Monday, February 12, 2018

MENUDUH ORANG BERZINA

https://hsssnwwwayyya58.blogspot.co.id/2017/12/fathul-qorib-mujib.html 


“فصل” وإذا قذف غيره بالزنا فعليه حد القذف بثمانية شرائط, ثلاثة منها في القاذف, وهو أن يكون بالغا عاقلا, وأن لا يكون والدا للمقذوف, وخمسة في المقذوف, وهو أن يكون مسلما بالغا عاقلا حرا عفيفا ويحد الحر ثمانين والعبد أربعين ويسقط حد القذف بثلاثة أشياء إقامة البينة أو عفو المقذوف أو اللعان في حق الزوجة

Fasal 
Bila seseorang menuduh orang lain berbuat zina maka dia berhak dihad tuduhan dengnan delapan sarat. Tiga di yang menuduh yaitu dia baligh, berakal dan bukan orang tua yang dituduh. Lima yang di tertuduh yaitu: Yang dituduh baligh, berakal, berakal merdeka dan terjaga. Dan dihad orang merdeka 80 kali dan hamba 40 kali. Had menuduh bias gugur dengan tiga sarat: Mendatangkan saksi, maaf dari yang dituduh atau lian di hak suami istri

Islam adalah agama rahmat bagi seluruh makhluk. Islam mengangkat kedudukan pemeluknya, sehingga kehormatannya tidak boleh diganggu. 

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 

 فَإِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَيْكُمْ دِمَاءَكُمْ، وَأَمْوَالَكُمْ، وَأَعْرَاضَكُمْ، كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا، فِي شَهْرِكُمْ هَذَا، فِي بَلَدِكُمْ هَذَا 

Sesungguhnya Allâh telah mengharamkan atas kamu: darah kamu, harta kamu, dan kehormatan kamu, seperti keharaman harimu ini, di bulanmu ini, di negerimu ini. [HR. Al-Bukhâri, no. 6043] 

Termasuk merusak kehormatan Muslim dan Muslimah adalah menuduhnya berbuat zina tanpa bukti. 
Bukti yang dimaksud adalah mendatangkan empat orang saksi laki-laki yang melihat perzinaan itu secara langsung. 
Tuduhan tanpa bukti ini disebut qadzf. Orang yang melayangkan tuduhan keji itu terlaknat di dunia dan di akhirat serta akan mendapatkan siksa yang pedih. 

Allâh Azza wa Jalla berfirman:

 إِنَّ الَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ لُعِنُوا فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ ﴿٢٣﴾ يَوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ أَلْسِنَتُهُمْ وَأَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ ﴿٢٤﴾ يَوْمَئِذٍ يُوَفِّيهِمُ اللَّهُ دِينَهُمُ الْحَقَّ وَيَعْلَمُونَ أَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ الْمُبِينُ 

Sesungguhnya orang-orang yang menuduh (berbuat zina) kepada wanita yang baik-baik, yang lengah (tidak melakukan perzinaan-pen), lagi beriman, mereka kena laknat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar. Pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. Di hari itu, Allâh akan memberi mereka balasan yag setimpal menurut semestinya, dan tahulah mereka bahwa Allâh-lah yang Benar, lagi Yang menjelaskan (segala sesutatu menurut hakikat yang sebenarnya).[An-Nûr/24: 23-25] 

Inilah ancaman yang sangat mengerikan bagi orang yang mulutnya lancang, dengan menuduh orang Mukmin yang bersih dengan tuduhan zina. 
Bahkan mereka berhak mendapatkan hukum cambuk 80 kali, dihukumi sebagai orang fasik, dan tertolak persaksiannya. 
Kecuali jika dia bisa mendatangkan bukti, yaitu empat laki-laki yang melihat langsung perbuatan keji tersebut dengan mata kepala mereka sendiri. 

 Allâh Azza wa Jalla berfirman:

 وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلَا تَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ ﴿٤﴾ إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا مِنْ بَعْدِ ذَٰلِكَ وَأَصْلَحُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ 

Dan orang-orang yang menuduh (berbuat zina) kepada wanita-wanita yang baik-baik dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik. Kecuali orang-orang yang bertaubat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya), maka sesungguhnya Allâh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [An-Nûr/24: 4-5] 

Dan perbuatan qadzf itu termasuk tujuh perkara yang membinasakan sebagaimana dijelaskan dalam hadits di bawah ini:

 عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ 

Dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Beliau bersabda, “Jauhilah tujuh (dosa) yang membinasakan!” Mereka (para sahabat) bertanya, “Wahai Rasûlullâh! Apakah itu?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Syirik kepada Allâh; sihir; membunuh jiwa yang Allâh haramkan kecuali dengan haq; memakan riba; memakan harta anak yatim; berpaling dari perang yang berkecamuk; menuduh zina terhadap wanita-wanita merdeka yang menjaga kehormatan, yang beriman, dan yang bersih dari zina”. [HR. Al-Bukhâri, no. 3456; Muslim, no. 2669] 

 PENGERTIAN QADZF 

Imam adz-Dzahabi rahimahullah berkata, “Qadzaf adalah perkataan
 ‘Hai pezina’, atau ‘Hai pelacur’ 
kepada seorang wanita muslimah yang bukan mahram, merdeka dan yang menjaga kehormatannya.” Atau berkata kepada suaminya, 
“Hai suami pelacur”. 
 Atau berkata kepada anaknya, 
“Hai anak pezina”, 
atau 
“Hai anak pelacur”. 
 Sesungguhnya istilah pelacur digunakan untuk pezina, maka jika ada seseorang, baik laki-laki atau wanita, berkata kepada orang lain, baik laki-laki atau wanita, seperti orang yang mengatakan kepada seorang laki-laki,
 “Hai pezina”, 
atau seseorang berkata kepada seorang bocah yang merdeka, 
“Hai orang yang disodomi”, 
orang yang mengatakan itu wajib dikenai had (hukuman) dengan 80 deraan. Kecuali dia bisa mendatangkan bukti, dan buktinya sebagaimana firman Allâh adalah 4 saksi yang menyaksikan kebenaran tuduhannya kepada wanita atau laki-laki yang dituduh itu. Jika dia tidak mendatangkan bukti, maka dia didera jika orang yang dituduh itu menuntutnya”. [Diringkas dari al-Kabâir, hlm. 92] 

WAJIB MENJAGA LIDAH! 

Banyak orang yang tidak tahu terjerumus dalam perkataan keji ini. 
Dengan mudah, mereka menuduh orang lain berzina tanpa bukti. Padahal perbuatan itu akan menyeret pelakunya menghadapi hukuman di dunia dan di akhirat. 
Oleh karena itu, sepantasnya bagi orang yang berakal untuk menjaga mulutnya dan mengendalikan lidahnya agar tidak terjerumus ke dalam neraka. 

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 

 إِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ لَا يَرَى بِهَا بَأْسًا يَهْوِي بِهَا سَبْعِينَ خَرِيفًا فِي النَّارِ

 Sesungguhnya ada seseorang yang berbicara dengan satu kalimat, dia tidak menganggapnya berbahaya, dengan sebab satu kalimat itu dia terjungkal selama 70 tahun di dalam neraka. [HR. Tirmidzi, no. 2314; Ibnu Mâjah, no. 3970; Ahmad, 2/355, 533; Ibnu Hibbân, no. 5706.] 

 Di dalam riwayat lain, disebutkan bahwa Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مَا يَتَبَيَّنُ مَا فِيهَا يَهْوِي بِهَا فِي النَّارِ أَبْعَدَ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ 

Sesungguhnya ada seorang hamba benar-benar berbicara dengan satu kalimat yang dia tidak jelas apa yang ada di dalam kalimat itu, namun dengan sebab satu kalimat itu dia terjungkal di dalam neraka lebih jauh dari antara timur dan barat. [HR. Muslim, no.2988] 

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

 مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ 

 Barangsiapa beriman kepada Allâh dan hari akhir, hendaklah dia berkata yang baik atau diam. [HR. Al-Bukhâri, no. 6475; Muslim, no. 47; dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu]

HUKUMAN PEMINUM KHAMR

https://hsssnwwwayyya58.blogspot.co.id/2017/12/fathul-qorib-mujib.html 


“فصل”
 ومن شرب خمرا أو شرابا مسكرا يحد أربعين ويجوز أن يبلغ به ثمانين على وجه التعزير, ويجب عليه بأحد أمرين بالبينة أو الإقرار ولا يحد بالقيء والاستنكاه

Fasal
Barang siapa minum arak atau minum minuman yang memabukkan maka dia di had 40 kali. Dan boleh sampai 80 kali dengan tujuan mengapokkan. Dan wajib atasnya dua hal: saksi atau sumpah. Dan tidak dihad dengan sebab muntah atau bau mulut.

A. Pengertian 

Khamar adalah sesuatu yang memabukkan, baik dari perasan anggur atau lainnya.
Salah satu tujuan maqashid syariah terhadap pengharaman khamar adalah untuk menyelamatkan akal (hifzl al-aql) dari kerusakkannya.
Sekaligus menjadi argumentasi syari’ah mengharamkannya khamar dan memberikan hukuman tegas bagi orang yang meminumnya, adalah untuk menjaga eksitensi akal manusia.
Larangan tentang khamar dan sejenisnya secara tegas disebutkan dalam al-quran dan asshunannah. Allah melarang khamar secara bertahap (tadrij) tidak sekaligus, yaitu surat albaqarah ayat 219, surat al-nisa’ ayat 43, dan surat al-maidah ayat 90 dan 91.
Berkaitan dengan uqubat bagi peminum khamar, alquran tidak menjelaskannya.
Ketentuan tersebut dapat diperoleh dalam sunnah, sebagaimana sabda Rasulullah saw. : Dari Ibnu Umar ia berkata: Telah bersabda Rasulullah saw: Barang siapa yang meminum khamar, maka jilidlah ia, apabila ia mengulanginya, maka jilidlah ia, apabila mengulangi lagi maka jilidlah ia. (H.R. Ahmad).
Pelaksanaan sanksi hudud sendiri harus sesuai dengan batasan-batasan berikut:

1. Sangsi tersebut tidak dapat ditentukan kecuali oleh al-quran dan hadis dan tidak boleh ditentukan oleh qiyas karena pidana adalah ketentuan syariat sebagaimana bilangan shalat.

2. Sangsi ini tidak bisa dilakukan karena adanya syubhat sebagaimana dalam hadis Rasulullah. Hindarilah hukuman had (hudud) karena ada keraguan (syubhat)”

B. Pandangan Ulama Terhadap Hukuman Peminum Khamar 

Hukuman cambuk bagi peminum khamar telah dilaksanakan oleh Rasulullah seperti yang tertuang dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan Anas bin Malik yaitu: “Bahwa seseorang yang yang telah meminum khamar dibawa ke depan Rasul saw, maka Rasul saw. mencambuknya dengan dua buah cambuk sebanyak empat puluh kali.” Hal seperti ini juga dilakukan oleh sahabat yaitu Abu Bakar.
Para ulama berbeda pendapat terhadap berapa banyaknya cambuk bagi peminum khamar. Menurut Abu Hanifah dan Imam Malik, hukum peminum khamar adalah cambukkan sebanyak delapan puluh kali.
Mereka berpendapat seperti ini karena mengikuti praktek sahabat Umar. Disini dapat dibuktikan bahwa peminum khamar masuk kedalam uqubat hudud dan buka takzir.
Dalam hal ini ketentuan dari Allah untuk orang yang minum khamar, mabuk atau tidak mabuk adalah dicambuk, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

 مَنْ شَرِبَ الخَمْرَ فَاجْلِدُوهُ 

Orang yang minum khamar maka cambuklah (HR. Muttafaqun 'alaih).

Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Aisyah

 وعن عائشة رضي الله عنها اَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قال : اَقِيْلُوْا ذَوِى الْهَيْئَاتِ عَثَرَا تِهِمْ اِلاَّ الْحُدُوْدَ (رواه احمد وابوداود والنسائ والبيهق) 

Dari Aisyah ra. Bahwa Nabi saw. bersabda: “Ringankanlah hukuman bagi orang-orang yang tidak pernah melakukan kejahatan atas perbuatan mereka, kecuali dalam jarimah-jarimah hudud. (Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, Nasa’i dan Baihaqi)

Sedangkan Imam Asy-Syafi`i ra. berpendapat berbeda dengan Imam Hanafi, Maliki dan Ahmad, bahwa hukumannya adalah cambuk sebanyak 40 kali. Dan imam Syafi’i menggunakan dalil sebagai berikut:

كَانَ النَّبِيُّ  يَضْرِبُ فيِ الخَمْرِ بِالجَرِيْدِ وَالنِّعَالِ أَرْبَعِيْنَ 

Dari Anas ra. berkata bahwa Rasulullah SAW mencambuk kasus minum khamar dengan pelepah dan sandal sebanyak 40 kali". (H.R. Bukhari, Muslim, Tirmizy, Abu Daud).

Menurut Imam syafi’i, hukuman untuk jarimah syurb al-khamar ini adalah empat puluh kali dera sebagai hukuman had, sedangkan empat puluh kali cambukkan lainnya tidak termasuk had melainkan ta’zir , bila menurut hakim perlu dikenakan. Sedangkan jumhur ulama berpendapat bahwa delapan pulu kali cambukan tersebut semuanya merupakan hukuman had.
Jumhur ulama sepakat bahwa peminum khamar yang memenuhi syarat untuk dihukum, maka bentuk hukumannya adalah dicambuk sebanyak 80 kali.
Pendapat mereka didasarkan kepada perkataan Sayyidina Ali ra., “Bila seseroang minum khamar maka akan mabuk. Bila mabuk maka meracau. Bila meracau maka tidak ingat. Dan hukumannya adalah 80 kali cambuk. (HR. Ad-Daruquthuni, Malik).
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Ali ra. berkata, “Rasulullah SAW mencambuk peminum khamar sebanyak 40 kali. Abu bakar juga 40 kali. Sedangkan Utsman 80 kali. Kesemuanya adalah sunnah.
Tapi yang ini (80 kali) lebih aku sukai”. (HR. Muslim) Ali bin Abi Thalib menyarankan agar peminum khamar dicambuk sebanyak 80 kali cambuk dikarenakan setiap peminum khamar akan mabuk, jika mabuk ia mengigau , apabila mengigau ia menfitnah, sedang hukum pembuat fitnah (qadz) adalah 80 kali cambuk.
Saran tersebut kemudian mendapat persetujuan dari para sahabat yang lain. Jadi sumber larangan minum minuman keras berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis, hukumnya berdasarkan Hadis dan jumlah cambukan sebanyak 80 kali berdasarkan kepada ijma’ sahabat.
Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Ali bin Abi Thalib dan diriwayatkan oleh Muslim yang artinya: Rasulullah telah menjilid orang yang minum khamar sebanyak empat puluh kali, dan Abu Bakar telah menyebat sebanyak empat puluh kali, dan Umar menyebat sebanyak delapan puluh kali. Semuanya adalah sunnah Rasulullah, dan ini yang lebih aku sukai. (H.R. Muslim).

C. Dalil-Dalil Hukuman Ta’zir Terhadap Khamar

Para ulama berbeda dalam memasukkan kejahatan yang dianggap kepada hudud. Kebanyakan dari para ulama memasukkan tujuh dari kejahatan kedalam hudud yaitu: Perrzinahan, tuduhan zina, meminum minuman keras, pencurian, perampokan, keluar dari agama islam dan pemberontakkan. Ada sebagian fuqaha’ yang berpendapat bahwa meminum khamar dan keluar dari islam adalah tidak masuk ke dalam katagori hudud, tetapi masuk kedalam katagori jarimah takzir dengan alasan bahwa al-quran dan sunnah tidak menentukan hukuman secara spesifik.
Ada pula sebagian fuqaha yang tidak memasukkan pemberontakan kedalam jarimah hudud. Dari sini dapat kita lihat bahwa bukan hanya minuman keras yang tidak dimasukkan oleh para ulama ke dalam jarimah hudud, tetapi juga yang lain-lainnya.

Hal ini terjadi diakarenakan praktek Rasulullah dengan para sahabat berbeda. Disamping itu pelanggaran yang dikenai hukuman hudud yang telah ditentukan kadar hukumannya dalam al-qur’an bisa saja berubah menjadi hukuman yang lebih ringan yaitu ta’zir disebabkan adanya keraguan, Rasulullah saw bersabda: “Hindarilah hukuman had (hudud dan qishash) apabila ada keraguan.”

Dalam pemahaman hadis diatas bahwa hudud bisa berubah menjadi takzir, bahkan Abdul Qadir Audah membagi jarimah hudud dan qisyash yang ada keraguan kedalam jarimah ta’zir, adapun pembagian jarimah ta’zir yang dilakukan oleh Abdul Qadir Audah yang itu sebagai berikut:

1. Jarimah hudud dan qishash diyat yang mengandung unsur shubhat atau tidak memenuhi syarat, namun hal itu sudah dianggap sebagai perbuatan maksiyat, seperti pencurian harta syirkah atau pembunuhan ayah terhadap anaknya.

2. Jarimah ta'zir yang jenis jarimahnya ditentukan oleh nas, tetapi sanksinya oleh syari'ah diserahkan kepada penguasa, seperti sumpah palsu, saksi palsu, mengurangi timbangan, menipu, mengingkari janji, menghianati amanah, dan menghina agama.

3. Jarimah ta'zir dimana jenis jarimah dan sanksinya secara penuh menjadi wewenang penguasa demi terealisasinya kemaslahatan umat.

Dalam hal ini unsur akhlak menjadi pertimbangan yang paling utama. Misalnya pelanggaran terhadap peraturan lingkungan hidup, lalu lintas, dan pelanggaran terhadap pemerintah lainnya.