Thursday, December 7, 2017

AIR UNTUK BERSUCI

https://hsssnwwwayyya58.blogspot.co.id/2017/12/fathul-qorib-mujib.html



المياه التي يجوز بها التطهير سبع مياه ماء السماء وماء البحر وماء النهر وماء البئر وماء العين وماء الثلج وماء البرد ثم المياه على أربعة أقسام طاهر مطهر، مكروه وهو الماء المشمس وطاهر غير مطهر وهو الماء المستعمل والمتغير بما خالطه من الطاهرات وماء نجس وهو الذي حلت فيه نجاسة وهو دون القلتين أو كان قلتين فتغير والقلتان خمسمائة رطل بغدادي تقريبا في الأصح.

Artinya:
Macam-macam Air Air yang dapat dibuat untuk bersuci ada 7 (tujuh) yaitu :
air hujan (langit),
air laut,
air sungai,
air sumur,
air sumber (mata air),
air salju,
air dingin.
Jenis air ada 4 (empat) yaitu
(a) air suci dan mensucikan;
(b) air yang makruh yaitu air panas;
(c) air suci tapi tidak meyucikan yaitu air mustakmal dan air yang air berubah karena kecampuran perkara suci;
(d) air najis yaitu
(i) air kurang 2 qullah yang terkena najis atau
(ii) air mencapai 2 qullah terkena najis dan berubah.
Adapun ukuran 1 qullah adalah 500 (lima ratus) kati baghdad menurut pendapat yang paling sahih.

Macam macam air yang dapat di pergunakan untuk bersuci ada tujuh macam, ialah :

Berdasarkan firman Allâh:
وأَنْزَلْنَا مِنَ السَّماء ماءً طَهُوراً
“…dan Kami telah menurunkan dari langit air yang suci.” [QS. Al-Furqân: 48]
ويُنَزِّلُ عَلَيْكُمْ مِنَ السَّماءِ مَاءً ليُطَهّرَكمْ بِهِ
“…dan Kami menurunkan untuk kalian dari langit air yang mensucikan kalian.” [QS. Al-Anfâl: 11]

Seorang Sahabat pernah bertutur kepada Nabi: “Wahai Rasûlullâh r, kami pernah berlayar, saat itu kami hanya membawa sedikit air. Jika kami berwudhu dengan air tersebut, maka bisa dipastikan kami akan kehausan, lantas apa kami bisa berwudhu dengan air laut? Beliau bersabda:
هُوَ الطَّهُوْرُ مَاؤُهُ، اَلْحِلُّ مَيْتَتُهُ
“Yang namanya laut, itu suci airnya, dan hasilnya pun halal (untuk dikonsumsi sekalipun sudah mati).” [ash-Shâhîhah: 480]


4. Air sumur,

5., Air Sumber, (yang baru keluar dari mata-air),  
Berdasarkan firman Allah:
أَلمْ تَرَ أَنَّ الله أَنْزَلَ منَ السَّماء مَاءً فَسَلَكهُ يَنابيعَ في الأرْضِ
“Tidakkah engkau melihat—wahai Rasul—Allâh menurunkan air dari langit kemudian Dia memasukkannya ke dalam bumi dan menjadikannya mata air…” [QS. Az-Zumar: 21]

Berdasarkan kandungan do’a iftitâh yang dibaca oleh Nabi r saat memulai solat:
اللَّهُمَّ نَقِّنِيْ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، اللَّهُمَّ اغْسِلْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ
“Yâ Allâh, sucikanlah aku dari dosa sebagaimana pakaian disucikan dari kotoran. Yâ Allâh, sucikanlah kotoran-kotoran yang ada padaku dengan air, salju, dan es.” [Bukhâri: 744, Muslim: 598]
7. Air embun yang terkumpul menjadi air

Ketujuh macam air tersebut merupakan air muthlak, artinya asalkan air tersebut tidak menjadi najis sebab bercampur dengan benda-benda najis sedangkan jumlah airnya hanya sedikit, atau sebab berubah sifatnya sehingga meskipun suci dalam arti halal diminum tetapi tidak dapat dipergunakan untuk bersuci dan tidak boleh untuk bersuci seperti air teh, air limun, air soda dan sebagainya, maka air yang berasal dari tujuh macam tersebut di atas dapat dipakai sebagai alat bersuci.

Jenis air ada 4 yaitu    :

Air suci dan menyucikan artinya dzat air tersebut suci dan bisa digunakan untuk bersuci. Air ini oleh para ulama fiqih disebut dengan air mutlak. Menurut Ibnu Qasim Al-Ghazi ada 7 (tujuh) macam air yang termasuk dalam kategori ini. Beliau mengatakan:

المياه التي يجوز التطهير بها سبع مياه: ماء السماء, وماء البحر, وماء النهر, وماء البئر, وماء العين, وماء الثلج, وماء البرد

“Air yang dapat digunakan untuk bersuci ada tujuh macam, yakni air hujan, air laut, air sungai, air sumur, air mata air, dan air es atau salju, dan air embun.“

Ketujuh macam air itu disebut sebagai air mutlak selama masih pada sifat asli penciptaannya. Bila sifat asli penciptaannya berubah maka ia tak lagi disebut air mutlak dan hukum penggunaannya pun berubah. Hanya saja perubahan air bisa tidak menghilangkan kemutlakannya apabila perubahan itu terjadi karena air tersebut diam pada waktu yang lama, karena tercampur sesuatu yang tidak bisa dihindarkan seperti lempung, debu, dan lumut, atau karena pengaruh tempatnya seperti air yang berada di daerah yang mengandung banyak belerang (lihat Dr. Musthofa Al-Khin dkk, Al-Fiqh Al-Manhaji, (Damaskus: Darul Qalam, 2013), jil. 1, hal. 34).

Secara ringkas air mutlak adalah air yang turun dari langit atau yang bersumber dari bumi dengan sifat asli penciptaannya.


Air musyammas adalah air yang dipanaskan di bawah terik sinar matahari dengan menggunakan wadah yang terbuat dari logam selain emas dan perak, seperti besi atau tembaga.

Air ini hukumnya suci dan menyucikan, hanya saja makruh bila dipakai untuk bersuci. Secara umum air ini juga makruh digunakan bila pada anggota badan manusia atau hewan yang bisa terkena kusta seperti kuda, namun tak mengapa bila dipakai untuk mencuci pakaian atau lainnya. Meski demikian air ini tidak lagi makruh dipakai bersuci apabila telah dingin kembali.

3.Air Suci Namun Tidak Menyucikan

Air ini dzatnya suci namun tidak bisa dipakai untuk bersuci, baik untuk bersuci dari hadas maupun dari najis.

Ada dua macam air yang suci namun tidak bisa digunakan untuk bersuci, yakni air musta’mal dan air mutaghayar.

Air musta’mal adalah air yang telah digunakan untuk bersuci baik untuk menghilangkan hadas seperti wudlu dan mandi ataupun untuk menghilangkan najis bila air tersebut tidak berubah dan tidak bertambah volumenya setelah terpisah dari air yang terserap oleh barang yang dibasuh.

Air musta’mal ini tidak bisa digunakan untuk bersuci apabila tidak mencapai dua qullah. Sedangkan bila volume air tersebut mencapai dua qullah maka tidak disebut sebagai air musta’mal dan bisa digunakan untuk bersuci.

Sebagai contoh kasus bila di sebuah masjid terdapat sebuah bak air dengan ukuran 2 x 2 meter persegi umpamanya, dan bak itu penuh dengan air, lalu setiap orang berwudlu dengan langsung memasukkan anggota badannya ke dalam air di bak tersebut, bukan dengan menciduknya, maka air yang masih berada di bak tersebut masih dihukumi suci dan menyucikan. Namun bila volume airnya kurang dari dua qullah, meskipun ukuran bak airnya cukup besar, maka air tersebut menjadi musta’mal dan tidak bisa dipakai untuk bersuci. Hanya saja dzat air tersebut masih dihukumi suci sehingga masih bisa digunakan untuk keperluan lain selain menghilangkan hadas dan najis.

Juga perlu diketahui bahwa air yang menjadi musta’mal adalah air yang dipakai untuk bersuci yang wajib hukumnya. Sebagai contoh air yang dipakai untuk berwudlu bukan dalam rangka menghilangkan hadas kecil, tapi hanya untuk memperbarui wudlu (tajdidul wudlu) tidak menjadi musta’mal. Sebab orang yang memperbarui wudlu sesungguhnya tidak wajib berwudlu ketika hendak shalat karena pada dasarnya ia masih dalam keadaan suci tidak berhadas.

Sebagai contoh pula, air yang dipakai untuk basuhan pertama pada anggota badan saat berwudlu menjadi musta’mal karena basuhan pertama hukumnya wajib. Sedangkan air yang dipakai untuk basuhan kedua dan ketiga tidak menjadi musta’mal karena basuhan kedua dan ketiga hukumnya sunah.

Adapun air mutaghayar adalah air yang mengalami perubahan salah satu sifatnya disebabkan tercampur dengan barang suci yang lain dengan perubahan yang menghilangkan kemutlakan nama air tersebut. Sebagai contoh air mata air yang masih asli ia disebut air mutlak dengan nama air mata air. Ketika air ini dicampur dengan teh sehingga terjadi perubahan pada sifat-sifatnya maka orang akan mengatakan air itu sebagai air teh. Perubahan nama inilah yang menjadikan air mata air kehilangan kemutlakannya.

Contoh lainnya, air hujan yang dimasak tetap pada kemutlakannya sebagai air hujan. Ketika ia dicampur dengan susu sehingga terjadi perubahan pada sifat-sifatnya maka air hujan itu kehilangan kemutlakannya dengan berubah nama menjadi air susu.

Air yang demikian itu tetap suci dzatnya namun tidak bisa dipakai untuk bersuci.

Lalu bagaimana dengan air mineral kemasan?

Air mineral dalam kemasan itu masih tetap pada kemutlakannya karena tidak ada pencampuran barang suci yang menjadikannya mengalami perubahan pada sifat-sifatnya. Adapun penamaannya dengan berbagai macam nama itu hanyalah nama merek dagang yang tidak berpengaruh pada kemutlakan airnya.


Air mutanajis adalah air yang terkena barang najis yang volumenya kurang dari dua qullah atau volumenya mencapai dua qullah atau lebih namun berubah salah satu sifatnya—warna, bau, atau rasa—karena terkena najis tersebut.

Air sedikit apabila terkena najis maka secara otomatis air tersebut menjadi mutanajis meskipun tidak ada sifatnya yang berubah.

Sedangkan air banyak bila terkena najis tidak menjadi mutanajis bila ia tetap pada kemutlakannya, tidak ada sifat yang berubah. Adapun bila karena terkena najis ada satu atau lebih sifatnya yang berubah maka air banyak tersebut menjadi air mutanajis.

Air mutanajis ini tidak bisa digunakan untuk bersuci, karena dzatnya air itu sendiri tidak suci sehingga tidak bisa dipakai untuk menyucikan.Wallahu a’lam. (Yazid Muttaqin)

Wednesday, December 6, 2017

DAM (DENDA) HAJI

 https://hsssnwwwayyya58.blogspot.co.id/2017/12/fathul-qorib-mujib.html

DENDA HAJI
(فصل)
 والدماء الواجبة في الإحرام خمسة أشياء: أحدها: الدم الواجب بترك نسك وهو على الترتيب شاة فإن لم يجد فصيام عشرة أيام ثلاثة في الحج وسبعا إذا رجع إلى أهله. والثاني: الدم الواجب بالحلق والترفه وهو على التخيير شاة أو صوم ثلاثة أيام أو التصدق بثلاثة آصع على ستة مساكين. والثالث: الدم الواجب بإحصار فيتحلل ويهدي شاة. والرابع: الدم الواجب بقتل الصيد وهو على التخيير إن كان الصيد مما له مثل أخرج المثل من النعم أو قومه واشترى بقيمته طعاما وتصدق به أو صام عن كل مد يوما وإن كان الصيد مما لا مثل له أخرج بقيمته طعاما أو صام عن كل مد يوما. والخامس: الدم الواجب بالوطء وهو على الترتيب بدنة فإن لم يجدها فبقرة فإن لم يجدها فبقرة فإن لم يجدها فسبع من الغنم فإن لم يجدها قوم البدنة واشترى بقيمتها وتصدق به فإن لم يجد صام عن كل مد يوما. ولا يجزئه الهدي ولا الإطعام إلا بالحرم ويجزئه أن يصوم حيث شاء ولا يجوز قتل صيد الحرم ولا قطع شجره والمحل والمحرم في ذلك سواء.

Denda-denda yang wajib (dibayar ketika ada pelanggaran) di dalam ihram itu ada 5 (lima) macam: Pertama, Denda yang wajib (dibayar) karena meninggalkan kelakuan yang diperintahkan di dalam haji, yaitu secara urut ialah seekor domba. Jika tidak mendapatkannya, wajib berpuasa 10 hari, 3 hari di kerjakan di waktu haji dan 7 hari dikerjakan jika telah pulang ke keluarganya (telah sampai di rumah).
Kedua, denda yang wajib (dibayar) karena bercukur rambut dan memakai wangi-wangian, yaitu boleh dipilih: seekor domba atau puasa 3 hari atau bersedekah 3 sha’ (12 mud / 72 ons) makanan pokok kepada 6 orang miskin.
Ketiga, Denda yang wajib (dibayar) karena terkepung (oleh musuh) atau terhalang (jalan melakukan haji karena begal). Maka boleh bagi orang yang ihram itu tahallul dan barus menghadiahkan seekor domba.
Keempat, Denda yang wajib (dibayar) karena membunuh binatang buruan, yaitu boleh dipilih: jika binatang buruan itu termasuk yang ada penyerupaannya (seperti kijang, penyerupaannya ialah kambing, maka wajiblah mengeluarkan binatang penyerupaannya atau (kalau tidak) memberi harganya dan membeli dengan harga tersebut makanan dan menyedekahkannya (kepada orang miskin); atau (kalau tidak) haruslah berpuasa sebagai gantinya untuk setiap mud 1 hari. Dan jika binatang buruan itu termasuk yang tidak ada penyerupaannya, maka wajib mengeluarkan (menyedekahkan) makanan seharga binatang itu (kepada orang miskin) atau berpuasa sebagai gantinya untuk setiap mud 1 hari.
Kelima, denda yang wajib (dibayar) karena hubungan intim, yaitu secara urut: seekor onta, jika tidak ada, maka (sebagai gantinya) seekor lembu. Jika tidak diperolehnya, maka (sebagai gantinya) 7 ekor kambing. Jika tidak ada, maka hendaklah memberi harga onta tersebut dan dengan harga itu hendaklah membeli makanan dan menyedekahkannya (kepada orang fakir atau miskin). Jika tidak diperolehnya juga, maka wajib berpuasa sebagai gantinya untuk setiap mud 1 hari. Hadiah dan pemberian makanan itu tidak cukup dilakukan kecuali di Tanah Haram, sedangkan berpuasa tersebut cukup dilakukan di mana saja orang yang membayar denda itu menghendaki.
Tidak boleh orang membunuh binatang buruan Tanah Haram dan tidak boleh memotong pohon-pohonnya. Orang yang sudah tahallul dan orang yang tengah berihram dalam soal ini adalah sama.

Mengenal makna 4 jenis dam atau denda dalam ibadah haji dan umroh sangat penting untuk di ketahui saat ini. Maklum saja, saat ini sangat marak praktik – praktik “kotor” penipuan dengan mengatas namakan dam, denda atau pelanggaran sejenisnya. Sebenarnya, untuk menunaikan dam, jamaah selain menyembelih hewan dapat juga dengan cara berpuasa.
Namun umumnya, jamaah haji dan umroh dari Indonesia membayarnya dengan cara menyembelih  hewan. Tak Cuma praktik kotor dari pihak terkait, penipuan ini pun marak ketika transaksi pembelian kambing maupun hewan.

Berdasarkan keterangan dari segi bahasa, dam memiliki makna lain “darah”. Sedangkan menurut keterangan dari istilah ialah mengalirkan darah (menyembelih ternak yakni kambing, unta maupun sapi) dalam rangka memenuhi syar’i manasik haji seperti yang ditetapka oleh Rasulullah SAW.
Dam terdiri dari 2 (dua) macam yakni Dam Nusuk yaitu dam yang dikenakan untuk orang yang memunaikan haji tamattu maupun haji Qiran (bukan sebab melakukan kesalahan). Serta Dam Isya’ah yaitu dam yang dikenakan untuk orang yang melanggar aturan atau melakukan kekeliruan dalam menunaikan umrah atau haji.

Mengenal 4 Jenis Dam (denda) dalam Ibadah Haji dan Umroh
Mengenal lebih dalam dan spesifikasi yang berkaitan dengan haji dan umroh. Istilah dam merujuk kepada denda yang harus di bayarkan oleh para jamah haji dan umroh karena telah melanggar salah satu peraturan wajib haji atau umroh tersebut.

Denda di bayar oleh jamaah haji dan umroh dengan menyembelih seekor hewan kurban atau dengan seharga hewan kurban. Ada 4 jenis Dam yang harus di kenal sebelum melakukan perjalanan haji dan umroh.
1. Dam Tartib dan Taqdir
Dam tartib dan taqdir yakni Dam yang dikeluarkan dengan memotong seekor kambing dengan ketentuan seperti kambing qurban. Dan bilamana tidak mampu, diganti dengan puasa 10 hari: 3 hari pada saat haji dan 7 hari sesudah pulang ke Tanah Air. Penyembelihannya dilaksanakan pada hari Nahar dan hari – hari Tasyriq di Mina atau di Kota Mekkah Al Mukarramah. Yang punya Dam boleh ikut memakannya. Kalau menyembelihnya diupahkan orang, maka jangan memberinya upah dari daging Dam itu. 
Adapun yang mengharuskan Dam tartib dan taqdir yaitu;
  1. Jika seorang haji mengerjakan haji tamattu’atau haji qiran 
  2. Jika seorang haji tidak mengerjakan ihram pada miqatnya (tempat berihram)
  3. Jika seorang haji tidak melontar jumroh
  4. Jika seorang haji tidak bermalam di Muzdalifah
  5. Jika seorang haji tidak bermalam di Mina
  6. Jika seorang haji tidak mengerjakan thawaf wada’ (thawaf perpisahan)
  7. Jika seorang haji tidak bisa  wukuf di Arafah sebab terlambat yakni terbitnya fajar hari Nahr (10 DzulHijjah) ia tidak muncul di Arafah. Jika keterlambatan tersebut karena udzur ia tidak berdosa dan hajinya diganti menjadi umrah. Ia mesti mengerjakan umrah, tahallul dari manasik umrah, tidak mesti melontar jumroh, tidak mesti mabit di Mina dan mesti baginya menunaikan Dam. Jika yang ketinggalan itu ialah haji fardhu mesti mengqadha’ hajinya pada tahun berikutnya (jika mampu), dan Ini menurut keterangan dari kesepakatan ulama.

2. Dam Tartib dan Ta’dil
Ada dua perkara yang berakibat jemaah haji dan umroh berkewajiban menunaikan dam tartib dan ta’dil. Dam tartib dan ta’dil yakni Dam yang ditunaikan oleh seorang yang melaksanakan ibadah haji sebab melanggar dua peraturan sebagai berikut:
  1. Bersetubuh sebelum tahallul awwal, maka hajinya batal dan wajib menunaikan kifarat dengan menyembelih seekor unta atau sapi atau 7 ekor domba dan mesti mengulangi (menqadha) hajinya tahun berikutnya, andai tidak dapat atau mendapatkan kendala dalam menyembelih unta, maka ditunaikan dengan memberi makanan yang diserahkan kepada faqir kurang mampu di tanah Haram senilai satu ekor unta. Atau berpuasa, masing-masing dinilai dengan satuan mud ( 1 mud setara dengan 0,6 kg atau ¾ liter beras), lalu setiap 1 mud diganti dengan satu hari puasa.
  2. Ihshar yakni terhalang tidak dapat menyelesaikan ibadah haji atau umroh, baik karena dicegat musuh, sebab kecelakaan, sebab kematian muhrim (suami atau istri) atau sebab lainnya yang menciptakan kondisi darurat tidak dapat melanjutkan hajinya.
Orang yang terhalang tersebut disebut Muhshar. Ia boleh bertahallul tidak melanjutkan ibadahnya sesudah menyembelih seekor kambing. Kalau dapat dia mesti mengirim Dam tersebut ke Mekkah dan baru bertahallul sesampai Dam tersebut di Mekah dan disembelih disana. Tapi bila tidak mungkin, ia boleh menyembelihnya di lokasi ia terhalang, kemudian bertahallul. Jika tidak dapat atau mendapatkan kendala dalam menyembelih domba maka ditunaikan nilainya dengan makanan yang diserahkan kepada orang-orang miskin, atau berpuasa masing-masing satu mud satu hari puasa. Firman Allah SWT dalam QS Al Baqarah 196 :

وَأَتِمُّوا۟ ٱلْحَجَّ وَٱلْعُمْرَةَ لِلَّهِ ۚ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا ٱسْتَيْسَرَ مِنَ ٱلْهَدْىِ ۖ وَلَا تَحْلِقُوا۟ رُءُوسَكُمْ حَتَّىٰ يَبْلُغَ ٱلْهَدْىُ مَحِلَّهُۥ ۚ

 Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya.
3. Dam takhyir dan taqdir
Dam Takhyir dan Taqdir yakni Dam yang ditunaikan dengan menyembelih seekor domba dengan ketentuan seperti domba kurban atau berpuasa tiga hari atau bersedekah sejumlah setengah sha’ (kurang lebih 1.75 liter) untuk 6 orang fakir miskin
Adapun yang mengharuskan Dam takhyir dan taqdir yaitu;
  • Mencukur atau memotong rambut
  • Memotong kuku
  • Memakai minyak rambut disaat haji
  • Memakai wangi-wangian disaat haji
  • Memakai pakaian berjahit (bagi laki-laki)
  • Berjima’ sesudah jima’ kesatu (jima’ sebelum tahallul awal)
  • Berjima’ sesudah tahallul awal
  • Bercanda dengan istri yang dapat menimbulkan birahi
4. Dam Takhyir dan Ta’dil
Dam takhyir dan ta’dil merupakan Dam yang dikeluarkan oleh sebab membunuh hewan darat diwaktu mengerjakan manasik haji (kecuali ular, kala jengking , tikus dan lain-lain yang di anggap membahayakan). Maka orang bersangkutan mesti menyembelih binatang  yang sesuai dengan binatang yang dibunuhnya (kalau domba harus ditunaikan dengan kambing. Kalau ayam mesti ditunaikan dengan ayam. Dan seterusnya).
Atau ditunaikan nilainya dengan makanan yang diserahkan kepada orang-orang miskin, atau berpuasa dengan nilai masing-masing disetarakan dengan satu mud ( 1 mud setara dengan 0,6 kg atau ¾ liter beras), kemudian setiap kelipatan satu mud dibayar dengan satu hari puasa.
Allah Berfirman dalam QS Al Maidah ayat 95 :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَقْتُلُوا۟ ٱلصَّيْدَ وَأَنتُمْ حُرُمٌ ۚ وَمَن قَتَلَهُۥ مِنكُم مُّتَعَمِّدًا فَجَزَآءٌ مِّثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ ٱلنَّعَمِ يَحْكُمُ بِهِۦ ذَوَا عَدْلٍ مِّنكُمْ هَدْيًۢا بَٰلِغَ ٱلْكَعْبَةِ أَوْ كَفَّٰرَةٌ طَعَامُ مَسَٰكِينَ أَوْ عَدْلُ ذَٰلِكَ صِيَامًا لِّيَذُوقَ وَبَالَ أَمْرِهِۦ ۗ عَفَا ٱللَّهُ عَمَّا سَلَفَ ۚ وَمَنْ عَادَ فَيَنتَقِمُ ٱللَّهُ مِنْهُ ۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ ذُو ٱنتِقَامٍ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu sebagai had-yad yang dibawa sampai ke Ka'bah atau (dendanya) membayar kaffarat dengan memberi makan orang-orang miskin atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu, supaya dia merasakan akibat buruk dari perbuatannya. Allah telah memaafkan apa yang telah lalu. Dan barangsiapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. Allah Maha Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa. (Al-Ma'idah 5:95)

LARANGAN SAAT IHRAM

https://hsssnwwwayyya58.blogspot.co.id/2017/12/fathul-qorib-mujib.html

LARANGAN SAAT IHRAM
محرمات الحج
(فصل) ويحرم على المحرم عشرة أشياء: لبس المخيط وتغطية الرأس من الرجل والوجه والكفين من المرأة وترجيل الشعر وحلقه وتقليم الأظفار والطيب وقتل الصيد وعقد النكاح والوطء والمباشرة بشهوة وفي جميع ذلك الفدية إلا عقد النكاح فإنه لا ينعقد ولا يفسده إلا الوطء في الفرج ولا يخرج منه بالفساد.
ومن فاته الوقوف بعرفة تحلل بعمل عمرة وعليه القضاء والهدي. ومن ترك ركنا لم يحل من إحرامه حتى يأتي به. ومن ترك واجبا لزمه الدم. ومن ترك سنة لم يلزمه بتركها شيء.
Haram bagi orang yang ihram 10 (sepuluh) perkara:
(1) Mengenakan pakaian berjahit;
(2) menutup (seluruh atau sebagian) kepala bagi pria dan wajah bagi wanita;
(3) Menyisir rambut;
(4) Memotong rambut;
(5) Memotong kuku;
(6) Memakai wangi-wangian;
(7) Membunuh binatang buruan (di darat);
(8) Melakukan akad nikah (menikah sendiri atau menikahkan orang lain);
(9) Bersetubuh;
(10) Bersentuhan (antara pria dan wanita) dengan syahwat.
Dalam (pelanggaran terhadap) semua itu ada fidyah (tebusan), kecuali akad nikah, karena akad nikah itu sesungguhnya tidak sah. Dan tidak ada yang merusakkan ihram itu kecuali persetubuhan pada kemaluan. Sedang orang yang ihram itu tidak boleh (keluar) dari (ihramnya) rusak, (tetapi harus meneruskan ibadah hajinya hingga selesai).
Barang siapa tertinggal (tidak) melakukan wuquf di Arafah, maka (wajiblah) ia tahallul (keluar dari ihram haji) dengan mengerjakan umrah dan wajiblah ia mengqadha’ (hajinya) dan membayar dam (denda).
Barangsiapa yang meninggalkan rukun (haji), tidaklah ia boleh keluar dari ihramnya sehingga ia (selesai) menunaikannya. Dan barangsiapa meninggalkan wajib (haji) haruslah ia membayar dam. Dan barangsiapa meninggalkan sunnah (haji) tidaklah wajib ia membayar sesuatu karena apa yang telah ditinggalkannya itu.

Ahkam Muharromat Al-Ihram


(فصل): في أحكام محرمات الإحرام وهي ما يحرم بسبب الإحرام (ويحرم على المحرم عشرة أشياء)

أحدها (لبس المخيط) كقميص وقباء وخف، ولبس المنسوج كدرع أو المعقود كلبد في جميع بدنه (و) الثاني (تغطية الرأس) أو بعضها (من الرجل) بما يعد ساتراً كعمامة وطين، فإن لم يعد ساتراً لم يضر كوضع يده على بعض رأسه وكانغماسه في ماء واستظلاله بمحمل، وإن مس رأسه

(و) تغطية (الوجه) أو بعضه (من المرأة) بما يعد ساتراً ويجب عليها أن تستر من وجهها ما لا يتأتى ستر جميع الرأس إلا به، ولها أن تسبل على وجهها ثوباً متجافياً عنه بخشبة ونحوها، والخنثى كما قال القاضي أبو الطيب يؤمر بالستر، ولبس المخيط، وأما الفدية فالذي عليه الجمهور، أنه إن ستر وجهه أو رأسه، لم تجب الفدية للشك وإن سترهما وجبت (و) الثالث (ترجيل) أي تسريح (الشعر) كذا عده المصنف من المحرمات لكن الذي في شرح المهذب أنه مكروه، وكذا حك الشعر بالظفر

(و) الرابع (حلقه) أي الشعر أو نتفه أو إحراقه والمراد إزالته بأي طريق كان ولو ناسياً

(و) الخامس (تقليم الأظفار) أي إزالتها من يد أو رجل بتقليم أو غيره إلا إذا انكسر بعض ظفر المحرم وتأذى به فله إزالة المنكسر فقط

(و) السادس (الطيب) أي استعماله قصداً بما يقصد منه رائحة الطيب نحو مسك وكافور في ثوبه بأن يلصقه به على الوجه المعتاد في استعماله أو في بدنه ظاهره أو باطنه، كأكله الطيب، ولا فرق في مستعمل الطيب بين كونه رجلاً أو امرأة أخشم كان أو لا وخرج بقصد أما لو ألقت عليه الريح طيباً، أو أكره على استعماله أو جهل تحريمه، أو نسي أنه محرم، فإنه لا فدية عليه، فإن علم تحريمه وجهل الفدية وجبت

(و) السابع (قتل الصيد) البري المأكول أو ما في أصله مأكول من وحش وطير ويحرم أيضاً صيده، ووضع اليد عليه والتعرض لجزئه وشعره وريشه (و) الثامن (عقد النكاح) فيحرم على المحرم أن يعقد النكاح لنفسه أو غيره بوكالة أو ولاية (و) التاسع (الوطء) من عاقل عالم بالتحريم سواء جامع في حج أو عمرة في قبل أو دبر من ذكر أو أنثى زوجة أو مملوكة أو أجنبية

(و) العاشر (المباشرة) فيما دون الفرج كلمس وقبلة (بشهوة) أما بغير شهوة فلا يحرم (وفي جميع ذلك) أي المحرمات السابقة (الفدية) وسيأتي بيانها. والجماع المذكور تفسد به العمرة المفردة أما التي في ضمن حج في قران، فهي تابعة له صحة وفساداً وأما الجماع، فيفسد الحج قبل التحلل الأول بعد الوقوف أو قبله، أما بعد التحلل الأول فلا يفسد (إلا عقد النكاح) فإنه لا ينعقد (ولا يفسده إلا الوطء في الفرج) بخلاف المباشرة في غير الفرج فإنها لا تفسده (ولا يخرج) المحرم (منه بالفساد) بل يجب عليه المضي في فاسده وسقط في بعض النسخ قوله في فاسده، أي النسك من حج أو عمرة بأن يأتي ببقية أعماله (ومن) أي والحاج الذي (فاته الوقوف بعرفة) بعذر أو غيره (تحلل) حتماً (بعمل عمرة) فيأتي بطواف وسعي إن لم يكن سعى بعد طواف القدوم، وعليه أي الذي فاته الوقوف (القضاء) فوراً فرضاً كان نسكه أو نفلاً، وإنما يجب القضاء في فوات لم ينشأ عنه حصر، فإن أحصر شخص، وكان له طريق غير التي وقع الحصر فيها لزمه سلوكها، وإن علم الفوات، فإن مات لم يقض عنه في الأصح (و) عليه مع القضاء (الهدي) ويوجد في بعض النسخ زيادة وهي (

ومن ترك ركناً) مما يتوقف عليه الحج (لم يحل من إحرامه حتى يأتي به) ولا يجبر ذلك الركن بدم (ومن ترك واجباً) من واجبات الحج (لزمه الدم) وسيأتي بيان الدم (ومن ترك سنة) من سنن الحج (لم يلزمه بتركها شيء) وظهر من كلام المتن الفرق بين الركن والواجب والسنة.


Hal-Hal Yang Diharamkan Saat Ihram

(Pasal) menjelaskan hukum-hukum muharramatul ihram (hal-hal yang diharamkan saat ihram).

Muharramatul ihram adalah hal-hal yang haram sebab ihram.

Ada sepuluh perkara yang diharamkan bagi orang yang sedang melaksanakan ihram.

Salah satunya adalah mengenakan pakaian yang berjahit seperti ghamis, juba dan muza. Mengenakan pakaian yang ditenun seperti baju jira. Atau pakaian yang digelung seperti pakaian yang digelungkan ke seluruh badan.

Yang ke dua adalah menutup kepala atau sebagiannya bagi orang laki-laki dengan menggunakan sesuatu yang dianggap sebagai penutup -secara ‘urf-seperti surban dan tanah liat.

Jika yang digunakan tidak dianggap sebagai penutup, maka tidak masalah seperti meletakkan tangan di atas sebagian kepalanya. Dan seperti berendam di dalam air, dan berteduh di bawah tandu yang berada di atas onta, walaupun sampai menyentuh kepalanya.

Dan menutup wajah atau sebagiannya bagi orang wanita dengan menggunakan sesuatu yang dianggap penutup.

Bagi seorang wanita wajib menutup bagian wajah yang tidak mungkin baginya untuk menutup kepala kecuali dengan menutup bagian wajah tersebut.

Bagi seorang wanita diperkenankan untuk mengenakan cadar yang direnggangkan -tidak sampai menyentuh- dari wajah dengan menggunakan kayu dan sesamanya.

Seorang khuntsa, sebagaimana keterangan yang disampaikan oleh Qadli Abu Thayyib, diperintah agar menutup kepalanya, dan diperkenankan untuk mengenakan pakaian berjahit.

Adapun masalah fidyahnya, maka menurut pendapat jumhur (mayoritas ulama’) bahwa sesungguhnya seorang khuntsa jika menutup wajah atau kepalanya, maka tidak wajib fidyah karena masih ada keraguan. Namun jika menutup keduanya, maka wajib fidyah.

Yang ke tiga adalah menyisir rambut.

Begitulah mushannif memasukkan hal tersebut termasuk dari hal-hal yang diharamkan.

Akan tetapi keterangan di dalam kitab Syarh al Muhadzdzab menyatakan bahwa sesungguhnya menyisir rambut hukumnya makruh, begitu juga menggaruk rambut dengan kuku.

Yang ke empat adalah mencukur rambut, mencabut atau membakarnya.

Yang dikehendaki adalah menghilangkan rambut dengan cara apapun, walaupun ia dalam keadaan lupa.

Yang ke lima adalah memotong kuku, maksudnya menghilangkannya, baik kuku tangan atau kaki dengan dipotong atau yang lainnya.

Kecuali ketika sebagian kuku orang yang sedang ihram pecah dan ia merasa kesakitan dengan hal tersebut, maka baginya diperbolehkan untuk menghilangkan bagian kuku yang pecah saja.

Yang ke enam adalah wangi-wangian, maksudnya menggunakan wewangian secara sengaja dengan sesuatu yang memang ditujukan untuk menghasilkan bauh wangi seperti misik dan kapur barus.

-menggunakan- di pakaian dengan cara menemukan wewangian tersebut pada pakaian dengan cara yang telah terbiasa di dalam penggunaannya. Dan -menggunakan- di badan, bagian luar atau dalam seperti ia memakan wangi-wangian.

Tidak ada perbedaan pada orang yang menggunakan wewangian tersebut, antara orang laki-laki atau perempuan, orang akhsyam (indra pembaunya tidak berfungsi) atau tidak.

Dengan ungkapan “secara sengaja” mengecualikan jika hembusan angin membawa wewangian yang mengenai dirinya, atau ia dipaksa untuk menggunakannya, tidak tahu akan keharamannya, atau lupa bahwa sesungguhnya ia sedang melaksanakan ihram, maka sesungguhnya tidak ada kewajiban fidyah bagi dia.

Jika ia tahu akan keharamannya dan tidak tahu akan kewajiban fidyahnya, maka tetap wajib membayar fidyah.

Yang ke tujuh adalah membunuh binatang buruan yang hidup di darat dan halal dimakan, atau induknya ada yang halal dimakan seperti binatang liar dan burung.

Dan juga haram memburunya, menguasainya, dan mengganggu bagian badan, bulu halus dan bulu kasarnya.

Yang ke delapan adalah akad nikah.

Maka bagi orang yang sedang ihram, haram melakukan akad nikah untuk dirinya sendiri atau orang lain dengan cara wakil atau menjadi wali.

Yang ke sembilan adalah wathi yang dilakukan oleh orang yang berakal dan mengetahui keharamannya, baik melakukan jima’ saat ihram haji atau umrah, di jalan depan atau belakang, dengan laki-laki atau perempuan, istri, budak perempuan yang di miliki atau dengan wanita lain.

Yang ke sepuluh adalah bersentuhan kulit selain bagian farji seperti menyentuh atau mencium dengan birahi.

Adapun bersentuhan kulit tidak dengan birahi, maka hukumnya tidak haram.

Di dalam semua hal tersebut, maksudnya hal-hal yang diharamkan yang telah disebutkan, wajib membayar fidyah, dan akan dijelaskan di belakang.

Hal-Hal Yang Merusak Ihram

Jima’ yang telah dijelaskan di atas bisa merusak ibadah umrah yang disendirikan.

Adapun umrah yang berada di dalam kandungan haji Qiran, maka hukumnya mengikuti haji, baik sah atau rusaknya.

Adapun jima’ bisa merusak haji ketika dilakukan sebelum tahallul awal, baik setelah wukuf atau sebelumnya.

Sedangkan jima’ yang dilakukan setelah tahallul awal, maka tidak sampai merusak status haji.

-kewajiban fidyah di atas tersebut adalah- kecuali akad nikah, karena sesungguhnya akad nikah yang dilakukan tidak sah.

Haji tidak bisa rusak kecuali dengan wathi di bagian farji.

Berbeda dengan bersentuhan pada bagian selain farji, maka sesungguhnya hal tersebut tidak sampai merusak status haji.

Orang yang ihram tidak diperkenankan keluar dari ihramnya sebab telah rusak, bahkan baginya wajib untuk meneruskan amaliyah ihramnya yang telah berstatus rusak.

Di dalam sebagian redaksi, tidak dicantumkan ungkapan mushannif “di dalam ihramnya yang rusak” maksudnya ibadah haji atau umrah dengan cara melaksanakan amaliyah-amaliyah yag masih tersisa.

Ketinggalan Wukuf di Arafah

Barang siapa melaksanakan ihram haji dan ketinggalan wukuf di Arafah sebab udzur atau tidak, maka wajib tahallul dengan melaksanakan amaliyah umrah.

Maka ia melakukan thawaf dan sa’i jika memang belum sa’i setelah thawaf Qudum.

Dan bagi dia, maksudnya orang yang ketinggalan wukuf di Arafah, wajib segera mengqadla’, baik hajinya fardlu atau sunnah.

Qadla’ hanya wajib dilakukan di dalam permasalahan ketinggalan wukuf yang tidak disebabkan oleh hashr (tercegah).

Jika seseorag tercegah untuk melakukan perjalanan, namun ia masih bisa melewati jalan selain jalan yang terjadi pencegahan, maka wajib baginya untuk melewati jalan tersebut, walaupun tahu bahwa dia tetap akan ketinggalan wukuf.

Jika ia meninggal dunia, maka tidak wajib diqadla’i menurut pendapat ashah.

Bagi dia -orang yang ketinggalan wukuf- di samping mengqadla’, juga wajib membayar hadyah.

Meninggalkan Rukun, Kewajiban dan Kesunahan Ihram

Di dalam sebagian redaksi telah ditemukan keterangan tambahan.

Yaitu, barang siapa meninggalkan rukun-rukun yang menjadi penentu sahnya haji, maka dia tidak bisa berstatus halal / lepas dari ihramnya sehingga ia melaksanakan rukun tersebut.

Rukun tersebut tidak bisa digantikan dengan dam.

Barang siapa meninggalkan kewajiban dari kewajiban-kewajiban haji, maka wajib membayar dam. Dan dam akan dijelaskan di belakang.

Barang siapa meninggalkan kesunahan dari kesunahan-kesunahan haji, maka dia tidak berkewajiban apa-apa sebab meninggalkan kesunahan tersebut.

SUNAH HAJI

https://hsssnwwwayyya58.blogspot.co.id/2017/12/fathul-qorib-mujib.html 


وسنن الحج سبع: الإفراد وهو تقديم الحج على العمرة والتلبية وطواف القدوم والمبيت بمزدلفة وركعتا الطواف والمبيت بمنى وطواف الوداع. ويتجرد الرجل عند الإحرام من المخيط ويلبس إزارا ورداء أبيضين 

SUNNAHNYA HAJI

Sunnahnya haji ada 7 (tujuh):
(1) Ifrad, yaitu mendahulukan ibadah haji sebelum umrah;
(2) Talbiyah (mengucapkan Labbaikallahumma labbaik, Labbaika laasyarika laka labbaik, Innalhamda wanni’mata laka walmulka laa syarika lak);
(3) Tawat qudum (tawaf sebelum wukuf di Arafah);
(4) Bermalam di Muzdalifah;
(5) Bersalat sunnah 2 rakaat setelah thawaf;
(6) Bermalam di Mina;
(7) Tawaf wada’ (tawaf ketika hendak keluar dari Makkah).

Dan wajiblah pria ketika ihram mengenakan pakaian tak berjahid dan mengenakan kain dan selendang putin (ini menurut qaul yang terkuat, seperti yang diterangkan dalam Al-Majmuk).
==================================
CATATAN.
1. Miqat adalah masa dan tempat menjalankan haji. Masa menjalankannya adalah Syawal, Dzulqa’dah dan 10 hari dari Dzulhijjah. Tempat mulai menjalankan haji adalah
(a) Makkah bagi penduduk Makkah;
(b) Dzulhulaifah bagi calon haji dari arah Arafah dan Madinah.
(c) Juhfah dari arah Syria, Mesir, Afrika, Barat laut.
(d) Yalamlam dari arah Tihamah Yaman
(e) Qam dari arah Nejed Hijaz dan Najed Yaman
(f) Dzti Irq dari arah Timur.
2. Jumrah artinya sekumpulan batu-batu kecil. Secara syariah melontar jumrah adalah melontar 7 buah batu kecil pada tempat yang telah ditentukan di waktu haji.
***
Bermalam di Muzdalifah, bermalam di Mina dan Tawaf wada’ ketiga-tiganya adalah termasuk wajib haji menurut Imam Nawawi di dalam kitab Ziyadatur Raudah dan Al Majmuk Syarah Muhadzab. Ini adalah pendapat yang kuat (mu’tamad).