Istinja’ – bersuci setlah buang air
Instinja’ (Jawa, cewok) atau membersihkan diri itu wajib setelah buang air kecil (kencing) dan buang air besar (BAB). Yang utama adalah bersuci dengan memakai beberapa batu[1] kemudian dengan air. Boleh bersuci dengan air saja atau dengan 3 (tiga) buah batu yang dapat membersihkan tempat najis. Apabila hendak memakai salah satu dari dua cara, maka memakai air lebih utama.
Etika kencing dan buang air besar
Orang yang sedang buang air besar (BAB) hendaknya tidak menghadap kiblat dan tidak membelakanginya apabila dalam tempat terbuka. Kencing atau BAB hendaknya tidak dilakukan di air yang diam, di bawah pohon yang berbuah, di jalan, di tempat bernaung, di lobang. Dan hendaknya tidak berbicara saat kencing dan tidak menghadap matahari dan bulan dan tidak membelakangi keduanya.
Istinja’ artinya menghilangkan najis atau menipiskannya dari lubang kencing atau tahu. Berasal dari kata an-Naja’, artinya terlepas dari penyakit; arai dari an-Najwah yang artinya: tanah tinggi; atau dari an-Najwu, artinya: suatu yang keluar dari dubur. Bersuci semacam ini dalam syara’ disebut istinja’, karena orang yang beristinja’ berusaha melepaskan diri dari penyakit dan berupaya menghilangkannya dari dirinya, dan pada umumnya berlindung di balik gundukan tanah yang cukup tinggi dan semisalnya, supaya dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan tenang.
(فصل)
والاستنجاء واجب من البول والغائط والأفضل أن يستنجي بالأحجار ثم
يتبعها بالماء ويجوز أن يقتصر على الماء أو على ثلاثة أحجار ينقي بهن المحل
فإذا أراد الاقتصار على أحدهما فالماء أفضل. ويجتنب استقبال القبلة
واستدبارها في الصحراء ويجتنب البول والغائط في الماء الراكد وتحت الشجرة
المثمرة وفي الطريق والظل والثقب ولا يتكلم على البول ولا يستقبل الشمس
والقمر ولا يستدبرهما.
Artinya:Instinja’ (Jawa, cewok) atau membersihkan diri itu wajib setelah buang air kecil (kencing) dan buang air besar (BAB). Yang utama adalah bersuci dengan memakai beberapa batu[1] kemudian dengan air. Boleh bersuci dengan air saja atau dengan 3 (tiga) buah batu yang dapat membersihkan tempat najis. Apabila hendak memakai salah satu dari dua cara, maka memakai air lebih utama.
Etika kencing dan buang air besar
Orang yang sedang buang air besar (BAB) hendaknya tidak menghadap kiblat dan tidak membelakanginya apabila dalam tempat terbuka. Kencing atau BAB hendaknya tidak dilakukan di air yang diam, di bawah pohon yang berbuah, di jalan, di tempat bernaung, di lobang. Dan hendaknya tidak berbicara saat kencing dan tidak menghadap matahari dan bulan dan tidak membelakangi keduanya.
Istinja’ artinya menghilangkan najis atau menipiskannya dari lubang kencing atau tahu. Berasal dari kata an-Naja’, artinya terlepas dari penyakit; arai dari an-Najwah yang artinya: tanah tinggi; atau dari an-Najwu, artinya: suatu yang keluar dari dubur. Bersuci semacam ini dalam syara’ disebut istinja’, karena orang yang beristinja’ berusaha melepaskan diri dari penyakit dan berupaya menghilangkannya dari dirinya, dan pada umumnya berlindung di balik gundukan tanah yang cukup tinggi dan semisalnya, supaya dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan tenang.
Istinja’ hukumnya wajib, hal mana ditunjukkan oleh sabda Rasulullah SAW, sebagaimana yang akan kita bahas nanti.
ALAT ISTINJA’
Istinja; boleh dilakukan dengan air mutlak. Cara inilah yang pokok dalam
bersuci dari najis, di samping boleh juga dengan menggunakan benda
padat apa saja, asal kasat hingga dapat menghilangkan najis, seperti
batu, daun dsb.
Tapi yang lebih utama, hendaklah pertama-tama berisitinja; dengan batu
dan semisalnya, kemudian barulah menggunakan air. Karena, batu itu dapat
menghilangkan ujud najis, sedang air yang digunakan sesudah itu dapat
menghilangkan bekasnya tanpa kecampuran najis. Namun demikian, kalau
hendak menggunakan salah satu di antara keduanya, tentu airlah yang
lebih afdhal, karena ia menghilangkan ujud najis dan bekasnya sekaligus,
lain halnya selain air. Adapun kalau hanya menggunakan batu dan
semisalnya, maka dipersyaratkan benda yang digunakan itu cukup kering;
hendaklah digunakan selagi yang keluar dari qubul atau dubur itu belum
kering; kotoran yang keluar itu jangan sampai melampaui sampai kepada
permukaan pantat, atau permukaan kepada zakar, atau daerah sekitar liang
kencing pada wanita; kotoran itu jangan sampai berpindah dari tempat
yang dikenainya sewaktu keluar. Demikian pula dipersyaratkan, benda yang
dijadikan alat pengusap itu tidak kurang dari tiga batu, atau tiga
benda lain penggantinya. Kalau dengan tiga benda itu belum juga bersih
tempat keluarnya kotoran tersebut, maka boileh ditambah, dan disunatkan
jumlahnya ganjil: lima, tujuh dan seterusnya, umpamanya.
Al-Bukhari (149) dan Muslim (271) telah meriwatkan dari Anas bin Malik RA, dia bersabda:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ يَدْخُلُ الْخَلاَءَ، فَاَحْمِلُ اَناَ وَغُلاَمٌ
Pernah Rasulullah SAW masuk kakus. Maka, saya bersama seorang anak
sebaya saya membawakan sebuah bejana berisi air dan sebatang tombak
pendek. Lalu beliau beristinja’ dengan air itu.
Al-khala’: tempat kosong, maksudnya kakus.
Idawah: bejana kecil dari kulit.
‘Anzah: tombak pendek yang ditancapkan di depan tempat sujud, sebagai pembatas.
Yastanji: membersihkan diri dari bekas najis.
Al-Bukhari (155) dan lainnya, juga meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud RA, dia berkata:
اَتىَ النَّبِيُّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْغَائِطَ، فَاَمَرَنِى اَنْ اَتِيَهُ بِثَلَثَةِ اَحْجَارٍ
Nabi SAW mendatangi tempat membuang hajat, lalu beliau menyuruh saya membawakan untuk beliau tiga butir batu.
Al-Gha’ith: tanah cekung tempat membuang hajat; dan digunakan pula untuk menyebut sesuatu yang keluar dari dubur.
Abu Daud (40) dan lainnya meriwayatkan dari ‘Aisyah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
اِذَا ذَهَبَ اَحَدُكُمْ اِلَى
الْغاَئِطِ فَلْيَذْهَبْ مَعَهُ بِثَلَثَةِ اَجْحَارٍ يَسْتَطِيْبُ
بِهِنَّ، فَاِنَّهَا تُجْزِئُ عَنْهُ.
Apabila seorang dari kamu sekalian pergi membuang hajat, maka hendaklah
membawa serta tiga butir batu untuk beristinja’. Sesungguhnya tiga batu
itu akan mencukupinya.
Yastathibu: menyehatkan diri, maksudnya: beristinja’. Disebut demikian,
karena orang yang beristinja’ itu menyehatkan dirinya dengan
menghilankan kotoran dari temapt keluarnya.
Sedang Abu Daud (44), at-Tirmidzi (3099) dan Ibnu majah (357) meriwayatkan dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda:
نَزَلَتْ هَذِهِ اْلاَيَةُ فِى اَهْلِ قُبَاءَ
Ayat beikut ini turun mengenai orang-orang Quba’: “Di dalamnya (masjid
Quba’) ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai
orang-orang yang bersih (Q.S. at-taubah 108).
Sabda Nabi: “Mereka beristinja’ dengan air, oleh karenanya maka turunlah ayat ini.”
Muslim (2622) meriwayatkan pula dari Salman RA, dari Rasulullah SAW, beliau bersabda:
لاَ يَسْتَنْجِى اَحَدُكُمْ بِدُوْنِ ثَلاَثَةِ اَجْحَارٍ
Janganlah seorang dari kamu sekalian beristinja’ dengan kurang dari tiga butir batu.
Sedang al-Nukhari (160) dan Muslim (237) meriwayatkan dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
وَمَنِ اسْتَجْمَرَ فَلْيُوْتِرْ
Dan barangsiapa beristijmar, maka ganjilkanlah.
Istijmara: beristijmar, yakni mengusapkan al-jimar (batu bata kecil).
No comments:
Post a Comment