حدثنا يعقوب بن إبراهيم قال حدثنا بن علية عن عبد العزيز بن صهيب عن أنس عن
النبي صلى الله عليه وسلم ح وحدثنا آدم قال حدثنا شعبة عن قتادة عن أنس
قال قال النبي صلى الله عليه وسلم لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من
والده وولده والناس أجمعين
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
Hadits 15: Mencintai Rasul-Nya Melebihi Semua Manusia
Pembahasan hadits Shahih Bukhari kini memasuki hadits yang ke-15, biidznillah. Pembahasan hadits ke-15 ini kita beri judul “Mencintai Rasul-Nya Melebihi Semua Manusia”. Nanti kita akan melihat bahwa matan hadits ke-15 ini tidak jauh berbeda dari hadits ke-14, hanya terdapat tambahan وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ (dan manusia seluruhnya).
Berikut ini matan lengkap hadits Shahih Bukhari ke-15:
Penjelasan Hadits
Penjelasan matan ini telah ditulis dalam pembahasan hadits ke-14. Lafadznya sama persis, kecuali adanya sumpah yang mendahului pada hadits ke-14. Pembaca bisa merujuknya kembali.
Jadi kesempuraan iman itu menuntut kecintaan yang sempurna pula. Kecintaan yang berpangkal pada pemahaman, cinta yang tumbuh dari kesadaran dan mujahadah. Bukan kecintaan sebagai tabiat semata.
Jika manusia mencintai orang tua karena keduanya telah melahirkan, mendidik, dan membesarkannya, sesungguhnya ketiga hal itu takkan pernah terjadi kalau bukan karena Rahmat Allah. Maka kecintaan kepada Allah sudah seharusnya menjadi cinta yang paling utama. Lalu Allah memerintahkan hamba-Nya untuk mencintai Rasulullah, atas dasar cinta seorang hamba akan memenuhi perintah untuk mencintai Rasul-Nya melebihi mereka. Dan, bukankah orang tua hanya memberikan nafkah lahir sementara Rasulullah telah menyampaikan petunjuk Allah kepada umatnya hingga manusia terselamatkan dari kesesatan? Argumentasi ini menjadi dasar logika kecintaan kepada Rasulullah melebihi mereka.
Demikian pula anak. Secara tabiat manusia memiliki cinta padanya. Sebab ia adalah buah hati, penyejuk mata, dan harapan bagi orang tua untuk meneruskan garis keluarga, nasab, dan menjadi saham yang akan berbuah ketika lanjut usia menyapa dan di alam barzakh yang ia nantikan doanya. Lalu bagaimana dengan Rasulullah yang memiliki hak syafaat? Bukankah harapan itu jauh lebih besar. Dan tanpa dakwah Rasulullah, apalah gunanya memiliki anak dengan bergelimang dalam kesesatan? Argumentasi ini juga menjadi pondasi logika kecintaan kepada Rasulullah melebihi mereka.
Ada sebagian orang yang mencintai orang lain melebihi orang tua dan anak-anaknya. Bisa jadi mereka yang dicintai itu pemimpin, guru, atau orang yang berjasa dalam hidupnya, atau orang-orang yang dikaguminya. Hadits ini kemudian memberi standar bahwa siapapun orang itu, kecintaan kepada Rasulullah harus melebihi kecintaan kepadanya.
Sebenarnya dalam diri semua manusia ada kecintaan kepada satu orang yang dalam kondisi umum manusia selalu mencintainya melebihi siapapun. Ia maafkan kesalahannya. Ia puji kebaikannya meskipun hanya sedikit. Ia kagumi ia. Ia tempatkan di tempat yang terhormat. Selalu dijaga dan selalu dibela. Orang itu adalah dirinya sendiri. Namun dalam kesempurnaan iman, kecintaan kepada Rasulullah juga harus melebihi kecintaan kepada dirinya sendiri. Bukankah diri sendiri juga termasuk dalam kalimat "manusia seluruhnya"? maka hadits ini tidak mengkecualikannya.
Alangkah indahnya hidup dan alangkah berbahagianya ketika manusia mampu mengubah cintanya menjadi iman yang sempurna dengan mencintai Rasulullah melebihi semua manusia termasuk dirinya sendiri. Dan Umar bin Khattab, mampu mengubah cintanya menjadi seperti itu hanya dalam beberapa saat.
Ibnu Hajar Al Asqalani ketika menjelaskan hadits ini menggunakan kasus hawa nafsu sebagai pengganti diri sendiri. Betapa banyak orang yang menjadikan hawa nafsunya paling dicintai, namun iman yang sempurna harus menundukkannya hingga menjadi nafsu muthmainnah, dengan menjadikan Rasulullah lebih dicintai dari siapapun juga.
Pelajaran Hadits
Diantara pelajaran hadits yang bisa kita ambil dari hadits di atas adalah sebagai berikut:
1. Salah satu syarat sekaligus tanda sempurnanya iman adalah mencintai Rasulullah melebihi orang tua, anak, dan seluruh manusia;
2. Kecintaan kepada Rasulullah yang melebihi kecintaan pada manusia seluruhnya itu juga berarti lebih mencintai Rasulullah daripada dirinya sendiri atau hawa nafsunya.
Wallahu a’lam bish shawab.[]
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
Hadits 15: Mencintai Rasul-Nya Melebihi Semua Manusia
Pembahasan hadits Shahih Bukhari kini memasuki hadits yang ke-15, biidznillah. Pembahasan hadits ke-15 ini kita beri judul “Mencintai Rasul-Nya Melebihi Semua Manusia”. Nanti kita akan melihat bahwa matan hadits ke-15 ini tidak jauh berbeda dari hadits ke-14, hanya terdapat tambahan وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ (dan manusia seluruhnya).
Berikut ini matan lengkap hadits Shahih Bukhari ke-15:
عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ النَّبِىُّ - صلى
الله عليه وسلم - لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ
إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
Dari
Anas r.a. ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Tidak sempurna keimanan
seseorang diantara kalian hingga ia lebih mencintai aku daripada kedua
orangtuanya, anaknya, dan manusia semuanya."Penjelasan Hadits
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ
Tidak sempurna keimanan seseorang diantara kalian hingga ia lebih mencintai aku daripada kedua orangtua dan, anaknyaPenjelasan matan ini telah ditulis dalam pembahasan hadits ke-14. Lafadznya sama persis, kecuali adanya sumpah yang mendahului pada hadits ke-14. Pembaca bisa merujuknya kembali.
وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
dan manusia semuanyaJadi kesempuraan iman itu menuntut kecintaan yang sempurna pula. Kecintaan yang berpangkal pada pemahaman, cinta yang tumbuh dari kesadaran dan mujahadah. Bukan kecintaan sebagai tabiat semata.
Jika manusia mencintai orang tua karena keduanya telah melahirkan, mendidik, dan membesarkannya, sesungguhnya ketiga hal itu takkan pernah terjadi kalau bukan karena Rahmat Allah. Maka kecintaan kepada Allah sudah seharusnya menjadi cinta yang paling utama. Lalu Allah memerintahkan hamba-Nya untuk mencintai Rasulullah, atas dasar cinta seorang hamba akan memenuhi perintah untuk mencintai Rasul-Nya melebihi mereka. Dan, bukankah orang tua hanya memberikan nafkah lahir sementara Rasulullah telah menyampaikan petunjuk Allah kepada umatnya hingga manusia terselamatkan dari kesesatan? Argumentasi ini menjadi dasar logika kecintaan kepada Rasulullah melebihi mereka.
Demikian pula anak. Secara tabiat manusia memiliki cinta padanya. Sebab ia adalah buah hati, penyejuk mata, dan harapan bagi orang tua untuk meneruskan garis keluarga, nasab, dan menjadi saham yang akan berbuah ketika lanjut usia menyapa dan di alam barzakh yang ia nantikan doanya. Lalu bagaimana dengan Rasulullah yang memiliki hak syafaat? Bukankah harapan itu jauh lebih besar. Dan tanpa dakwah Rasulullah, apalah gunanya memiliki anak dengan bergelimang dalam kesesatan? Argumentasi ini juga menjadi pondasi logika kecintaan kepada Rasulullah melebihi mereka.
Ada sebagian orang yang mencintai orang lain melebihi orang tua dan anak-anaknya. Bisa jadi mereka yang dicintai itu pemimpin, guru, atau orang yang berjasa dalam hidupnya, atau orang-orang yang dikaguminya. Hadits ini kemudian memberi standar bahwa siapapun orang itu, kecintaan kepada Rasulullah harus melebihi kecintaan kepadanya.
Sebenarnya dalam diri semua manusia ada kecintaan kepada satu orang yang dalam kondisi umum manusia selalu mencintainya melebihi siapapun. Ia maafkan kesalahannya. Ia puji kebaikannya meskipun hanya sedikit. Ia kagumi ia. Ia tempatkan di tempat yang terhormat. Selalu dijaga dan selalu dibela. Orang itu adalah dirinya sendiri. Namun dalam kesempurnaan iman, kecintaan kepada Rasulullah juga harus melebihi kecintaan kepada dirinya sendiri. Bukankah diri sendiri juga termasuk dalam kalimat "manusia seluruhnya"? maka hadits ini tidak mengkecualikannya.
Alangkah indahnya hidup dan alangkah berbahagianya ketika manusia mampu mengubah cintanya menjadi iman yang sempurna dengan mencintai Rasulullah melebihi semua manusia termasuk dirinya sendiri. Dan Umar bin Khattab, mampu mengubah cintanya menjadi seperti itu hanya dalam beberapa saat.
Ibnu Hajar Al Asqalani ketika menjelaskan hadits ini menggunakan kasus hawa nafsu sebagai pengganti diri sendiri. Betapa banyak orang yang menjadikan hawa nafsunya paling dicintai, namun iman yang sempurna harus menundukkannya hingga menjadi nafsu muthmainnah, dengan menjadikan Rasulullah lebih dicintai dari siapapun juga.
Pelajaran Hadits
Diantara pelajaran hadits yang bisa kita ambil dari hadits di atas adalah sebagai berikut:
1. Salah satu syarat sekaligus tanda sempurnanya iman adalah mencintai Rasulullah melebihi orang tua, anak, dan seluruh manusia;
2. Kecintaan kepada Rasulullah yang melebihi kecintaan pada manusia seluruhnya itu juga berarti lebih mencintai Rasulullah daripada dirinya sendiri atau hawa nafsunya.
Wallahu a’lam bish shawab.[]
No comments:
Post a Comment