فصل” والتسوية في القسم بين الزوجات واجبة ولا يدخل على غير المقسوم لها
بغير حاجة وإذا أراد السفر أقرع بينهن وخرج بالتي تخرج لها القرعة وإذا
تزوج جديدة خصها بسبع ليال إن كانت بكرا وبثلاث إن كانت ثيبا وإذا خاف نشوز
المرأة وعظها فإن أبت إلا النشوز هجرها فإن أقامت عليه هجرها وضربها ويسقط
بالنشوز قسمها ونفقتها
Fasl (Menyamakan Giliran)
Menyamakan (membuat sama) giliran diantara beberapa istri adalah wajib. Tidak diperbolehkan memesuki atau duhul selain istri yang mendapat giliran kecuali ada kebutuhan. Ketika Suami hendak berpergian maka dia harus memilih diantara bebrapa istri dan keluar dengan yang menang dalam undian. Dan ketika suami beristri muda lagi maka ada bonus untuk istri muda tersebut selama tujuh malam saat gadis, dan tiga hari bila janda. Dan ketia suami takut akan puriknya istri harus dia nasehati, bila istri menolak untuk dinasehati maka harus pisah ranjang. dan bila istri teteap purik (pulang ke orang tua) maka bisa memukulnya. dan karena purik tersebut gugurlah jatah gilir dan jatah nafkah.
Suami bisa menggilir semalamsemalam, atau sesuai kesepakatan yang ada. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri membagi giliran istri-istrinya sehari semalam, sebagaimana hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha,
وَكَان
يَقْسِمُ لِكُلِّ امْرَأَةٍ مِنْهُنَّ يَوْمَهَا وَلَيْلَتَهَا غَيْرَ
أَنَّ سَوْدَةَ بِنْتَ زَمْعَةَ وَهَبَتْ يَوْمَهَا
وَلَيْلَتَهَا لِعَائِشَةَ النَّبِيِّ, تَبْتَغِي بِذَلِكَ رِضَا
زَوْجِ رَسُوْلِ اللهِ
“Beliau membagi giliran setiap istrinya
sehari semalam, kecuali Saudah bintu Zam’ah, ia telah menghadiahkan hari
dan malamnya untuk Aisyah guna mencari keridhaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.” (HR. al-Bukhari no. 2688)
Apabila seorang istri ditambah hari gilirannya, istri yang lain pun ditambah, berdasar hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang menyatakan kepada Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha saat pengantin barunya,
إِنْ شِئْتِ سَبَّعْتُ لَكِ وَإِنْ سَبَّعْتُ لَكِ سَبَّعْتُ لِنِسَائِي
“Apabila engkau mau, aku akan
mencukupkan tujuh hari bersamamu. Namun, kalau aku memberikan waktu
tujuh hari denganmu, berarti aku juga memberikan tujuh hari untuk
istri-istriku yang lain.” (HR. Muslim no. 3606)
Al-Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berkata ketika menjelaskan ucapan al-Khiraqi, “Masalah: Sandaran pembagian giliran adalah malam hari”, “
Tidak ada perselisihan dalam hal ini,
karena waktu malam itu untuk istirahat/menenangkan diri dan berdiam.
Seseorang berdiam di rumahnya pada waktu malam, menenangkan diri dengan
keluarganya, dan biasanya tidur di tempat tidurnya bersama istrinya.
Adapun siang hari adalah waktu untuk mengurusi penghidupan, keluar
rumah, mencari rezeki, dan menyibukkan diri. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
وَجَعَلَ اللَّيْلَ سَكَنًا
“Dan Dia menjadikan malam sebagai waktu ketenangan.” (al-An’am: 96)
وَجَعَلْنَا اللَّيْلَ لِبَاسًا () وَجَعَلْنَا النَّهَارَ مَعَاشًا
“Kami menjadikan malam sebagai pakaian dan siang untuk mengurusi penghidupan.” (an-Naba: 10—11)
وَمِن رَّحْمَتِهِ جَعَلَ لَكُمُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ لِتَسْكُنُوا فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا مِن فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Termasuk rahmat-Nya, Dia menjadikan
bagi kalian malam dan siang agar kalian mendapatkan ketenangan di
dalamnya (di waktu malam) dan agar kalian bisa mencari sebagian
keutamaan- Nya (pada siang hari).” (al-Qashash: 73)
Berdasarkan hal ini, seorang lelaki
membagi giliran di antara istrinya semalam demi semalam, sedangkan siang
harinya ia mengurusi pekerjaan, memenuhi hakhak manusia, dan melakukan
urusan mubah yang dia inginkan. Berbeda halnya apabila ia termasuk orang
yang bekerja di waktu malam, seperti penjaga keamanan (satpam) dan yang
semisalnya, ia menunaikan giliran istri-istrinya di siang hari,
sedangkan malam hari baginya seperti siang bagi orang lain.” (al- Mughni, “Kitab ‘Isyratun Nisa”, “Fashl at-Taswiyah baina an-Nisa fin Nafaqah wal Kiswah”)
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah
mengatakan, malam menjadi sandaran giliran di saat seseorang bermukim.
Adapun saat safar, patokan giliran adalah saat singgah di suatu tempat. (Fathul Bari, 9/386)
Namun, riwayat Aisyah radhiyallahu ‘anha
yang menyebutkan Saudah menghadiahkan malam dan siangnya untuk Aisyah,
menunjukkan siang juga masuk dalam pembagian mengikuti malam. Yang
dimaksud dengan siang hari adalah hari yang mengikuti malam yang sudah
lewat. (al-Mughni, “Kitab ‘Isyratun Nisa”, fashl an-Nahar Yadkhulu fil Qism Taba’an Lil lail)
No comments:
Post a Comment