Kalau begini tarah papan
Kebarat juga jadi condongan
Kalau begini nasib badan
Melarat juga akan jadinya
Menumbuk
di lesung batu
Menampi diatas paran
Apa
kan tenggang yatim piatu
Baju
satu kering di badan
Pasar mapun bertindi batu
Tampak dari ampang gedang
Kami sepantun air didih
Nasi mask badan terbuang
Manijau
padi ‘lah masak
Batang
kapas bertimbal jalan
Hati
risau di bawa gelak
Bagai
panas mengandung hujan
Kalau nak tau di rumah raja
Lihatlah pandan yang berduri
Kalau nak tau di untung hamba
Dapat petang habis pagi
Anak
orang kota merapak
Bersunting
bunga durian
Anak
dagang kemari tampak
Membawa
untung dengan bagian
Bukit putus rimba keluang
Di rending kopi di hangusi
Hokum putus badan terbuang
Di pandang kampong di tangisi
Sudah
ku Tanya ke tukang tenung
Bagai
kelapa di girik tupai
Maksud
hati memeluk gunung
Apa
daya tangan tak sampai
Kalau ‘nak tau di rumpun padi
Kepanti jalan ke cubadak
Kalau nak tau di untung kami
Lihat apai makan dedak
Liat
sungguh getah amblau
Tidak
getah sembarang getah
Niat
hati memandang pulau
Sampan
ada pedayung patah
Wangai daunnya ruku ruku
Untuk menggulai ikan belalang
Sungguh malang nadib diriku
Ayam terpaut di sambar elang
Batu
pu alam di pulau nusa
Tak boleh di kerat
kerat
Karam dilaut sudah
biasa
Yang susah karam
di darat
Berlayar ke pulau pinang
Sarat muatan buah ketaya
Karam di laut dapat kurenang
Karam di hati apa kan daya
Ada ku timba
Bandar padang
Biluluuk juga yang
tertimba
Ada yang ku cinta
yang di orang
Yang bururk juga
yang tersua
Yang masak buahnya jarang
Jagung muda di kerati
Yang pergi hatinya senang
Kami yang tinggal briba hati
Jernih airnya
sungai tenang
Tepian mandi ‘rang
bukit tinggi
Tuan kandung
terbakar senang
Bawalah tumpang badan kami
Jarangjrang tanaman jagung
Biar dapat puyuh berlari
Kadang kadang ku jelang kampong
Begitu sayngnya kenegri
Hari rabu pukul satu
Orang menembak
anak tupai
Ada celana tak
berbaju
Tak dapat menempuh
gelanggang ramai
Suranti teluknya dalam
Batang kapas lubuk tempurung
Kami ini umpama balam
Mata lepas badan terkurung
Malang nasib pelita redup
Pelita nyala hari’lah siang
Hidup menyala di atas peti
Rintang menghitung sakit hidup
Lelap selayng hari siang
Di peluk bantal di tangisi
Di atas tuba ‘rang pecah
Di bawah tikam’ lah mati
Di tengah jala bertega
Lari benar keliang bencah
Bersilang buih dengan penggali
Begitu nasib dagang sengsara
Orang sarit
berbaju jemih
Pergi bedagang
kepadang luar
Sungguh sulit
berayam putih
Kalau tak si kok elang menyambar
Orang kapau pegi ke lading
Serupa kodek dengan bajunya
Sungguh buruk lakunya elang
Ayar terpaut di sambarnya
Kepekan bulan
puasa
Membeli kain untuk
basahan
Nasib hamba tidak
berbangsa
Sama dengan budak
belian
Rumah besar di pariaman
Rumah si upik yang di ranah
Dari pada malu di tanggungkan
Baik mati berkalang tanah
Anak mandi bapak menyauk
Hendak mandi
berbasah basah
Mandi di sumur
‘rang kota tua
Anak mati bapak
mengamuk
Hendak bersama
berkalang tanah
Hendak sekubur
badan berdua
Kehilir ke kuaraitaji
Ke pecan menjual pandan
Pergi kepekan berdua dua
Kalau adik ingkar ‘kan janji
Sudah menjadi sumpah badan
Mati sekubur kita berdua
Bagus coraknya
kain batik
Di pakai anak
padang mengatas
Kami sepantun
telur itik
Kasihan ayam maka
menetas
Bunga layu balik berkembang
Untuk penghias pelaminan
Bagi yang kaya duania berkembang
Simiskin tinggal dengan janjian
Di bujuk saya
dengan pisang
Pisang tembatu
rasanya manis
Pandai benar saya
ter tengngang
Mulut gelak mati
menangis
Kubu kerambil namanya negeri
Di situ haram orang cina
Orang berdusun bernegeri
Kamilah nyata dagang hina
Besar air di
batang arau
Pasangnya sampai
ketepian
‘lah di mabuk
janji terlampau
Badan jua yang
menanggungkan
Rumah sekolah panjang sbelas
Dalam daerah bukit tinggi
Sesaat menjemur hampa beras
Tiba di lesung di tangisi
Ini indang ‘rang
paya kumbuh
Lagu anak ‘rang
muda muda
Sudah pantas
hatiku rusuh
Mengenang untung malang saja
Berambung orang di atas pelang
Tampak dari labuh silang
Awak miskin belanja kurang
Tak terlawan dunia orang
Tinggilah gunung
di singgalang
Orang bertanam
jagung gerai
Kalau bukan sama
sama malang
Belum patut badan
bercerai
Sepanjang kain dengan kebaya
Sama tersangkut kedaian
Kalau bukan sama sam malang
Sama di lamun peruntungan
Si tujuh bandarnya
dalam
Sekebun pinang
kebunnya
Tatkala kasih
mendalam
Sama melarat asal
mulanya
Pecah cawan di timpa palu
Palu buatan negeri cina
Kamilah lama menanggung rindu
Barulah kini kita bersua
Anak orang tanh
melayu
Pergi kekampung penyalaian
Mana adik kan kunjung tahu
Saya di aarak perasaian
Rumah sekolah di kampong duku
Tampak nan dari pariaman
Ibu relakan air susu
Untung senang nasib badan
Ramai pekannya kampung kurai
Ramai nan sedang tengah hari
Kaya nan belum saya rasai
Susah berlarut setiap hari
Batu sangkar belantai batu
Parak jua labuh bersilang
Oleh kapal lagi tak lalu
Konon dengan rakit batang pisang
Nana berbaju sutra sisikin
Nan selendang berjahit suji
Air mata selama miskin
Boleh ‘ntuk sumur tempat mandi
Anak orang seberang padang
Sembayang subuh tinggi sehari
Kami sepantun kapal terbang
Habis minyak jatuh kebumi
Panjang jembatan kota setabat
Tonggak terpancang kedalam laut
Sakit orang ada yang mengobat
Sakit hamba semakin larut
Hujan hari rintik rintik
Punai merayap ketepian
Hari apa malah yang baik
Bertambah larut perhatian
Jambak nan jambu di tanam orang
Musang menanam sekali dua
Ayah
dan ibu berang berang
Untung di badan buruk jua
Rumah besar Sembilan ruang
Selajang kuda di tiagan
Botol pecah minyak terbuang
Malu nan sama kita tanggungkan
Nan pitala dan bunga tanjung
Ketiga dengan bunga naya
Bukan salah bunda mengandung
Badan sendiri yang buruk pinta
Orang menghaska kain siskin
Duku terserak di keranjang
Usah di hitung kaya dan miskin
Badan bertemu makanya senang
Orang padang menghela rantai
Rantai di hela tepi muara
Sejak kecil badan merasai
Sudah besar sengsara pula
Anak muda turun kesawah
Padi di tanam orang si cincin
Sedang ‘rang kaya lagi susah
Konon pula hamba orang miskin
Berbelok jalan ke kampong baru
Di tebat labuh bersilang
Bila lapar sabarlah dulu
Nan kandung sedang bertebar
Jauh rimbanya padi jambi
Kareana capa yang berbuah
Jauh ibanya hati kami
Karena kata yang sebuah
Ramai orang di kota padang
Ramai orang setiap hari
Tumbuh ketika bagai sekarang
Badain tidak berguna lagi
Mendaki tilatang kamang
Menurun jalan ke malaka
Tuan di gedung hidup senang
Kami di pondok buruk saja
Merdu suara burung
kutilang
Berbunyi sedang
pukul dua
Andai kata tuan
menjelang
Sedang berurai air
mata
Terbakar mobil sungai rotan
Terbakar tentang kepalanya
Tali kusangka untuk buaian
Gantungan diri malah kiranya
Kota gedang
pengrajin perak
Lurus jalan ke
penyambungan
Orang berkirim
emas perak
Kami berkirim
peruntungan
Jernih danau air toba
Banyak orang berdayung sampan
Orang menghitung rugi laba
Begini benar perasaan
Anak orang pecan
kemis
Nan berjalan
berdua dua
Musim kini
berbilah tangis
Tuan kumpang
enggan pula
Tanah liat berkepiat
Jembatan silang bersilang
Tapi’lah sama tuan liat
No comments:
Post a Comment