Wednesday, June 5, 2013

Hadits 46: Mengerjakan yang Wajib itu Beruntung, Menambah dengan yang Sunnah Lebih Beruntung

Alhamdulillah, kita kembali bertemu dalam rubrik Hadits yang kini memasuki pembahasan hadits ke-46 dari Shahih Bukhari, masih berada di bawah Kitab Al-Iman (كتاب الإيمان). Imam Bukhari memberikan judul untuk hadits ini "Bab Zakat adalah Sebagian dari Islam" karena kewajiban yang lain (puasa dan zakat) yang disebut pada hadits ini sudah dibahas pula pada hadits-hadits sebelumnya.

Di bagian akhir matan hadits ini ada jaminan dari Rasulullah bagi orang yang mengerjakan kewajiban tanpa menguranginya sebagai orang yang beruntug, maka pembahasan hadits ke-46 ini diberi judul "Mengerjakan yang Wajib itu Beruntung, Menambah dengan yang Sunnah Lebih Beruntung"

Berikut ini matan (redaksi) hadits Shahih Bukhari ke-46:


عَنْ طَلْحَةَ بْنَ عُبَيْدِ اللَّهِ يَقُولُ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - مِنْ أَهْلِ نَجْدٍ ، ثَائِرُ الرَّأْسِ ، يُسْمَعُ دَوِىُّ صَوْتِهِ ، وَلاَ يُفْقَهُ مَا يَقُولُ حَتَّى دَنَا ، فَإِذَا هُوَ يَسْأَلُ عَنِ الإِسْلاَمِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ - - صلى الله عليه وسلم - خَمْسُ صَلَوَاتٍ فِى الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ. فَقَالَ هَلْ عَلَىَّ غَيْرُهَا قَالَ لاَ ، إِلاَّ أَنْ تَطَوَّعَ. قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - وَصِيَامُ رَمَضَانَ. قَالَ هَلْ عَلَىَّ غَيْرُهُ قَالَ لاَ ، إِلاَّ أَنْ تَطَوَّعَ . قَالَ وَذَكَرَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - الزَّكَاةَ . قَالَ هَلْ عَلَىَّ غَيْرُهَا قَالَ لاَ ، إِلاَّ أَنْ تَطَوَّعَ . قَالَ فَأَدْبَرَ الرَّجُلُ وَهُوَ يَقُولُ وَاللَّهِ لاَ أَزِيدُ عَلَى هَذَا وَلاَ أَنْقُصُ . قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - أَفْلَحَ إِنْ صَدَقَ
Dari Thalhah bin Ubaidillah, bahwa seorang laki-laki Najd datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dengan kepala penuh debu. Kami mendengar suaranya tetapi tidak mengerti apa yang ia ucapkan, hingga ia mendekat kepada Rasulullah. Kemudian dia menanyakan tentang Islam. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Shalat lima waktu dalam sehari semalam." Kemudian ia bertanya, "Apakah ada lagi selain itu?" Rasulullah pun menjawab, "Tidak. Kecuali jika engkau suka mengerjakan shalat sunnah." Kemudian Rasulullah meneruskan ucapannya, “Dan puasa Ramadhan.” Orang tersebut bertanya lagi, “Adakah selain itu?” Nabi menjawab, “Tidak, kecuali engkau mau berpuasa sunnah.” Kemudian Rasulullah menyebutkan, “Dan zakat.” Orang tersebut bertanya lagi, “Adakah selain itu?” Rasulullah pun menjawab, “Tidak, kecuali engkau suka berbuat sunnah.” Kemudian orang itu pergi sambil berkata, “Demi Allah, tidak akan kutambah dan kukurangi apa yang engkau sebutkan itu.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Dia pasti beruntung jika ia benar-benar menepati perkataannya.”

Penjelasan Hadits

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - مِنْ أَهْلِ نَجْدٍ ، ثَائِرُ الرَّأْسِ
seorang laki-laki Najd datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dengan kepala penuh debu

Laki-laki dari Najd tersebut, menurut Ibnu Bathal dan lainnya adalah Dhammam bin Tsa’labah, seorang utusan Bani Sa’ad bin Bakar. Mereka berpendapat berdasarkan hadits senada yang diriwayatkan Muslim. Namun, Imam Qurthubi menolak pendapat itu dengan alasan haditsnya berbeda.

Tsa’irar ra’si (dengan kepala penuh debu), artinya adalah rambutnya kusut, tidak teratur dan berdebu, menandakan dari perjalanan jauh.


يُسْمَعُ دَوِىُّ صَوْتِهِ ، وَلاَ يُفْقَهُ مَا يَقُولُ
Kami mendengar suaranya tetapi tidak mengerti apa yang ia ucapkan

Dawiyun , menurut Al Khatabi, adalah suara yan keras dan diulang-ulang, tetapi tidak dapat dipahami karena berasal dari tempat yang jauh.


حَتَّى دَنَا ، فَإِذَا هُوَ يَسْأَلُ عَنِ الإِسْلاَمِ
hingga ia mendekat kepada Rasulullah. Kemudian dia menanyakan tentang Islam

Orang tersebut bertanya tentang Islam, maksudnya adalah syariat Islam yang fi’liyah; syari’at fi’liyah (ajaran Islam yang bersifat perbuatan). Karenanya Rasulullah tidak menyebutkan syahadat. Sedangkan haji tidak disebutkan, bisa dimungkinkan dua hal. Pertama, pada saat itu haji belum disyariatkan. Kedua, hadits tersebut diringkas oleh perawi. Kemungkinan kedua dikuatkan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani karena ada hadits lain yang juga dikeluarkan Imam Bukhari (bab Shiyam) menyebutkan amal-amal lainnya.


خَمْسُ صَلَوَاتٍ فِى الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ. فَقَالَ هَلْ عَلَىَّ غَيْرُهَا قَالَ لاَ ، إِلاَّ أَنْ تَطَوَّعَ
"Shalat lima waktu dalam sehari semalam." Kemudian ia bertanya, "Apakah ada lagi selain itu?" Rasulullah pun menjawab, "Tidak. Kecuali jika engkau suka mengerjakan shalat sunnah."

Rasulullah menyebutkan kewajiban shalat lima waktu, yaitu Dzuhur, Ashar, Magrib, Isya’ dan Subuh. Namun orang tersebut ingin memastikan apakah hanya itu. Rasulullah pun kemudian memberitahukan, jika ingin shalat sunnah selain shalat fardlu tersebut, maka shalat sunnah itu menjadi tambahan pahala baginya.


وَصِيَامُ رَمَضَانَ. قَالَ هَلْ عَلَىَّ غَيْرُهُ قَالَ لاَ ، إِلاَّ أَنْ تَطَوَّعَ
“Dan puasa Ramadhan.” Orang tersebut bertanya lagi, “Adakah selain itu?” Nabi menjawab, “Tidak, kecuali engkau mau berpuasa sunnah.”

Rasulullah menyebutkan kewajiban berpuasa di bulan Ramadhan. Namun orang tersebut ingin memastikan apakah hanya itu. Rasulullah pun kemudian memberitahukan, jika ingin puasa sunnah selain puasaa Ramadhan, maka puasa sunnah itu menjadi tambahan pahala baginya.


الزَّكَاةَ . قَالَ هَلْ عَلَىَّ غَيْرُهَا قَالَ لاَ ، إِلاَّ أَنْ تَطَوَّعَ
Kemudian Rasulullah menyebutkan, “Dan zakat.” Orang tersebut bertanya lagi, “Adakah selain itu?” Rasulullah pun menjawab, “Tidak, kecuali engkau suka berbuat sunnah.”

Rasulullah menyebutkan kewajiban zakat, yang tentu saja telah mencapai nishab dan haul. Namun orang tersebut ingin memastikan apakah hanya itu. Rasulullah pun kemudian memberitahukan, jika ingin berinfaq sunnah, maka infaq sunnah/sedekah itu menjadi tambahan pahala baginya.


فَأَدْبَرَ الرَّجُلُ وَهُوَ يَقُولُ وَاللَّهِ لاَ أَزِيدُ عَلَى هَذَا وَلاَ أَنْقُصُ . قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - أَفْلَحَ إِنْ صَدَقَ
Kemudian orang itu pergi sambil berkata, “Demi Allah, tidak akan kutambah dan kukurangi apa yang engkau sebutkan itu.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Dia pasti beruntung jika ia benar-benar menepati perkataannya.”

Orang itupun pergi dengan bersumpah bahwa ia hanya akan mengerjakan kewajiban-kewajiban tersebut, tanpa menambah dan menguranginya.

Meskipun orang tersebut tidak mengerjakan amal-amal sunnah yang menjadi tambahan baginya, melaksanakan yang wajib tanpa menguranginya akan membuat dia beruntung. Sebaliknya, jika ia tidak menepati apa yang ia lakukan, dalam arti mengurangi kewajban-kewajiban tersebut, maka ia akan merugi. Imam Nawawi menjelaskan, jika dengan memenuhi/mengerjakan yang wajib saja seseorang akan beruntung. Maka bagi seseorang yang memenuhi kewajiba serta menjalankan yang sunnah, niscaya ia akan lebih beruntung.

Pelajaran Hadits
Pelajaran yang bisa diambil dari hadits ini diantaranya adalah:
1. Rasulullah senantiasa memberikan kesempatan kepada para sahabat untuk belajar dan mempersilakan mereka untuk bertanya;
2. Diantara syariat fi’liyah yang wajib adalah shalat lima waktu, puasa Ramadhan dan zakat.
3. Ibadah wajib harus dikerjakan
4. Ibadah sunnah –seperti shalat sunnah, puasa sunnah dan sedekah- merupakan tambahan pahala bagi yang mengerjakannya
5. Orang yang telah mengerjakan hal yang wajib tanpa menguranginya adalah orang yang beruntung. Sedangkan orang yang mengerjakan hal yang wajib tanpa pengurangan, malah ditambah dengan hal yang sunnah adalah oran yang lebih beruntung lagi.

Demikian hadits ke-46 Shahih Bukhari dan penjelasannya. Semoga kita mendapatkan taufiq dari Allah SWT untuk senantiasa menjalankan yang wajib dan mengerjakan yang sunnah. Wallaahu a'lam bish shawab.[]

Hadits 45: Kesempurnaan Islam

Alhamdulillah, kita kembali bertemu dalam rubrik Hadits yang kini memasuki pembahasan hadits ke-45 dari Shahih Bukhari, masih berada di bawah Kitab Al-Iman (كتاب الإيمان). Karena di dalam hadits ke-45 ini disebutkan surat Al Maidah ayat 3 yang menjelaskan tentang kesempurnaan Islam, maka pembahasan hadits ini diberi judul "Kesempurnaan Islam"

Berikut ini matan (redaksi) hadits Shahih Bukhari ke-45:


عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ أَنَّ رَجُلاً مِنَ الْيَهُودِ قَالَ لَهُ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ ، آيَةٌ فِى كِتَابِكُمْ تَقْرَءُونَهَا لَوْ عَلَيْنَا مَعْشَرَ الْيَهُودِ نَزَلَتْ لاَتَّخَذْنَا ذَلِكَ الْيَوْمَ عِيدًا . قَالَ أَىُّ آيَةٍ قَالَ ( الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا ) . قَالَ عُمَرُ قَدْ عَرَفْنَا ذَلِكَ الْيَوْمَ وَالْمَكَانَ الَّذِى نَزَلَتْ فِيهِ عَلَى النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - وَهُوَ قَائِمٌ بِعَرَفَةَ يَوْمَ جُمُعَةٍ
Dari Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu bahwa ada seorang Yahudi yang berkata kepadanya, “Wahai Amirul Mukminin, ada sebuah ayat dalam kitab kalian yang jika diturunkan kepada kami, maka kami akan menjadikan hari turunnya ayat itu sebagai hari raya.” Umar pun bertanya, “Ayat manakah yang kau maksud?” Orang itu menjawab, “Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu dan Kuridhai Islam sebagai agamamu.” Umar berkata, “Kami tahu hari dan tempat diturunkan ayat tersebut kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu pada saat beliau berada di Arafa pada hari Jum’at.”

Penjelasan Hadits

أَنَّ رَجُلاً مِنَ الْيَهُودِ
Bahwa ada seorang laki-laki Yahudi

Menurut Imam Ath Thabari dan Imam Thabrani, seorang Yahudi pada hadits di atas adalah Ka’ab Al Ahbar. Jika hadits ini dikompromikan dengan hadits lainnya, yakni pada kitab Maghazi nantinya, pada saat itu yang menemui Umar adalah sekelompok Yahudi, lalu Ka’ab Al Ahbar menjadi wakil/juru bicaranya.

يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ ، آيَةٌ فِى كِتَابِكُمْ تَقْرَءُونَهَا لَوْ عَلَيْنَا مَعْشَرَ الْيَهُودِ نَزَلَتْ لاَتَّخَذْنَا ذَلِكَ الْيَوْمَ عِيدًا
Wahai Amirul Mukminin, ada sebuah ayat dalam kitab kalian yang jika diturunkan kepada kami, maka kami akan menjadikan hari turunnya ayat itu sebagai hari raya

Maksud “akan kami jadikan” (لاَتَّخَذْنَا) adalah mengagungkan hari tersebut dan menjadikannya sebagai hari raya. Sebab hari itu agama telah disempurnakan oleh Allah.

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا
Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu dan Kuridhai Islam sebagai agamamu

Inilah ayat yang menjelaskan bahwa Islam telah disempurnakan Allah. Inilah ayat yang menegaskan kesempurnaan Islam. Yaitu surat Al Maidah ayat 3. Kesempurnaan Islam ini adalah nikmat yang sangat besar, sehingga orang Yahudi menyarankan menjadikan hari itu sebagai hari raya yang diperingati, diingat dan disyukuri.

Menjelaskan ayat ini, Ibnu Katsir di dalam tafsirnya mengatakan, "Ini merupakan nikmat Allah yang paling besar kepada umat ini, karena Allah telah menyempurnakan bagi mereka agama mereka; mereka tidak memerlukan lagi agama yang lain, tidak pula memerlukan nabi yang lain."

Ibnu Abbas berkata mengenai ayat ini, "Allah Subhanahu wa Ta'ala memberitahukan kepada Nabi-Nya dan orang-orang mukmin bahwa Dia telah menyempurnakan Islam untuk mereka, karena itu Islam tidak memerlukan tambahan lagi selamanya. Allah telah mencukupkannya dan tidak akan menguranginya. Dan Allah telah ridha kepadanya, maka Dia tidak akan pernah membencinya."

Sayyid Quthb di dalam tafsir Fi Zhilalil Qur'an menjelaskan bahwa dalam berinteraksi dengan ayat ini, orang-orang yang beriman harus memiliki tiga sikap:

Pertama, ia meyakini kesempurnaan Islam, bahwa Islam tidak memiliki kekurangan. Syariat Islam berlaku untuk semua manusia, di semua tempat dan segala zaman. Kesempurnaan iman adalah dengan menjalankan seluruh syariat Islam yang sempurna ini.

Kedua, ia menyadari nikmat besar berupa Islam dan iman. Nikmat besar itulah yang menjamin eksistensinya sebagai manusia. Tanpa membebaskan diri dari segala sesembahan sehingga hanya menyembah Allah serta menjadikan syariat Islam sebagai peraturan hidupnya, tanpa itu, ia sesungguhnya tidak memiliki eksistensi sebagai manusia.

Ketiga, ia ridha kepada Islam yang telah diridhai oleh Allah. Ia menyadari bahwa orang-orang yang beriman adalah orang yang telah dipilih Allah, dan dengan kesadaran itu ia berupaya istiqamah dengan segenap kemampuan dan kekuatan.

ذَلِكَ الْيَوْمَ وَالْمَكَانَ الَّذِى نَزَلَتْ فِيهِ عَلَى النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - وَهُوَ قَائِمٌ بِعَرَفَةَ يَوْمَ جُمُعَةٍ
Kami tahu hari dan tempat diturunkan ayat tersebut kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu pada saat beliau berada di Arafah pada hari Jum’at

Mungkin sebagian orang berpikir bahwa jawaban Umar tidak ada hubungannya dengan kata-kata Ka’ab Al Ahbar. Padahal jawaban Umar tersebut justru menyatakan bahwa umat Islam bahwa hari turunnya ayat tersebut justru bertepatan dengan dua hari raya. Bukan hanya satu. Yakni hari Jum’at dan hari Arafah.

Pada riwayat Thabrani, ada tambahan tegas: (wahumaa ‘iidaanan)“dan keduanya adalah hari raya”. Sedangkan pada riwayat Tirmidzi memakai lafadz, “Seorang Yahudi menanyakan tentang hal tersebut, maka dia berkata, ‘Ayat tersebut turun pada dua hari raya, yaitu hari Jum’at dan hari Arafah.

As-Sadi menguatkan bahwa setelah turunnya ayat tersebut tak ada lagi ayat halal dan haram sesudahnya.

Lalu apa korelasi hadits ini dengan iman yang menjadi judul kitab ini? Atau, mengapa Imam Bukhari memasukkan hadits ini ke dalam kitab iman, bahkan dalam judul bab bertambah dan berkurangya iman? Sebab, Islam yang telah sempurna, jika ia diyakini dan dijalankan seluruhnya, berarti pelakunya telah mencapai iman yang sempurna. Jika ada bagian dalam syariat Islam yang tidak dijalaninya, maka imannya juga berkurang sebanding dengan apa yang ia langgar.

Pelajaran Hadits
Pelajaran yang bisa diambil dari hadits ini diantaranya adalah:
1. Islam telah mencapai kesempurnaan, Islam adalah agama yang sempurna. Allah Ta'ala menjaminnya melalui surat Al Maidah ayat 3;
2. Ketika seluruh ajaran Islam diyakini dan diamalkan, itulah kondisi iman yang sempurna. Sedangkan jika ada hal yang tidak dijalankan, imannya berkurang sesuai dengan kadar yang ia tinggalkan;
3. Orang Yahudi un mengetahui bahwa Islam adalah agama yang sempurna;
4. Ayat tentang kesempurnaan Islam (QS. Al Maidah : 3) diturunkan Allah pada haji wada' di hari Arafah bertepatan dengan hari Jumat;
5. Hari Arafah adalah bagian dari hari raya Idul Adha, sedangkan hari Jum'at adalah hari raya pekanan bagi umat Islam.

Demikian hadits ke-45 Shahih Bukhari dan penjelasannya. Semoga kita mendapatkan taufiq dari Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk senantiasa berupaya menyempurnakan iman sebagaimana kesempurnaan Islam. Wallaahu a'lam bish shawab.[]