orang munafik) mengatakan : "(Kewajiban kami hanyalah) ta'at". Tetapi apabila mereka telah pergi dari sisimu, sebahagian dari mereka mengatur siasat di malam hari (mengambil keputusan) lain dari yang telah mereka katakan tadi. Allah menulis siasat yang mereka atur di malam hari itu, maka berpalinglah kamu dari mereka dan tawakallah kepada Allah. Cukuplah Allah menjadi Pelindung.
afalaa yatadabbaruuna alqur-aana walaw kaana min 'indi ghayri allaahi lawajaduu fiihi ikhtilaafan katsiiraan
82. Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur'an ? Kalau kiranya Al-Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.
wa-idzaa jaa-ahum amrun mina al-amni awi alkhawfi adzaa'uu bihi walaw radduuhu ilaa alrrasuuli wa-ilaa ulii al-amri minhum la'alimahu alladziina yastanbithuunahu minhum walawlaa fadhlu allaahi 'alaykum warahmatuhu laittaba'tumu alsysyaythaana illaa qaliilaan
83. Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri [322] di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri) [323]. Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu).
[322] Ialah : tokoh-tokoh sahabat dan para cendekiawan di antara mereka. [323] Menurut mufassirin yang lain maksudnya ialah : kalau suatu berita tentang keamanan dan ketakutan itu disampaikan kepada Rasul dan Ulil Amri, tentulah Rasul dan Ulil Amri yang ahli dapat menetapkan kesimpulan (istimbat) dari berita itu.
SEBAB TURUNNYA AYAT: Muslim meriwayatkan dari Umar bin Khattab, katanya, "Tatkala Nabi saw. mengucilkan para istrinya, aku masuk ke dalam mesjid, tiba-tiba kulihat orang-orang (para sahabat) melempar-lempar batu kerikil ke tanah seraya mengatakan Rasulullah telah menalak istri-istrinya, lalu aku berdiri tegak di pintu mesjid dan kuserukan dengan sekuat suaraku bahwa Nabi tidak menalak istri-istrinya, kemudian turunlah ayat ini, 'Dan jika datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan dan ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Padahal seandainya mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil amri di antara mereka tentulah orang-orang yang ingin menyelidiki duduk perkaranya akan dapat mengetahuinya dari mereka.' (Q.S. An-Nisa 83). Maka saya termasuk di antara orang-orang yang menyelidiki duduk perkaranya itu."
faqaatil fii sabiili allaahi laa tukallafu illaa nafsaka waharridhi almu/miniina 'asaa allaahu an yakuffa ba/sa alladziina kafaruu waallaahu asyaddu ba/san wa-asyaddu tankiilaan
84. Maka berperanglah kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri [324]. Kobarkanlah semangat para mu'min (untuk berperang). Mudah-mudahan Allah menolak serangan orang-orang yang kafir itu. Allah amat besar kekuatan dan amat keras siksaan(Nya).
[324] Perintah berperang itu harus dilakukan oleh Nabi Muhammad s.a.w karena yang dibebani adalah diri beliau sendiri. Ayat ini berhubungan dengan keengganan sebagian besar orang Madinah untuk ikut berperang bersama Nabi ke Badar Shughra. Maka turunlah ayat ini yang memerintahkan supaya Nabi Muhammad SAW pergi berperang walaupun sendirian saja.
man yasyfa' syafaa'atan hasanatan yakun lahu nashiibun minhaa waman yasyfa' syafaa'atan sayyi-atan yakun lahu kiflun minhaa wakaana allaahu 'alaa kulli syay-in muqiitaan
85. Barangsiapa yang memberikan syafa'at yang baik [325], niscaya ia akan memperoleh bahagian (pahala) dari padanya. Dan barangsiapa memberi syafa'at yang buruk [326], niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) dari padanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
[325] Syafa'at yang baik ialah : setiap sya'faat yang ditujukan untuk melindungi hak seorang muslim atau menghindarkannya dari sesuatu kemudharatan. [326] Syafa'at yang buruk ialah kebalikan syafa'at yang baik.
wa-idzaa huyyiitum bitahiyyatin fahayyuu bi-ahsana minhaa aw rudduuhaa inna allaaha kaana 'alaa kulli syay-in hasiibaan
86. Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa) [327]. Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.
[327] Penghormatan dalam Islam ialah : dengan mengucapkan "Assalamu'alaikum".
allaahu laa ilaaha illaa huwa layajma'annakum ilaa yawmi alqiyaamati laa rayba fiihi waman ashdaqu mina allaahi hadiitsaan
87. Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Sesungguhnya Dia akan mengumpulkan kamu di hari kiamat, yang tidak ada keraguan terjadinya. Dan siapakah orang yang lebih benar perkataan(nya) dari pada Allah ?
famaa lakum fii almunaafiqiina fi-atayni waallaahu arkasahum bimaa kasabuu aturiiduuna an tahduu man adhalla allaahu waman yudhlili allaahu falan tajida lahu sabiilaan
88. Maka mengapa kamu (terpecah) menjadi dua golongan [328] dalam (menghadapi) orang-orang munafik, padahal Allah telah membalikkan mereka kepada kekafiran, disebabkan usaha mereka sendiri ? Apakah kamu bermaksud memberi petunjuk kepada orang-orang yang telah disesatkan Allah [329] ? Barangsiapa yang disesatkan Allah, sekali-kali kamu tidak mendapatkan jalan (untuk memberi petunjuk) kepadanya.
[328] Maksudnya : golongan orang-orang mu'min yang membela orang-orang munafik dan golongan orang-orang mu'min yang memusuhi mereka. [329] Pengertian disesatkan Allah lihat not. 34.
SEBAB TURUNNYA AYAT: Bukhari dan Muslim dan lain-lain meriwayatkan dari Zaid bin Tsabit bahwa Rasulullah saw. berangkat menuju Uhud. Sebagian di antara orang-orang yang turut bersamanya tadi kembali pulang. Maka para sahabat Nabi saw. terbagi atas dua golongan dalam menghadapi orang-orang yang kembali atau kaum munafik ini. Sebagian mengatakan, "Kita bunuh mereka itu," sedang sebagian lagi mengatakan, "Tidak." Karena itu Allah menurunkan, "Maka kenapa kamu menjadi dua golongan dalam menghadapi orang-orang munafik?" (Q.S. An-Nisa 88). Said bin Manshur dan Ibnu Abu Hatim mengetengahkan dari Said bin Mu'adz, katanya, "Rasulullah saw. berpidato di hadapan manusia, sabdanya, 'Siapa yang bersedia membantuku menghadapi orang-orang yang menyakitiku dan yang mengumpulkan di rumahnya orang-orang yang menyakitiku?' Maka kata Saad bin Mu'adz, 'Jika dia dari warga Aus kami bunuh dia, dan jika dia dari warga Khazraj, Anda dapat mengeluarkan perintah kepada kami dan kami akan menaatinya.' Mendengar itu maka Saad bin Ubadah berdiri lalu katanya, 'Betapa Anda akan menaati perintah Nabi saw. hai Ibnu Mu'adz, padahal Anda telah mengetahui bahwa orang yang dimaksud bukanlah dari warga Anda!' Lalu berdiri pula Usaid bin Hudhair, katanya, 'Hai Ibnu Ubadah, kamu ini seorang munafik dan mengasihi orang-orang munafik.' Ketika itu tampil pula Muhammad bin Maslamah, kataya. 'Diamlah tuan-tuan, hai manusia! Bukankah di kalangan kita ini ada Rasulullah dan beliau berhak memerintah kita hingga perintahnya itu harus dilaksanakan?' Karena itu Allah pun menurunkan, 'Maka kenapa kamu menjadi dua golongan dalam menghadapi orang-orang munafik...' sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 88) Ahmad mengetengahkan dari Abdurrahman bin Auf bahwa suatu kaum dari bangsa Arab datang menemui Rasulullah saw. di Madinah. Mereka pun masuk Islam, lalu ditimpa oleh wabah kota Madinah dan penyakit demamnya hingga mereka berbalik surut dan keluar meninggalkan kota Madinah. Sebagian sahabat menemui mereka, lalu menanyai mereka, "Kenapa kamu kembali?" Jawab mereka, "Kami ditimpa oleh wabah Madinah." Kata mereka pula, "Tidakkah Rasulullah itu dapat menjadi contoh yang baik bagi kamu?" Kata sebagian sahabat lagi, "Mereka ini rupanya orang-orang munafik!" Kata lainnya, "Tidak, mereka bukan orang-orang munafik." Maka Allah pun menurunkan, "Maka kenapa kamu menjadi dua golongan dalam menghadapi orang-orang munafik...sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 88) Dalam isnadnya terdapat pemalsuan dan bagian yang terputus.
wadduu law takfuruuna kamaa kafaruu fatakuunuuna sawaa-an falaa tattakhidzuu minhum awliyaa-a hattaa yuhaajiruu fii sabiili allaahi fa-in tawallaw fakhudzuuhum wauqtuluuhum haytsu wajadtumuuhum walaa tattakhidzuu minhum waliyyan walaa nashiiraan
89. Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kamu jadikan di antara mereka penolong-penolong(mu), hingga mereka berhijrah pada jalan Allah. Maka jika mereka berpaling [330], tawan dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menemuinya, dan janganlah kamu ambil seorangpun di antara mereka menjadi pelindung, dan jangan (pula) menjadi penolong,
[330] Diriwayatkan bahwa beberapa orang Arab datang kepada Rasulullah SAW di Madinah. Lalu mereka masuk Islam, kemudian mereka ditimpa "demam Madinah", karena itu mereka kembali kafir lalu mereka keluar dari Madinah. Kemudian mereka berjumpa dengan sahabat Nabi, lalu sahabat menanyakan sebab-sebab mereka meninggalkan Madinah. Mereka menerangkan bahwa mereka ditimpa "demam Madinah". Sahabat-sahabat berkata : "Mengapa kamu tidak mengambil teladan yang baik dari Rasulullah ?" Sahabat-sahabat terbagi kepada dua golongan dalam hal ini. Yang sebahagian berpendapat bahwa mereka telah menjadi munafik, sedang yang sebahagian lagi berpendapat bahwa mereka masih Islam. Lalu turunlah ayat ini yang mencela kaum Muslimin karena menjadi dua golongan itu, dan memerintahkan supaya orang-orang Arab itu ditawan dan dibunuh, jika mereka tidak berhijrah ke Madinah, karena mereka disamakan dengan kaum musyrikin yang lain.
illaa alladziina yashiluuna ilaa qawmin baynakum wabaynahum miitsaaqun aw jaauukum hashirat shuduuruhum an yuqaatiluukum aw yuqaatiluu qawmahum walaw syaa-a allaahu lasallathahum 'alaykum falaqaataluukum fa-ini i'tazaluukum falam yuqaatiluukum wa-alqaw ilaykumu alssalama famaa ja'ala allaahu lakum 'alayhim sabiilaan
90. kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada sesuatu kaum, yang antara kamu dan kaum itu telah ada perjanjian (damai) [331] atau orang-orang yang datang kepada kamu sedang hati mereka merasa keberatan untuk memerangi kamu dan memerangi kaumnya [332]. Kalau Allah menghendaki, tentu Dia memberi kekuasaan kepada mereka terhadap kamu, lalu pastilah mereka memerangimu. tetapi jika mereka membiarkan kamu, dan tidak memerangi kamu serta mengemukakan perdamaian kepadamu [333] maka Allah tidak memberi jalan bagimu (untuk menawan dan membunuh) mereka.
[331] Ayat ini menjadi dasar hukum suaka. [332] Tidak memihak dan telah mengadakan hubungan dengan kaum muslimin. [333] Maksudnya : menyerah.
SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Murdawaih mengetengahkan dari Hasan bahwa Suraqah bin Malik Al-Mudlaji menceritakan kepada mereka, "Tatkala Nabi saw. telah beroleh kemenangan terhadap lawan-lawannya di perang Badar dan perang Uhud, serta orang-orang sekeliling telah masuk Islam, saya dengar berita bahwa beliau hendak mengirim Khalid bin Walid kepada warga saya suku Mudallaj. Maka saya datangi beliau, lalu kata saya, 'Saya minta Anda memberikan suatu karunia. Saya dengar kabar bahwa Anda hendak mengirim pasukan kepada kaum saya, sedangkan saya ingin agar Anda berdamai dengan mereka. Jika ternyata warga Anda masuk Islam, tentulah mereka pun akan masuk Islam. Tetapi jika tidak, maka tidaklah baik apabila warga anda itu menguasai mereka.' Maka Rasulullah saw. pun mengambil tangan Khalid bin Walid, katanya, 'Pergilah bersamanya dan turutilah apa yang dikehendakinya.' Khalid pun mengikat perdamaian dengan mereka dengan syarat mereka tidak menolong musuh-musuh Rasulullah saw. dan apabila orang-orang Quraisy masuk Islam, maka mereka pun akan masuk pula bersama mereka. Dan Allah pun menurunkan, 'Kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada suatu kaum yang di antaramu dengan kaum itu telah ada perjanjian damai.' (Q.S. An-Nisa 90). Maka orang-orang yang meminta perlindungan kepada suatu kaum itu akan terikat pula dalam perjanjian yang telah mereka perbuat." Ibnu Abu Hatim mengetengahkan dari Ibnu Abbas, katanya, "Diturunkan ayat, 'Kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada suatu kaum yang di antaramu dengan kaum itu telah ada perjanjian damai' (Q.S. An-Nisa 90) mengenai Hilal bin Uwaimir Al-Aslami dan Suraqah bin Malik Al-Mudlaji juga mengenai Bani Judzaimah bin Amir bin Abdi Manaf." Diketengahkan pula dari Mujahid bahwa ayat itu diturunkan pula pada Hilal bin Uwaimir Al-Aslami yang di antaranya dengan kaum muslimin ada suatu perjanjian. Beberapa orang anak buahnya mendata
satajiduuna aakhariina yuriiduuna an ya/manuukum waya/manuu qawmahum kulla maa rudduu ilaa alfitnati urkisuu fiihaa fa-in lam ya'taziluukum wayulquu ilaykumu alssalama wayakuffuu aydiyahum fakhudzuuhum wauqtuluuhum haytsu tsaqiftumuuhum waulaa-ikum ja'alnaa lakum 'alayhim sulthaanan mubiinaan
91. Kelak kamu akan dapati (golongan-golongan) yang lain, yang bermaksud supaya mereka aman dari pada kamu dan aman (pula) dari kaumnya. Setiap mereka diajak kembali kepada fitnah (syirik), merekapun terjun kedalamnya. Karena itu jika mereka tidak membiarkan kamu dan (tidak) mau mengemukakan perdamaian kepadamu, serta (tidak) menahan tangan mereka (dari memerangimu), maka tawanlah mereka dan bunuhlah mereka dan merekalah orang-orang yang Kami berikan kepadamu alasan yang nyata (untuk menawan dan membunuh) mereka.
wamaa kaana limu/minin an yaqtula mu/minan illaa khatha-an waman qatala mu/minan khatha-an fatahriiru raqabatin mu/minatin wadiyatun musallamatun ilaa ahlihi illaa an yashshaddaquu fa-in kaana min qawmin 'aduwwin lakum wahuwa mu/minun fatahriiru raqabatin mu/minatin wa-in kaana min qawmin baynakum wabaynahum miitsaaqun fadiyatun musallamatun ilaa ahlihi watahriiru raqabatin mu/minatin faman lam yajid fashiyaamu syahrayni mutataabi'ayni tawbatan mina allaahi wakaana allaahu 'aliiman hakiimaan
92. Dan tidak layak bagi seorang mu'min membunuh seorang mu'min (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja) [334], dan barangsiapa membunuh seorang mu'min karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat [335] yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah [336]. Jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya [337], maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
[334] Seperti : menembak burung terkena seorang mu'min. [335] "Diat" ialah pembayaran sejumlah harta karena sesuatu tindak pidana terhadap sesuatu jiwa atau anggota badan. [336] Bersedekah di sini maksudnya : membebaskan si pembunuh dari pembayaran diat. [337] Maksudnya : tidak mempunyai hamba; tidak memperoleh hamba sahaya yang beriman atau tidak mampu membelinya untuk dimerdekakan. Menurut sebagian ahli tafsir, puasa dua bulan berturut-turut itu adalah sebagai ganti dari pembayaran diat dan memerdekakan hamba sahaya.
SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Jarir mengetengahkan dari Ikrimah, katanya, "Harits bin Yazid dari Bani Amir bin Luai bersama Abu Jahal menyiksa Iyasy bin Abu Rabiah. Kemudian Harits ini pergi berhijrah kepada Nabi saw. Ia bertemu dengan Iyasy di Harrah kemudian Iyasy menghunus pedangnya karena menduga bahwa Harits masih kafir lalu datanglah Nabi saw. menceritakan keadaan sebenarnya, maka turunlah ayat, 'Tidak sepatutnya seorang mukmin membunuh seorang mukmin lainnya kecuali karena bersalah...'sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 92). Dan dikeluarkannya pula yang sama dengan itu dari Mujahid dan Suda. Diketengahkan pula oleh Ibnu Ishak, Abu Ya`la dan Harits bin Abu Usamah dan Abu Muslim Al-Kajji dari Qasim bin Muhammad yang serupa dengan itu, sementara Ibnu Abu Hatim mengeluarkannya pula dan jalur Said bin Jubair dari Ibnu Abbas.
waman yaqtul mu/minan muta'ammidan fajazaauhu jahannamu khaalidan fiihaa waghadhiba allaahu 'alayhi wala'anahu wa-a'adda lahu 'adzaaban 'azhiimaan
93. Dan barangsiapa yang membunuh seorang mu'min dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.
SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Jarir mengetengahkan dari jalur Ibnu Juraij dari Ikrimah bahwa seorang laki-laki Ansar membunuh saudara dari Maqis bin Shababah. Maka Nabi saw. pun memberinya diat yang diterimanya dengan baik. Tetapi kemudian Maqis menerjang orang yang membunuh saudaranya itu lalu dibunuhnya pula. Sabda Nabi saw., "Saya tak ingin menjamin keamanan dirinya, baik di tanah halal atau di tanah haram," dan ternyata ia dibunuh di waktu pembebasan. Kata Ibnu Juraij, "Mengenainyalah turunnya ayat, 'Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin...' sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 93)
yaa ayyuhaa alladziina aamanuu idzaa dharabtum fii sabiili allaahi fatabayyanuu walaa taquuluu liman alqaa ilaykumu alssalaama lasta mu/minan tabtaghuuna 'aradha alhayaati alddunyaa fa'inda allaahi maghaanimu katsiiratun kadzaalika kuntum min qablu famanna allaahu 'alaykum fatabayyanuu inna allaaha kaana bimaa ta'maluuna khabiiraan
94. Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan "salam" kepadamu [338] : "Kamu bukan seorang mu'min" (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu dahulu [339], lalu Allah menganugerahkan ni'mat-Nya atas kamu, maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
[338] Dimaksud juga dengan orang yang mengucapkan kalimat : "laa ilaaha illallah". [339] Maksudnya : orang itu belum nyata keislamannya oleh orang ramai kamupun demikian pula dahulu.
SEBAB TURUNNYA AYAT: Bukhari, Tirmizi, Hakim dan lain-lain meriwayatkan dari Ibnu Abbas, katanya, "Seorang laki-laki dari Bani Salim lewat pada para sahabat Nabi saw. sambil menghalau kambingnya. Ia memberi salam kepada mereka, tetapi jawab mereka, 'Ia memberi salam itu tidak lain hanyalah untuk melindungkan dirinya kepada kita.' Mereka pun mendatanginya lalu membunuhnya, dan membawa kambing-kambingnya kepada Nabi saw. Maka turunlah ayat, 'Hai orang-orang yang beriman! Apabila kamu pergi berperang di jalan Allah...' sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 94) Bazzar mengetengahkan dari jalur lain dari Ibnu Abbas, katanya, "Rasulullah saw. mengirim suatu ekspedisi tentara yang di dalamnya terdapat Miqdad. Ketika mereka sampai pada tempat yang dituju, mereka dapati orang-orangnya telah cerai-berai dan hanya tinggal seorang laki-laki dengan harta yang banyak. Kata laki-laki itu, 'Asyhadu allaa ilaaha illallaah.' Tetapi Miqdad tetap membunuhnya, maka sabda Nabi saw., 'Apa katamu nanti terhadap ucapan syahadatnya itu?' Dan dalam pada itu turunlah ayat tersebut." Ahmad, Thabrani dan lain-lain mengetengahkan dari Abdullah bin Abu Hudud Al-Aslami, katanya, "Kami dikirim oleh Rasulullah saw. bersama satu rombongan kaum muslimin di mana di dalamnya terdapat Abu Qatadah dan Mahlam bin Jatsamah. Kebetulan lewatlah di hadapan kami Amir bin Adhbath Al-Asyja'i lalu ia memberi salam kepada kami. Tetapi Mahlam menyerangnya lalu membunuhnya. Dan tatkala kami sampai di tempat Nabi saw. lalu menceritakan peristiwa itu, turunlah pada kami ayat, 'Hai orang-orang yang beriman! Apabila kamu pergi berperang di jalan Allah...' sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 94) Juga Ibnu Jarir mengetengahkan yang sama dengan itu dari hadis Ibnu Umar. Dan diriwayatkan oleh Tsa'labi dari jalur Kalbi dari Abu Shalih dari Ibnu Abbas bahwa nama orang yang terbunuh itu ialah Mirdas bin Nuhaik dari warga Fadak, dan bahwa nama si pembunuhnya itu ialah Usamah bin Zaid sedangkan nama pemimpin ekspedisi itu Ghalib bin Fudhalah Al-Laitsi. Tatkala kaumnya telah kalah, tinggallah Mirdas seorang diri dan maksudnya hendak melindungi kambingnya ke sebuah bukit. Maka sewaktu berjumpa dengan kaum muslimin itu dibacanyalah laa ilaaha illallaah muhammadur rasuulullaah dan assalaamu`alaikum. Tetapi Usamah bin Zaid membunuhnya, dan ketika mereka telah kembali turunlah ayat di atas. Ibnu Jarir mengetengahkan pula yang serupa dengan itu dari jalur Suda, sedangkan Abdun dari jalur Qatadah. Dan Ibnu Abu Hatim mengeluarkan dari jalur Ibnu Luhaiah dari Abu Zubair dari Jabir, katanya, "Ayat berikut ini, 'Dan janganlah kamu katakan kepada orang yang mengucapkan salam kepadamu...' (Q.S. An-Nisa 94) diturunkan mengenai Mirdas, dan ia adalah seorang syahid yang baik." Ibnu Mandah mengetengahkan dari Juzin bin Hadrajan, katanya, "Saudara saya, Miqdad, berangkat menemui Nabi saw. sebagai seorang utusan dari Yaman. Kebetulan ia berjumpa dengan utusan Nabi saw. Maka katanya, 'Saya ini seorang mukmin.' Tetapi mereka tak mau menerimanya, hingga membunuhnya. Berita itu sampai ke telinga saya, maka pergilah saya menghadap Rasulullah saw. maka turunlah ayat, 'Hai orang-orang yang beriman! Jika kamu pergi berperang di jalan Allah, maka selidikilah lebih dulu...' (Q.S. An-Nisa 94) Maka Nabi saw. memberi saya diat dari saudara saya itu."
laa yastawii alqaa'iduuna mina almu/miniina ghayru ulii aldhdharari waalmujaahiduuna fii sabiili allaahi bi-amwaalihim wa-anfusihim fadhdhala allaahu almujaahidiina bi-amwaalihim wa-anfusihim 'alaa alqaa'idiina darajatan wakullan wa'ada allaahu alhusnaa wafadhdhala allaahu almujaahidiina 'alaa alqaa'idiina ajran 'azhiimaan
95. Tidaklah sama antara mu'min yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai 'uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk [340] satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk [341] dengan pahala yang besar,
[340] Maksudnya : yang tidak berperang karena uzur. [341] Maksudnya : yang tidak berperang tanpa alasan. Sebagian ahli tafsir mengartikan "qaa'idiin" di sini sama dengan arti "qaa'idiin" pada not 340.
SEBAB TURUNNYA AYAT: Bukhari meriwayatkan dari Barra', katanya, "Ketika turun ayat, 'Tidaklah sama orang-orang yang duduk di antara orang-orang mukmin...' (Q.S. An-Nisa 95) bersabdalah Nabi saw., 'Panggillah si Anu!' Maka datanglah dia membawa tinta, papan dan alketip, lalu sabda Nabi saw., 'Tulislah! Tidaklah sama orang-orang yang duduk di antara orang-orang mukmin dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah,' sedangkan Nabi meninggalkan dan tidak membawa serta Ibnu Ummi Maktum, maka katanya, 'Saya ini cacat wahai Rasulullah.' Maka turunlah sebagai ganti ayat tadi, 'Tidaklah sama orang-orang yang duduk yang tidak mempunyai uzur di antara orang-orang mukmin...'" (Q.S. An-Nisa 95) Bukhari dan lain-lain meriwayatkan dari hadis Zaid bin Tsabit, Thabrani dari Zaid bin Arqam dan Ibnu Hibban dari Fultan bin Ashim yang serupa dengan itu. Diriwayatkan pula oleh Tirmizi yang sama dengan itu dari Ibnu Abbas di mana disebutkan bahwa Abdullah bin Jahsy dan Ibnu Ummi Maktum mengatakan, "Kami ini orang-orang buta." Hadis-hadis mereka itu telah saya kemukakan dalam kitab Turjumanul Quran. Ibnu Jarir meriwayatkan pula hadis-hadis mursal yang isinya sama dengan itu dari jalur yang tidak sedikit.
darajaatin minhu wamaghfiratan warahmatan wakaana allaahu ghafuuran rahiimaan
96. (yaitu) beberapa derajat dari pada-Nya, ampunan serta rahmat. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
inna alladziina tawaffaahumu almalaa-ikatu zhaalimii anfusihim qaaluu fiima kuntum qaaluu kunnaa mustadh'afiina fii al-ardhi qaaluu alam takun ardhu allaahi waasi'atan fatuhaajiruu fiihaa faulaa-ika ma/waahum jahannamu wasaa-at mashiiraan
97. Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri [342], (kepada mereka) malaikat bertanya : "Dalam keadaan bagaimana kamu ini ?". Mereka menjawab : "Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)". Para malaikat berkata : "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu ?". Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali,
[342] Yang dimaksud dengan orang yang menganiaya diri sendiri di sini, ialah orang-orang muslimin Mekah yang tidak mau hijrah bersama Nabi sedangkan mereka sanggup. Mereka ditindas dan dipaksa oleh orang-orang kafir ikut bersama mereka pergi ke perang Badar; akhirnya di antara mereka ada yang terbunuh dalam peperangan itu.
SEBAB TURUNNYA AYAT: Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa beberapa orang kaum muslimin ikut bersama orang-orang musyrik mendapat upah dari mereka dalam menghadapi Rasulullah saw. di perang Badar. Maka adakalanya datang anak panah yang dilepaskan hingga menimpa salah seorang di antara mereka dan menewaskannya, atau ia terkena pukulan hingga membawa ajalnya. Maka Allah pun menurunkan, "Sesungguhnya orang yang diwafatkan oleh malaikat dalam keadaan aniaya terhadap diri mereka...sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 97) Ibnu Murdawaih mengetengahkan bahkan tidak lupa menyebutkan beberapa nama dalam riwayatnya, yaitu Qais bin Walid bin Mughirah, Abu Qais bin Fakihah bin Mughirah, Walid bin Utbah bin Rabi'ah, Amar bin Umayah bin Sufyan dan Ali bin Umayah bin Khalaf lalu diceritakannya peristiwa mereka bahwa mereka berangkat ke medan perang Badar. Dan tatkala melihat sedikitnya jumlah kaum muslimin, hati mereka pun dimasuki keragu-raguan, kata mereka, "Rupanya mereka tertipu oleh agama mereka." Dan riwayat mereka ini pun berakhir dengan kematian, terbunuh, di perang Badar ini. Ibnu Abu Hatim mengetengahkan dengan menambahkan kepada nama-nama tadi Harits bin Zam'ah bin Aswad dan Ash bin Munabbih bin Hajjaj. Thabrani mengetengahkan dari Ibnu Abbas, katanya, "Ada suatu kaum di Mekah yang telah masuk Islam. Tatkala Rasulullah saw. hijrah, mereka takut dan keberatan untuk pindah. Maka Allah pun menurunkan, 'Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan oleh malaikat dalam keadaan aniaya terhadap diri mereka...' sampai dengan firman-Nya, '....kecuali mereka yang tertindas.'" (Q.S. An-Nisa 97-98). Ibnu Mundzir dan Ibnu Jarir mengetengahkan dari Ibnu Abbas, katanya, "Ada suatu golongan di Mekah yang telah masuk Islam tetapi keislaman itu mereka sembunyikan. Maka di waktu perang Badar, mereka dipaksa keluar oleh orang-orang musyrik dan ikut mereka hingga sebagian di antara mereka mendapat kecelakaan. Kata kaum muslimin, 'Mereka itu sebenarnya beragama Islam, tetapi dipaksa oleh musuh,' lalu mereka mohonkan ampun buat mereka. Maka turunlah ayat, 'Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan oleh malaikat...sampai akhir ayat.' (Q.S. An-Nisa 97). Ayat itu mereka tulis lalu mereka kirimkan kepada orang-orang Islam yang masih berada di Mekah dengan catatan bahwa tak ada maaf untuk mereka. Orang-orang yang di Mekah itu pun keluarlah dan pergi menuju Madinah, tetapi orang-orang musyrik menyusul dan mengancam mereka, hingga mereka pun kembali, maka turunlah ayat, 'Di antara manusia ada yang mengatakan, 'Kami beriman kepada Allah lalu apabila ia disakiti di jalan Allah, maka dianggapnya fitnah manusia seperti siksa Allah.' (Q.S. Al-Ankabut 10) Maka ayat itu ditulis oleh kaum muslimin dan mereka kirim ke Mekah, hingga mereka pun berduka-cita, kemudian turunlah pula ayat, 'Kemudian sesungguhnya Tuhanmu pelindung terhadap orang-orang yang berhijrah setelah mereka menerima fitnah...sampai akhir ayat.' (Q.S. An-Nahl 110.) Ayat itu pun mereka susulkan pula ke Mekah dan mendengar itu orang-orang Islam di Mekah berangkat kembali untuk hijrah. Tetapi orang-orang musyrik menyusul mereka, dan kesudahannya orang-orang yang lolos selamat, dan yang tidak menemui ajalnya. Dan diketengahkan pula oleh Ibnu Jarir yang serupa dengan ini dari jalur yang banyak."
illaa almustadh'afiina mina alrrijaali waalnnisaa-i waalwildaani laa yastathii'uuna hiilatan walaa yahtaduuna sabiilaan
98. kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah),
SEBAB TURUNNYA AYAT: Thabrani mengetengahkan dari Ibnu Abbas, katanya, "Ada suatu kaum di Mekah yang telah masuk Islam. Tatkala Rasulullah saw. hijrah, mereka takut dan keberatan untuk pindah. Maka Allah pun menurunkan, 'Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan oleh malaikat dalam keadaan aniaya terhadap diri mereka...' sampai dengan firman-Nya, '....kecuali mereka yang tertindas.'" (Q.S. An-Nisa 97-98).
faulaa-ika 'asaa allaahu an ya'fuwa 'anhum wakaana allaahu 'afuwwan ghafuuraan
99. mereka itu, mudah-mudahan Allah mema'afkannya. Dan adalah Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun.
waman yuhaajir fii sabiili allaahi yajid fii al-ardhi muraaghaman katsiiran wasa'atan waman yakhruj min baytihi muhaajiran ilaa allaahi warasuulihi tsumma yudrik-hu almawtu faqad waqa'a ajruhu 'alaa allaahi wakaana allaahu ghafuuran rahiimaan
100. Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Abu Hatim dan Abu Ya'la mengetengahkan dengan sanad yang cukup baik dari Ibnu Abbas, katanya, "Dhamrah bin Jundub keluar dari rumahnya untuk berhijrah. Katanya kepada keluarganya, 'Bawalah saya dan keluarkan dari bumi musyrik ini kepada Rasulullah saw.' Kebetulan di tengah jalan, sebelum bertemu dengan Rasulullah ia meninggal dunia. Maka turunlah wahyu, 'Barang siapa yang keluar dari rumahnya dengan maksud untuk berhijrah...sampai akhir ayat.'" (Q.S. An-Nisa 100) Ibnu Abu Hatim mengetengahkan dari Said bin Jubair dari Abu Dhamrah Ar-Rizqi yang ketika itu berada di Mekah, "Tatkala turun ayat, '...kecuali golongan yang lemah, baik laki-laki maupun wanita atau anak-anak yang tidak mampu berupaya...' (Q.S. An-Nisa 98) maka katanya, 'Saya ini mampu dan saya mempunyai upaya,' lalu ia mengadakan persiapan untuk menemui Nabi saw. Tetapi di Tan`im ia menemui ajalnya. Maka turunlah ayat ini, 'Dan barangsiapa yang keluar dari rumahnya dengan maksud untuk berhijrah kepada Allah dan rasul-Nya...' sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 100). Ibnu Jarir mengetengahkan seperti demikian dari beberapa jalur, yakni dari Said bin Jubair, Ikrimah, Qatadah, As-Saddiy, Dhahhak dan lain-lain. Pada sebagian disebutkan Dhamrah bin Aish atau Aish bin Dhamrah dan pada sebagian yang lain lagi, Jundab bin Dhamrah Al-Junda'i atau adh-Dhamri. Ada pula yang menyebutkan seorang laki-laki dari Bani Dhamrah, seorang laki-laki dari Khuza'ah, seorang laki-laki dari Bani Laits, dari Bani Kinanah dan ada lagi dari Bani Bakr. Diketengahkan pula oleh Ibnu Saad dalam Ath-Thabaqat, yakni dari Yazid bin Abdillah bin Qisth bahwa Junda' bin Dhamrah Adh-Dhamri berada di Mekah dan kemudian jatuh sakit. Maka katanya kepada putra-putranya, "Keluarkan saya dari Mekah ini, kerisauannya telah membunuh saya." Jawab mereka, "Ke mana?" Maka diisyaratkannya dengan tangannya ke Madinah, maksudnya berhijrah lalu mereka membawanya keluar. Tatkala sampai di mata air Bani Ghaffar, ia pun wafat. Maka Allah pun menurunkan, "Barangsiapa yang keluar dari rumahnya dengan maksud untuk berhijrah...sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 100) Ibnu Abu Hatim, Ibnu Mandah dan Barudi mengetengahkan dari golongan sahabat dari Hisyam bin Urwah dari bapaknya bahwa Zubair bin Awwam mengatakan, "Khalid bin Haram berhijrah ke Habsyi, kebetulan dalam perjalanan ia dipatuk ular hingga wafat, maka turunlah ayat, 'Dan barangsiapa yang keluar dari rumahnya dengan maksud untuk berhijrah...sampai akhir ayat.'" (Q.S. An-Nisa 100) Dalam buku Al-Maghazi Al-Umawi mengetengahkan dari Abdul Malik bin Umair, katanya, "Tatkala sampai ke telinga Aktsam bin Shaifi hijrahnya Nabi saw. ia pun bermaksud hendak menemuinya. Tetapi kaumnya berkeberatan untuk memanggilnya, maka kata Aktsam, 'Carilah yang akan membawa pesan dari saya kepadanya, dan yang akan membawanya daripadanya kepada saya.' Demikianlah tampil dua orang utusan, lalu mendatangi Nabi saw. Kata mereka, 'Kami ini adalah utusan dari Aktsam Shaifi yang hendak menanyakan kepada Anda, siapakah Anda ini, tugas atau jabatan apakah yang Anda pegang, dan apa yang Anda bawa?' Jawabnya, 'Saya ini adalah Muhammad bin Abdullah, dan tugas saya ialah menjadi hamba Allah dan utusan-Nya.' Kemudian dibacakan ayat yang artinya, 'Sesungguhnya Allah menyuruh agar berlaku adil dan berbuat baik...sampai akhir ayat.' (An-Nahl 90). Kedua utusan itu pun kembali kepada Aktsam lalu menceritakan apa yang mereka dengar. Kata Aktsam, 'Manalah kaumku! Ternyata orang ini menyuruh kepada akhlak mulia dan melarang pekerti durjana. Maka hendaklah dalam urusan ini kalian menjadi kepala atau pemuka, dan janganlah menjadi ekor atau sekedar embel-embel belaka.' Kemudian dinaikinya untanya hendak menuju Madinah, tetapi dalam perjalanan itu ajalnya sampai. Maka diturunkanlah di sini, 'Dan barangsiapa yang keluar dari rumahnya dengan maksud untuk berhijrah...sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 100). Hadis ini mursal dan isnadnya lemah. Dan diketengahkan oleh Hatim dalam buku Al-Muammarain dari dua buah jalur dari Ibnu Abbas, bahwa ia ditanyai orang tentang ayat ini, maka jawabnya, "Ia diturunkan tentang Aktsam bin Shaifi." Lalu ditanyakan orang, "Kalau begitu di mana Laitsi?" Jawabnya, "Ini pada saat sebelum Laitsi, dan ia dapat umum dan dapat pula khusus."
wa-idzaa dharabtum fii al-ardhi falaysa 'alaykum junaahun an taqshuruu mina alshshalaati in khiftum an yaftinakumu alladziina kafaruu inna alkaafiriina kaanuu lakum 'aduwwan mubiinaan
101. Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu men-qashar [343] sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.
[343] Menurut pendapat jumhur arti qashar di sini ialah : sembahyang yang empat raka'at dijadikan dua raka'at. Meng-qashar di sini ada kalanya dengan mengurangi jumlah raka'at dari 4 menjadi 2, yaitu di waktu bepergian dalam keadaan aman dan ada kalanya dengan meringankan rukun-rukun dari yang 2 raka'at itu, yaitu di waktu dalam perjalanan dalam keadaan khauf. Dan ada kalanya lagi meringankan rukun-rukun yang 4 raka'at dalam keadaan khauf di waktu hadhar.
SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Jarir mengetengahkan dari Ali, katanya, "Suatu kaum dari Bani Najjar menanyakan kepada Rasulullah saw., 'Wahai Rasulullah! Kami mengadakan perjalanan di muka bumi, maka bagaimana caranya kami melakukan salat?' Maka Allah pun menurunkan, 'Jika kamu mengadakan perjalanan di muka bumi, maka tak ada salahnya kamu mengqasar salatmu.' (Q.S. An-Nisa 101) Setelah itu wahyu pun terputus. Kemudian setahun setelah itu Nabi saw. pergi berperang dan melakukan salat zuhur. Maka kata orang-orang musyrik, 'Muhammad dan para sahabatnya telah menyerahkan punggung mereka kepada tuan-tuan, kenapa tidak tuan-tuan serbu saja mereka itu?' Salah seorang-menjawab, 'Mereka punya punggung yang lain seperti itu di belakangnya' Maka Allah pun menurunkan di antara dua buah salat, 'Yakni jika kamu takut diganggu oleh orang-orang kafir...' sampai dengan, '...siksa yang menghinakan.'" (Q.S. An-Nisa 101-102). Demikian turunnya salat khauf/salat dalam keadaan ketakutan.
wa-idzaa kunta fiihim fa-aqamta lahumu alshshalaata faltaqum thaa-ifatun minhum ma'aka walya/khudzuu aslihatahum fa-idzaa sajaduu falyakuunuu min waraa-ikum walta/ti thaa-ifatun ukhraa lam yushalluu falyushalluu ma'aka walya/khudzuu hidzrahum wa-aslihatahum wadda alladziina kafaruu law taghfuluuna 'an aslihatikum wa-amti'atikum fayamiiluuna 'alaykum maylatan waahidatan walaa junaaha 'alaykum in kaana bikum adzan min matharin aw kuntum mardaa an tadha'uu aslihatakum wakhudzuu hidzrakum inna allaaha a'adda lilkaafiriina 'adzaaban muhiinaan
102. Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan seraka'at) [344], maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu [345], dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu [346].
[344] Menurut jumhur mufassirin bila telah selesai seraka'at, maka diselesaikan satu raka'at lagi sendiri, dan Nabi duduk menunggu golongan yang kedua. [345] Yaitu raka'at yang pertama, sedang raka'at yang kedua mereka selesaikan sendiri pula dan mereka mengakhiri sembahyang mereka bersama-sama Nabi. [346] Cara sembahyang khauf seperti tersebut pada ayat 102 ini dilakukan dalam keadaan yang masih mungkin mengerjakannya, bila keadaan tidak memungkinkan untuk mengerjakannya, maka sembahyang itu dikerjakan sedapat-dapatnya, walaupun dengan mengucapkan tasbih saja.
SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Jarir mengetengahkan dari Ali, katanya, "Suatu kaum dari Bani Najjar menanyakan kepada Rasulullah saw., 'Wahai Rasulullah! Kami mengadakan perjalanan di muka bumi, maka bagaimana caranya kami melakukan salat?' Maka Allah pun menurunkan, 'Jika kamu mengadakan perjalanan di muka bumi, maka tak ada salahnya kamu mengqasar salatmu.' (Q.S. An-Nisa 101) Setelah itu wahyu pun terputus. Kemudian setahun setelah itu Nabi saw. pergi berperang dan melakukan salat zuhur. Maka kata orang-orang musyrik, 'Muhammad dan para sahabatnya telah menyerahkan punggung mereka kepada tuan-tuan, kenapa tidak tuan-tuan serbu saja mereka itu?' Salah seorang-menjawab, 'Mereka punya punggung yang lain seperti itu di belakangnya' Maka Allah pun menurunkan di antara dua buah salat, 'Yakni jika kamu takut diganggu oleh orang-orang kafir...' sampai dengan, '...siksa yang menghinakan.'" (Q.S. An-Nisa 101-102). Demikian turunnya salat khauf/salat dalam keadaan ketakutan. Dan diketengahkan oleh Ahmad dan Hakim yang menganggapnya sahih begitu pula oleh Baihaqi dalam Ad-Dalail dari Ibnu Iyasy Az-Zarqi, katanya, "Kami berada bersama Rasulullah saw. di Usfan, lalu dihadang oleh orang-orang musyrik yang dipimpin oleh Khalid bin Walid. Kebetulan mereka berada di antara kami dengan kiblat. Maka Nabi saw. melakukan salat zuhur dengan kami. Kata mereka, 'Mereka akan kalang kabut, kalau kita berhasil menyerang baris depan mereka.' Kemudian kata mereka pula, 'Sekarang datang waktu mereka salat, yakni yang lebih mereka cintai dari anak-anak dan diri mereka sendiri.' Maka Jibril pun turun membawa ayat-ayat ini di antara salat zuhur dengan asar, 'Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka, lalu kamu hendak mendirikan salat bersama mereka...' sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 102) Diriwayatkan oleh Tirmizi seperti itu dari Abu Hurairah dan oleh Ibnu Jarir seperti demikian dari Jabir bin Abdullah dan dari Ibnu Abbas. Diketengahkan oleh Bukhari dari Ibnu Abbas, katanya, "Diturunkan ayat, 'Jika kamu mendapat gangguan dari hujan atau kamu dalam keadaan sakit...' (Q.S. An-Nisa 102) mengenai Abdurrahman bin Auf yang mendapat luka."
fa-idzaa qadhaytumu alshshalaata faudzkuruu allaaha qiyaaman waqu'uudan wa'alaa junuubikum fa-idzaa ithma/nantum fa-aqiimuu alshshalaata inna alshshalaata kaanat 'alaa almu/miniina kitaaban mawquutaan
103. Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.
walaa tahinuu fii ibtighaa-i alqawmi in takuunuu ta/lamuuna fa-innahum ya/lamuuna kamaa ta/lamuuna watarjuuna mina allaahi maa laa yarjuuna wakaana allaahu 'aliiman hakiimaan
104. Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari pada Allah apa yang tidak mereka harapkan. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
innaa anzalnaa ilayka alkitaaba bialhaqqi litahkuma bayna alnnaasi bimaa araaka allaahu walaa takun lilkhaa-iniina khashiimaan
105. Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat [347],
[347] Ayat ini dan beberapa ayat berikutnya diturunkan berhubungan dengan pencurian yang dilakukan Thu'mah dan ia menyembunyikan barang curian itu di rumah seorang Yahudi. Thu'mah tidak mengakui perbuatannya itu malah menuduh bahwa yang mencuri barang itu orang Yahudi. Hal ini diajukan oleh kerabat-kerabat Thu'mah kepada Nabi SAW dan mereka meminta agar Nabi membela Thu'mah dan menghukum orang-orang Yahudi, kendatipun mereka tahu bahwa yang mencuri barang itu ialah Thu'mah, Nabi sendiri hampir-hampir membenarkan tuduhan Thu'mah dan kerabatnya itu terhadap orang Yahudi.
SEBAB TURUNNYA AYAT: Diriwayatkan oleh Hakim dan Tirmizi dan lain-lain dari Qatadah bin Nu'man, katanya, "Ada suatu keluarga pada kami yang disebut Bani Abiraq yang nama mereka ialah Bisyr, Basyir dan Mubasysyir. Basyir adalah seorang munafik, mengucapkan syair berisi celaan kepada para sahabat Rasulullah yang menjadi cemooh bagi sebagian orang Arab. Kata mereka, 'Si Anu mengatakan begitu...,' baik di masa jahiliah maupun di zaman Islam.' Keluarga Abiraq ini adalah keluarga miskin dan melarat. Ketika itu yang menjadi bahan makanan manusia di Madinah hanyalah gandum dan kurma. Maka paman saya, Rifa'ah bin Zaid, membeli satu pikul bahan makanan itu dari Darmak dan menaruhnya di warung kopinya yang juga disimpannya alat senjata, baju besi dan pedangnya. Rupanya ada pencuri yang melubangi warung itu dari bagian bawah lalu mengambil makanan dan alat senjata. Waktu pagi, paman Rifa'ah datang mendapatkan saya, katanya, 'Keponakanku, kita telah dianiaya tadi malam. Warung kita dibobol pencuri yang mengambil makanan dan alat-alat senjata kita.' Kami pun berusaha menyelidiki dan menanyakannya di sekeliling perkampungan itu. Ada yang mengatakan, 'Kami lihat Bani Abiraq menyalakan api tadi malam, dan menurut dugaan kami sasarannya ialah tentunya makanan tuan-tuan itu.' Ketika kami tanyakan, maka kata Bani Abiraq, 'Demi Allah, siapa lagi orangnya kalau bukan Lubaid bin Sahal,' yang menurut pendapat kami seorang yang baik dan beragama Islam. Ketika mendengar itu, Lubaid menyambar pedangnya lalu katanya, 'Siapa mencuri? Demi Allah, orang-orang itu harus menghadapi pedang saya ini, atau kalau tidak, mereka harus menjelaskan siapa sebenarnya yang melakukan pencurian itu!' Kata mereka, 'Bersabarlah Anda, sebenarnya bukanlah Anda yang kami maksud!' Lalu kami teruskan penyelidikan hingga kami tidak ragu lagi bahwa Bani Abiraqlah yang menjadi pelakunya. Kata paman saya kepada saya, 'Hai keponakanku! Bagaimana kalau kamu datang kepada Rasulullah dan menyampaikan hal ini kepada beliau?' Maka saya pun datanglah, kata saya, 'Ada suatu keluarga di lingkungan kami yang bertabiat kasar dan menganiaya paman saya. Mereka melubangi warungnya dan mencuri bahan makanan dan alat-alat senjata. Maka kami harap agar senjata kami dikembalikan dan tentang makanan, biarlah, kami tidak memerlukannya.' Jawab Rasulullah saw., 'Baiklah kami selidiki dulu.' Mendengar itu Bani Abiraq mendatangi seorang laki-laki dari kalangan mereka juga yang bernama Asir bin Urwah lalu membicarakan hal itu dengannya. Kemudian berkumpullah orang-orang dari perkampungan itu lalu menemui Rasulullah saw. kata mereka, 'Wahai Rasulullah! Qatadah bin Nu'man bersama pamannya, menuduh keluarga kami yang beragama Islam dan termasuk orang baik-baik telah mencuri tanpa keterangan dan bukti yang nyata.' Qatadah mendatangai Rasulullah saw. lalu katanya kepada saya, 'Betulkah kamu telah menuduh suatu keluarga baik-baik yang dikenal saleh dan beragama Islam melakukan pencurian tanpa sesuatu bukti atau keterangan?' Mendengar itu saya pun kembali mendapatkan paman saya dan menceritakannya. Maka kata paman saya, 'Hanya Allahlah tempat kita memohon pertolongan.' Maka tidak lama turunlah ayat Alquran, 'Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, agar kamu mengadili manusia dengan apa yang telah diwahyukan Allah kepadamu, dan janganlah kamu menjadi pembela bagi orang-orang yang berkhianat, maksudnya Bani Abiraq, dan mohonlah ampun kepada Allah; artinya mengenai apa yang telah kamu katakan kepada Qatadah,...' sampai dengan, '.....Maha Besar.' Setelah turun Alquran, Rasulullah pun mengambil pedang dan mengembalikannya kepada Rifa'ah sedangkan Basyir menggabungkan diri kepada orang-orang musyrik dan tinggal di rumah Sulafah binti Saad. Maka Allah pun menurunkan, 'Barangsiapa yang menentang Rasul setelah nyata kebenaran baginya...,' sampai dengan firman-Nya, '...maka sesungguhnya ia telah sesat sejauh-jauhnya.'" (Q.S. An-Nisa 115-116). Kata Hakim, hadis ini sahih menurut syarat Muslim. Ibnu Saad mengetengahkan dalam Ath-Thabaqat dengan sanadnya dari Mahmud bin Lubaid, katanya, "Basyir bin Harits membongkar sebuah gudang Rifa'ah bin Zaid, paman dari Qatadah bin Nu'man dengan melubanginya dari bagian belakangnya, lalu mengambil makanan dan dua buah baju besi dengan alat-alatnya. Maka Qatadah pun datang menemui Nabi saw. lalu menyampaikan berita itu hingga Basyir dipanggil oleh Nabi dan ditanyainya. Ia menyangkal dan menuduh Lubaid bin Sahal yang berbuat demikian. Lubaid ini adalah seorang yang terpandang dan mempunyai kedudukan di kampung itu. Maka turunlah Alquran mendustakan Basyir dan membersihkan diri Lubaid, 'Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, agar kamu mengadili manusia dengan apa yang telah diwahyukan Allah kepadamu...' sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 105) Dan tatkala turun Alquran mengenai Basyir dan berita itu sampai ke telinganya, ia pun lari ke Mekah dalam keadaan murtad dan tinggal di rumah Sulafah binti Saad. Di sana ia menjelek-jelekkan Nabi saw. dan kaum muslimin hingga turunlah pula ayat mengenainya, "Dan barangsiapa yang menentang Rasul...sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 115). Ia selalu dikecam oleh Hasan bin Tsabit lewat syairnya hingga ia kembali dan peristiwa ini terjadi pada bulan Rabi' tahun 4 Hijriah.
waistaghfiri allaaha inna allaaha kaana ghafuuran rahiimaan
106. dan mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
walaa tujaadil 'ani alladziina yakhtaanuuna anfusahum inna allaaha laa yuhibbu man kaana khawwaanan atsiimaan
107. Dan janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa,
yastakhfuuna mina alnnaasi walaa yastakhfuuna mina allaahi wahuwa ma'ahum idz yubayyituuna maa laa yardaa mina alqawli wakaana allaahu bimaa ya'maluuna muhiithaan
108. mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak redlai. Dan adalah Allah Maha Meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan.
haa-antum haaulaa-i jaadaltum 'anhum fii alhayaati alddunyaa faman yujaadilu allaaha 'anhum yawma alqiyaamati am man yakuunu 'alayhim wakiilaan
109. Beginilah kamu, kamu sekalian adalah orang-orang yang berdebat untuk (membela) mereka dalam kehidupan dunia ini. Maka siapakah yang akan mendebat Allah untuk (membela) mereka pada hari kiamat ? Atau siapakah yang menjadi pelindung mereka (terhadap siksa Allah) ?
waman ya'mal suu-an aw yazhlim nafsahu tsumma yastaghfiri allaaha yajidi allaaha ghafuuran rahiimaan
110. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
waman yaksib itsman fa-innamaa yaksibuhu 'alaa nafsihi wakaana allaahu 'aliiman hakiimaan
111. Barangsiapa yang mengerjakan dosa, maka sesungguhnya ia mengerjakannya untuk (kemudharatan) dirinya sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
waman yaksib khathii-atan aw itsman tsumma yarmi bihi barii-an faqadi ihtamala buhtaanan wa-itsman mubiinaan
112. Dan barangsiapa yang mengerjakan kesalahan atau dosa, kemudian dituduhkannya kepada orang yang tidak bersalah, maka sesungguhnya ia telah berbuat suatu kebohongan dan dosa yang nyata.
walawlaa fadhlu allaahi 'alayka warahmatuhu lahammat thaa-ifatun minhum an yudhilluuka wamaa yudhilluuna illaa anfusahum wamaa yadhurruunaka min syay-in wa-anzala allaahu 'alayka alkitaaba waalhikmata wa'allamaka maa lam takun ta'lamu wakaana fadhlu allaahi 'alayka 'azhiimaan
113. Sekiranya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, tentulah segolongan dari mereka berkeinginan keras untuk menyesatkanmu. Tetapi mereka tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak dapat membahayakanmu sedikitpun kepadamu. Dan (juga karena) Allah telah menurunkan Kitab dan hikmah kepadamu, dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. Dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu.
laa khayra fii katsiirin min najwaahum illaa man amara bishadaqatin aw ma'ruufin aw ishlaahin bayna alnnaasi waman yaf'al dzaalika ibtighaa-a mardaati allaahi fasawfa nu/tiihi ajran 'azhiimaan
114. Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keredhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.
waman yusyaaqiqi alrrasuula min ba'di maa tabayyana lahu alhudaa wayattabi' ghayra sabiili almu/miniina nuwallihi maa tawallaa wanushlihi jahannama wasaa-at mashiiraan
115. Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu [348] dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.
[348] Allah biarkan mereka bergelimang dalam kesesatan.
inna allaaha laa yaghfiru an yusyraka bihi wayaghfiru maa duuna dzaalika liman yasyaau waman yusyrik biallaahi faqad dhalla dhalaalan ba'iidaan
116. Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.
in yad'uuna min duunihi illaa inaatsan wa-in yad'uuna illaa syaythaanan mariidaan
117. Yang mereka sembah selain Allah itu, tidak lain hanyalah berhala [349], dan (dengan menyembah berhala itu) mereka tidak lain hanyalah menyembah syaitan yang durhaka,
[349] Asal ma'na "Inaatsan" ialah wanita-wanita. Patung-patung berhala yang disembah Arab Jahiliyah itu biasanya diberi nama dengan nama-nama perempuan sebagai Laata, al Uzza dan Manah. Dapat juga berarti di sini orang-orang mati, benda-benda yang tidak berjenis dan benda-benda yang lemah.
la'anahu allaahu waqaala la-attakhidzanna min 'ibaadika nashiiban mafruudaan
118. yang dila'nati Allah dan syaitan itu mengatakan : "Saya benar-benar akan mengambil dari hamba-hamba Engkau bahagian yang sudah ditentukan (untuk saya) [350],
[350] Pada tiap-tiap manusia ada persediaan untuk baik dan ada persediaan untuk jahat, syaitan akan mempergunakan persediaan untuk jahat untuk mencelakakan manusia.
walaudhillannahum walaumanniyannahum walaaamurannahum falayubattikunna aatsaana al-an'aami walaaamurannahum falayughayyirunna khalqa allaahi waman yattakhidzi alsysyaythaana waliyyan min duuni allaahi faqad khasira khusraanan mubiinaan
119. dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya [351], dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka merubahnya [352]". Barangsiapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.
[351] Menurut kepercayaan Arab Jahiliyah, binatang-binatang yang akan dipersembahkan kepada patung-patung berhala, haruslah dipotong telinganya lebih dahulu, dan binatang yang seperti ini tidak boleh dikendarai dan tidak dipergunakan lagi, serta harus dilepaskan saja. [352] Merubah ciptaan Allah dapat berarti, mengubah yang diciptakan Allah seperti mengebiri binatang. Ada yang mengartikannya dengan merubah agama Allah.
ya'iduhum wayumanniihim wamaa ya'iduhumu alsysyaythaanu illaa ghuruuraan
120. Syaitan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal syaitan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka.
No comments:
Post a Comment