Alhamdulillah, pembahasan hadits Shahih Bukhari beserta penjelasannya kini memasuki hadits ke-30, masih berada di bawah Kitab Al-Iman (كتاب الإيمان).
Hadits yang berisi pengalaman Abu Dzar ditegur keras oleh Rasulullah SAW ini mengajarkan kepada kita bahwa kemaksiatan, seperti mencaci seseorang dengan menghina ibunya adalah perbuatan jahiliyah yang harus ditinggalkan. Sebaliknya, Islam mengajarkan interaksi yang sangat indah kepada sesama, termasuk hamba sahaya. Karenanya, pembahasan hadits ke-30 Shahih Bukhari ini kita beri judul: Maksiat adalah Perbuatan Jahiliyah, Islam itu Indah.
Berikut ini matan (redaksi) hadits Shahih Bukhari ke-30:
عَنِ الْمَعْرُورِ قَالَ لَقِيتُ أَبَا ذَرٍّ بِالرَّبَذَةِ ، وَعَلَيْهِ حُلَّةٌ ، وَعَلَى غُلاَمِهِ حُلَّةٌ ، فَسَأَلْتُهُ عَنْ ذَلِكَ ، فَقَالَ إِنِّى سَابَبْتُ رَجُلاً ، فَعَيَّرْتُهُ بِأُمِّهِ ، فَقَالَ لِىَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - يَا أَبَا ذَرٍّ أَعَيَّرْتَهُ بِأُمِّهِ إِنَّكَ امْرُؤٌ فِيكَ جَاهِلِيَّةٌ ، إِخْوَانُكُمْ خَوَلُكُمْ ، جَعَلَهُمُ اللَّهُ تَحْتَ أَيْدِيكُمْ ، فَمَنْ كَانَ أَخُوهُ تَحْتَ يَدِهِ فَلْيُطْعِمْهُ مِمَّا يَأْكُلُ ، وَلْيُلْبِسْهُ مِمَّا يَلْبَسُ ، وَلاَ تُكَلِّفُوهُمْ مَا يَغْلِبُهُمْ ، فَإِنْ كَلَّفْتُمُوهُمْ فَأَعِينُوهُمْ
Dari Al-Ma'rur bahwa ia berkata, "Saya bertemu dengan Abu Dzar di Rabadzah. Beliau dan hamba sahayanya mengenakan pakaian (mantel) yang serupa. Kemudian saya bertanya apa sebabnya mereka mengenakan pakaian yang serupa. Abu Dzar menjawab, 'Aku pernah memaki seseorang dengan menghina ibunya. Lalu Nabi SAW berkata kepadaku, "Wahai Abu Dzar, apakah kau memaki dia dengan menghina ibunya? Rupanya masih ada dalam dirimu karakteristik jahiliyah. Para hambamu adalah saudara-saudaramu yang Allah titipkan di bawah tanggungjawabmu. Oleh karena itu, barangsiapa memiliki hamba sahaya, hendaklah hamba sahaya itu diberikan makanan yang dimakan dan diberi pakaian yang dipakai serta janganlah mereka dibebani dengan pekerjaan yang berada di luar kemampuan mereka. Jika mereka terpaksa mengerjakannya maka bantulah mereka."
Penjelasan Hadits
لَقِيتُ أَبَا ذَرٍّ بِالرَّبَذَةِ ، وَعَلَيْهِ حُلَّةٌ ، وَعَلَى غُلاَمِهِ حُلَّةٌ ، فَسَأَلْتُهُ عَنْ ذَلِكَ
Saya bertemu dengan
Abu Dzar di Rabadzah. Beliau dan hamba sahayanya mengenakan pakaian
(mantel) yang serupa. Kemudian saya bertanya apa sebabnya mereka
mengenakan pakaian yang serupa.
Abu Dzar yang dimaksud di sini adalah Abu Dzar Al-Ghifari. Sedangkan Rabadzah adalah sebuah perkampungan yang berjarak 3 mil dari Madinah.
Lihatlah Abu Dzar Al Ghifari ini! Demikianlah para sahabat. Mereka mengamalkan apa yang telah diajarkan Sang Nabi meskipun berlawanan dengan tradisi dan dinilai banyak orang sebagai sesuatu yang merendahkan diri. Namun bagi orang yang mulia karena keimanan, tidak masalah jika pakaiannya sama dengan pakaian budak, apalagi sekadar anak buah atau bawahan. Justru dengan kerelaan memakai dan memberikan pakaian yang sama, nyatalah Islam mempersamakan derajat setiap manusia. Bahkan antara budak dan tuannya. Di kemudian hari, melalui berbagai upaya termasuk kaffarat, Islam secara besar-besaran menghapus perbudakan.
Lihatlah Al-Ma'rur. Demikianlah semestinya para pecinta ilmu dan kebenaran. Ia menanyakan hal yang tak diketahuinya, yang besar sekali kemungkinannya ia mendapatkan manfaat dari sana: ilmu agama, juga pengamalannya.
فَقَالَ إِنِّى سَابَبْتُ رَجُلاً ، فَعَيَّرْتُهُ بِأُمِّهِ
Abu Dzar menjawab, 'Aku pernah memaki seseorang dengan menghina ibunya.
Lihatlah Abu Dzar Al Ghifari sekali lagi! Ia tidak malu untuk menceritakan kesalahannya asalkan orang lain dapat belajar dari dirinya. Ia tidak menyembunyikan ilmu agar terhadap hadits Rasulullah SAW ini semua umat tahu. Meski dalam cerita itu ada kesalahan Abu Dzar. Sebab sahabat seperti Abu Dzar sadar bahwa orang yang baik bukanlah orang yang suci sama sekali dari kesalahan, namun orang yang menyadari kesalahannya, lalu memperbaiki diri dan tidak mengulangi.
Dan itulah yang pernah dilakukan oleh Abu Dzar Al-Ghifari. Ia memaki seseorang. Dalam sebuah riwayat, orang itu adalah Bilal bin Rabah, ketika Abu Dzar berselisih dengannya. Maka Abu Dzar yang kala itu marah memaki Bilal; يا بن السوداء (wahai anak orang Negro).
Makian seperti itu mungkin dianggap wajar oleh manusia di zaan sekarang. Namun Islam menegaskan bahwa segala makian bisa menyakiti perasaan, apalagi ketika nadanya menghina ibu yang seharusnya dimuliakan.
فَقَالَ لِىَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - يَا أَبَا ذَرٍّ أَعَيَّرْتَهُ بِأُمِّهِ إِنَّكَ امْرُؤٌ فِيكَ جَاهِلِيَّةٌ
Lalu Nabi SAW
berkata kepadaku, "Wahai Abu Dzar, apakah kau memaki dia dengan menghina
ibunya? Rupanya masih ada dalam dirimu karakteristik jahiliyah.
Kini lihatlah Rasulullah! Rasulullah demikian marah dengan hinaan seperti itu keluar dari lisan orang beriman seperti Abu Dzar. Maka beliau menegaskan bahwa menghina ibu seseorang adalah perbuatan jahiliyah. Betapa tegasnya Rasulullah dan betapa tegasnya Islam itu. Ia tak pandang bulu. Siapa yang salah harus dibetulkan. Siapa yang bengkok harus diluruskan. Dan hakikat sesuatu harus diungkapkan. Bahwa hinaan seperti itu adalah perbuatan jahiliyah yang harus dihindari dan ditiadakan.
Mengapa? Sebab Islam –sekali lagi- sejak pertama kali didakwahkan telah membuat aturan istimewa bahwa semua manusia berderajat sama. Baik orang Arab maupun non Arab. Baik yang berkulit putih maupun hitam. Islam datang dalam rangka menghapuskan penghambaan dan penyembahan manusia kepada manusia lainnya. Dan penghambaan itu biasanya bermula dari pemuliaan satu kelompok manusia dan penghinaan kelompok lainnya. Islam tidak memperbolehkan perbuatan jahiliyah semacam itu.
Namun demikian, meskipun menghina yang merupakan kemaksiatan dan segala kemaksiatan merupakan perbuatan jahiliyah, ia tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam; sepanjang bukan kesyirikan. Inilah aqidah Islam. Inilah yang diajarkan Rasulullah yang tetap memperlakukan dan menyayangi Abu Dzar setelah mengingatkannya. Dan inilah yang ingin disampaikan Imam Bukhari dalam hadits ini. Bahwa klaim khawarij tidak benar dan tidak dapat dibenarkan. Khawarij menyatakan bahwa segala kemaksiatan, segala perbuatan jahiliyah, mengeluarkan manusia dari Islam dan membuatnya kekal di neraka.
إِخْوَانُكُمْ خَوَلُكُمْ ، جَعَلَهُمُ اللَّهُ تَحْتَ أَيْدِيكُمْ ، فَمَنْ كَانَ أَخُوهُ تَحْتَ يَدِهِ فَلْيُطْعِمْهُ مِمَّا يَأْكُلُ ، وَلْيُلْبِسْهُ مِمَّا يَلْبَسُ ، وَلاَ تُكَلِّفُوهُمْ مَا يَغْلِبُهُمْ ، فَإِنْ كَلَّفْتُمُوهُمْ فَأَعِينُوهُمْ
Para hambamu adalah
saudara-saudaramu yang Allah titipkan di bawah tanggungjawabmu. Oleh
karena itu, barangsiapa memiliki hamba sahaya, hendaklah hamba sahaya
itu diberikan makanan yang dimakan dan diberi pakaian yang dipakai serta
janganlah mereka dibebani dengan pekerjaan yang berada di luar
kemampuan mereka. Jika mereka terpaksa mengerjakannya maka bantulah
mereka.
Subhaanallah! Lihatlah ajaran Islam ini! Ajaran mana yang lebih indah daripada ajaran ini. Ideologi mana yang lebih humanis daripada ideologi ini. Petunjuk mana yang lebih mulia daripada petunjuk ini.
Bahkan budak dipersamakan derajatnya dengan saudara dan harus diperlakukan dengan mulia. Lalu bagaimana halnya dengan pembantu, anak buah, bawahan, pegawai, dan karyawan? Bukankah mereka lebih berhak untuk diperlakukan secara manusiawi dan didekati dengan interaksi yang memuliakan?
Oh, di manakah kebaikan paham komunis yang menghendaki kemenangan kaum proletar di atas puing-puing kehancuran kelompok lainnya. Dan dimanakah kebaikan paham kapitalis yang demi keuntungan korporasi membiarkan rakyat kecil terampas hak-haknya. Kalau demikian, mengapa kita tidak bergerak untuk memperjuangkan kembali Islam yang indah ini. Apakah kita menunggu orang lain yang kita sebut pahlawan untuk datang dan membantu? Percayalah, mereka takkan pernah datang. Bahkan, mereka telah hadir di sini. Sebagiannya sedang membaca hadits ini.
Pelajaran Hadits
Pelajaran yang bisa diambil dari hadits ini diantaranya adalah:
1. Diantara karakteristik para sahabat adalah mengamalkan dengan sungguh-sungguh hadits Rasulullah SAW yang telah didengarnya serta memperbaiki diri dari kesalahan yang pernah dilakukannya;
2. Tidak boleh memaki seseorang dengan menghina ibunya;
3. Menghina ibu adalah perbuatan jahiliyah. Demikian pula kemaksiatan dalam arti yang luas, baik mendurhakai perintah maupun melanggar larangan Allah;
4. Kemaksiatan atau perbuatan jahiliyah tidaklah mengeluarkan pelakunya dari agama, kecuali kemaksiatan atau perbuatan yang tergolong kesyirikan;
5. Derajat manusia dalam Islam adalah setara. Tidak ada manusia yang boleh dihina oleh manusia lainnya baik dengan alasan warna kulit maupun suku bangsa;
6. Islam mengajarkan agar memperlakukan budak secara manusiawi dan terhormat, apalagi kepada orang-orang merdeka;
7. Tidak boleh membebani budak dengan pekerjaan yang tidak sanggup dikerjakannya, apalagi terhadap pegawai atau karyawan yang bukan budak. Kalaupun terpaksa melakukan pekerjaan yang memberatkan, hendaklah pimpinan/majikan juga turut membantunya sehingga pekerjaan itu menjadi ringan karena ditanggung bersama.
Demikian hadits ke-30 Shahih Bukhari dan penjelasannya, semoga kita dihindarkan dari perbuatan jahiliyah, dimudahkan untuk menjalankan Islam yang begitu indah, serta ikut berkontribusi dalam memperjuangkannya melalui dakwah. Wallaahu a'lam bish shawab.[]
Hadits yang berisi pengalaman Abu Dzar ditegur keras oleh Rasulullah SAW ini mengajarkan kepada kita bahwa kemaksiatan, seperti mencaci seseorang dengan menghina ibunya adalah perbuatan jahiliyah yang harus ditinggalkan. Sebaliknya, Islam mengajarkan interaksi yang sangat indah kepada sesama, termasuk hamba sahaya. Karenanya, pembahasan hadits ke-30 Shahih Bukhari ini kita beri judul: Maksiat adalah Perbuatan Jahiliyah, Islam itu Indah.
Berikut ini matan (redaksi) hadits Shahih Bukhari ke-30:
عَنِ الْمَعْرُورِ قَالَ لَقِيتُ أَبَا ذَرٍّ بِالرَّبَذَةِ ، وَعَلَيْهِ حُلَّةٌ ، وَعَلَى غُلاَمِهِ حُلَّةٌ ، فَسَأَلْتُهُ عَنْ ذَلِكَ ، فَقَالَ إِنِّى سَابَبْتُ رَجُلاً ، فَعَيَّرْتُهُ بِأُمِّهِ ، فَقَالَ لِىَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - يَا أَبَا ذَرٍّ أَعَيَّرْتَهُ بِأُمِّهِ إِنَّكَ امْرُؤٌ فِيكَ جَاهِلِيَّةٌ ، إِخْوَانُكُمْ خَوَلُكُمْ ، جَعَلَهُمُ اللَّهُ تَحْتَ أَيْدِيكُمْ ، فَمَنْ كَانَ أَخُوهُ تَحْتَ يَدِهِ فَلْيُطْعِمْهُ مِمَّا يَأْكُلُ ، وَلْيُلْبِسْهُ مِمَّا يَلْبَسُ ، وَلاَ تُكَلِّفُوهُمْ مَا يَغْلِبُهُمْ ، فَإِنْ كَلَّفْتُمُوهُمْ فَأَعِينُوهُمْ
Dari Al-Ma'rur bahwa ia berkata, "Saya bertemu dengan Abu Dzar di Rabadzah. Beliau dan hamba sahayanya mengenakan pakaian (mantel) yang serupa. Kemudian saya bertanya apa sebabnya mereka mengenakan pakaian yang serupa. Abu Dzar menjawab, 'Aku pernah memaki seseorang dengan menghina ibunya. Lalu Nabi SAW berkata kepadaku, "Wahai Abu Dzar, apakah kau memaki dia dengan menghina ibunya? Rupanya masih ada dalam dirimu karakteristik jahiliyah. Para hambamu adalah saudara-saudaramu yang Allah titipkan di bawah tanggungjawabmu. Oleh karena itu, barangsiapa memiliki hamba sahaya, hendaklah hamba sahaya itu diberikan makanan yang dimakan dan diberi pakaian yang dipakai serta janganlah mereka dibebani dengan pekerjaan yang berada di luar kemampuan mereka. Jika mereka terpaksa mengerjakannya maka bantulah mereka."
Penjelasan Hadits
لَقِيتُ أَبَا ذَرٍّ بِالرَّبَذَةِ ، وَعَلَيْهِ حُلَّةٌ ، وَعَلَى غُلاَمِهِ حُلَّةٌ ، فَسَأَلْتُهُ عَنْ ذَلِكَ
Abu Dzar yang dimaksud di sini adalah Abu Dzar Al-Ghifari. Sedangkan Rabadzah adalah sebuah perkampungan yang berjarak 3 mil dari Madinah.
Lihatlah Abu Dzar Al Ghifari ini! Demikianlah para sahabat. Mereka mengamalkan apa yang telah diajarkan Sang Nabi meskipun berlawanan dengan tradisi dan dinilai banyak orang sebagai sesuatu yang merendahkan diri. Namun bagi orang yang mulia karena keimanan, tidak masalah jika pakaiannya sama dengan pakaian budak, apalagi sekadar anak buah atau bawahan. Justru dengan kerelaan memakai dan memberikan pakaian yang sama, nyatalah Islam mempersamakan derajat setiap manusia. Bahkan antara budak dan tuannya. Di kemudian hari, melalui berbagai upaya termasuk kaffarat, Islam secara besar-besaran menghapus perbudakan.
Lihatlah Al-Ma'rur. Demikianlah semestinya para pecinta ilmu dan kebenaran. Ia menanyakan hal yang tak diketahuinya, yang besar sekali kemungkinannya ia mendapatkan manfaat dari sana: ilmu agama, juga pengamalannya.
فَقَالَ إِنِّى سَابَبْتُ رَجُلاً ، فَعَيَّرْتُهُ بِأُمِّهِ
Lihatlah Abu Dzar Al Ghifari sekali lagi! Ia tidak malu untuk menceritakan kesalahannya asalkan orang lain dapat belajar dari dirinya. Ia tidak menyembunyikan ilmu agar terhadap hadits Rasulullah SAW ini semua umat tahu. Meski dalam cerita itu ada kesalahan Abu Dzar. Sebab sahabat seperti Abu Dzar sadar bahwa orang yang baik bukanlah orang yang suci sama sekali dari kesalahan, namun orang yang menyadari kesalahannya, lalu memperbaiki diri dan tidak mengulangi.
Dan itulah yang pernah dilakukan oleh Abu Dzar Al-Ghifari. Ia memaki seseorang. Dalam sebuah riwayat, orang itu adalah Bilal bin Rabah, ketika Abu Dzar berselisih dengannya. Maka Abu Dzar yang kala itu marah memaki Bilal; يا بن السوداء (wahai anak orang Negro).
Makian seperti itu mungkin dianggap wajar oleh manusia di zaan sekarang. Namun Islam menegaskan bahwa segala makian bisa menyakiti perasaan, apalagi ketika nadanya menghina ibu yang seharusnya dimuliakan.
فَقَالَ لِىَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - يَا أَبَا ذَرٍّ أَعَيَّرْتَهُ بِأُمِّهِ إِنَّكَ امْرُؤٌ فِيكَ جَاهِلِيَّةٌ
Kini lihatlah Rasulullah! Rasulullah demikian marah dengan hinaan seperti itu keluar dari lisan orang beriman seperti Abu Dzar. Maka beliau menegaskan bahwa menghina ibu seseorang adalah perbuatan jahiliyah. Betapa tegasnya Rasulullah dan betapa tegasnya Islam itu. Ia tak pandang bulu. Siapa yang salah harus dibetulkan. Siapa yang bengkok harus diluruskan. Dan hakikat sesuatu harus diungkapkan. Bahwa hinaan seperti itu adalah perbuatan jahiliyah yang harus dihindari dan ditiadakan.
Mengapa? Sebab Islam –sekali lagi- sejak pertama kali didakwahkan telah membuat aturan istimewa bahwa semua manusia berderajat sama. Baik orang Arab maupun non Arab. Baik yang berkulit putih maupun hitam. Islam datang dalam rangka menghapuskan penghambaan dan penyembahan manusia kepada manusia lainnya. Dan penghambaan itu biasanya bermula dari pemuliaan satu kelompok manusia dan penghinaan kelompok lainnya. Islam tidak memperbolehkan perbuatan jahiliyah semacam itu.
Namun demikian, meskipun menghina yang merupakan kemaksiatan dan segala kemaksiatan merupakan perbuatan jahiliyah, ia tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam; sepanjang bukan kesyirikan. Inilah aqidah Islam. Inilah yang diajarkan Rasulullah yang tetap memperlakukan dan menyayangi Abu Dzar setelah mengingatkannya. Dan inilah yang ingin disampaikan Imam Bukhari dalam hadits ini. Bahwa klaim khawarij tidak benar dan tidak dapat dibenarkan. Khawarij menyatakan bahwa segala kemaksiatan, segala perbuatan jahiliyah, mengeluarkan manusia dari Islam dan membuatnya kekal di neraka.
إِخْوَانُكُمْ خَوَلُكُمْ ، جَعَلَهُمُ اللَّهُ تَحْتَ أَيْدِيكُمْ ، فَمَنْ كَانَ أَخُوهُ تَحْتَ يَدِهِ فَلْيُطْعِمْهُ مِمَّا يَأْكُلُ ، وَلْيُلْبِسْهُ مِمَّا يَلْبَسُ ، وَلاَ تُكَلِّفُوهُمْ مَا يَغْلِبُهُمْ ، فَإِنْ كَلَّفْتُمُوهُمْ فَأَعِينُوهُمْ
Subhaanallah! Lihatlah ajaran Islam ini! Ajaran mana yang lebih indah daripada ajaran ini. Ideologi mana yang lebih humanis daripada ideologi ini. Petunjuk mana yang lebih mulia daripada petunjuk ini.
Bahkan budak dipersamakan derajatnya dengan saudara dan harus diperlakukan dengan mulia. Lalu bagaimana halnya dengan pembantu, anak buah, bawahan, pegawai, dan karyawan? Bukankah mereka lebih berhak untuk diperlakukan secara manusiawi dan didekati dengan interaksi yang memuliakan?
Oh, di manakah kebaikan paham komunis yang menghendaki kemenangan kaum proletar di atas puing-puing kehancuran kelompok lainnya. Dan dimanakah kebaikan paham kapitalis yang demi keuntungan korporasi membiarkan rakyat kecil terampas hak-haknya. Kalau demikian, mengapa kita tidak bergerak untuk memperjuangkan kembali Islam yang indah ini. Apakah kita menunggu orang lain yang kita sebut pahlawan untuk datang dan membantu? Percayalah, mereka takkan pernah datang. Bahkan, mereka telah hadir di sini. Sebagiannya sedang membaca hadits ini.
Pelajaran Hadits
Pelajaran yang bisa diambil dari hadits ini diantaranya adalah:
1. Diantara karakteristik para sahabat adalah mengamalkan dengan sungguh-sungguh hadits Rasulullah SAW yang telah didengarnya serta memperbaiki diri dari kesalahan yang pernah dilakukannya;
2. Tidak boleh memaki seseorang dengan menghina ibunya;
3. Menghina ibu adalah perbuatan jahiliyah. Demikian pula kemaksiatan dalam arti yang luas, baik mendurhakai perintah maupun melanggar larangan Allah;
4. Kemaksiatan atau perbuatan jahiliyah tidaklah mengeluarkan pelakunya dari agama, kecuali kemaksiatan atau perbuatan yang tergolong kesyirikan;
5. Derajat manusia dalam Islam adalah setara. Tidak ada manusia yang boleh dihina oleh manusia lainnya baik dengan alasan warna kulit maupun suku bangsa;
6. Islam mengajarkan agar memperlakukan budak secara manusiawi dan terhormat, apalagi kepada orang-orang merdeka;
7. Tidak boleh membebani budak dengan pekerjaan yang tidak sanggup dikerjakannya, apalagi terhadap pegawai atau karyawan yang bukan budak. Kalaupun terpaksa melakukan pekerjaan yang memberatkan, hendaklah pimpinan/majikan juga turut membantunya sehingga pekerjaan itu menjadi ringan karena ditanggung bersama.
Demikian hadits ke-30 Shahih Bukhari dan penjelasannya, semoga kita dihindarkan dari perbuatan jahiliyah, dimudahkan untuk menjalankan Islam yang begitu indah, serta ikut berkontribusi dalam memperjuangkannya melalui dakwah. Wallaahu a'lam bish shawab.[]
No comments:
Post a Comment