Monday, February 12, 2018

HUKUMAN PEMINUM KHAMR

https://hsssnwwwayyya58.blogspot.co.id/2017/12/fathul-qorib-mujib.html 


“فصل”
 ومن شرب خمرا أو شرابا مسكرا يحد أربعين ويجوز أن يبلغ به ثمانين على وجه التعزير, ويجب عليه بأحد أمرين بالبينة أو الإقرار ولا يحد بالقيء والاستنكاه

Fasal
Barang siapa minum arak atau minum minuman yang memabukkan maka dia di had 40 kali. Dan boleh sampai 80 kali dengan tujuan mengapokkan. Dan wajib atasnya dua hal: saksi atau sumpah. Dan tidak dihad dengan sebab muntah atau bau mulut.

A. Pengertian 

Khamar adalah sesuatu yang memabukkan, baik dari perasan anggur atau lainnya.
Salah satu tujuan maqashid syariah terhadap pengharaman khamar adalah untuk menyelamatkan akal (hifzl al-aql) dari kerusakkannya.
Sekaligus menjadi argumentasi syari’ah mengharamkannya khamar dan memberikan hukuman tegas bagi orang yang meminumnya, adalah untuk menjaga eksitensi akal manusia.
Larangan tentang khamar dan sejenisnya secara tegas disebutkan dalam al-quran dan asshunannah. Allah melarang khamar secara bertahap (tadrij) tidak sekaligus, yaitu surat albaqarah ayat 219, surat al-nisa’ ayat 43, dan surat al-maidah ayat 90 dan 91.
Berkaitan dengan uqubat bagi peminum khamar, alquran tidak menjelaskannya.
Ketentuan tersebut dapat diperoleh dalam sunnah, sebagaimana sabda Rasulullah saw. : Dari Ibnu Umar ia berkata: Telah bersabda Rasulullah saw: Barang siapa yang meminum khamar, maka jilidlah ia, apabila ia mengulanginya, maka jilidlah ia, apabila mengulangi lagi maka jilidlah ia. (H.R. Ahmad).
Pelaksanaan sanksi hudud sendiri harus sesuai dengan batasan-batasan berikut:

1. Sangsi tersebut tidak dapat ditentukan kecuali oleh al-quran dan hadis dan tidak boleh ditentukan oleh qiyas karena pidana adalah ketentuan syariat sebagaimana bilangan shalat.

2. Sangsi ini tidak bisa dilakukan karena adanya syubhat sebagaimana dalam hadis Rasulullah. Hindarilah hukuman had (hudud) karena ada keraguan (syubhat)”

B. Pandangan Ulama Terhadap Hukuman Peminum Khamar 

Hukuman cambuk bagi peminum khamar telah dilaksanakan oleh Rasulullah seperti yang tertuang dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan Anas bin Malik yaitu: “Bahwa seseorang yang yang telah meminum khamar dibawa ke depan Rasul saw, maka Rasul saw. mencambuknya dengan dua buah cambuk sebanyak empat puluh kali.” Hal seperti ini juga dilakukan oleh sahabat yaitu Abu Bakar.
Para ulama berbeda pendapat terhadap berapa banyaknya cambuk bagi peminum khamar. Menurut Abu Hanifah dan Imam Malik, hukum peminum khamar adalah cambukkan sebanyak delapan puluh kali.
Mereka berpendapat seperti ini karena mengikuti praktek sahabat Umar. Disini dapat dibuktikan bahwa peminum khamar masuk kedalam uqubat hudud dan buka takzir.
Dalam hal ini ketentuan dari Allah untuk orang yang minum khamar, mabuk atau tidak mabuk adalah dicambuk, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

 مَنْ شَرِبَ الخَمْرَ فَاجْلِدُوهُ 

Orang yang minum khamar maka cambuklah (HR. Muttafaqun 'alaih).

Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Aisyah

 وعن عائشة رضي الله عنها اَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قال : اَقِيْلُوْا ذَوِى الْهَيْئَاتِ عَثَرَا تِهِمْ اِلاَّ الْحُدُوْدَ (رواه احمد وابوداود والنسائ والبيهق) 

Dari Aisyah ra. Bahwa Nabi saw. bersabda: “Ringankanlah hukuman bagi orang-orang yang tidak pernah melakukan kejahatan atas perbuatan mereka, kecuali dalam jarimah-jarimah hudud. (Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, Nasa’i dan Baihaqi)

Sedangkan Imam Asy-Syafi`i ra. berpendapat berbeda dengan Imam Hanafi, Maliki dan Ahmad, bahwa hukumannya adalah cambuk sebanyak 40 kali. Dan imam Syafi’i menggunakan dalil sebagai berikut:

كَانَ النَّبِيُّ  يَضْرِبُ فيِ الخَمْرِ بِالجَرِيْدِ وَالنِّعَالِ أَرْبَعِيْنَ 

Dari Anas ra. berkata bahwa Rasulullah SAW mencambuk kasus minum khamar dengan pelepah dan sandal sebanyak 40 kali". (H.R. Bukhari, Muslim, Tirmizy, Abu Daud).

Menurut Imam syafi’i, hukuman untuk jarimah syurb al-khamar ini adalah empat puluh kali dera sebagai hukuman had, sedangkan empat puluh kali cambukkan lainnya tidak termasuk had melainkan ta’zir , bila menurut hakim perlu dikenakan. Sedangkan jumhur ulama berpendapat bahwa delapan pulu kali cambukan tersebut semuanya merupakan hukuman had.
Jumhur ulama sepakat bahwa peminum khamar yang memenuhi syarat untuk dihukum, maka bentuk hukumannya adalah dicambuk sebanyak 80 kali.
Pendapat mereka didasarkan kepada perkataan Sayyidina Ali ra., “Bila seseroang minum khamar maka akan mabuk. Bila mabuk maka meracau. Bila meracau maka tidak ingat. Dan hukumannya adalah 80 kali cambuk. (HR. Ad-Daruquthuni, Malik).
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Ali ra. berkata, “Rasulullah SAW mencambuk peminum khamar sebanyak 40 kali. Abu bakar juga 40 kali. Sedangkan Utsman 80 kali. Kesemuanya adalah sunnah.
Tapi yang ini (80 kali) lebih aku sukai”. (HR. Muslim) Ali bin Abi Thalib menyarankan agar peminum khamar dicambuk sebanyak 80 kali cambuk dikarenakan setiap peminum khamar akan mabuk, jika mabuk ia mengigau , apabila mengigau ia menfitnah, sedang hukum pembuat fitnah (qadz) adalah 80 kali cambuk.
Saran tersebut kemudian mendapat persetujuan dari para sahabat yang lain. Jadi sumber larangan minum minuman keras berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis, hukumnya berdasarkan Hadis dan jumlah cambukan sebanyak 80 kali berdasarkan kepada ijma’ sahabat.
Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Ali bin Abi Thalib dan diriwayatkan oleh Muslim yang artinya: Rasulullah telah menjilid orang yang minum khamar sebanyak empat puluh kali, dan Abu Bakar telah menyebat sebanyak empat puluh kali, dan Umar menyebat sebanyak delapan puluh kali. Semuanya adalah sunnah Rasulullah, dan ini yang lebih aku sukai. (H.R. Muslim).

C. Dalil-Dalil Hukuman Ta’zir Terhadap Khamar

Para ulama berbeda dalam memasukkan kejahatan yang dianggap kepada hudud. Kebanyakan dari para ulama memasukkan tujuh dari kejahatan kedalam hudud yaitu: Perrzinahan, tuduhan zina, meminum minuman keras, pencurian, perampokan, keluar dari agama islam dan pemberontakkan. Ada sebagian fuqaha’ yang berpendapat bahwa meminum khamar dan keluar dari islam adalah tidak masuk ke dalam katagori hudud, tetapi masuk kedalam katagori jarimah takzir dengan alasan bahwa al-quran dan sunnah tidak menentukan hukuman secara spesifik.
Ada pula sebagian fuqaha yang tidak memasukkan pemberontakan kedalam jarimah hudud. Dari sini dapat kita lihat bahwa bukan hanya minuman keras yang tidak dimasukkan oleh para ulama ke dalam jarimah hudud, tetapi juga yang lain-lainnya.

Hal ini terjadi diakarenakan praktek Rasulullah dengan para sahabat berbeda. Disamping itu pelanggaran yang dikenai hukuman hudud yang telah ditentukan kadar hukumannya dalam al-qur’an bisa saja berubah menjadi hukuman yang lebih ringan yaitu ta’zir disebabkan adanya keraguan, Rasulullah saw bersabda: “Hindarilah hukuman had (hudud dan qishash) apabila ada keraguan.”

Dalam pemahaman hadis diatas bahwa hudud bisa berubah menjadi takzir, bahkan Abdul Qadir Audah membagi jarimah hudud dan qisyash yang ada keraguan kedalam jarimah ta’zir, adapun pembagian jarimah ta’zir yang dilakukan oleh Abdul Qadir Audah yang itu sebagai berikut:

1. Jarimah hudud dan qishash diyat yang mengandung unsur shubhat atau tidak memenuhi syarat, namun hal itu sudah dianggap sebagai perbuatan maksiyat, seperti pencurian harta syirkah atau pembunuhan ayah terhadap anaknya.

2. Jarimah ta'zir yang jenis jarimahnya ditentukan oleh nas, tetapi sanksinya oleh syari'ah diserahkan kepada penguasa, seperti sumpah palsu, saksi palsu, mengurangi timbangan, menipu, mengingkari janji, menghianati amanah, dan menghina agama.

3. Jarimah ta'zir dimana jenis jarimah dan sanksinya secara penuh menjadi wewenang penguasa demi terealisasinya kemaslahatan umat.

Dalam hal ini unsur akhlak menjadi pertimbangan yang paling utama. Misalnya pelanggaran terhadap peraturan lingkungan hidup, lalu lintas, dan pelanggaran terhadap pemerintah lainnya.

HUKUMAN PENCURI

https://hsssnwwwayyya58.blogspot.co.id/2017/12/fathul-qorib-mujib.html 


فصل
"وتقطع يد السارق بثلاثة شرائط أن يكون بالغا عاقلا وأن يسرق نصابا قيمته ربع دينار من حرز مثله لا ملك له فيه ولا شبهة في مال المسروق منه وتقطع يده اليمنى من مفصل الكوع فإن سرق ثانيا قطعت رجله اليسرى فإن سرق ثالثا قطعت يده اليسرى فإن سرق رابعا قطعت رجله اليمنى فإن سرق بعد ذلك عزر وقيل يقتل صبرا 

Fasal 
Tangan Pencuri dipotong dengan tiga sarat: 1. Dia Baligh 2. Bearakal 3. Dia mencuru mencapai satu nisob yaitu seharga ¼ dinar dari umumnya simpanan dan tidak ada milik baginya atau serupa milik. Dan dipotong tangan yang kanan pencuri daru ruas pergelangan tangan. Dan bila mencuri kedua maka dipotong kaki kiri dan bila mencuri ketiga maka dipotng tangan kanan dan bial mencuri lagi maka dipotong kaki kanan dan biala mencuri lagi yang kelima maka di ta’zir. Menurut kil dibunuh dengan sabar.


Syaikh Abdurrahman al Maliki dalam kitab Nizhomul ‘Uqubat fil Islam (Sistem Sanksi dalam Islam) menjelaskan bahwa hukum potong tangan hanya diberlakukan jika memenuhi tujuh syarat. Jika satu saja dari tujuh syarat ini tidak terpenuhi maka hukum potong tangan tidak diberlakukan. Tujuh syarat tersbut adalah:
1.    Memenuhi definisi pencurian dalam Islam.
Pengertian pencurian adalah:
 
السرقة هو أخذ المال على وجه الاختفاء والاستتار
Mengambil barang dengan cara sembunyi-sembunyi atau rahasia (Nizhomul ‘Uqubat fil Islam hlm. 51)
 
Ulama sepakat bahwa merampas, menjambret, merampok, berkhianat  tidak disebut pencurian. (fiqhul Islam wa adillatuhu li syaikh Wahbah Zuhaili 7/360). Maka tidak dikenai had (hukum) potong tangan tetapi dikenai hukum yang  lain. Dari Jabir, dari Nabi saw, Beliau bersabda:
 
لاَ يُقْطَعُ الْخَائِنُ وَلاَ الْمُنْتَهِبُ وَلاَ الْمُخْتَلِسُ
Tidak dipotong tangan bagi penipu, perampok, dan penjambret (Redaksi HR Ibnu Majjah no. 2689 hadist semisal diriwayatjab Imam Abu Dawud no. 4394)
 
Berdasarkan dalil di atas juga, seseorang yang mengingkari (mengkhianati) barang titipan (wadi’ah) tidak dikenai potong tangan. Karena tidak termasuk dalam pengertian pencurian.  Sedangkan pencopet disamakan dengan pencurian karena mengambil barang dari tempat yang tersembunyi. Sedangkan orang yang meminjam barang kemudian mengingkarinya maka dihukum potong tangan berdasarkan dalil yang menjelaskannya.
2.    Harta yang dicuri mencapai nishab yaitu ¼ dinar. Tidak dijatuhkan hukum potong tangan kecuali barang yang dicuri minimal senilai ¼ dinar. Satu dinar syar’ie adalah 4, 25 gram emas, sehingga ¼ dinar adalah 1, 0625 gram emas. Atau jika harga 1 gram emas adalah Rp 500.000,00 maka nishab pencurian adalah senilai Rp 531.250,00. Dalinya adalah riwayat dari Bunda ‘Aisyah rah, Nabi bersabda:

تُقْطَعُ الْيَدُ فِى رُبُعِ دِينَارٍ فَصَاعِدًا
Tangan dipotong (karena pencurian) ¼ dinar atau lebih (HR. Bukhari no. 6789)

3.    Harta/barang yang dicuri adalah barang yang boleh dimiliki secara syar’ie.  Jika barang yang dicuri adalah barang yang tidak dibolehkan untuk dimiliki maka tidak dijatuhkan had potong tangan. Sebagai contoh mencuri khamar dari pemilik muslim maka tidak dijatuhkan hukum ptong tangan. Akan tetapi jika milik non muslim maka dikenai hukum potong tangan.

4.    Barang yang dicuri tersimpan dalam tempat penyimpanan. Maka tidak dijatuhkan hukum potong tangan jika pencuri mengambil barang dari rumah atau gudang yang terbuka pintunya. ‘Amru bin Syu’aib dari Bapaknya dari kakeknya meriwayatkan bahwa ada seorang laki-laki dari suku Mazinnah bertanya kepada Nabi saw tentang pencurian kurma yang masih ada di pohon. Nabi bersabda:
 
مَا أُخِذَ فِي أَكْمَامِهِ فَاحْتُمِلَ فَثَمَنُهُ وَمِثْلُهُ مَعَهُ وَمَا كَانَ مِنْ الْجَرِينِ فَفِيهِ الْقَطْعُ إِذَا بَلَغَ ثَمَنَ الْمِجَنِّ وَإِنْ أَكَلَ وَلَمْ يَأْخُذْ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَالَ الشَّاةُ الْحَرِيسَةُ مِنْهُنَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ ثَمَنُهَا وَمِثْلُهُ مَعَهُ وَالنَّكَالُ وَمَا كَانَ فِي الْمُرَاحِ فَفِيهِ الْقَطْعُ إِذَا كَانَ مَا يَأْخُذُ مِنْ ذَلِكَ ثَمَنَ الْمِجَنِّ
"Apa yang diambil dari mayangnya, maka dia menanggung harganya dan yang serupa dengannya. Sementara buah-buahan yang berada pada tempat penebahan biji, maka si pencuri harus dipotong tangannya apabila mencapai harga sebuah perisai. Dan apabila ia hanya memakannya saja dan tidak mengambilnya, maka ia tidak terkena potong tangan. "Lalu ia bertanya, "Bagaimana dengan kambing yang berkeliaran di gunung-gunung yang ada penjaganya, wahai Rasulullah?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Dihitung nilainya dan yang sejenisnya, dan orang yang mengambilnya dihukum. Sementara kambing yang dikurung dan yang berada di dalam kandang, maka seseorang dipotong tangannya apabila kambing yang diambil sama nilainya dengan sebuah perisai. (HR. Ibnu Majah no. 2586)
 
Pengertian tempat penyimpanan (al hirz) dikembalikan kepada pengertian yang dipahami masyarakat, yakni istiah yang berlaku di masyarakat karena al hirz berkaitan dengan fakta tertentu dan syariat juga tidak membatasinya dengan makna khusus.
5.    Harta yang dicuri bukan harta yang syubhat ditinjau dari sisi bahwa seseorang memiliki hak terhadap barang tersebut; atau ia berhak mengambil barang tersebut. Alasannya adalah seseorang pencuri tidak dijatuhi hukum potong tangan jika harta yang dicuri milik orang tuanya atau harta anaknya, atau harta yang ia memiliki hak atasnya. Nabi bersabda:
 
إِنَّ أَطْيَبَ مَا أَكَلَ الرَّجُلُ مِنْ كَسْبِهِ وَإِنَّ وَلَدَهُ مِنْ كَسْبِهِ
Sesungguhnya yang paling baik adalah apa yang dimakan seorang laki-laki dari usahanya dan anaknya  termasuk usahanya. (HR. an-Nasaai no. 4464)
 
Demikian juga pencuri tidak dikenai potong tangan, bila yang diambilnya berasal dari baitul mal. Ibnu Majjah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, ada seorang budak mencuri harta dari al-khumus (1/5 dari harta rampasan perang) yang disimpan di baitul mal. Peristiwa tersebut dilaporkan kepada Nabi dan Beliau tidak memotong tangannya. Kemudian beliau bersabda, “ Harta Allah dicuri satu dengan yang lain”. Dalam riwayat lain beliau menyatakan: 
 
لَيْسَ عَلَى مَنْ سَرَقَ مِنْ بَيْتِ الْمَالِ قَطْعٌ
Tidak dipotong tangan orang yang mencuri dari baitul mal (HR. al Baihaki no. 17.766 dari ‘Ali bin abi Thalib)
 
Harta yang kedudukannya seperti baitul mal merupakan harta milik umum seperti air bersih, minyak tanah, bensin, listrik. Pencuri yang mencuri milik umum tidak dipotong tangannya akan tetapi tetap dijatuhi ta’zir (hukum yang ditetapkan khalifah). Walhasil, setiap harta yang masil mengandung syubhat kepemilikan,jika dicuri maka pencurinya tidak dikenai potong tangan. Sebab hudud tertolak dengan adanya syubhat.
6.    Pencurinya telah baligh,berakal, dan terikat dengan hukum-hukum islam –baik muslim maupun ahlu dzimmy-. Pencurinya masih kanak-kanak atau gila, maka tidak dikenai had potong tangan.
Pengertian anak-anak adalah usia pra balig. Ukuran balig bagi anak laki-laki adalah setelah ihtilam (mimpi) sedang untuk anak perempuan setelah haid pertama. Jika pada usia 15 tahun anak laki-laki beum ihtilam maka statusnya dianggap balig pada usia tersebut sedang anak perempuan dianggap balig pada usia 12 tahun.
7.    Telah melalui proses pembuktian berdasarkan pengakuan pencuri atau saksi yang adil.
Selain tujuh syarat di atas pencuri juga tidak dipotong tangannya jika ia mencuri buah yang masih dipohonnya (sekedar untuk dimakan), mencuri makanan yang sudah siap disantap (dihidangkan), atau mencuri dalam kondisi paceklik/kelaparan. Berdasarkan hadist-hadist Nabi saw berikut:
Dai Rafi’ bin Khudaij ra. ia berkata Nabi saw bersabda:
 
لأَقَطْعَ في ثَمَرٍ ولاَ كَثَرٍ
Tidak dipotong tangan dalam pencurian tsamr dan katsar (HR.Abu Dawud, An Nasaai, Ibnu Majjah)
 
At-tsamr adalah sebutan untuk buah kurma yang masih dipohonnya. Sedang al katsar kurma muda atau mayang kurma dan tandannya
Dari hasan ra.ia berkata Nabi saw bersabda:
 
لاقطع في الطعام المهيأ للأكل
Tidak dipotong tangan dalam pencurian makanan yang siap untuk disantap

Dari Makhul ra ia berkata Nabi saw bersabda:
 
لاقطع في مجاعة مضطر
Tidak ada potong tangan pada masa kelaparan yang sangat

Demikianlah syarat dan kondisi dijatuhkannya hukum potong tangan dalam kasus pencurian. Dengan mencermati syarat dan kondisi di atas maka jelas pencuri kakau atau semangka dari pohonnya tidaklah dijatuhi hukum potong tangan, demikian pula pencuri sandal