Tuesday, December 20, 2011

Surah » At-Taubah » Jumlah Ayat: 129 dari 60-129



waminhumu alladziina yu/dzuuna alnnabiyya wayaquuluuna huwa udzunun qul udzunu khayrin lakum yu/minu biallaahi wayu/minu lilmu/miniina warahmatun lilladziina aamanuu minkum waalladziina yu/dzuuna rasuula allaahi lahum 'adzaabun aliimun 

61. Di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang menyakiti Nabi dan mengatakan: "Nabi mempercayai semua apa yang didengarnya." Katakanlah: "Ia mempercayai semua yang baik bagi kamu, ia beriman kepada Allah, mempercayai orang-orang mu'min, dan menjadi rahmat bagi orang-orang yang beriman di antara kamu." Dan orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu, bagi mereka azab yang pedih.
SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Abu Hatim mengetengahkan sebuah hadis melalui Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan, bahwa Nabtal bin Harits selalu datang kepada Rasulullah saw. lalu ia duduk dan mendengarkan apa yang beliau katakan. Kemudian setelah itu ia memindahkan/menyampaikan pembicaraan Rasulullah saw. itu kepada orang-orang munafik. Maka Allah swt. menurunkan firman-Nya, "Di antara orang-orang munafik ada yang menyakiti Nabi..." (Q.S. At-Taubah 61).

yahlifuuna biallaahi lakum liyurdhuukum waallaahu warasuuluhu ahaqqu an yurdhuuhu in kaanuu mu/miniina 

62. Mereka bersumpah kepada kamu dengan (nama) Allah untuk mencari keridhaanmu, padahal Allah dan Rasul-Nya itulah yang lebih patut mereka cari keridhaannya jika mereka adalah orang-orang yang mu'min.

alam ya'lamuu annahu man yuhaadidi allaaha warasuulahu fa-anna lahu naara jahannama khaalidan fiihaa dzaalika alkhizyu al'azhiimu 

63. Tidaklah mereka (orang-orang munafik itu) mengetahui bahwasanya barangsiapa menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya nerakan jahannamlah baginya, kekal mereka di dalamnya. Itu adalah kehinaan yang besar.

yahtsaru almunaafiquuna an tunazzala 'alayhim suuratun tunabbi-uhum bimaa fii quluubihim quli istahzi-uu inna allaaha mukhrijun maa tahtsaruuna 

64. Orang-orang yang munafik itu takut akan diturunkan terhadap mereka sesuatu surat yang menerangkan apa yang tersembunyi dalam hati mereka. Katakanlah kepada mereka: "Teruskanlah ejekan-ejekanmu (terhadap Allah dan rasul-Nya)." Sesungguhnya Allah akan menyatakan apa yang kamu takuti itu.

wala-in sa-altahum layaquulunna innamaa kunnaa nakhuudhu wanal'abu qul abiallaahi waaayaatihi warasuulihi kuntum tastahzi-uuna 

65. Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, "Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja." Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?"
SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Abu Hatim mengetengahkan sebuah hadis melalui Ibnu Umar r.a., yang menceritakan, bahwa pada suatu hari di suatu majelis ada seorang lelaki mengatakan sehubungan dengan perang Tabuk, "Kami belum pernah melihat seperti bacaan mereka (Alquran), dan aku tidak mengharapkan isi perut, dan pula aku tidak pernah bohong, serta aku tidak lebih pengecut daripada mereka di dalam peperangan." Maka ada seorang lelaki lainnya yang membantah perkataannya, "Engkau berdusta, sesungguhnya engkau ini adalah orang munafik, niscaya aku sampaikan ucapanmu itu kepada Rasulullah." Kemudian berita hal itu sampai kepada Rasulullah saw. lalu turunlah Alquran kepadanya mengenai hal ini. Ibnu Umar selanjutnya menceritakan, aku melihat lelaki itu bergantungan pada kain jubah Rasulullah, sedangkan batu-batu (yang dilemparkan oleh orang-orang) menghujaninya seraya mengatakan, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja." Kemudian dijawab oleh Rasulullah saw., "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kalian selalu berolok-olok?" Ibnu Abu Hatim mengetengahkan pula hadis yang sama melalui Ibnu Umar, hanya kali ini ia ketengahkan dari jalur periwayatan yang lain. Disebutkan dalam hadis ini, bahwa lelaki munafik yang telah mengatakan demikian itu ialah Abdullah bin Ubay bin Salul.

laa ta'tadziruu qad kafartum ba'da iimaanikum in na'fu 'an thaa-ifatin minkum nu'adzdzib thaa-ifatan bi-annahum kaanuu mujrimiina 

66. Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.
SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Abu Hatim mengetengahkan pula sebuah hadis yang lainnya melalui Kaab bin Malik yang menceritakan, bahwa Mukhsyi bin Humair mengatakan, "Sesungguhnya aku sangat senang sekali seandainya setiap orang di antara kalian masing-masing kena hukuman seratus kali dera, daripada turun mengenai kami Alquran." Maka berita tersebut sampai kepada Nabi saw. lalu mereka minta maaf kepada Nabi saw. atas apa yang telah mereka katakan itu. Maka Allah swt. menurunkan firman-Nya, "Tidak usah kalian minta maaf..." (Q.S. At-Taubah 66). Tersebutlah bahwa di antara orang-orang munafik yang mendapatkan ampunan dari Allah ialah Mukhsyi bin Humair sendiri; setelah peristiwa itu namanya diganti menjadi Abdurrahman. Dan Mukhsyi meminta kepada Allah swt. semoga ia mati sebagai syahid dan tidak ada seorang pun yang mengetahui tempat ia terbunuh. Doanya dikabulkan, akhirnya ia gugur sewaktu perang Yamamah, dan tidak ada seorang pun yang mengetahui tempat ia gugur kecuali si pembunuhnya sendiri. Ibnu Jarir mengetengahkan sebuah hadis melalui Qatadah yang menceritakan, bahwa ada segolongan orang-orang munafik yang mengatakan sewaktu kaum Muslimin hendak berangkat ke medan Tabuk, "Lelaki ini (Nabi Muhammad) bermaksud untuk menaklukkan kerajaan negeri Syam berikut benteng-bentengnya, tetapi hal itu tidak mungkin dapat ia capai." Kemudian Allah swt. memperlihatkan hal tersebut kepada Nabi-Nya. Lalu Nabi saw. mendatangi mereka dan langsung berkata kepada mereka, "Kalian telah mengatakan demikian dan demikian bukan?" Mereka menjawab, "Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main." Lalu turunlah firman-Nya yang di atas tadi.

almunaafiquuna waalmunaafiqaatu ba'dhuhum min ba'dhin ya/muruuna bialmunkari wayanhawna 'ani alma'ruufi wayaqbidhuuna aydiyahum nasuu allaaha fanasiyahum inna almunaafiqiina humu alfaasiquuna 

67. Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan. sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma'ruf dan mereka menggenggamkan tangannya [648]. Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah orang-orang yang fasik.

[648] Maksudnya: berlaku kikir

wa'ada allaahu almunaafiqiina waalmunaafiqaati waalkuffaara naara jahannama khaalidiina fiihaa hiya hasbuhum wala'anahumu allaahu walahum 'adzaabun muqiimun 

68. Allah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka, dan Allah mela'nati mereka, dan bagi mereka azab yang kekal.

kaalladziina min qablikum kaanuu asyadda minkum quwwatan wa-aktsara amwaalan wa-awlaadan faistamta'uu bikhalaaqihim faistamta'tum bikhalaaqikum kamaa istamta'a alladziina min qablikum bikhalaaqihim wakhudhtum kaalladzii khaaduu ulaa-ika habithat a'maaluhum fii alddunyaa waal-aakhirati waulaa-ika humu alkhaasiruuna 

69. (keadaan kamu hai orang-orang munafik dan musyrikin) adalah seperti keadaan orang-orang sebelum kamu, mereka lebih kuat daripada kamu, dan lebih banyak harta dan anak-anaknya dari kamu. Maka mereka telah menikmati bagian mereka, dan kamu telah meni'mati bagian kamu sebagaimana orang-orang yang sebelummu meni'mati bagiannya, dan kamu mempercakapkan (hal yang batil) sebagaimana mereka mempercakapkannya. Mereka itu amalannya menjadi sia-sia di dunia dan di akhirat; dan mereka itulah orang-orang yang merugi.

alam ya/tihim nabau alladziina min qablihim qawmi nuuhin wa'aadin watsamuuda waqawmi ibraahiima wa-ash-haabi madyana waalmu/tafikaati atat-hum rusuluhum bialbayyinaati famaa kaana allaahu liyazhlimahum walaakin kaanuu anfusahum yazhlimuuna

70. Belumkah datang kepada mereka berita penting tentang orang-orang yang sebelum mereka, (yaitu) kaum Nuh, 'Aad, Tsamud, kaum Ibrahim, penduduk Madyan dan negeri-negeri yang telah musnah? [649]. Telah datang kepada mereka rasul-rasul dengan membawa keterangan yang nyata, maka Allah tidaklah sekali-kali menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.

[649] 'Aad adalah kaum Nabi Hud, Tsamud ialah kaum Nabi Shaleh; penduduk Madyan ialah kaum Nabi Syu'aib, dan penduduk negeri yang telah musnah adalah kaum Nabi Luth a.s.


waalmu/minuuna waalmu/minaatu ba'dhuhum awliyaau ba'dhin ya/muruuna bialma'ruufi wayanhawna 'ani almunkari wayuqiimuuna alshshalaata wayu/tuuna alzzakaata wayuthii'uuna allaaha warasuulahu ulaa-ika sayarhamuhumu allaahu inna allaaha 'aziizun hakiimun


71. Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka ta'at pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

wa'ada allaahu almu/miniina waalmu/minaati jannaatin tajrii min tahtihaa al-anhaaru khaalidiina fiihaa wamasaakina thayyibatan fii jannaati 'adnin waridhwaanun mina allaahi akbaru dzaalika huwa alfawzu al'azhiimu 

72. Allah menjanjikan kepada orang-orang mu'min, lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga 'Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar.

yaa ayyuhaa alnnabiyyu jaahidi alkuffaara waalmunaafiqiina waughluzh 'alayhim wama/waahum jahannamu wabi/sa almashiiru 

73. Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah jahannam. Dan itu adalah tempat kembali yang seburuk-buruknya.

yahlifuuna biallaahi maa qaaluu walaqad qaaluu kalimata alkufri wakafaruu ba'da islaamihim wahammuu bimaa lam yanaaluu wamaa naqamuu illaa an aghnaahumu allaahu warasuuluhu min fadhlihi fa-in yatuubuu yaku khayran lahum wa-in yatawallaw yu'adzdzibhumu allaahu 'adzaaban aliiman fii alddunyaa waal-aakhirati wamaa lahum fii al-ardhi min waliyyin walaa nashiirin

74. Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu). Sesungguhnya mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir sesudah Islam dan mengingini apa yang mereka tidak dapat mencapainya [650], dan mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya), kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. Maka jika mereka bertaubat, itu adalah lebih baik bagi mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan akhirat; dan mereka sekali-kali tidaklah mempunyai pelindung dan tidak (pula) penolong di muka bumi.

[650] Maksudnya: mereka ingin membunuh Nabi Muhammad SAW
SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Abu Hatim mengetengahkan sebuah hadis melalui Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan, bahwa Jallas bin Suwaid bin Shamit adalah salah seorang di antara mereka yang tidak ikut berangkat ke medan perang Tabuk; ia tidak mengindahkan himbauan Rasulullah saw. Bahkan Jallas mengatakan, "Sungguh jika lelaki ini (Nabi Muhammad) memang benar, berarti kami ini lebih buruk daripada keledai." Umair bin Said mendengarkan apa yang telah ia ucapkan itu, lalu ia melaporkannya kepada Rasulullah saw. Ketika ditanyakan kepadanya, ia bersumpah dengan menyebut nama Allah bahwa dirinya tidak mengatakan hal itu. Maka Allah swt. menurunkan firman-Nya, "Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu)..." (Q.S. At-Taubah 74). Akan tetapi mereka (para sahabat) menduga bahwa Jallas bertobat dari perbuatannya itu dan ternyata tobatnya itu baik. Selanjutnya Ibnu Abu Hatim mengetengahkan pula hadis yang sama, hanya kali ini ia memakai jalur periwayatan yang bersumber dari Kaab bin Malik. Ibnu Saad di dalam kitab Thabaqat mengetengahkan pula hadis yang sama dengan melalui jalur periwayatan yang bersumber dari Urwah. Ibnu Abu Hatim mengetengahkan sebuah hadis melalui Anas bin Malik r.a. yang menceritakan, bahwa sewaktu Nabi saw. sedang berkhutbah, Zaid bin Arqam mendengar seorang lelaki dari kalangan orang-orang munafik mengatakan, "Jika lelaki ini (Nabi Muhammad) benar, sungguh kami lebih buruk daripada keledai." Lalu Zaid bin Arqam melaporkan hal tersebut kepada Nabi saw. akan tetapi lelaki yang mengatakan demikian itu mengingkarinya. Maka Allah swt. menurunkan firman-Nya, "Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu"). (Q.S. At-Taubah 74). Ibnu Jarir mengetengahkan sebuah hadis melalui Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan, bahwa pada suatu hari Rasulullah saw. sedang duduk bernaung di bawah sebuah pohon. Kemudian Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya nanti akan datang kepada kalian seorang manusia yang kedua matanya melihat dengan pandangan setan." Maka tidak lama kemudian datanglah seorang lelaki yang bermata biru, lalu Rasulullah saw. memanggilnya dan bertanya kepadanya, "Mengapa kamu dan teman-temanmu mencaci aku?" Kemudian lelaki itu pergi dan datang kembali bersama dengan teman-temannya menghadap kepada Rasulullah saw. Lalu mereka bersumpah dengan nama Allah, bahwa mereka tidak mengatakan sesuatu yang menyakiti Nabi saw. sehingga Nabi saw. mau memaafkan mereka. Maka pada saat itu juga Allah swt. menurunkan firman-nya, "Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa mereka tidak mengatakan sesuatu (yang menyakitimu)." (Q.S. At-Taubah 74). Ibnu Jarir mengetengahkan pula sebuah hadis melalui Qatadah yang menceritakan, bahwa ada dua orang lelaki bertarung; yang satu dari Juhainah sedangkan yang lainnya dari Ghiffar. Juhainah adalah teman sepakta orang-orang Ansar, dan ternyata orang yang dari Bani Ghiffar itu dapat membunuh lawannya yang dari Juhainah. Maka pada saat itu Abdullah bin Ubay (orang munafik) berkata kepada kabilah Aus (orang-Orang Ansar), "Tolonglah saudara-saudara kalian, demi Allah, tiada lain perumpamaan antara kita dan Muhammad adalah bagaikan peribahasa yang mengatakan, 'Gemukkanlah anjingmu! Tentulah ia akan memakanmu.' Jika kita kembali ke Madinah niscaya golongan yang kuat akan mengusir golongan yang lemah daripadanya." Maka pada saat itu juga ada seorang lelaki dari kalangan kaum muslimin berlari cepat membawa berita tersebut kepada Rasulullah saw. Kemudian Rasulullah saw. mengutus seseorang untuk menanyakan kepada Abdullah bin Ubay tentang maksud perkataannya itu. Akan tetapi Abdullah bin Ubay bersumpah dengan nama Allah, bahwa ia tidak mengatakannya. Maka Allah swt. menurunkan firman-Nya, "Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa mereka tidak mengatakan sesuatu (yang menyakitimu)..." (Q.S. At-Taubah 74). Imam Thabrani mengetengahkan sebuah hadis melalui Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan, bahwa ada seorang lelaki yang dikenal dengan nama panggilan Aswad bermaksud ingin membunuh Nabi saw. Maka Allah swt. menurunkan firman-Nya, "Dan mereka menginginkan apa yang mereka tidak dapat mencapainya." (Q.S. At-Taubah 74) Ibnu Jarir dan Abu Syekh mengetengahkan sebuah hadis melalui Ikrimah, bahwasanya seorang bekas budak Bani Addiy bin Kaab membunuh seorang lelaki dari kalangan orang-orang Ansar. Maka Nabi saw. memutuskan hukum supaya si pembunuh membayar diat sebanyak dua belas ribu (dinar). Sehubungan dengan peristiwa ini Allah swt. menurunkan firman-Nya, "Dan mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya), kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan kecukupan kepada mereka sebagai karunia-Nya." (Q.S. At-Taubah 74).

waminhum man 'aahada allaaha la-in aataanaa min fadhlihi lanashshaddaqanna walanakuunanna mina alshshaalihiina 

75. Dan di antara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah: "Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh.
SEBAB TURUNNYA AYAT: Imam Thabrani, Ibnu Murdawaih dan Ibnu Abu Hatim serta Imam Baihaqi di dalam kitab Dalail mengetengahkan sebuah hadis dengan sanad yang dha'if (lemah) melalui Abu Umamah, bahwasanya Tsa'labah bin Hathib meminta kepada Rasulullah saw., "Wahai Rasulullah! Mintakanlah kepada Allah semoga saya diberi rezeki harta kekayaan." Rasulullah saw. menjawab, "Celakalah engkau ini, hai Tsa'labah, sesungguhnya sedikit kekayaan yang engkau syukuri adalah lebih baik daripada banyak harta yang engkau tidak mampu untuk mensyukurinya." Selanjutnya Tsa'labah mengatakan, "Demi Allah, seandainya Allah memberiku harta yang banyak, niscaya aku akan memberikan hak-haknya kepada setiap orang yang berhak menerimanya." Maka Rasulullah mendoakannya, dan Tsa'labah diberinya seekor kambing. Kemudian kambing yang satu itu menjadi berkembang dan bertambah banyak dalam waktu yang singkat, sehingga kambing milik Tsa'labah memenuhi jalan-jalan kota Madinah. Maka terpaksa Tsa'labah menjauh dari kota Madinah, dan kebiasaan Tsa'labah ialah ia selalu menghadiri salat berjemaah, untuk itu ia keluar dari rumahnya demi salatnya. Kemudian kambingnya yang banyak itu makin bertambah berkembang lagi sehingga tempat-tempat penggembalaan di Madinah tidak dapat menampungnya lagi, maka terpaksa Tsa'labah pun makin menjauh dari kota Madinah. Tsa'labah sebelumnya selalu menghadiri salat Jumat di Mesjid, untuk itu ia selalu keluar meninggalkan tempat penggembalaannya demi salat Jumat. Akan tetapi lama-kelamaan setelah kambingnya makin bertambah banyak lagi dan ia makin menjauh dari kota Madinah, akhirnya ia meninggalkan salat Jumat dan salat jemaah yang biasa ia lakukan sebelumnya itu. Ketika Allah swt. menurunkan firman-Nya, "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka." (Q.S. At-Taubah 103). Kemudian Rasulullah saw. mengangkat dua orang menjadi amil untuk memungut zakat, selanjutnya beliau menuliskan surah perintah untuk dibawa oleh keduanya. Kedua amil itu mendatangi Tsa'labah lalu membacakan kepadanya surah perintah dari Rasulullah saw. Akan tetapi Tsa'labah menjawab, "Pergilah kalian berdua kepada orang-orang lain dahulu, maka bilamana kalian telah selesai dari mereka mampirlah kepadaku." Lalu kedua amil itu melakukan apa yang ia maui, dan ketika keduanya kembali kepadanya, Tsa'labah berkata, "Apa-apaan ini, sesungguhnya zakat itu tiada lain hanyalah saudara daripada jizyah (upeti)," maka keduanya pun berlalu dari Tsa'labah. Kemudian Allah swt. menurunkan firman-Nya, "Dan di antara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah, 'Sesungguhnya jika Allah memberikan sebagian karunia-Nya.'.." (Q.S. At-Taubah 75) sampai dengan firman-Nya, "...karena mereka telah memungkiri terhadap Allah apa yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya, dan (juga) karena mereka selalu berdusta..." (Q.S. At-Taubah 77). Ibnu Jarir dan Ibnu Murdawaih keduanya mengetengahkan pula hadis yang sama, hanya melalui jalur periwayatan Aufiy dari Ibnu Abbas r.a.

falammaa aataahum min fadhlihi bakhiluu bihi watawallaw wahum mu'ridhuuna

76. Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran).

fa-a'qabahum nifaaqan fii quluubihim ilaa yawmi yalqawnahu bimaa akhlafuu allaaha maa wa'aduuhu wabimaa kaanuu yakdzibuuna 

77. Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai kepada waktu mereka menemui Allah, karena mereka telah memungkiri terhadap Allah apa yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan juga karena mereka selalu berdusta.

alam ya'lamuu anna allaaha ya'lamu sirrahum wanajwaahum wa-anna allaaha 'allaamu alghuyuubi

78. Tidaklah mereka tahu bahwasanya Allah mengetahui rahasia dan bisikan mereka, dan bahwasanya Allah amat mengetahui segala yang ghaib. Kemunafikan adalah dosa yang tidak diampuni Allah.

alladziina yalmizuuna almuththhawwi'iina mina almu/miniina fii alshshadaqaati waalladziina laa yajiduuna illaa juhdahum fayaskharuuna minhum sakhira allaahu minhum walahum 'adzaabun aliimun 

79. (Orang-orang munafik itu) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab yang pedih.
SEBAB TURUNNYA AYAT: Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadis melalui Abu Masud Yang menceritakan, bahwa sewaktu ayat mengenai zakat diturunkan, kami memanggul zakat-zakat itu di atas punggung kami. Kemudian datang seorang lelaki dengan membawa zakat yang banyak sekali. Maka orang-orang munafik itu memberikan komentarnya, "Dia riya (pamer)." Dan datang pula seorang lelaki dengan membawa zakat satu sha', lalu mereka pun memberikan komentarnya pula, "Sesungguhnya Allah Maha Kaya dari pemberian zakat orang ini." Maka pada saat itu juga turunlah firman-Nya, "(Orang-orang munafik) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah..." (Q.S. At Taubah 79). Hadis yang serupa telah disebutkan pula melalui hadis-hadis yang bersumber dari Abu Hurairah, Abu Uqail, Abu Said Al-Khudri dan Ibnu Abbas serta Umairah binti Suhail bin Rafi'. Kesemua hadis itu diketengahkan oleh Ibnu Murdawaih.

istaghfir lahum aw laa tastaghfir lahum in tastaghfir lahum sab'iina marratan falan yaghfira allaahu lahum dzaalika bi-annahum kafaruu biallaahi warasuulihi waallaahu laa yahdii alqawma alfaasiqiina  

80. Kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja). Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampunan kepada mereka. Yang demikian itu adalah karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik.



fariha almukhallafuuna bimaq'adihim khilaafa rasuuli allaahi wakarihuu an yujaahiduu bi-amwaalihim wa-anfusihim fii sabiili allaahi waqaaluu laa tanfiruu fii alharri qul naaru jahannama asyaddu harran law kaanuu yafqahuuna 

81. Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut perang) itu, merasa gembira dengan tinggalnya mereka di belakang Rasulullah, dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah dan mereka berkata: "Janganlah kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini". Katakanlah: "Api neraka jahannam itu lebih sangat panas(nya)" jika mereka mengetahui.
SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Jarir mengetengahkan sebuah hadis melalui Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan, bahwa pada suatu ketika Rasulullah saw. memerintahkan orang-orang untuk berangkat ke medan perang bersamanya, sedangkan pada saat itu musim panas telah mencapai puncaknya. Maka ada seorang lelaki berkata, "Wahai Rasulullah! Musim panas sedang mencapai puncaknya, kami tidak dapat berangkat, maka janganlah engkau memerintahkan kami untuk berangkat ke medan perang di musim panas ini." Maka Allah swt. menurunkan firman-Nya, "Katakanlah!, "Api neraka Jahanam itu lebih sangat panas(nya)..." (Q.S. At-Taubah 81). Ibnu Jarir mengetengahkan pula hadis yang lain melalui Muhammad bin Kaab Al-Qurazhi yang menceritakan, bahwa ketika Rasulullah saw. akan berangkat ke medan perang Tabuk pada musim panas, yang panasnya sangat memuncak, lalu ada seseorang dari kalangan Bani Salamah mengatakan, "Janganlah kalian berangkat ke medan perang di musim yang panas sekali ini." Maka Allah swt. menurunkan firman-Nya, "Katakanlah! "Api neraka Jahanam itu lebih sangat panas(nya)..." (Q.S. At-Taubah 81). Imam Baihaqi di dalam kitab Dalailnya mengetengahkan sebuah hadis melalui Ibnu Ishaq, dari Ashim bin Amr bin Qatadah dan dari Abdullah bin Abu Bakar bin Hazm yang menceritakan, bahwa ada seorang lelaki dari kalangan orang-orang munafik mengatakan, "Janganlah kalian berangkat ke medan perang di musim yang panas ini." Maka Allah swt. menurunkan firman-Nya, yaitu ayat yang di atas tadi.

falyadhakuu qaliilan walyabkuu katsiiran jazaa-an bimaa kaanuu yaksibuuna

82. Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan menangis banyak, sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan.

fa-in raja'aka allaahu ilaa thaa-ifatin minhum faista/dzanuuka lilkhuruuji faqul lan takhrujuu ma'iya abadan walan tuqaatiluu ma'iya 'aduwwan innakum radhiitum bialqu'uudi awwala marratin fauq'uduu ma'a alkhaalifiina 

83. Maka jika Allah mengembalikanmu kepada suatu golongan dari mereka, kemudian mereka minta izin kepadamu untuk keluar (pergi berperang), maka Katakanlah: "Kamu tidak boleh keluar bersamaku selama-lamanya dan tidak boleh memerangi musuh bersamaku. Sesungguhnya kamu telah rela tidak pergi berperang kali yang pertama. Karena itu duduklah bersama orang-orang yang tidak ikut berperang." [651].

[651] Setelah Nabi Muhammad SAW selesai dari peperangan Tabuk dan kembali ke Madinah dan bertemu segolongan orang-orang munafik yang tidak ikut perang, lalu mereka minta izin kepadanya untuk ikut berperang, maka Nabi Muhammad SAW dilarang oleh Allah untuk mengabulkan permintaan mereka, karena mereka dari semula tidak mau ikut berperang.

walaa tushalli 'alaa ahadin minhum maata abadan walaa taqum 'alaa qabrihi innahum kafaruu biallaahi warasuulihi wamaatuu wahum faasiquuna 

84. Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendo'akan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik.
SEBAB TURUNNYA AYAT: Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadis melalui Ibnu Umar r.a. yang menceritakan, bahwa sewaktu Abdullah bin Ubay mati, datanglah anaknya menghadap Rasulullah saw. dan meminta kepadanya supaya ia memberikan baju gamisnya untuk mengafani jenazah ayahnya. Rasulullah saw. memberikan baju gamisnya kepada anak Abdullah bin Ubay, akan tetapi anak Abdullah bin Ubay masih mempunyai permintaan lagi, yaitu meminta supaya Rasulullah menyalati jenazah ayahnya. Maka Rasulullah saw. berdiri untuk menyalatinya; tetapi tiba-tiba Umar bin Khattab menarik baju Rasulullah saw. seraya berkata lirih, "Wahai Rasulullah! Apakah engkau akan menyalatkannya juga, bukankah Rabbmu telah melarangmu untuk menyalatkan jenazah orang-orang munafik?" Rasulullah saw. menjawab, "Sesungguhnya Allah hanya menyuruhku untuk memilih," beliau selanjutnya membacakan firman-Nya, "Kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja), kendati pun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali." (Q.S. At-Taubah, 80) Kemudian Rasulullah saw. menambahkan, "Aku akan memohonkan ampun tujuh puluh kali lebih." Sahabat Umar bin Khattab r.a. berkata, "Sesungguhnya dia (Abdullah bin Ubay) adalah orang munafik." Akan tetapi Rasulullah saw. tetap melakukan salat jenazah atas Abdullah bin Ubay demi memelihara perasaan anak Abdullah bin Ubay bin Salul karena anaknya kini telah masuk Islam dan menjadi salah satu di antara sahabat Rasulullah saw. yang ikhlas. Akan tetapi setelah ayat 84 surah At-Taubah diturunkan, Rasulullah saw. tidak lagi melakukan hal yang serupa karena larangannya sudah jelas. Maka Allah swt. menurunkan firman-Nya, "Dan janganlah kamu sekali-kali menyalatkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri di kuburnya." (Q.S. At-Taubah 84). Sejak saat diturunkannya ayat di atas Rasulullah saw. tidak lagi melakukan salat jenazah atas orang-orang munafik. Keterangan ini disebutkan di dalam hadisnya Umar, Anas, Jabir dan lainnya.

walaa tu'jibka amwaaluhum wa-awlaaduhum innamaa yuriidu allaahu an yu'adzdzibahum bihaa fii alddunyaa watazhaqa anfusuhum wahum kaafiruuna 

85. Dan janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki akan mengazab mereka di dunia dengan harta dan anak-anak itu dan agar melayang nyawa mereka, dalam keadaan kafir.

wa-idzaa unzilat suuratun an aaminuu biallaahi wajaahiduu ma'a rasuulihi ista/dzanaka uluu alththhawli minhum waqaaluu dzarnaa nakun ma'a alqaa'idiina 

86. Dan apabila diturunkan suatu surat (yang memerintahkan kepada orang munafik itu): "Berimanlah kamu kepada Allah dan berjihadlah beserta Rasul-Nya", niscaya orang-orang yang sanggup di antara mereka meminta izin kepadamu (untuk tidak berjihad) dan mereka berkata: "Biarkanlah kami berada bersama orang-orang yang duduk" [652].

[652] Maksudnya: orang-orang yang tidak ikut berperang.

radhuu bi-an yakuunuu ma'a alkhawaalifi wathubi'a 'alaa quluubihim fahum laa yafqahuuna

87. Mereka rela berada bersama orang-orang yang tidak berperang [653], dan hati mereka telah dikunci mati maka mereka tidak mengetahui (kebahagiaan beriman dan berjihad).

[653] Maksudnya: wanita-wanita, anak-anak, orang-orang lemah, orang-orang yang sakit dan orang-orang yang sudah tua.

laakini alrrasuulu waalladziina aamanuu ma'ahu jaahaduu bi-amwaalihim wa-anfusihim waulaa-ika lahumu alkhayraatu waulaa-ika humu almuflihuuna 

88. Tetapi Rasul dan orang-orang yang beriman bersama dia, mereka berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan mereka itulah orang-orang yang memperoleh kebaikan, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.

a'adda allaahu lahum jannaatin tajrii min tahtihaa al-anhaaru khaalidiina fiihaa dzaalika alfawzu al'azhiimu 

89. Allah telah menyediakan bagi mereka syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.

wajaa-a almu'adzdziruuna mina al-a'raabi liyu/dzana lahum waqa'ada alladziina kadzabuu allaaha warasuulahu sayushiibu alladziina kafaruu minhum 'adzaabun aliimun

90. Dan datang (kepada Nabi) orang-orang yang mengemukakan 'uzur, yaitu orang-orang Arab Baswi agar diberi izin bagi mereka (untuk tidak berjihad), sedang orang-orang yang mendustakan Allah dan Rasul-Nya, duduk berdiam diri saja. Kelak orang-orang yang kafir di antara mereka itu akan ditimpa azab yang pedih.


laysa 'alaa aldhdhu'afaa-i walaa 'alaa almardaa walaa 'alaa alladziina laa yajiduuna maa yunfiquuna harajun idzaa nashahuu lillaahi warasuulihi maa 'alaa almuhsiniina min sabiilin waallaahu ghafuurun rahiimun 


91. Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, orang-orang yang sakit dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada jalan sedikitpun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,

walaa 'alaa alladziina idzaa maa atawka litahmilahum qulta laa ajidu maa ahmilukum 'alayhi tawallaw wa-a'yunuhum tafiidhu mina alddam'i hazanan allaa yajiduu maa yunfiquuna

92. dan tiada (pula) berdosa atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: "Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu." lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan [654].

[654] Maksudnya: mereka bersedih hati karena tidak mempunyai harta yang akan dibelanjakan dan kendaraan untuk membawa mereka pergi berperang.

innamaa alssabiilu 'alaa alladziina yasta/dzinuunaka wahum aghniyaau radhuu bi-an yakuunuu ma'a alkhawaalifi wathaba'a allaahu 'alaa quluubihim fahum laa ya'lamuuna

93. Sesungguhnya jalan (untuk menyalahkan) hanyalah terhadap orang-orang yang meminta izin kepadamu, padahal mereka itu orang-orang kaya. Mereka rela berada bersama orang-orang yang tidak ikut berperang dan Allah telah mengunci mati hati mereka, maka mereka tidak mengetahui (akibat perbuatan mereka).

ya'tadziruuna ilaykum idzaa raja'tum ilayhim qul laa ta'tadziruu lan nu/mina lakum qad nabba-anaa allaahu min akhbaarikum wasayaraa allaahu 'amalakum warasuuluhu tsumma turadduuna ilaa 'aalimi alghaybi waalsysyahaadati fayunabbi-ukum bimaa kuntum ta'maluuna

94. Mereka (orang-orang munafik) mengemukakan 'uzurnya kepadamu, apabila kamu telah kembali kepada mereka (dari medan perang). Katakanlah: "Janganlah kamu mengemukakan 'uzur; kami tidak percaya lagi kepadamu, (karena) sesungguhnya Allah telah memberitahukan kepada kami beritamu yang sebenarnya. Dan Allah serta Rasul-Nya akan melihat pekerjaanmu, kemudian kamu dikembalikan kepada Yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.

sayahlifuuna biallaahi lakum idzaa inqalabtum ilayhim litu'ridhuu 'anhum fa-a'ridhuu 'anhum innahum rijsun wama/waahum jahannamu jazaa-an bimaa kaanuu yaksibuuna

95. Kelak mereka akan bersumpah kepadamu dengan nama Allah, apabila kamu kembali kepada mereka, supaya kamu berpaling dari mereka [655]. Maka berpalinglah dari mereka; karena sesungguhnya mereka itu adalah najis dan tempat mereka jahannam; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.

[655] Maksudnya: tidak mencela mereka.

yahlifuuna lakum litardhaw 'anhum fa-in tardhaw 'anhum fa-inna allaaha laa yardaa 'ani alqawmi alfaasiqiina 

96. Mereka akan bersumpah kepadamu, agar kamu ridha kepada mereka. Tetapi jika sekiranya kamu ridha kepada mereka, sesungguhnya Allah tidak ridha kepada orang-orang yang fasik itu.

al-a'raabu asyaddu kufran wanifaaqan wa-ajdaru allaa ya'lamuu huduuda maa anzala allaahu 'alaa rasuulihi waallaahu 'aliimun hakiimun 

97. Orang-orang Arab Badwi itu [656], lebih sangat kekafiran dan kemunafikannya, dan lebih wajar tidak mengetahui hukum-hukum yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya. Dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.

[656] orang-orang Badwi ialah orang-orang Arab yang berdiam di padang pasir yang hidupnya selalu berpindah-pindah.

wamina al-a'raabi man yattakhidzu maa yunfiqu maghraman wayatarabbashu bikumu alddawaa-ira 'alayhim daa-iratu alssaw-i waallaahu samii'un 'aliimun 

98. Di antara orang-orang Arab Badwi itu ada orang yang memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan Allah), sebagi suatu kerugian, dan dia menanti-nanti marabahaya menimpamu, merekalah yang akan ditimpa marabahaya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

wamina al-a'raabi man yu/minu biallaahi waalyawmi al-aakhiri wayattakhidzu maa yunfiqu qurubaatin 'inda allaahi washalawaati alrrasuuli alaa innahaa qurbatun lahum sayudkhiluhumu allaahu fii rahmatihi inna allaaha ghafuurun rahiimun 

99. Di antara orang-orang Arab Badwi itu ada orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan Allah) itu, sebagai jalan untuk mendekatkannya kepada Allah dan sebagai jalan untuk memperoleh do'a Rasul. Ketahuilah, sesungguhnya nafkah itu adalah suatu jalan bagi mereka untuk mendekatkan diri (kepada Allah). Kelak Allah akan memasukan mereka kedalam rahmat (surga)Nya; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Abu Hatim mengetengahkan pula hadis lainnya melalui Aufi dari Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan, bahwa pada suatu ketika Rasulullah saw. memerintahkan orang-orang untuk bersiap-siap berangkat ke medan perang bersamanya. Maka datanglah segolongan dari para sahabat yang di antara mereka terdapat Abdullah bin Ma`qal Al-Muzanniy. Lalu Abdullah bin Ma'qal Al-Muzanniy berkata, "Wahai Rasulullah! Bawalah kami berangkat." Rasulullah saw. menjawab, "Demi Allah, aku tidak mempunyai bekal yang cukup untuk membawa kalian." Maka mereka pergi dari hadapan Rasulullah saw. seraya menangis karena kecewa tidak dapat ikut berjihad; mereka tidak mempunyai biaya untuk itu dan tidak pula mempunyai kendaraan. Maka tidak lama kemudian Allah swt. menurunkan firman-Nya, "Dan tiada (pula dosa) atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu supaya kamu memberi mereka kendaraan..." (Q.S. At-Taubah 92) Nama-nama mereka itu telah disebutkan di dalam kitab Al-Mubhamat. Dan firman-Nya yang lain, yaitu, "Dan di antara orang-orang Arab badui itu ada orang yang beriman kepada Allah..." (Q.S. At-Taubah 99). Ibnu Jarir mengetengahkan sebuah hadis melalui Mujahid yang telah mengatakan, bahwa ayat di atas diturunkan berkenaan dengan orang-orang dari Bani Muqarrin, yang diturunkan pula pada mereka ayat lainnya berkenaan dengan peristiwa yang menimpa mereka, yaitu firman-Nya, "Dan tiada (pula dosa) atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu supaya kamu memberi mereka kendaraan..." (Q.S. At-Taubah 92). Abdurrahman bin Ma'qal Al-Muzanniy mengetengahkan pula sebuah hadis yang berkenaan dengan peristiwa ini. Ia menceritakan, "Pada saat itu jumlah kami ada sepuluh orang, semuanya dari anak-anak Bani Muqarrin", kemudian turun pula ayat di atas berkenaan dengan diri kami.

waalssaabiquuna al-awwaluuna mina almuhaajiriina waal-anshaari waalladziina ittaba'uuhum bi-ihsaanin radhiya allaahu 'anhum waradhuu 'anhu wa-a'adda lahum jannaatin tajrii tahtahaa al-anhaaru khaalidiina fiihaa abadan dzaalika alfawzu al'azhiimu 

100. Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.




wamimman hawlakum mina al-a'raabi munaafiquuna wamin ahli almadiinati maraduu 'alaa alnnifaaqi laa ta'lamuhum nahnu na'lamuhum sanu'adzdzibuhum marratayni tsumma yuradduuna ilaa 'adzaabin 'azhiimin 

101. Di antara orang-orang Arab Badwi yang di sekelilingmu [657] itu, ada orang-orang munafik; dan (juga) di antara penduduk Madinah. Mereka keterlaluan dalam kemunafikannya. Kamu (Muhammad) tidak mengetahui mereka, (tetapi) Kamilah yang mengetahui mereka. Nanti mereka akan Kami siksa dua kali kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar.

[657] Maksudnya: orang-orang Badwi yang berdiam di sekitar Madinah.

waaakharuuna i'tarafuu bidzunuubihim khalathuu 'amalan shaalihan waaakhara sayyi-an 'asaa allaahu an yatuuba 'alayhim inna allaaha ghafuurun rahiimun 

102. Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka, mereka mencampurbaurkan pekerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang buruk. Mudah-mudahan Allah menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi maha Penyayang.
SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Murdawaih dan Ibnu Abu Hatim mengetengahkan sebuah hadis melalui jalur Aufi dari Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan, bahwa sewaktu Rasulullah saw. berangkat ke medan perang, Abu Lubabah bersama lima orang temannya tidak ikut berangkat. Kemudian Abu Lubabah bersama dengan dua orang lainnya merenungkan perbuatan dan sikap yang telah dilakukannya itu, akhirnya mereka merasa menyesal dan merasa yakin bahwa diri mereka pasti akan binasa. Lalu mereka berkata, "Kami berada dalam naungan yang menyejukkan dan ketenangan yang menyenangkan bersama dengan istri-istri kami, sedangkan Rasulullah saw. beserta kaum Mukminin yang bersamanya sedang berjuang di medan jihad. Demi Allah, kami akan mengikatkan diri kami sendiri di tiang-tiang mesjid, dan kami bersumpah tidak akan melepaskannya melainkan jika Rasulullah saw. sendirilah yang melepaskannya." Mereka melakukan apa yang telah mereka putuskan itu; sedangkan tiga orang lainnya tidak mengikuti jejak yang dilakukan oleh Abu Lubabah dan kedua orang temannya itu mereka diam saja tinggal di rumahnya masing-masing. Sewaktu Rasulullah saw. kembali dari medan perang, beliau bertanya, "Siapakah mereka yang terikat di tiang-tiang mesjid?" Seorang lelaki menjawab, "Abu Lubabah dan teman-temannya, mereka tidak ikut ke medan perang. Mereka berjanji kepada Allah, bahwa mereka tidak akan melepaskan ikatannya melainkan jika engkau sendirilah yang melepaskannya." Lalu Rasulullah saw. bersabda, "Aku tidak akan melepaskan ikatan mereka sebelum aku diperintahkan untuk melepaskannya." Maka Allah swt. menurunkan firman-Nya, "Dan ada (pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka..." (Q.S. At-Taubah 102). Ketika ayat di atas diturunkan lalu Rasulullah saw. melepaskan ikatan mereka dan mau menerima uzur mereka; sedangkan tiga orang lainnya yang tidak mengikatkan diri mereka, tidak disebut-sebut dalam ayat tadi mengenai tobat mereka. Ketiga orang tersebut adalah mereka yang disebutkan di dalam firman-Nya, "Dan (ada pula) orang-orang lain yang ditangguhkan sampai ada keputusan Allah..." (Q.S. At-Taubah 106). Maka orang-orang mengatakan, "Mereka pasti binasa bila tidak diturunkan firman Allah yang menjelaskan diterimanya uzur mereka." Sedangkan orang-orang lainnya mengatakan, "Barangkali Allah akan memberikan ampunan-Nya kepada mereka," sehingga pada akhirnya turunlah firman-Nya, "Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan tobat) mereka..." (Q.S. At-Taubah 118). Ibnu Jarir mengetengahkan hadis yang serupa yang ia kemukakan melalui jalur Ali bin Abu Thalhah dari Ibnu Abbas r.a. Hanya saja di dalam hadisnya ditambahkan, bahwa Abu Lubabah dan teman-temannya setelah peristiwa pengampunan mereka datang dengan membawa harta mereka masing-masing. Lalu mereka berkata, "Wahai Rasulullah! Inilah harta benda kami, kamu sedekahkanlah ia sebagai kafarat bagi diri kami dan kami minta supaya engkau memohonkan ampunan buat kami." Maka Rasulullah saw. menjawab, "Aku tidak diperintahkan untuk mengambil sedikit pun daripada harta kalian." Lalu Allah menurunkan firman-Nya, "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka..." (Q.S. At-Taubah 103) Ibnu Jarir mengetengahkan pula hadis yang sama secara menyendiri melalui Said bin Jubair, Dhahhak, Zaid bin Aslam dan lain-lainnya. Abd mengetengahkan sebuah hadis melalui Qatadah, bahwa ayat di atas diturunkan berkenaan dengan tujuh orang (yang tidak ikut berangkat ke medan perang); empat orang di antara mereka mengikatkan dirinya di tiang-tiang mesjid Nabawi, yaitu Abu Lubabah, Muradas, Aus bin Khadzdzam dan Tsa'labah bin Wadi'ah. Abu Syekh mengetengahkan sebuah hadis, demikian pula Ibnu Mandah di dalam Kitab Ash-Shahabahnya dengan melalui Tsauri dari A'masy dari Abu Sufyan dari Jabir yang menceritakan bahwa di antara orang-orang yang tidak ikut dengan Rasulullah saw. ke medan perang Tabuk ada enam orang, yaitu Abu Lubabah, Aus bin Khadzdzam, Tsa'labah bin Wadi'ah, Kaab bin Malik, Murarah bin Rabi' dan Hilal bin Umayyah. Kemudian Abu Lubabah, Aus dan Tsa'labah datang ke mesjid untuk mengikatkan diri mereka sendiri pada tiang-tiangnya dan mereka pun membawa serta pula harta benda mereka. Mereka berkata, "Wahai Rasulullah! Ambillah harta yang membuat kami tidak dapat berangkat bersamamu." Maka Rasulullah saw. menjawab, "Aku tidak akan melepaskan mereka hingga terjadi peperangan lagi (yang akan datang)." Maka pada saat itu juga turunlah firman-Nya, "Dan ada (pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka..." (Q.S. At-Taubah 102). Sanad hadis ini kuat. Ibnu Murdawaih mengetengahkan sebuah hadis dengan sanad yang di dalamnya terdapat Waqidiy, melalui Umu Salamah yang menceritakan, bahwa ayat yang menjelaskan diterimanya tobat Abu Lubabah turun di rumahku. Pada suatu waktu aku mendengar Rasulullah saw. tertawa, yaitu tepatnya di waktu sahur. Lalu aku bertanya, "Wahai Rasulullah! Apakah gerangan yang menyebabkan engkau tertawa?" Rasulullah saw. menjawab, "Abu Lubabah telah diampuni." Lalu aku berkata, "Apakah boleh aku memberitahukan hal tersebut?" Rasulullah saw. menjawab, "Jika kamu suka, silakan!" Kemudian aku berdiri di depan pintu kamarku, yang hal ini aku lakukan ketika ayat hijab belum diturunkan, lalu aku berkata, "Hai Abu Lubabah! Bergembiralah karena sesungguhnya Allah telah menerima tobatmu." Maka kala itu juga orang-orang beramai-ramai hendak melepaskan ikatannya, akan tetapi Abu Lubabah menolak, "Biarkanlah ia, sehingga Rasulullah saw. sendiri yang akan melepaskannya daripadaku." Ketika Rasulullah saw. keluar untuk menunaikan salat subuh, lalu beliau melepaskan ikatan Abu Lubabah, maka turunlah firman-Nya, "Dan ada (pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka..." (Q.S. At-Taubah 102).

khudz min amwaalihim shadaqatan tuthahhiruhum watuzakkiihim bihaa washalli 'alayhim inna shalaataka sakanun lahum waallaahu samii'un 'aliimun 

103. Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan [658] dan mensucikan [659] mereka dan mendo'alah untuk mereka. Sesungguhnya do'a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

[658] Maksudnya: zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda

[659] Maksudnya: zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan harta benda mereka.

alam ya'lamuu anna allaaha huwa yaqbalu alttawbata 'an 'ibaadihi waya/khudzu alshshadaqaati wa-anna allaaha huwa alttawwaabu alrrahiimu 

104. Tidaklah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan menerima zakat dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang?

waquli i'maluu fasayaraa allaahu 'amalakum warasuuluhu waalmu/minuuna wasaturadduuna ilaa 'aalimi alghaybi waalsysyahaadati fayunabbi-ukum bimaa kuntum ta'maluuna

105. Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mu'min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.

waaakharuuna murjawna li-amri allaahi immaa yu'adzdzibuhum wa-immaa yatuubu 'alayhim waallaahu 'aliimun hakiimun 

106. Dan ada (pula) orang-orang lain yang ditangguhkan sampai ada keputusan Allah; adakalanya Allah akan mengazab mereka dan adakalanya Allah akan menerima taubat mereka. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

waalladziina ittakhadzuu masjidan dhiraaran wakufran watafriiqan bayna almu/miniina wa-irshaadan liman haaraba allaaha warasuulahu min qablu walayahlifunna in aradnaa illaa alhusnaa waallaahu yasyhadu innahum lakaadzibuuna 

107. Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mu'min), untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang mu'min serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu [660]. Mereka Sesungguhnya bersumpah: "Kami tidak menghendaki selain kebaikan." Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya).

[660] Yang dimaksudkan dengan orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu ialah seorang pendeta Nasrani bernama Abu 'Amir, yang mereka tunggu-tunggu kedatangannya dari Syiria untuk bersembahyang di masjid yang mereka dirikan itu, serta membawa tentara Romawi yang akan memerangi kaum muslimin. Akan tetapi kedatangan Abu 'Amir ini tidak jadi karena ia mati di Syiria. Dan masjid yang didirikan kaum munafik itu diruntuhkan atas perintah Rasulullah SAW berkenaan dengan wahyu yang diterimanya sesudah kembali dari perang Tabuk.
SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Murdawaih mengetengahkan sebuah hadis melalui jalur Ibnu Ishak yang telah mengatakan, bahwa Ibnu Syihab Az-Zuhriy menceritakan dari Ibnu Ukaimah Al-Laitsi dari keponakannya sendiri, yaitu Abu Rahm Al-Ghiffari, bahwa Ibnu Ukaimah pernah mendengar Abu Rahm, yang termasuk di antara orang-orang yang berbaiat di bawah pohon kepada Rasulullah saw. menceritakan, "Seseorang yang telah membangun mesjid Dhirar datang menghadap kepada Rasulullah saw. yang pada saat itu sedang siap-siap untuk berangkat ke Tabuk. Kemudian mereka berkata, "Wahai Rasulullah! Sesungguhnya kami telah membangun sebuah mesjid yang kami peruntukkan buat orang-orang sakit dan orang-orang miskin, sebagai naungan mereka di musim dingin yang banyak hujan. Untuk itu kami mengharapkan sekali engkau mau berkunjung kepada kami dan salat di mesjid kami demi untuk kami." Kemudian Rasulullah saw. menjawab, "Sesungguhnya sekarang aku hendak berangkat bepergian. Jika kembali dari bepergian, maka insya Allah, kami akan berkunjung kepada kalian dan akan melakukan salat demi untuk kalian di mesjid kalian itu." Sewaktu Rasulullah saw. kembali dari medan Tabuk, beliau berhenti untuk istirahat di Dzi Awan, yaitu sebuah perkampungan yang jauhnya satu jam perjalanan dari kota Madinah. Maka pada saat itu juga turunlah firman-Nya, "Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan mesjid untuk menimbulkan kemudaratan (pada orang-orang mukmin) dan karena kekafiran..." (Q.S. At-Taubah 107). Selanjutnya Rasulullah saw. memanggil Malik bin Dakhsyan dan Mi'an bin Addiy atau saudaranya yaitu Ashim bin Addiy, lalu beliau bersabda, "Pergilah kalian berdua ke mesjid yang para pemiliknya telah berbuat aniaya itu, kemudian robohkanlah dan bakarlah mesjid itu," kemudian keduanya melakukan apa yang telah diperintahkan oleh Rasulullah saw." Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Murdawaih keduanya mengetengahkan sebuah hadis melalui jalur periwayatan Aufi dan Ibnu Abbas r.a. Ibnu Abbas r.a. menceritakan, bahwa sewaktu Rasulullah membangun mesjid Quba, ada beberapa orang lelaki dari kalangan orang-orang Ansar, yang antara lain adalah Yakhdij, keluar dengan tujuan untuk membangun mesjid nifak. Maka Rasulullah saw. berkata kepada Yakhdij, "Celakalah engkau ini, apakah yang engkau maksud dengan kesemuanya ini?" Yakhdij menjawab, "Wahai Rasulullah! Tiada yang aku maksud melainkan hanya kebaikan belaka." Maka Allah swt. menurunkan firman-Nya, yaitu ayat yang di atas tadi. Ibnu Murdawaih mengetengahkan sebuah hadis melalui jalur Ali bin Abu Thalhah dari Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan, bahwa ada beberapa orang dari kalangan orang-orang Ansar hendak membangun mesjid. Maka berkatalah kepada mereka seseorang yang bernama Abu Amir, "Bangunlah mesjid kalian dan kemudian persiapkanlah kekuatan dan senjata yang kalian mampu, karena sesungguhnya aku segera akan berangkat ke Kaisar Romawi, aku akan mendatangkan pasukan Romawi, kemudian aku akan mengusir Muhammad beserta dengan para sahabatnya dari Madinah."

laa taqum fiihi abadan lamasjidun ussisa 'alaa alttaqwaa min awwali yawmin ahaqqu an taquuma fiihi fiihi rijaalun yuhibbuuna an yatathahharuu waallaahu yuhibbu almuththhahhiriina

108. Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. Di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih.
SEBAB TURUNNYA AYAT: Ketika mereka telah selesai membangun mesjid, lalu mereka datang kepada Nabi saw. dan mengatakan kepada beliau, "Sesungguhnya kami baru saja selesai dari membangun mesjid kami, maka kami sangat senang sekali engkau melakukan salat di dalamnya." Ketika itu juga Allah menurunkan firman-Nya, "Janganlah kamu salat dalam mesjid itu selama-lamanya..." (Q.S. At-Taubah 108). Al-Wahidi mengetengahkan sebuah hadis melalui Saad bin Abu Waqqash yang menceritakan bahwa sesungguhnya orang-orang munafik akan membangun mesjidnya sendiri guna menyaingi mesjid Quba, lalu mereka menawarkan kepada Abu Amir supaya ia menjadi imam mereka bilamana telah datang (dari Kaisar). Tetapi ketika mereka selesai dari membangunnya, mereka mendatangi Rasulullah saw. seraya meminta kepadanya, "Sesungguhnya kami telah membangun sebuah mesjid, maka kami memohon supaya engkau mau salat di dalamnya." Lalu turunlah firman-Nya, "Janganlah kamu salat dalam mesjid itu selama-lamanya..." (Q.S. At-Taubah 108). Imam Tirmizi mengetengahkan sebuah hadis melalui Abu Hurairah r.a. yang menceritakan, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan para jemaah mesjid Quba, yaitu firman-Nya, "Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih." (Q.S. At-Taubah 108). Ia mengatakan, bahwa para jemaah mesjid Quba itu, mereka selalu membersihkan diri dengan memakai air, lalu turunlah ayat ini berkenaan dengan sikap mereka itu. Umar bin Syaibah di dalam kitab Akhbarul Madinahnya mengetengahkan sebuah hadis melalui jalur Walid bin Abu Sandar Al-Aslami dari Yahya bin Sahal Al-Anshari dari ayahnya yang menceritakan, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan para jemaah mesjid Quba, mereka biasa memakai air untuk bersuci dari buang air besar, lalu turunlah firman-Nya, "Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri..." (Q.S. At-Taubah 108). Ibnu Jarir mengetengahkan sebuah hadis melalui Atha yang menceritakan, bahwa kaum yang pertama kali melakukan wudu dengan air adalah jemaah mesjid Quba, maka turunlah firman-Nya sehubungan dengan sikap mereka ini, yaitu, "Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih." (Q.S. At-Taubah 108).

afaman assasa bunyaanahu 'alaa taqwaa mina allaahi waridhwaanin khayrun am man assasa bunyaanahu 'alaa syafaa jurufin haarin fainhaara bihi fii naari jahannama waallaahu laa yahdii alqawma alzhzhaalimiina 

109. Maka apakah orang-orang yang mendirikan mesjidnya di atas dasar taqwa kepada Allah dan keridhaan-(Nya) itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengan dia ke dalam neraka Jahannam. Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang zalim.

laa yazaalu bunyaanuhumu alladzii banaw riibatan fii quluubihim illaa an taqaththha'a quluubuhum waallaahu 'aliimun hakiimun 

110. Bangunan-bangunan yang mereka dirikan itu senantiasa menjadi pangkal keraguan dalam hati mereka, kecuali bila hati mereka itu telah hancur [661]. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

[661] Maksudnya: Bila perasaan mereka telah lenyap. Ada pula yang menafsirkan bila mereka tidak dapat taubat lagi.




inna allaaha isytaraa mina almu/miniina anfusahum wa-amwaalahum bi-anna lahumu aljannata yuqaatiluuna fii sabiili allaahi fayaqtuluuna wayuqtaluuna wa'dan 'alayhi haqqan fii alttawraati waal-injiili waalqur-aani waman awfaa bi'ahdihi mina allaahi faistabsyiruu bibay'ikumu alladzii baaya'tum bihi wadzaalika huwa alfawzu al'azhiimu 

111. Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu'min diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al-Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.

alttaa-ibuuna al'aabiduuna alhaamiduuna alssaa-ihuuna alrraaki'uuna alssaajiduuna al-aamiruuna bialma'ruufi waalnnaahuuna 'ani almunkari waalhaafizhuuna lihuduudi allaahi wabasysyiri almu/miniina 

112. Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, yang beribadat, yang memuji, yang melawat [662], yang ruku', yang sujud, yang menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah berbuat munkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. Dan gembirakanlah orang-orang mu'min itu.

[662] Maksudnya: melawat untuk mencari ilmu pengetahuan atau berjihad. Ada pula yang menafsirkan dengan orang yang berpuasa.

maa kaana lilnnabiyyi waalladziina aamanuu an yastaghfiruu lilmusyrikiina walaw kaanuu ulii qurbaa min ba'di maa tabayyana lahum annahum ash-haabu aljahiimi 

113. Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam.
SEBAB TURUNNYA AYAT: Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan sebuah hadis melalui jalur Said bin Musayyab dari ayahnya, yang menceritakan, bahwa sewaktu Abu Thalib sedang menghadapi kematiannya, masuklah Rasulullah saw. menjenguknya. Pada saat itu di sisi Abu Thalib telah ada Abu Jahal dan Abdullah bin Abu Umayyah. Kemudian Rasulullah saw. bersabda, "Wahai paman! Katakanlah tiada Tuhan selain Allah (laa ilaaha illallaah), kelak aku akan membelamu dengannya di hadapan Allah." Abu Jahal dan Abdullah bin Umayyah berkata, "Hai Abu Thalib! Apakah engkau tidak menyukai agamanya Abdul Muththalib?" Kedua orang tersebut masih terus berbicara kepada Abu Thalib, sehingga pada akhirnya Abu Thalib mengatakan kepada mereka bertiga, bahwa dia berada pada agamanya Abdul Muthalib." Maka Rasulullah saw. bersabda, "Aku sungguh akan tetap memohonkan ampun buatmu selagi aku tidak dilarang melakukannya buatmu." Maka turunlah firman-Nya, "Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik..." (Q.S. At-Taubah 113). Dan ayat berikut ini diturunkan berkenaan dengan Abu Thalib pula, yaitu, "Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi..." (Al-Qashash 56). Makna lahiriah ayat ini menunjukkan bahwa ayat ini diturunkan di Mekah (padahal ayat ini termasuk Madaniah). Imam Tirmizi mengetengahkan sebuah hadis dan dia menilainya sebagai hadis yang hasan (baik), dan Imam Hakim meriwayatkan pula hadis yang sama, yang kedua-duanya bersumberkan dari Ali r.a. Ali r.a. menceritakan bahwa aku pernah mendengar seorang lelaki memohonkan ampun buat kedua orang tuanya, sedangkan kedua orang tuanya adalah orang musyrik. Lalu aku berkata kepadanya, "Apakah engkau memintakan ampun buat kedua orang tuamu, sedangkan mereka berdua adalah orang musyrik?" Lalu lelaki itu menjawab, "Nabi Ibrahim telah memintakan ampun bagi ayah (paman)nya sendiri, sedang dia adalah orang musyrik." Ali r.a. melanjutkan kisahnya, kemudian aku ceritakan peristiwa itu kepada Rasulullah saw. maka pada saat itu juga turunlah firman-Nya, "Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik..." (Q.S. At-Taubah 113). Imam Hakim dan Imam Baihaqi di dalam kitab Ad-Dalailnya, serta orang-orang lainnya mengetengahkan sebuah hadis melalui Ibnu Masud r.a. yang menceritakan, bahwa pada suatu hari Rasulullah saw. keluar untuk pergi ke kuburan. Kemudian Rasulullah saw. duduk di sebelah salah satu kuburan, lalu beliau bermunajat di kuburan itu cukup lama. Setelah itu Rasulullah saw. menangis, maka aku pun menangis, karena terpengaruh oleh tangisan beliau. Selanjutnya Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya kuburan yang aku duduk di sisinya tadi adalah kuburan ibuku. Aku meminta izin kepada Allah supaya aku diberi izin untuk mendoakannya, akan tetapi Dia tidak mengizinkan." Maka pada saat itu turunlah firman-Nya, "Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik..." (A-Taubah 113). Imam Ahmad dan Ibnu Murdawaih keduanya mengetengahkan sebuah hadis, yang lafalnya berasal dari Imam Ahmad, dengan melalui hadisnya Buraidah. Buraidah menceritakan, bahwa ketika saya sedang bersama dengan Nabi saw. dalam suatu perjalanan, tiba-tiba beliau berhenti di Asfan. Lalu Rasulullah saw. melihat kuburan ibunya untuk itu beliau berwudu terlebih dahulu kemudian membacakan doa dan terus menangis. Setelah itu beliau bersabda, "Sesungguhnya aku telah meminta izin kepada Rabbku supaya diperkenankan memintakan ampun buat ibuku, akan tetapi Dia melarangku." Maka pada saat itu turunlah firman-Nya, "Tiada sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik..." (Q.S. At-Taubah 113) Imam Thabrani dan Ibnu Murdawaih keduanya mengetengahkan pula hadis yang serupa melalui Ibnu Abbas r.a. Disebutkan di dalam hadisnya bahwa hal tersebut terjadi sewaktu Rasulullah saw. kembali dari medan Tabuk kemudian beliau berangkat ke Mekah untuk tujuan umrah lalu beliau berhenti di Asfan. Hafidz Ibnu Hajar memberikan komentarnya, bahwa adakalanya penuturan ayat ini mempunyai banyak penyebab, yaitu peristiwa mengenai Abu Thalib, peristiwa mengenai Siti Aminah (ibu Nabi saw.) dan kisah mengenai Ali r.a. serta orang-orang lainnya. Kesemuanya menunjukkan bermacam-macam sebab nuzulnya.

wamaa kaana istighfaaru ibraahiima li-abiihi illaa 'an maw'idatin wa'adahaa iyyaahu falammaa tabayyana lahu annahu 'aduwwun lillaahi tabarra-a minhu inna ibraahiima la-awwaahun haliimun

114. Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.

wamaa kaana allaahu liyudhilla qawman ba'da idz hadaahum hattaa yubayyina lahum maa yattaquuna inna allaaha bikulli syay-in 'aliimun 

115. Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan [663] suatu kaum, sesudah Allah memberi petunjuk kepada mereka sehingga dijelaskan-Nya kepada mereka apa yang harus mereka jauhi [664]. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

[663] Lihat not 34.

[664] Maksudnya: seseorang hamba tidak akan diazab oleh Allah semata-mata karena kesesatannya, kecuali jika hamba itu melanggar perintah-perintah yang sudah dijelaskan.

inna allaaha lahu mulku alssamaawaati waal-ardhi yuhyii wayumiitu wamaa lakum min duuni allaahi min waliyyin walaa nashiirin 

116. Sesungguhnya kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi. Dia menghidupkan dan mematikan. Dan sekali-kali tidak ada pelindung dan penolong bagimu selain Allah.

laqad taaba allaahu 'alaa alnnabiyyi waalmuhaajiriina waal-anshaari alladziina ittaba'uuhu fii saa'ati al'usrati min ba'di maa kaada yaziighu quluubu fariiqin minhum tsumma taaba 'alayhim innahu bihim rauufun rahiimun 

117. Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang muhajirin dan orang-orang anshar yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka,
SEBAB TURUNNYA AYAT: Imam Bukhari dan lain-lainnya meriwayatkan sebuah hadis melalui Kaab bin Malik yang menceritakan, aku belum pernah ketinggalan dalam suatu peperangan pun selalu bersama dengan Nabi saw. kecuali hanya dalam perang Badar. Dan ketika perang Tabuk diserukan, yaitu peperangan yang terakhir bagi Nabi saw. kemudian orang-orang diserukan untuk berangkat ke medan perang dan seterusnya. Di dalam hadis ini terdapat kata-kata: kemudian Allah menurunkan firman-Nya yang berkenaan dengan penerimaan tobat kami, yaitu firman-Nya, "Sesungguhnya Allah telah menerima tobat Nabi, orang-orang Muhajirin..." (Q.S. At-Taubah 117) sampai dengan firman-Nya, "Sesungguhnya Allahlah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang." (Q.S. At-Taubah 118) Dan diturunkan pula firman-Nya, "Bertakwalah kalian kepada Allah dan hendaklah kalian bersama orang-orang yang benar." (Q.S. At-Taubah 119)

wa'alaa altstsalaatsati alladziina khullifuu hattaa idzaa daaqat 'alayhimu al-ardhu bimaa rahubat wadaaqat 'alayhim anfusuhum wazhannuu an laa malja-a mina allaahi illaa ilayhi tsumma taaba 'alayhim liyatuubuu inna allaaha huwa alttawwaabu alrrahiimu 

118. dan terhadap tiga orang [665] yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.

[665] Yaitu Ka'ab bin Malik, Hilal bin Umayyah dan Mararah bin Rabi'. Mereka disalahkan karena tidak ikut berperang.

yaa ayyuhaa alladziina aamanuu ittaquu allaaha wakuunuu ma'a alshshaadiqiina

119. Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.

maa kaana li-ahli almadiinati waman hawlahum mina al-a'raabi an yatakhallafuu 'an rasuuli allaahi walaa yarghabuu bi-anfusihim 'an nafsihi dzaalika bi-annahum laa yushiibuhum zhamaun walaa nashabun walaa makhmashatun fii sabiili allaahi walaa yathauuna mawthi-an yaghiizhu alkuffaara walaa yanaaluuna min 'aduwwin naylan illaa kutiba lahum bihi 'amalun shaalihun inna allaaha laa yudhii'u ajra almuhsiniina 

120. Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badwi yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (berperang) dan tidak patut (pula) bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada mencintai diri Rasul. Yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah, dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal saleh. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik



walaa yunfiquuna nafaqatan shaghiiratan walaa kabiiratan walaa yaqtha'uuna waadiyan illaa kutiba lahum liyajziyahumu allaahu ahsana maa kaanuu ya'maluuna 


121. dan mereka tiada menafkahkan suatu nafkah yang kecil dan tidak (pula) yang besar dan tidak melintasi suatu lembah, melainkan dituliskan bagi mereka (amal saleh pula) karena Allah akan memberi balasan kepada mereka yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.

wamaa kaana almu/minuuna liyanfiruu kaaffatan falawlaa nafara min kulli firqatin minhum thaa-ifatun liyatafaqqahuu fii alddiini waliyundziruu qawmahum idzaa raja'uu ilayhim la'allahum yahtsaruuna 

122. Tidak sepatutnya bagi mu'minin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Abu Hatim mengetengahkan sebuah hadis melalui Ikrimah yang menceritakan, bahwa ketika diturunkan firman-Nya berikut ini, yaitu, "Jika kalian tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kalian dengan siksa yang pedih." (Q.S. At-Taubah 39). Tersebutlah pada saat itu ada orang-orang yang tidak berangkat ke medan perang, mereka berada di daerah badui (pedalaman) karena sibuk mengajarkan agama kepada kaumnya. Maka orang-orang munafik memberikan komentarnya, "Sungguh masih ada orang-orang yang tertinggal di daerah-daerah pedalaman, maka celakalah orang-orang pedalaman itu." Kemudian turunlah firman-Nya yang menyatakan, "Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang)." (Q.S. At-Taubah 122). Ibnu Abu Hatim mengetengahkan pula hadis lainnya melalui Abdullah bin Ubaid bin Umair yang menceritakan, bahwa mengingat keinginan kaum Mukminin yang sangat besar terhadap masalah jihad, disebutkan bahwa bila Rasulullah saw. mengirimkan pasukan perang, maka mereka semuanya berangkat. Dan mereka meninggalkan Nabi saw. di Madinah bersama dengan orang-orang yang lemah. Maka turunlah firman Allah swt. yang paling atas tadi (yaitu surah At-Taubah ayat 122).

yaa ayyuhaa alladziina aamanuu qaatiluu alladziina yaluunakum mina alkuffaari walyajiduu fiikum ghilzhatan wai'lamuu anna allaaha ma'a almuttaqiina 

123. Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu, dan ketahuilah, bahwasanya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa.

wa-idzaa maa unzilat suuratun faminhum man yaquulu ayyukum zaadat-hu haadzihi iimaanan fa-ammaa alladziina aamanuu fazaadat-hum iimaanan wahum yastabsyiruuna

124. Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata: "Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turannya) surat ini?" Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, dan mereka merasa gembira.

wa-ammaa alladziina fii quluubihim maradhun fazaadat-hum rijsan ilaa rijsihim wamaatuu wahum kaafiruuna 

125. Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit [666], maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, disamping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir.

[666] Maksudnya penyakin bathiniyah seperti kekafiran, kemunafikan, keragua-raguan dan sebagainya.

awa laa yarawna annahum yuftanuuna fii kulli 'aamin marratan aw marratayni tsumma laa yatuubuuna walaa hum yadzdzakkaruuna 

126. Dan tidaklah mereka (orang-orang munafik) memperhatikan bahwa mereka diuji [667] sekali atau dua kali setiap tahun, dan mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak (pula) mengambil pelajaran?

[667] Yang dimaksud dengan ujian disini ialah: musibah-musibah yang menimpa mereka seperti terbukanya rahasia tipu daya mereka, pengkhianatan mereka dan sifat mereka menyalahi janji.

wa-idzaa maa unzilat suuratun nazhara ba'dhuhum ilaa ba'dhin hal yaraakum min ahadin tsumma insharafuu sharafa allaahu quluubahum bi-annahum qawmun laa yafqahuuna

127. Dan apabila diturunkan satu surat, sebagian mereka memandang kepada yang lain (sambil berkata): "Adakah seorang dari (orang-orang muslimin) yang melihat kamu?" Sesudah itu merekapun pergi. Allah telah memalingkan hati mereka disebabkan mereka adalah kaum yang tidak mengerti.

laqad jaa-akum rasuulun min anfusikum 'aziizun 'alayhi maa 'anittum hariishun 'alaykum bialmu/miniina rauufun rahiimun 

128. Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.

fa-in tawallaw faqul hasbiya allaahu laa ilaaha illaa huwa 'alayhi tawakkaltu wahuwa rabbu al'arsyi al'azhiimi 

129. Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki 'Arsy yang agung".
Penutup 

Surat At-Taubah mengandung pernyatan pembatalan perjanjian damai pleh Nabi Muhammad s.a.w. dengan kaum musyrikin, karena mereka tidak memenuhi syarat-syarat perjanjian damai pada perjanjian Hudaibiyyah. Selanjutnya Surat At Taubah mengandung hukum peperangan dan perdamaian, hukum kenegaraan, keadaan Nabi Muhammad s.a.w. di waktu hijrah, dan kewajiban menafkahkan harta dan orang-orang yang berhak menerimanya.

HUBUNGAN SURAT AT-TAUBAH DENGAN SURAT YUNUS

1. Akhir surat At-Taubah ditutup dengan menyebutkan tentang risalah Nabi Muhammad s.a.w. dan hal-hal serupa disebutkan pula pada akhir surat Yunus.

2. Surat At-Taubah menyebutkan keadaan orang-orang munafik serta menerangkan perbuatan mereka di waktu Al Quran diturunkan, sedang surat Yunus menerangkan sikap orang kafir terhadap Al Quran.

No comments:

Post a Comment