Wednesday, June 5, 2013

Hadits 45: Kesempurnaan Islam

Alhamdulillah, kita kembali bertemu dalam rubrik Hadits yang kini memasuki pembahasan hadits ke-45 dari Shahih Bukhari, masih berada di bawah Kitab Al-Iman (كتاب الإيمان). Karena di dalam hadits ke-45 ini disebutkan surat Al Maidah ayat 3 yang menjelaskan tentang kesempurnaan Islam, maka pembahasan hadits ini diberi judul "Kesempurnaan Islam"

Berikut ini matan (redaksi) hadits Shahih Bukhari ke-45:


عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ أَنَّ رَجُلاً مِنَ الْيَهُودِ قَالَ لَهُ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ ، آيَةٌ فِى كِتَابِكُمْ تَقْرَءُونَهَا لَوْ عَلَيْنَا مَعْشَرَ الْيَهُودِ نَزَلَتْ لاَتَّخَذْنَا ذَلِكَ الْيَوْمَ عِيدًا . قَالَ أَىُّ آيَةٍ قَالَ ( الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا ) . قَالَ عُمَرُ قَدْ عَرَفْنَا ذَلِكَ الْيَوْمَ وَالْمَكَانَ الَّذِى نَزَلَتْ فِيهِ عَلَى النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - وَهُوَ قَائِمٌ بِعَرَفَةَ يَوْمَ جُمُعَةٍ
Dari Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu bahwa ada seorang Yahudi yang berkata kepadanya, “Wahai Amirul Mukminin, ada sebuah ayat dalam kitab kalian yang jika diturunkan kepada kami, maka kami akan menjadikan hari turunnya ayat itu sebagai hari raya.” Umar pun bertanya, “Ayat manakah yang kau maksud?” Orang itu menjawab, “Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu dan Kuridhai Islam sebagai agamamu.” Umar berkata, “Kami tahu hari dan tempat diturunkan ayat tersebut kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu pada saat beliau berada di Arafa pada hari Jum’at.”

Penjelasan Hadits

أَنَّ رَجُلاً مِنَ الْيَهُودِ
Bahwa ada seorang laki-laki Yahudi

Menurut Imam Ath Thabari dan Imam Thabrani, seorang Yahudi pada hadits di atas adalah Ka’ab Al Ahbar. Jika hadits ini dikompromikan dengan hadits lainnya, yakni pada kitab Maghazi nantinya, pada saat itu yang menemui Umar adalah sekelompok Yahudi, lalu Ka’ab Al Ahbar menjadi wakil/juru bicaranya.

يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ ، آيَةٌ فِى كِتَابِكُمْ تَقْرَءُونَهَا لَوْ عَلَيْنَا مَعْشَرَ الْيَهُودِ نَزَلَتْ لاَتَّخَذْنَا ذَلِكَ الْيَوْمَ عِيدًا
Wahai Amirul Mukminin, ada sebuah ayat dalam kitab kalian yang jika diturunkan kepada kami, maka kami akan menjadikan hari turunnya ayat itu sebagai hari raya

Maksud “akan kami jadikan” (لاَتَّخَذْنَا) adalah mengagungkan hari tersebut dan menjadikannya sebagai hari raya. Sebab hari itu agama telah disempurnakan oleh Allah.

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا
Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu dan Kuridhai Islam sebagai agamamu

Inilah ayat yang menjelaskan bahwa Islam telah disempurnakan Allah. Inilah ayat yang menegaskan kesempurnaan Islam. Yaitu surat Al Maidah ayat 3. Kesempurnaan Islam ini adalah nikmat yang sangat besar, sehingga orang Yahudi menyarankan menjadikan hari itu sebagai hari raya yang diperingati, diingat dan disyukuri.

Menjelaskan ayat ini, Ibnu Katsir di dalam tafsirnya mengatakan, "Ini merupakan nikmat Allah yang paling besar kepada umat ini, karena Allah telah menyempurnakan bagi mereka agama mereka; mereka tidak memerlukan lagi agama yang lain, tidak pula memerlukan nabi yang lain."

Ibnu Abbas berkata mengenai ayat ini, "Allah Subhanahu wa Ta'ala memberitahukan kepada Nabi-Nya dan orang-orang mukmin bahwa Dia telah menyempurnakan Islam untuk mereka, karena itu Islam tidak memerlukan tambahan lagi selamanya. Allah telah mencukupkannya dan tidak akan menguranginya. Dan Allah telah ridha kepadanya, maka Dia tidak akan pernah membencinya."

Sayyid Quthb di dalam tafsir Fi Zhilalil Qur'an menjelaskan bahwa dalam berinteraksi dengan ayat ini, orang-orang yang beriman harus memiliki tiga sikap:

Pertama, ia meyakini kesempurnaan Islam, bahwa Islam tidak memiliki kekurangan. Syariat Islam berlaku untuk semua manusia, di semua tempat dan segala zaman. Kesempurnaan iman adalah dengan menjalankan seluruh syariat Islam yang sempurna ini.

Kedua, ia menyadari nikmat besar berupa Islam dan iman. Nikmat besar itulah yang menjamin eksistensinya sebagai manusia. Tanpa membebaskan diri dari segala sesembahan sehingga hanya menyembah Allah serta menjadikan syariat Islam sebagai peraturan hidupnya, tanpa itu, ia sesungguhnya tidak memiliki eksistensi sebagai manusia.

Ketiga, ia ridha kepada Islam yang telah diridhai oleh Allah. Ia menyadari bahwa orang-orang yang beriman adalah orang yang telah dipilih Allah, dan dengan kesadaran itu ia berupaya istiqamah dengan segenap kemampuan dan kekuatan.

ذَلِكَ الْيَوْمَ وَالْمَكَانَ الَّذِى نَزَلَتْ فِيهِ عَلَى النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - وَهُوَ قَائِمٌ بِعَرَفَةَ يَوْمَ جُمُعَةٍ
Kami tahu hari dan tempat diturunkan ayat tersebut kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu pada saat beliau berada di Arafah pada hari Jum’at

Mungkin sebagian orang berpikir bahwa jawaban Umar tidak ada hubungannya dengan kata-kata Ka’ab Al Ahbar. Padahal jawaban Umar tersebut justru menyatakan bahwa umat Islam bahwa hari turunnya ayat tersebut justru bertepatan dengan dua hari raya. Bukan hanya satu. Yakni hari Jum’at dan hari Arafah.

Pada riwayat Thabrani, ada tambahan tegas: (wahumaa ‘iidaanan)“dan keduanya adalah hari raya”. Sedangkan pada riwayat Tirmidzi memakai lafadz, “Seorang Yahudi menanyakan tentang hal tersebut, maka dia berkata, ‘Ayat tersebut turun pada dua hari raya, yaitu hari Jum’at dan hari Arafah.

As-Sadi menguatkan bahwa setelah turunnya ayat tersebut tak ada lagi ayat halal dan haram sesudahnya.

Lalu apa korelasi hadits ini dengan iman yang menjadi judul kitab ini? Atau, mengapa Imam Bukhari memasukkan hadits ini ke dalam kitab iman, bahkan dalam judul bab bertambah dan berkurangya iman? Sebab, Islam yang telah sempurna, jika ia diyakini dan dijalankan seluruhnya, berarti pelakunya telah mencapai iman yang sempurna. Jika ada bagian dalam syariat Islam yang tidak dijalaninya, maka imannya juga berkurang sebanding dengan apa yang ia langgar.

Pelajaran Hadits
Pelajaran yang bisa diambil dari hadits ini diantaranya adalah:
1. Islam telah mencapai kesempurnaan, Islam adalah agama yang sempurna. Allah Ta'ala menjaminnya melalui surat Al Maidah ayat 3;
2. Ketika seluruh ajaran Islam diyakini dan diamalkan, itulah kondisi iman yang sempurna. Sedangkan jika ada hal yang tidak dijalankan, imannya berkurang sesuai dengan kadar yang ia tinggalkan;
3. Orang Yahudi un mengetahui bahwa Islam adalah agama yang sempurna;
4. Ayat tentang kesempurnaan Islam (QS. Al Maidah : 3) diturunkan Allah pada haji wada' di hari Arafah bertepatan dengan hari Jumat;
5. Hari Arafah adalah bagian dari hari raya Idul Adha, sedangkan hari Jum'at adalah hari raya pekanan bagi umat Islam.

Demikian hadits ke-45 Shahih Bukhari dan penjelasannya. Semoga kita mendapatkan taufiq dari Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk senantiasa berupaya menyempurnakan iman sebagaimana kesempurnaan Islam. Wallaahu a'lam bish shawab.[]

Hadits 44: Mukmin Pasti Masuk Surga

Alhamdulillah, kita kembali bertemu dalam rubrik Hadits yang kini memasuki pembahasan hadits ke-44 dalam Shahih Bukhari, masih berada di bawah Kitab Al-Iman (كتاب الإيمان).

Imam Bukhari memberi judul hadits ini باب زِيَادَةِ الإِيمَانِ وَنُقْصَانِهِ (Bertambah dan berkurangnya iman). Karena di dalam hadits ini disebutkan ada iman yang setingkat sya'iirah, ada yang setingkat burrah, dan ada pula yang setingkat dzarrah. Jika kemudian pembahasan hadits ke-44 ini diberi judul "Mukmin Pasti Masuk Surga" karena tingkat manapun dari ketiganya, semuanya akan dikeluarkan Allah dari neraka, yang berarti juga akan dimasukkan Allah ke dalam surga.

Berikut ini matan (redaksi) hadits Shahih Bukhari ke-44:


عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ يَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَفِى قَلْبِهِ وَزْنُ شَعِيرَةٍ مِنْ خَيْرٍ ، وَيَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَفِى قَلْبِهِ وَزْنُ بُرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ ، وَيَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَفِى قَلْبِهِ وَزْنُ ذَرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ
Dari Anas radhiyallaahu 'anhu bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda: "Akan dikeluarkan dari neraka orang yang mengucapkan laa ilaaha illallah dan dalam hatinya ada kebaikan (iman) seberat sya'irah. Dan akan dikeluarkan dari neraka orang yang mengucapkan laa ilaaha illallah dan dalam hatinya ada kebaikan (iman) seberat burrah. Dan akan dikeluarkan dari neraka orang yang mengucapkan laa ilaaha illallah dan dalam hatinya ada kebaikan (iman) seberat dzarrah."

Penjelasan Hadits


يَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَفِى قَلْبِهِ وَزْنُ شَعِيرَةٍ مِنْ خَيْر
Akan dikeluarkan dari neraka orang yang mengucapkan laa ilaaha illallah dan dalam hatinya ada kebaikan (iman) seberat sya'irah.

Sungguh, hadits ini menunjukkan betapa Allah Subhanahu wa Ta'ala itu maha penyayang (Ar-Rahim). Jika Ar-Rahman berarti Allah Maha Pemurah yang memberikan rezeki dan nikmat kepada seluruh manusia dan makhlukNya, tanpa peduli apakah ia beriman atau kafir, muslim ataupun non muslim. Sedangkan Ar-Rahim berarti Allah Maha Penyayang kepada orang-orang beriman. Diantara bentuk kasih sayang Allah kepada hambaNya yang mukmin adalah dikeluarkannya mereka dari neraka, sekecil apapun iman mereka. Di sinilah berlaku ketentuan Allah bahwa mukmin itu tidak akan keka di neraka, bahwa mukmin itu pasti masuk surga.

Yang perlu diingat dan diperhatikan, kita tidak meremehkan neraka. Jangan karena ketentuan itu lalu kita mudah bermaksiat kepada Allah seraya beralasan "toh nantinya masuk surga juga", atau seperti kata sebagian orang "tidak apa masuk neraka sebentar." Sebentar? Sebentar apanya? Tahukah kita betapa lama perhitungan waktu di akhirat? Dan kalaupun sebentar, siapa yang tahan dengan siksa neraka sementara yang paling ringan saja adalah bara neraka ketika diinjak kaki maka otak pun ikut mendidih. Hadits ini memberikan rasa optimis (tafa'ul) dan harap (raja') kepada orang beriman untuk masuk surga, tanpa menghilangkan rasa takut (khauf) kepada neraka.

Dalam hadits ini digunakan kata "khair" untuk menyatakan "iman." Hal seperti ini juga menjadi dalil bahwa iman itu bukan hanya perkara keyakinan hati, tetapi juga menuntut manifestasi amal. Seperti dijelaskan dalam hadits-hadits sebelumnya bahwa puasa bagian dari iman, jihad bagian dari iman, dan sebagainya.

Disebutkannya "sya'irah" (biji gandum) di dalam hadits ini adalah untuk menunjukkan bahwa iman, meskipun ia kecil, masih dinilai Allah. Orang yang beriman, meskipun imannya tipis, ia masih memiliki kesempatan dikeluarkan Allah dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga. Kecil atau tipisnya iman bukan berbeda dengan hilang atau rusaknya iman.

Di dalam Fathul Bari', Ibnu Hajar Al Asqalani mengutip perkataan Ibnu Bathal : "Perbedaan tingkat keyakinan manusia disebabkan karena perbedaan tingkat keilmuan dan kebodohan seseorang. Orang yang keilmuannya rendah, maka tingkat keyakinannya sebesar dzarrah. Sedangkan orang yang tingkat keilmuannya lebih tinggi, maka tingkat keyakinannya sebesar burrah atau sya'ir. Meskipun demikian, dasar keyakinan yang terdapat dalam hati seseorang tidak boleh berkurang, bahkan harus bertambah dengan bertambahnya ilmu."

Ibnu Hajar juga menambahkan penjelasan dari Ibnu Uyainah bahwa ketaatan seseorang untuk beramal juga mempengaruhi iman. Ketika ia taat maka iman naik, ketika ia bermaksiat berarti imannya turun.

Secara sederhana, untuk menjelaskan tingkatan iman, yang pertama adalah bahwa inti iman itu harus ada terlebih dulu. Dalam istilah Ibnu Bathal itu disebut "dasar iman." Bahwa Allah adalah satu-satunya Rabb yang menciptakan alam semesta dan memeliharanya, sekaligus satu-satunya Ilah yang berhak diibadahi. Dia mengutus Muhammad sebagai Rasulullah dan penutup para Nabi, dengan Al-Qur'an sebagai kitab suci. Meyakini bahwa semua isi Al-Qur'an adalah benar, adanya para malaikat adalah benar, terjadinya kiamat serta adanya hari kiamat hingga surga dan neraka adalah benar. Keyakinan-keyakinan itu sebagai dasar iman tidak boleh terkikis. Kalau sampai tidak mempercayai, maka hilanglah imannya.

Jika ia meyakini dasar-dasar iman itu, artinya ia memiliki iman. Tinggal tingkatan iman tersebut apakah tinggi apakah rendah. Besar atau kecil. Jika rendah/kecil, apakah paling kecil seperti dzarrah, atau agak besar lagi burrah, atau agak besar lagi sya'irah. Semuanya itu tergantung pada keilmuan dan komitmen amal. Saat ia yakin berzina itu dilarang, ia sesungguhnya masih beriman. Namun dalam kondisi itu ternyata ia tetap berzina karena tidak mampu menundukkan syahwatnya, imannya tidak hilang tetapi jatuh dan berkurang tajam, hingga mungkin mencapai tingkatan dzarrah. Ini salah satu contohnya.

وَيَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَفِى قَلْبِهِ وَزْنُ بُرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ
Dan akan dikeluarkan dari neraka orang yang mengucapkan laa ilaaha illallah dan dalam hatinya ada kebaikan (iman) seberat burrah

Jika sya'irah adalah biji gandum, burrah adalah biji gandum yang lebih kecil lagi. Ini untuk memudahkan manusia memahami bahwa meskipun iman itu telah mengecil seperti ini, Allah tetap maha penyayang akan mengeluarkannya dari neraka.

وَيَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَفِى قَلْبِهِ وَزْنُ ذَرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ
Dan akan dikeluarkan dari neraka orang yang mengucapkan laa ilaaha illallah dan dalam hatinya ada kebaikan (iman) seberat dzarrah

Dzarrah, dipahami para ulama sebagai benda terkecil. Dulu, dzarrah itu disebut sebagai biji sawi, namun saat ini ia bisa disebut sebagai atom atau elektron. Yang intinya, dzarrah adalah partikel terkecil yang ada di dunia. Lagi-lagi, meskipun iman sampai pada tingkat teramat sangat kecil seperti ini, Allah masih mengasihi orang beriman dengan mengeluarkannya dari neraka dan akan memasukkannya ke dalam surga. Karena itulah, sesungguhnya amat merugi orang yang tidak beriman. Sebaliknya, nikmat yang paling besar adalah nikmat iman.

Pelajaran Hadits
Pelajaran yang bisa diambil dari hadits ini diantaranya adalah:
1. Iman itu bisa bertambah dan berkurang;
2. Iman setiap orang berbeda-beda, ada yang kuat ada yang lemah, ada yang besar ada yang kecil, yang kecil pun bisa setingkat sya'irah (biji gandum), burrah (biji gandum yang lebih kecil lagi), bahkan dzarrah (partikel terkecil);
3. Iman, seberapapun kecilnya, dengan rahmat Allah ia akan menjadi penyelamat dari neraka dan menjadi kunci masuk surga;
4. Allah Maha Rahim, sangat penyayang kepada hambaNya yang beriman;
5. Hendaklah kita menjaga iman kita, mempertahankannya agar tidak lepas atau hilang sama sekali

Demikian hadits ke-44 Shahih Bukhari dan penjelasannya. Semoga kita mendapatkan taufiq dari Allah SWT untuk senantiasa menjaga iman kita dan terus berusaha meningkatkannya. Wallaahu a'lam bish shawab.[]