Jenazah (Mayat atau Jasad) adalah orang yang
telah meninggal dunia. Setelah proses pengurusan jenazah, termasuk di dalamnya
memandikan, mengkafani, dan menyolatkannya, atau proses lainnya berdasar ajaran
agama masing-masing, biasanya mayat dikuburkan atau dikremasi (dibakar). Proses
pengurusan jenazah ini biasanya dilakukan oleh keluarga jenazah dengan dukungan
pemuka agama.
2.2. Memandikan Jenazah
Setiap orang muslim yang meninggal dunia harus
dimandikan, dikafani dan dishalatkan terlebih dahulu sebelum dikuburkan
terkecuali bagi orang-orang yang mati syahid. Hukum memandikan jenazah orang
muslim menurut jumhur ulama adalah fardhu kifayah. Artinya, kewajiban ini
dibebankan kepada seluruh mukallaf di tempat itu, tetapi jika telah dilakukan
oleh sebagian orang maka gugurlah kewajiban seluruh mukallaf. Adapun
dalil yang menjelaskan kewajiban memandikan jenazah ini terdapat dalam sebuah
hadist Rasulullah SAW, yakninya:
اَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قاَلَ فِى الْمُحْرِمِ الَّذِى وَقَصَتْهُ: اِغْسِلُوْهُ بِمَاءٍ
وَسِدْرٍ(رواه البخار 1208 ومسلم 1206
Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda mengenai orang yang melakukan
ihram, yang dicampakkan oleh untanya: “Mandikanlah dia dengan air dan bidara.”
(H.R. al-Bukhari: 1208, dan Muslim: 1206) Waqashathu: unta itu mencampakkannya
lalu menginjak lehernya.
Hadits Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhuma:
بينما رجل واقف بعرفة، إذ وقع عن راحلته
فوقصته، أو قال: فأقعصته، فقال النبي صلى الله عليه وسلم: اغسلوه بماء
وسدر…الحديث
“Ketika seseorang tengah melakukan wukuf di Arofah,
tiba-tiba dia terjatuh dari hewan tunggangannya dan patah lehernya
sehingga meninggal. Maka Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam
berkata: “Mandikanlah ia dengan air campur sidr (bidara)…”
(HR Bukhori)
Hadits Ummu ‘Athiyah rodhiyallohu ‘anha:
دخل علينا النبي صلى الله عليه وسلم، ونحن
نغسل ابنته (زينب)، فقال: اغسلنها ثلاثا، أو خمسا أو أكثر من ذلك، إن
رأيتن ذلك…الحديث
“Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam memasuki tempat kami,
sedangkan kami tengah memandikan jenazah anak beliau (yaitu Zainab). Maka
beliau bersabda: “Mandikanlah dia dengan tiga atau lima atau lebih jika
hal itu diperlukan…” (HR. Bukhori dan Muslim)
Adapun beberapa hal penting yang berkaitan dengan memandikan
jenazah yang perlu diperhatikan yaitu:
1.
Orang yang utama memandikan jenazah
Ø
Untuk mayat laki-laki
Orang yang utama
memandikan dan mengkafani mayat laki-laki adalah orang yang diwasiatkannya,
kemudian bapak, kakek, keluarga terdekat, muhrimnya dan istrinya.
Ø
Untuk mayat perempuan
Orang yang utama
memandikan mayat perempuan adalah ibunya, neneknya,keluarga terdekat dari pihak
wanita serta suaminya.
Ø Untuk mayat anak
laki-laki dan anak perempuan
Untuk mayat anak
laki-laki boleh perempuan yang memandikannya dan sebaliknya untuk mayat anak
perempuan boleh laki-laki yang memandikannya.
Ø Jika seorang perempuan
meninggal sedangkan yang masih hidup semuanya hanya laki-laki dan dia tidak
mempunyai suami, atau sebaliknya seorang laki-laki meninggal sementara yang
masih hidup hanya perempuan saja dan dia tidak mempunyai istri, maka mayat
tersebut tidak dimandikan tetapi cukup ditayamumkan oleh salah seorang dari
mereka dengan memakai lapis tangan.[3] Hal ini berdasarkan sabda
Rasulullah SAW, yakninya:
اذ ما تت ا لمر أ ة مع ا لر جا ل ليس معحم ا مر
أ ة غير ها و ا لر جل مع النسا ء ليس معهن ر جل غيره فأ نهما ييممان و يد فنا ن و
هما بمنز لة من لم يجد ا لما ء (رواه ه بو داود و ا لبيحقى)
Artinya: “Jika
seorang perempuan meninggal di tempat laki-laki dan tidak ada perempuan lain
atau laki-laki meninggal di tempat perempuan-perempuan dan tidak ada laki-laki
selainnya maka kedua mayat itu ditayamumkan, lalu dikuburkan, karena
kedudukannya sama seperti tidak mendapat air.” (H.R Abu Daud dan Baihaqi)
2.
Syarat bagi orang yang memandikan jenazah
Ø Muslim, berakal, dan
baligh
Ø Berniat
memandikan jenazah
Ø Jujur
dan sholeh
Ø Terpercaya,
amanah, mengetahui hukum memandikan mayat dan memandikannya sebagaimana yang
diaajarkan sunnah serta mampu menutupi aib si mayat.
3. Mayat yang wajib untuk dimandikan
Ø Mayat
seorang muslim dan bukan kafir
Ø Bukan
bayi yang keguguran dan jika lahir dalam keadaan sudah meninggal tidak
dimandikan
Ø Ada
sebahagian tubuh mayat yang dapat dimandikan
Ø Bukan
mayat yang mati syahid
Tatacara
memandikan jenazah
Hal-hal
yang perlu dipersiapkan
1. Sediakan
tempat mandi.
2. Dua
buah sarung tangan untuk petugas yang memandikan
3. Sebuah
spon penggosok
4. Alat
pengerus untuk mengerus dan menghaluskan kapur barus
5. Shampoo
6. Sidrin
(daun bidara)
7. Kapur
barus
8. Masker
penutup hidung bagi petugas
9. Gunting
untuk memotong pakaian jenazah sebelum dimandikan
10. Air
bersih
11. Pengusir
bau busuk dan minyak wangi daun sidrin(bidara)
Cara
memandikan
1.
Letakkan mayat di tempat mandi yang disediakan.
2.
Yang memandikan jenazah hendaklah memakai sarung tangan.
3.
Air bersih
4.
Sediakan air sabun.
5.
Sediakan air kapur barus.
6.
Istinjakkan mayat terlebih dahulu.
7.
Kemudian bersihkan giginya, lubang hidung, lubang telinga, celah ketiaknya,
celah jari tangan dan kaki dan rambutnya.
8.
Mengeluarkan kotoran dalam perutnya dengan menekan perutnya secara
perlahan-lahan.
9.
Siram atau basuh seluruh anggota mayat dengan air sabun juga.
10.
Kemudian siram dengan air yang bersih seluruh anggota mayat sambil berniat :
Lafaz
niat memandikan jenazah lelaki :
نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِهَذَاالْمَيِّتِ للهِ تَعَالَى
Lafaz
niat memandikan jenazah perempuan :
نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِهَذِهِ الْمَيِّتَةِ للهِ تَعَالَى
11.
Siram atau basuh dari kepala hingga ujung kaki 3 kali dengan air bersih.
12.
Siram sebelah kanan 3 kali.
13.
Siram sebelah kiri 3 kali.
14.
Kemudian memiringkan mayat ke kiri basuh bahagian lambung kanan sebelah
belakang.
15.
Memiringkan mayat ke kanan basuh bahagian lambung sebelah kirinya.
16.
Siram kembali dari kepala hingga ujung kaki.
17.
Setelah itu siram dengan air kapur barus.
18.
Setelah itu jenazahnya diwudukkan .
Lafaz
niat mewudukkan jenazah lelaki :
نَوَيْتُ
الْوُضُوْءَ لِهَذَاالْمَيِّتِ للهِ تَعَالَى
“aku
berniat mewudukkan jenazah (lelaki) ini kerana Allah s.w.t”
نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ لِهَذِهِ الْمَيِّتَةِ للهِ
تَعَالَى
“aku
berniat mewudukkan jenazah (perempuan) ini kerana Allah s.w.t”
Cara
mewudukkan jenazah ini yaitu dengan mencucurkan air ke atas jenazah itu mulai
dari muka dan terakhir pada kakinya, sebagaimana melaksanakan wuduk biasanya.
Jenazah lelaki hendaklah dimandikan oleh lelaki dan mayat wanita hendaklah
dimandikan oleh perempuan. Setelah selesai dimandikan dan diwudukkan dengan
baik, dilap menggunakan lap pada seluruh badan mayat.
Faedah
Tata Cara Memandikan Jenazah
Ø Apabila
masih keluar kotoran (seperti: tinja, air seni atau darah) setelah dibasuh
sebanyak tujuh kali, hendaklah menutup kemaluannya (tempat keluar kotoran itu)
dengan kapas, kemudian mencuci kembali anggota yang terkena najis itu, lalu si
mayit diwudhukan kembali. Sedangkan jika setelah dikafani masih keluar juga,
tidaklah perlu diulangi memandikannya, sebab hal itu akan sangat merepotkan.
Ø Apabila
si mayit meninggal dunia dalam keadaan mengenakan kain ihram dalam rangka
menunaikan haji atau umrah, maka hendaklah dimandikan dengan air ditambah
perasaan daun bidara seperti yang telah dijelaskan di atas. Namun tidak perlu
dibubuhi wewangian dan tidak perlu ditutup kepalanya (bagi jenazah pria). Berdasarkan
sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam mengenai seseorang yang wafat
dalam keadaan berihram pada saat menunaikan haji.
Ø Orang
yang mati syahid di medan perang tidak perlu dimandikan, namun hendaklah
dimakamkan bersama pakaian yang melekat di tubuh mereka. Demikian pula mereka
tidak perlu dishalatkan.
Ø Janin
yang gugur, bila telah mencapai usia 4 bulan dalam kandungan, jenazahnya
hendaklah dimandikan, dishalatkan dan diberi nama baginya. Adapun sebelum itu
ia hanyalah sekerat daging yang boleh dikuburkan di mana saja tanpa harus
dimandikan dan dishalatkan.
Ø Apabila
terdapat halangan untuk memamdikan jenazah, misalnya tidak ada air atau kondisi
jenazah yang sudah tercabik-cabik atau gosong, maka cukuplah ditayamumkan saja.
Yaitu salah seorang di antara hadirin menepuk tanah dengan kedua tangannya lalu
mengusapkannya pada wajah dan kedua punggung telapak tangan si mayit.
Ø Hendaklah
petugas yang memandikan jenazah menutup apa saja yang tidak baik untuk
disaksikan pada jasad si mayit, misalnya kegelapan yang tampak pada wajah si
mayit, atau cacat yang terdapat pada tubuh si mayit dll.
2.3. Mengkafani Jenazah
Mengkafani jenazah adalah menutupi atau
membungkus jenazah dengan sesuatu yang dapat menutupi tubuhnya walau hanya
sehelai kain. Hukum mengkafani jenazah muslim dan bukan mati syahid adalah
fardhu kifayah. Dalam sebuah hadist diriwayatkan sebagai berikut:
ها جر نا سع ر سو ل ا لله صلى ا لله عليه و سلم كلتمس و
جه ا لله فو قع ا جرنا على الله فمنا من ما ت لم يأ كل من ا جر ه شأ منهم مصعب ا بن
عمير قتل يو م ا حد فلم نجد ما لكفنه ا لا بر د ة, ا ذا غطينا بها ر أ سه خر جت ر جلا
ه, و ا ذا غطينا بها ر جليه حر ج ر أ سه فأ مر نا ا لنبي صلى ا لله عليه و سلم ا ن
نغطي ر أ سه و ا ن نجعل على ر جليه من ا لا ذ خر (رواه ا لبخا ر ى)
Artinya:
“Kami hijrah bersama Rasulullah SAW dengan mengharapkan keridhaan Allah SWT,
maka tentulah akan kami terima pahalanya dari Allah, karena diantara kami ada
yang meninggal sebelum memperoleh hasil duniawi sedikit pun juga. Misalnya,
Mash’ab bin Umair dia tewas terbunuh diperang Uhud dan tidak ada buat kain
kafannya kecuali selembar kain burdah. Jika kepalanya ditutup, akan terbukalah
kakinya dan jika kakinya tertutup, maka tersembul kepalanya. Maka Nabi SAW
menyuruh kami untuk menutupi kepalanya dan menaruh rumput izhir pada kedua
kakinya.” (H.R Bukhari)
Hal-hal
yang disunnahkan dalam mengkafani jenazah adalah:
Ø Kain
kafan yang digunakan hendaknya kain kafan yang bagus, bersih dan menutupi
seluruh tubuh mayat.
Ø Kain
kafan hendaknya berwarna putih.
Ø Jumlah
kain kafan untuk mayat laki-laki hendaknya 3 lapis, sedangkan bagi mayat
perempuan 5 lapis.
Ø Sebelum
kain kafan digunakan untuk membungkus atau mengkafani jenazah, kain kafan
hendaknya diberi wangi-wangian terlebih dahulu.
Ø Tidak
berlebih-lebihan dalam mengkafani jenazah.
Adapun
tata cara mengkafani jenazah adalah sebagai berikut:
v Untuk
mayat laki-laki
1. Bentangkan kain kafan sehelai demi
sehelai, yang paling bawah lebih lebar dan luas serta setiap lapisan diberi
kapur barus.
2. Angkatlah jenazah dalam keadaan tertutup
dengan kain dan letakkan diatas kain kafan memanjang lalu ditaburi
wangi-wangian.
3. Tutuplah lubang-lubang (hidung, telinga,
mulut, kubul dan dubur) yang mungkin masih mengeluarkan kotoran dengan kapas.
4. Selimutkan kain kafan sebelah kanan yang
paling atas, kemudian ujung lembar sebelah kiri. Selanjutnya, lakukan seperti
ini selembar demi selembar dengan cara yang lembut.
5.
Ikatlah dengan tali yang sudah disiapkan
sebelumnya di bawah kain kafan tiga atau lima ikatan.
6. Jika kain kafan tidak cukup untuk menutupi seluruh
badan mayat maka tutuplah bagian kepalanya dan bagian kakinya yang terbuka
boleh ditutup dengan daun kayu, rumput atau kertas. Jika seandainya tidak ada
kain kafan kecuali sekedar menutup auratnya saja, maka tutuplah dengan apa saja
yang ada.
v Untuk
mayat perempuan
Kain kafan untuk
mayat perempuan terdiri dari 5 lemabar kain putih, yang terdiri dari:
1. Lembar
pertama berfungsi untuk menutupi seluruh badan.
2. Lembar
kedua berfungsi sebagai kerudung kepala.
3. Lembar
ketiga berfungsi sebagai baju kurung.
4. Lembar
keempat berfungsi untuk menutup pinggang hingga kaki.
5. Lembar
kelima berfungsi untuk menutup pinggul dan paha.
Adapun tata cara
mengkafani mayat perempuan yaitu:
1. Susunlah kain kafan yang sudah
dipotong-potong untuk masing-masing bagian dengan tertib. Kemudian, angkatlah
jenazah dalam keadaan tertutup dengan kain dan letakkan diatas kain kafan
sejajar, serta taburi dengan wangi-wangian atau dengan kapur barus.
2.
Tutuplah lubang-lubang yang mungkin
masih mengeluarkan kotoran dengan kapas.
3.
Tutupkan kain pembungkus pada kedua
pahanya.
4.
Pakaikan sarung.
5.
Pakaikan baju kurung.
6.
Dandani rambutnya dengan tiga dandanan,
lalu julurkan kebelakang.
7.
Pakaikan kerudung.
8.
Membungkus dengan lembar kain terakhir
dengan cara menemukan kedua ujung kain kiri dan kanan lalu digulungkan kedalam.
9.
Ikat dengan tali pengikat yang telah
disiapkan.
2.4. Menshalatkan
Jenazah
Menurut ijma ulama hukum penyelenggaraan
shalat jenazah adalah fardhu kifayah. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW,
yang artinya: “Shalatilah orang yang meninggal dunia diantara kamu”
Orang
paling utana untuk melaksanakan shalat jenazah yaitu:
1. Orang
yang diwasiatkan si mayat dengan syarat tidak fasik atau tidak ahli bid’ah.
2. Ulama
atau pemimpin terkemuka ditempat itu.
3. Orang
tua si mayat dan seterusnya ke atas.
4. Anak-anak
si mayat dan seterusnya ke bawah.
5. Keluarga
terdekat.
6. Kaum
muslimim seluruhnya.
Rukun
shalat jenazah ialah:
1.
Berniat
2.
Berdiri bagi yang mampu.
3.
Melakukan empat kali takbir (tidak ada
ruku’ dan sujud).
4.
Setelah takbir pertama, membaca Al
Fatihah.
5.
Setelah takbir kedua, membaca shalawat
(minimalnya adalah allahumma sholli ‘ala Muhammad).
6.
Setelah takbir ketiga, membaca doa untuk
mayit. Inilah maksud inti dari shalat jenazah.
7.
Salam setelah takbir keempat.
Tujuh
rukun di atas disebutkan oleh Muhammad Al Khotib dalam kitab Al Iqna’.
Di
antara yang bisa dibaca pada do’a setelah takbir ketiga:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ
وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ، وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ، وَوَسِّعْ
مَدْخَلَهُ، وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ، وَنَقِّهِ مِنَ
الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ اْلأَبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ، وَأَبْدِلْهُ
دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ، وَأَهْلاً خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ، وَزَوْجًا خَيْرًا
مِنْ زَوْجِهِ، وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ، وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ
وَعَذَابِ النَّارِ
Allahummaghfirla-hu
warham-hu wa ‘aafi-hi wa’fu ‘an-hu wa akrim nuzula-hu, wa wassi’ madkhola-hu,
waghsil-hu bil maa-i wats tsalji wal barod wa naqqi-hi minal khothoyaa kamaa
naqqoitats tsaubal abyadho minad danaas, wa abdil-hu daaron khoirom min
daari-hi, wa ahlan khoirom min ahli-hi, wa zawjan khoirom min zawji-hi, wa
ad-khilkul jannata, wa a’idz-hu min ‘adzabil qobri wa ‘adzabin naar.
“Ya Allah! Ampunilah dia (mayat) berilah
rahmat kepadanya, selamatkanlah dia (dari beberapa hal yang tidak disukai),
maafkanlah dia dan tempatkanlah di tempat yang mulia (Surga), luaskan
kuburannya, mandikan dia dengan air salju dan air es. Bersihkan dia dari segala
kesalahan, sebagaimana Engkau membersihkan baju yang putih dari kotoran,
berilah rumah yang lebih baik dari rumahnya (di dunia), berilah keluarga (atau
istri di Surga) yang lebih baik daripada keluarganya (di dunia), istri (atau
suami) yang lebih baik daripada istrinya (atau suaminya), dan masukkan dia ke
Surga, jagalah dia dari siksa kubur dan Neraka.” (HR. Muslim no. 963)
Do’a khusus untuk mayit anak kecil:
اَللَّهُمَّ اجْعَلْهُ لَنَا فَرَطًا وَسَلَفًا وَأَجْرًا
Allahummaj’ahu
lanaa farothon wa salafan wa ajron
“Ya Allah! Jadikan kematian anak ini
sebagai simpanan pahala dan amal baik serta pahala buat kami”. (HR. Bukhari
secara mu’allaq -tanpa sanad- dalam Kitab Al-Janaiz, 65 bab Membaca Fatihatul
Kitab Atas Jenazah 2: 113)
Do’a
setelah takbir keempat:
“Allahumma
Laa Tahrimna Ajrahu wa laa taftinnaa ba’dahu waghfirlana walahu,
walilladiinasabaquuna biliimaani walaataj’al fii quluubinaa gillan lilladiina
amanuu robbanaa innakarouufurrohiim”.
“Ya Allah! Jangan menghalangi kami untuk
tidak memperoleh pahalanya dan jangan sesatkan kami sepeninggalnya, ampunilah
kami dan ampunilah dia”.
Catatan:
·
Doa yang saya berikan di atas adalah untuk mayit lelaki satu orang.
·
Kalau dua orang laki-laki atau perempuan, diganti dengan: HUMA.
·
Kalau perempuan satu orang, diganti dengan: HA.
·
Kalau banyak mayit lelaki: HUM.
·
Kalau banyak mayit wanita: HUNNA.
·
Kalau gabung banyak mayat lelaki dan wanita, bisa pakai: HUM.
Contoh
: Allahummaghfir lahum warhamhum, wa’aafihi wa’fu ‘anhum
2.5 Menguburkan Jenazah
Disunnahkan
membawa jenazah dengan usungan jenazah yang di panggul di atas pundak dari
keempat sudut usungan.
Disunnahkan
menyegerakan mengusungnya ke pemakaman tanpa harus tergesa-gesa. Bagi para
pengiring, boleh berjalan di depan jenazah, di belakangnya, di samping kanan
atau kirinya. Semua cara ada tuntunannya dalam sunnah Nabi.
Para
pengiring tidak dibenarkan untuk duduk sebelum jenazah diletakkan, sebab
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarangnya.
Disunnahkan
mendalamkan lubang kubur, agar jasad si mayit terjaga dari jangkauan binatang
buas, dan agar baunya tidak merebak keluar.
Lubang
kubur yang dilengkapi liang lahad lebih baik daripada syaq. Dalam masalah ini
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
“Liang
lahad itu adalah bagi kita (kaum muslimin), sedangkan syaq bagi selain kita
(non muslim).” (HR. Abu Dawud dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam
“Ahkamul Janaaiz” hal. 145)
Lahad
adalah liang (membentuk huruf U memanjang) yang dibuat khusus di dasar kubur
pada bagian arah kiblat untuk meletakkan jenazah di dalamnya.
Syaq
adalah liang yang dibuat khusus di dasar kubur pada bagian tengahnya (membentuk
huruf U memanjang).
–
Jenazah siap untuk dikubur. Allahul musta’an.
–
Jenazah diangkat di atas tangan untuk diletakkan di dalam kubur.
–
Jenazah dimasukkan ke dalam kubur. Disunnahkan memasukkan jenazah ke liang
lahat dari arah kaki kuburan lalu diturunkan ke dalam liang kubur secara
perlahan. Jika tidak memungkinkan, boleh menurunkannya dari arah kiblat.
–
Petugas yang memasukkan jenazah ke lubang kubur hendaklah mengucapkan:
“BISMILLAHI WA ‘ALA MILLATI RASULILLAHI (Dengan menyebut Asma Allah dan
berjalan di atas millah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam).” ketika
menurunkan jenazah ke lubang kubur. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam.
Disunnahkan
membaringkan jenazah dengan bertumpu pada sisi kanan jasadnya (dalam posisi
miring) dan menghadap kiblat sambil dilepas tali-talinya selain tali kepala dan
kedua kaki.
–
Tidak perlu meletakkan bantalan dari tanah ataupun batu di bawah kepalanya,
sebab tidak ada dalil shahih yang menyebutkannya. Dan tidak perlu menyingkap
wajahnya, kecuali bila si mayit meninggal dunia saat mengenakan kain ihram
sebagaimana yang telah dijelaskan.
–
Setelah jenazah diletakkan di dalam rongga liang lahad dan tali-tali selain
kepala dan kaki dilepas, maka rongga liang lahad tersebut ditutup dengan batu
bata atau papan kayu/bambu dari atasnya (agak samping).
–
Lalu sela-sela batu bata-batu bata itu ditutup dengan tanah liat agar
menghalangi sesuatu yang masuk sekaligus untuk menguatkannya.
–
Disunnahkan bagi para pengiring untuk menabur tiga genggaman tanah ke dalam
liang kubur setelah jenazah diletakkan di dalamnya. Demikianlah yang dilakukan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam. Setelah itu ditumpahkan (diuruk) tanah
ke atas jenazah tersebut.
–
Hendaklah meninggikan makam kira-kira sejengkal sebagai tanda agar tidak dilanggar
kehormatannya, dibuat gundukan seperti punuk unta, demikianlah bentuk makam
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam (HR. Bukhari).
–
Kemudian ditaburi dengan batu kerikil sebagai tanda sebuah makam dan diperciki
air, berdasarkan tuntunan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam (dalam
masalah ini terdapat riwayat-riwayat mursal yang shahih, silakan lihat “Irwa’ul
Ghalil” II/206). Lalu diletakkan batu pada makam bagian kepalanya agar mudah
dikenali.
–
Kemudian pengiring jenazah mendoakan keteguhan bagi si mayit (dalam menjawab
pertanyaan dua malaikat yang disebut dengan fitnah kubur). Karena ketika itu
ruhnya dikembalikan dan ia ditanya di dalam kuburnya. Maka disunnahkan agar
setelah selesai menguburkannya orang-orang itu berhenti sebentar untuk mendoakan
kebaikan bagi si mayit (dan doa ini tidak dilakukan secara berjamaah, tetapi
sendiri-sendiri!). Sesungguhnya mayit bisa mendapatkan manfaat dari doa mereka.
Wallahu
a’lam bish-shawab.
Larangan
Terhadap Kubur
Dilarang
mendirikan bangunan di atas kubur dan tidak boleh kubur disemen. Ini pendapat
dalam madzhab Syafi’i namun banyak diselisihi oleh kaum muslimin di negeri kita
karena kubur yang ada saat ini dipasang kijing, marmer dan atap.
Padahal
terdapat hadits, dari Jabir, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam melarang dari memberi semen pada kubur, duduk di atas kubur dan memberi
bangunan di atas kubur.” (HR. Muslim no. 970). Sudah dibahas oleh Rumaysho.Com:
Memasang Kijing, Marmer dan Atap di Atas Kubur.
Terhadap
Keluarga Mayit
Boleh
menangisi mayit asal tidak dengan niyahah (meratap atau meraung-raung dengan
suara teriak atau keras), diharapkan keluarga sabar dan ridho.
Berdasarkan
uraian mengenai tata cara pengurusan jenazah dapat diambil beberapa hikmah,
antara lain:
1. Memperoleh
pahala yang besar.
2. Menunjukkan
rasa solidaritas yang tinggi diantara sesame muslim.
3. Membantu
meringankan beban kelurga jenazah dan sebagai ungkapan belasungkawa atas
musibah yang dideritanya.
4. Mengingatkan
dan menyadarkan manusia bahwa setiap manusia akan mati dan masing-masing supaya
mempersiapkan bekal untuk hidup setelah mati.
5. Sebagai
bukti bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia, sehingga apabila salah
seorang manusia meninggal dihormati dan diurus dengan sebaik-baiknya menurut
aturan Allah SWT dan RasulNya.
No comments:
Post a Comment