Wednesday, December 6, 2017

SHALAT BERJAMAAH

https://hsssnwwwayyya58.blogspot.co.id/2017/12/fathul-qorib-mujib.html 


(فصل)
 وصلاة الجماعة سنة مؤكدة وعلى المأموم أن ينوي الائتمام دون الإمام ويجوز أن يأتم الحر بالعبد والبالغ بالمراهق ولا تصح قدوة رجل بامرأة ولا قارئ بأمي وأي موضع صل في المسجد بصلاة الإمام فيه وهو عالم بصلاته أجزأه ما لم يتقدم عليه، وإن صلى في المسجد والمأموم خارج المسجد قريبا منه وهو عالم بصلاته ولا حائل هناك جاز.
Shalat jamaah itu hukumnya sunnah mu’akkad. Makmum harus berniat jadi makmum sedang imam tidak wajib niat menjadi imam. Boleh orang yang merdeka bermakmum pada budak, orang baligh pada yang belum baligh. Tidak sah laki-laki bermakmum pada wanita, orang yang pintar membaca Quran kepada yang buta huruf. Makmum boldh shalat di tempat manapun dari posisi imam di masjid asal imam tahu shalatnya itu hukumnya sah selagi makmum tidak mendahului imam. Apabila imam shalat di masjid sedang makmum di luar masjid yang dekat, dan imam tahu atas halat makmum, dan tidak penghalang antara keduanya hukumnya boleh.

Sebagaimana disebutkan dalam sebuah kaidah syar’i, melaksanakan hal yang wajib lebih utama daripada melaksanakan hal yang sunnah. Di antara dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wata’ala dalam hadits qudsi,
وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ
“Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada perkara yang Aku wajibkan atasnya.” (HR. al-Bukhari, dari Abu Hurairah  radhiyallahu ‘anhu)
Al-Imam al-Bukhari rahimahullahdalam Shahih-nya mengatakan, bab “Fadhli Shalatil Jamaah” (“Keutamaan Shalat Berjamaah”). Lalu beliau menyebutkan riwayat seorang tabi’in dan seorang sahabat, sebelum menyebutkan beberapa hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Adalah al-Aswad bin Yazid an- Nakha’i rahimahullah (salah seorang tabi’in senior) jika luput dari berjamaah, beliau pergi menuju ke masjid yang lain. Apabila Anas bin Malik  radhiyallahu ‘anhu datang ke sebuah masjid yang telah selesai ditegakkan shalat padanya, beliau mengumandangkan azan dan iqamat lalu shalat berjamaah.
Menurut al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah, maksud al-Imam al-Bukhari rahimahullah menyebutkan riwayat al-Aswad dan Anas  radhiyallahu ‘anhuma adalah sebagai isyarat bahwa keutamaan shalat berjamaah yang tersebut dalam beberapa hadits, hanya berlaku bagi mereka yang berjamaah di masjid, bukan di rumah. Sebab, jika berjamaah tidak dikhususkan di masjid, al-Aswad  radhiyallahu ‘anhu akan menegakkan shalat berjamaah di tempatnya dan tidak akan pergi ke masjid lain untuk mendapatkan jamaah.
Demikian pula Anas bin Malik  radhiyallahu ‘anhu, beliau tidak akan datang ke masjid bani Rifa’ah (untuk melaksanakan shalat berjamaah, -pen.). Kemudian al-Imam al-Bukhari rahimahullah menyebutkan beberapa hadits yang menunjukkan keutamaan shalat berjamaah. Di antaranya dari Abdullah bin Umar  radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً
“Shalat berjamaah itu lebih utama daripada shalat sendirian dengan 27 derajat.”
Al-Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan dengan lafadz,
صَلَاةُ الرَّجُلِ فِي الْجَمَاعَةِ تَزِيدُ عَلَى صَلَاتِهِ وَحْدَهُ سَبْعًا وَعِشْرِينَ
“Shalat seseorang dengan berjamaah lebih banyak daripada shalatnya sendirian 27 kali.”
Dari Abu Sa’id al-Khudri  radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ تَعْدِلُ خَمْسًا وَعِشْرِينَ مِنْ صَلَاةِ الْفَذِّ
“Shalat berjamaah itu lebih utama daripada shalat sendirian dengan 25 derajat.”
Dari Abu Hurairah  radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
صَلَاةُ الْجَمِيعِ تَزِيدُ عَلَى صَلَاتِهِ فِي بَيْتِهِ وَصَلَاتِهِ فِي سُوقِهِ خَمْسًا وَعِشْرِينَ دَرَجَةً فَإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ وَأَتَى الْمَسْجِدَ لَا يُرِيدُ إِلَّا الصَّلَاةَ لَمْ يَخْطُ خَطْوَةً إِلَّا رَفَعَهُ اللهُ بِهَا دَرَجَةً وَحَطَّ عَنْهُ خَطِيئَةً حَتَّى يَدْخُلَ الْمَسْجِدَ، وَإِذَا دَخَلَ الْمَسْجِدَ كَانَ فِي صَلَاةٍ مَا كَانَتْ تَحْبِسُهُ وَتُصَلي يَعْنِي عَلَيْهِ الْمَلَائِكَةُ مَا دَامَ فِي مَجْلِسِهِ الَّذِي يُصَلِّي فِيهِ: اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ؛ مَا لَمْ يُحْدِثْ فِيهِ
“Shalat seseorang dengan berjamaah itu dilipatgandakan pahalanya 25 kali atas shalat sendirian yang dia kerjakan di rumah dan di pasar. Hal itu apabila ia berwudhu dengan sempurna, lalu ia keluar menuju ke masjid dan tidak ada yang mendorongnya keluar (menuju ke masjid) selain shalat. Tidaklah setiap langkahnya kecuali akan mengangkatnya satu derajat dan menghapuskan darinya satu kesalahan. Apabila ia shalat, malaikat akan senantiasa mendoakannya selama ia berada di tempat shalatnya, ‘Ya Allah, ampunilah dia. Ya Allah, rahmatilah dia.’ Salah seorang di antara kalian tetap dianggap berada dalam shalat selamaia menanti shalat.”
Sebagian ulama mengompromikan riwayat yang menyebutkan 25 derajat dengan riwayat yang menyebutkan 27 derajat sebagai berikut:
• Penyebutan jumlah yang sedikit tidak meniadakan penyebutan jumlah yang banyak. Pendapat ini dianut oleh mereka yang tidak menganggap mafhum adad (jumlah bilangan tersebut tidak mengandung sebuah hukum).
• Bisa jadi, di awal waktu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memberitakan bilangan 25, kemudian ditambahkan keutamaan padanya, lalu beliau menyampaikan dengan bilangan 27.
• Perbedaan jumlah berdasarkan pembedanya yaitu lafadz “darajah” dan “juz’an.” Dengan demikian, kata “derajat” lebih kecil daripada “juz (bagian).”
• Perbedaan jumlah berdasarkan dekat dan jauhnya masjid.
• Perbedaan keadaan orang yang shalat, seperti seorang yang keadaannya lebih berilmu atau lebih khusyuk.
• Perbedaan antara seseorang yang menunggu shalat berikutnya dan yang tidak menunggu.
• Perbedaan antara seseorang yang mendapati keseluruhan shalat dan yang hanya mendapatkan sebagiannya.
• Perbedaan jumlah orang yang berjamaah.
• Riwayat bilangan 27 khusus untuk shalat subuh dan isya, atau subuh dan ashar. Adapun yang 25 untuk selainnya.
• Riwayat 27 untuk shalat jahriyah, sedangkan yang 25 untuk shalat sirriyah.
Berikut ini beberapa keutamaan shalat berjamaah di masjid.
1. Memenuhi panggilan azan dengan niat untuk melaksanakan shalat berjamaah.
2. Bersegera untuk shalat di awal waktu.
3. Berjalan menuju ke masjid dengan tenang (tidak tergesa-gesa).
4. Masuk ke masjid sambil berdoa.
5. Shalat tahiyyatul masjid ketika masuk masjid. Semua ini dilakukan dengan niat untuk melakukan shalat berjamaah.
6. Menunggu jamaah (yang lain).
7. Doa malaikat dan permohonan ampun untuknya.
8. Persaksian malaikat untuknya.
9. Memenuhi panggilan iqamat.
10. Terjaga dari gangguan setan karena setan lari ketika iqamat dikumandangkan.
11. Berdiri menunggu takbirnya imam.
12. Mendapati takbiratul ihram.
13. Merapikan shaf dan menutup celah (bagi setan).
1 4 . Menjawab imam saat mengucapkan sami’allah.
15. Secara umum terjaga dari kelupaan.
16. Akan memperoleh kekhusyukan dan selamat dari kelalaian.
17. Memosisikan keadaan yang bagus.
18. Mendapatkan naungan malaikat.
19. Melatih untuk memperbaiki bacaan al-Qur’an.
20. Menampakkan syiar Islam.
21. Membuat marah (merendahkan) setan dengan berjamaah di atas ibadah, saling ta’awun di atas ketaatan, dan menumbuhkan rasa giat bagi orangorang yang malas.
22. Terjaga dari sifat munafik.
23. Menjawab salam imam.
24. Mengambil manfaat dengan berjamaah atas doa dan zikir serta kembalinya berkah orang yang mulia kepada orang yang lebih rendah.
25. Terwujudnya persatuan dan persahabatan antartetangga dan terwujudnya pertemuan setiap waktu shalat.
26. Diam dan mendengarkan dengan saksama bacaan imam serta mengucapkan “amiin” saat imam membaca “amiin”, agar bertepatan dengan ucapan amin para malaikat. An-Nawawi rahimahullah menyebutkan dalam Syarh Shahih Muslim, bab “Keutamaan Shalat Isya dan Subuh dengan Berjamaah”, dari ‘Utsman bin Affan  radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ صَلَّى الْعِشَاءَ فِي جَمَاعَةٍ كَانَ كَقِيَامِ نِصْفِ لَيْلَةٍ وَمَنْ صَلَّى الْعِشَاءَ وَالْفَجْرَ فِي جَمَاعَةٍ كَانَ كَقِيَامِ لَيْلَةٍ
“Barang siapa shalat isya dengan berjamaah, pahalanya seperti shalat setengah malam. Barang siapa shalat isya dan subuh dengan berjamaah, pahalanya seperti shalat semalam penuh.” (Syarh al-Bukhari, al-‘Utsaimin, 3/62, Fathul Bari, 2/154—157)

No comments:

Post a Comment