Tuesday, February 13, 2018

SARAT WAJIB UPETI

https://hsssnwwwayyya58.blogspot.co.id/2017/12/fathul-qorib-mujib.html 



“فصل”
 وشرائط وجوب الجزية خمس خصال البلوغ والعقل والحرية والذكورة وأن يكون من أهل الكتاب أو ممن له شبهة كتاب وأقل الجزية دينار في كل حول ويؤخذ من المتوسط ديناران ومن الموسر أربعة دنانير ويجوز أن يشترط عليهم الضيافة فضلا عن مقدار الجزية ويتضمن عقد الجزية أربعة أشياء أن يؤدوا الجزية عن يَدصغار وأن تجري عليهم أحكام الإسلام وأن لا يذكروا دين الإسلام إلا بخير وأن لا يفعلوا ما فيه ضرر على المسلمين ويعرفون بلبس الغيار وشد الزنار ويمنعون من ركوب الخيل.

Fasal
Sarat wajib upeti ada lima: baligh, berakal, merdeka, laki laki, dari ahli kitab atau serupa kitab. Upeti paling sedikit adalah satu dinarsetiap tahun. Di ambil dari orang sedang dua dinar. Dari yang kaya empat dinar. Dan diperbolehkan mensaratkan sederhana dari perkiraan upeti. 
Kontrak upeti tersebut berlaku 4 hal:
1. Mereka membayar upeti dari ringan tangan
2. Berlaku dilingkungan mereka hokum islam
3. Mereka tidak boleh menyebut islam kecuali dengan sebutan yang baik
4. Mereka tidak melakukan sesuatu yang membahayakan muslimdalm islam
Mereka diberi tahu dimana hrus menjahid pakaian dengan jahitan yang kasar dan mereka dilarang mengendarai kuda 

Allah Ta'alaa berfirman:

(قَاتِلُوا الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَا بِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلَا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَلَا يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّىٰ يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ)
 
"Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk."
[Surat At-Tawbah 29]

Dalam ayat ini menerangkan bahwa orang-orang kafir yang tidak diperangi karena (صاغرون) tunduk dengan islam menjadi ahli dzimmah/kafir dzimmi (kafir yang dijamin atau dilindungi),
Maka para ulama mendifinisikan makna TUNDUK(صاغرون).

 Ibnu Hazm al-andalusi رحمه الله تعالى  berkata tentang maksud "tunduk {صاغرون}:

 «الصَّغار هو أن يجري حكم الإسلام عليهم، وأن لا يُظهروا شيئاً من كفرهم، ولا مما يحرم في دين الإسلام. قال عز وجل: {وقاتلوهم حتى لا تكون فتنة ويكون الدين كله لله}».
 

"Maksud Shighor(tunduk) adalah berlaku hukum islam kepada mereka (kafir dzimmi) dan agar mereka tidak menampakkan terang-terangan sedikitpun kekufuran mereka dan juga tidak (menampakan ) apa-apa yang diharamkan dalam dienul islam, Allah Ta'ala berfirman:
" Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu seluruhnya hanya milik Allah".
(Al-Anfaal:  39)
(Al Muhallaa/ibnu hazm)

Berkata Imam As-Syafii رحمه الله تعالى
  "فكان الصغار والله تعالى أعلم أن يجرى عليهم حكم الاسلام".
 
"Maka Shigor "Tunduk" maksudnya -wallahu 'alam- adalah berlaku atas mereka (ahli dzimmah) hukum islam"
(Al Umm, 4/233)

Dan Imam AsSyafi'i رحمه الله تعالى juga berkata:
  «وإن قالوا نعطيكموها ولا يجرى علينا حكمكم، لم لم يلزمنا أن نقبلها منهم، لأن الله عز وجل قال {حتى يعطوا الجزية عن يد وهم صاغرون} فلم أسمع مخالفا في أن الصغار أن يعلو حكم الاسلام على حكم الشرك ويجري عليهم».
 
"..seandainya mereka mengatakan, kami akan berikan kalian Jizyah, akan tetapi jangan berlakukan kepada kami hukum kalian maka tidaklah lazim bagi kita menerima itu dari mereka, karena Allah azza wa jalla berfirman:
"sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk". (At-Taubah: 29)
 

Dan Aku tidak pernah mendengar satupun(ulama salaf) yang menyelisihi bahwa makna Shigor(Tunduk) adalah hukum islam berada diatas hukum syirik dan berlaku (hukum islam) atas mereka (ahli dzimmah)".
(Al Umm, 4/297)

Muhammad bin Hasan al hanafi رحمه الله تعالىberkata:


  "ولأن المقصود من عقد الذمة مع أهل الحرب ليس هو المال، بل التزام الحربي أحكام الإسلام فيما يرجع إلى المعاملات".
 

"Bahwa maksud dari aqad dzimmah(jaminan) bagi kafir harbi bukanlah harta (jizyah) akan tetapi kafir harbi(yang memiliki aqad dzimmah/menjadi dzimmi) dia harus taat dengan hukum-hukum islam yang berlaku pada perkara-perkara muamalah".
(Syarh siyar kabir, 5/152)

Berkata imam As- Syafii رحمه الله تعالى dalam kitabnya tentang syarat ahli dzimmah :


 "على أن ليس لكم أن تظهروا في شيء من أمصار المسلمين الصليب، ولا تعلنوا بالشرك، ولا تبنوا كنيسة، ولا موضع مجتمع لصلاتكم، ولا تضربوا بناقوس، ولا تظهروا قولكم بالشرك في عيسى ابن مريم، ولا في غيره لأحد من المسلمين".
 

"Wajib atas kalian untuk tidak menampakan sedikitpun bentuk SALIB diwilayah-wilayah kaum muslimin dan kalian tidak boleh menampakkan terang-terangan kesyirikan dan jangan membangun gereja ataupun tempat (khusus) berkumpul untuk ibadah kalian dan jangan memukul lonceng kecuali jika terdapat maslahat bagi mereka dan janganlah menampakkan khomer seluruh wilayah kaum muslimin".
( Al Umm, 4/210).

Berkata Abu bakar al kasani رحمه الله تعالى ulama hanafiah:


 "لا يُمكّنون من إظهار صليبهم في عيدهم، لأنه إظهار شعائر الكفر، فلا يمكنون من ذلك في أمصار المسلمين...".
 

"Tidak diperbolehkan bagi mereka untuk menampakkan salib mereka pada hari raya mereka karena hal tersebut adalah bentuk menampakkan syiar-syiar kufur maka tidak boleh bagi mereka diseluruh wilayah kaum muslimin".
(Badaa'iyu As Snonaayi', 1/144)

Ibnu Qudamah didalam.kitab Syarah Kabir, 10/587 berkata:


"ولا يجوز عقدُ الذمة المؤبَّدة إلا بشرطين: أحدهما: أن يلتزموا إعطاءَ الجزية في كلِّ حول، والثاني: التزام أحكام الإسلام، وهو قَبول ما يُحكَم به عليهم من أداء حقٍّ أو ترْك محرَّم؛ لقول الله - تعالى -: ﴿ حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ ﴾ [التوبة: 29]
 

"Tidak boleh ada aqad ahli dzimmah yang kekal kecuali dengan 2 syarat, yang pertama : dia(kafir dzimmi)  wajib untuk membayar jizyah setiap tahunnya.
yang kedua : dia harus tunduk dengan hukum-hukum islam yaitu menerima akan apa-apa yang mereka dihukumi dengannya dari penunaian haq atau meninggalkan yang dilarang berdasarkan firman Allah Ta'alaa:
"sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka shogir(tunduk)".
(As Syarh Alkabiir,10/587)

Imam AsSyaukaani رحمه الله تعالى :

"ثُبوت الذِّمَّة لهم مشروطٌ بتسليم الجزية، والتزام ما ألزمهم به المسلمون مِن الشروط، فإذا لم يحصُلِ الوفاءُ بما شرط عليهم عادوا إلى ما كانوا عليه من إباحةِ الدماء والأموال، وهذا معلومٌ ليس فيه خلاف، وفي آخر العهد العمري: فإنْ خالفوا شيئًا مما شَرَطوه فلا ذِمَّة لهم، وقد حلَّ للمسلمين منهم ما يحل مِن أهل العِناد والشِّقاق"

 

"Tetapnya dzimmah(jaminan kafir dzimmi) bagi mereka disyaratkan untuk membayar jizyah dan wajib bagi mereka sebagaimana yang wajib bagi kaum muslimin(hukum islam), maka apabila tidak ada pelaksanaan dari syarat-syarat yang diwajibkan atas mereka, maka mereka kembali menjadigoogle  keadaan sebelumnya dari dihalalkannya darah dan harta mereka,dan ini perkara yang telah diketahui dan tidak ada khilafiyah padanya".
(Sailul Jaraar, 1/975, cetakan Ad Daar Ibnu Hazm)

Monday, February 12, 2018

DUA MACAM DAN JENIS ZINA

https://hsssnwwwayyya58.blogspot.co.id/2017/12/fathul-qorib-mujib.html 


Zina 

Zina ada dua macam: 
1. Muhson ( sudsh berkeluarga ), 
2. Ghoiru Muhson ( Belum berkeluarga )


Zina adalah sebuah hubungan badan antara laki-laki dan perempuan tanpa memiliki ikatan yang sah dalam sebuah pernikahan. Dilakukan secara sadar serta tanpa adanya unsur syubhat. Zina merupakan perbuatan yang sangat tercela dan pelakunya mendapatkan sanksi atau hukuman yang sangat berat, baik hukum cambuk maupan rajam karena alasan yang dapat dipertanggung jawabkan secara moral dan akal.

Hukum Zina

Zina oleh agama adalah perbuatan melanggar hukum yang tentu saja dan sudah seharusnya diberikan hukuman maksimal, mengingat akibat yang ditimbulkannya sangatlah buruk, lagi pula mengundang kejahatan , dan dosa. segala bentuk hubungan kelamin  diluar ketentuan agama adalah perbuatan yang membahayakan dan mengancam keutuhan masyarakat disamping sebagai perbuatan yang sangat nista. Allah Swt. berfirman dalam Surah Al-Isra Ayat 32


ولا تقربوا الزنى إنه كان فاحشة وساء سبيلا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.”

Berdasarkan ayat diatas, setiap ummat islam dilarang mendekati perbuatan zina. Al-Qur’an dan sunnah secara tegas menjelaskan hukum bagi pelaku zina baik yang belum menikah (ghairu muhsan) yakni didera seratus kali. Sementara bagi pelaku zina yang sudah menikah (muhsan) dikenakan sanksi rajam. Rajam secara  bahasa berarti melempari batu, sedangkan menurut istilah, rajam adalah melempari dengan batu pada pezina muhsan sampai menemui ajalnya. Dasar hukum didera atau cambuk adalah firman Allah dalam surah An-Nur ayat 2.

الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ وَلا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ

“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.”

Adapun dasar penetapan hukum rajam adalah hadis Nabi Muhammad SAW:

حذو عني حذو عني قد جعل الله لهن سبيلا البكر بالبكر, جلد مائة ونفي سنة والثيب بالثيب جلد مائة والرجم

“Ambillah dariku! Ambillah dariku! Sungguh Allah telah memberi jalan kepada mereka.  Jejaka yang berzina dengan gadis dijilid seratus kali dan diasingkan selama satu tahun. Dan orang yang telah menikah melakukan zina didera seratus kali dan dirajam.” (HR. Muslim)

Macam-Macam Zina

Pelaku zina dikategorisasikan dalam dua macam, yaitu pezina muhsan dan gairu muhsan.


Zina Muhsan, 
adalah orang yang sudah baliq, berakal, merdeka, dan sudah pernah bercampur  dengan pernikahan yang sah. Para ulama sepakat bahwa hukuman terhadap pezina muhsan adalah dirajam yaitu dikubur sampai batas pundak dan dilempari dengan batu sampai meninggal. Didasarkan atas hadis Nabi Muhammad SAW.
“Ada seorang laki-laki yang datang kepada Rasulullah saw. Ketika beliau sedang berada di dalam masjid. Laki-laki itu memanggil-manggil Nabi seraya mengatakan, “Hai Rasulullah aku telah berbuat zina, tapi aku menyesal.” Ucapan itu di ulanginya sampai empat kali. Setelah Nabi mendengar pernyataan yang sudah empat kali diulangi itu, lalu beliau pun memanggilnya, seraya berkata, “Apakah engkau ini gila?” Tidak, jawab laki-laki itu, Nabi bertanya lagi, “Adakah engkau ini orang yang muhsan?” “Ya!” jawabnya. Kemudian, Nabi bersabda lagi, “Bawalah laki-laki ini dan langsung rajam oleh kamu sekalian.” (HR. Bukhari Muslim )

Zina Ghairu Muhsan, 
adalah perawan atau perjaka yang melakukan hubungan badan. Bagi mereka adalah dicambuk seratus kali dan diasingkan selama satu tahun. Berdasarkan firman Allah SWT dalam Surah An-Nur Ayat 2 dan Hadis Nabi SAW yang artinya:

“Pezina perempuan dan pezina laki-laki, dideralah masing-masing dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya  mencegah kamu untuk  (menjalankan) agama (hukum) Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian; dan hendaklah (pelaksanaan) hukum mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman.” (Q.S. an-Nur /24:2)

Hukuman di atas adalah hukum agama yang secara prakteknya tidak diberlakukan di negara Indonesia karena dasar negara kita adalah pancasila. Yang perlu digaris bawahi adalah ketika had (hukuman) zina belum dilaksanakan di dunia, maka kelak di akhirat akan dimintai pertanggung jawaban atas hal yang serupa. Jadi, meski hukuman cambuk dan rajam bukanlah vonis di negara ini, setidaknya sebagai seorang muslim harus tahu hukum tersebut agar bisa menjadi rem bagi diri sendiri untuk tidak mendekati zina dan kelak di akhirat tidak dimintai pertanggung jawaban atas hukuman tersebut.

Hikmah Pelarangan Melakukan Zina

Beberapa hikmah pelarangan dan pengharaman zina :

  1. Mencegah bahaya merajalelanya perzinaan, kemungkaran, dan pelacuran yang mengakibatkan kerusakan dan kehancuran peradaban dan menularkan penyakit yang sangat berbahaya.
  2. Tazkiyatun nafs atau membersihkan jiwa, mempertahankan martabat, melindungi keutuhan keluarga yang merupakan unsur utama masyarakat.