Saturday, February 10, 2018

MENUDUH ISTRI BERJINA

https://hsssnwwwayyya58.blogspot.co.id/2017/12/fathul-qorib-mujib.html 



“فصل”
 وإذا رمى الرجل زوجته بالزنا فعليه حد القذف إلا أن يقيم البينة أو يلاعن فيقول عند الحاكم في الجامع على المنبر في جماعة من الناس أشهد بالله إنني لمن الصادقين فيما رميت به زوجتي فلانة من الزنا وإن هذا الولد من الزنا وليس مني أربع مرات ويقول في المرة الخامسة بعد أن يعظه الحاكم وعلي لعنة الله إن كنت من الكاذبين ويتعلق بلعانة خمسة أحكام سقوط الحد عنه ووجوب الحد عليها وزوال الفراش ونفيالولد والتحريم على الأبد ويسقط الحد عليها بأن تلتعن فتقول أشهد بالله إن فلانا هذا لمن الكاذبين فيما رماني به من الزنا أربع مرات وتقول في الخامسة بعد أن يعظها الحاكم وعلى غضب الله إن كان من الصادقين.
Ketika Seorang Suami Menuduh Zina kepada Istrinya Maka dia Harus di Had Tuduhan Kecuali biala Suami Tersebut Mempunyai Saksi Atau saling Melaknati . DIA Harus Bersumpah didepan Hakim dengan disaksikan Mastarakat diatas Mimbar: “ Saya Bersaksi Demi Allah bahwa Saya adalah orang Yang Jujur terhadap apa yang saya Tuduhkan Terhadap Istri Saya dan Anak ini adalah Empat KaliDari Zina Bukan Dari Saya” Dan Pada ucapan Yang kelima, setelah dia dinasehati Hakim:” Saya dilaknat Allah Bila Saya Bohong”.
Dengan Laknat Bisa Menggugurkan Lima: Gugurnya Had dari Laki Laki , Wajib Had Terhadap Perempuan, Hilangnya Alas Tidur, Haram Untuk Selama Lamanya.
Had Terhadap Istri Bisa Gugur Bila Istri meyakinkannya dengan Ucapan : “ Saya Bersaksi Demi Allah 3X Ini Bohong Tntang apa Yg dituduhkan Trhadap Saya 4X Dan Kali Yg Kelima Semoga Saya Dimarahi Allah Andai Dia Benar
Semoga kita semua, anda dan saya, dihindarkan dari fitnah dan tuduhan yang tak berdasar.
Yang pertama harus disadari adalah, menuduh selingkuh atau berzina adalah termasuk dalam dosa-dosa besar yang membinasakan , terlebih jika tuduhan itu kepada wanita sholihah.
Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ الهِl وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِالهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ الهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلاَتِ

“ ‘Jauhilah oleh kalian tujuh hal yang membinasakan.’ Para sahabatpun bertanya: ‘Apakah tujuh hal itu wahai Rosululloh?’
Beliau menjawab : ‘Menyekutukan Alloh, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Alloh kecuali dengan alasan yang benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, kabur dari medan perang, menuduh zina terhadap wanita suci yang sudah menikah’.” [Muttafaqun ‘Alaihi]
Dalam kajian fiqh ini disebut li’an atau saling melaknat antara yang menuduh dan yang tertuduh.
Lihat? Dari segi pengertiannya saja sudah mengerikan, saling melaknat, wal’iyyadzubillah, semoga kita semua terhindar dari hal tersebut.
Bagaimana supaya suami percaya persaksian kita bahwa itu tidak benar? Sebelumnya mari kita pahami runtutannya dengan benar.
Tuduhan itu akan dianggap, apabila suami bisa _mendatangkan 4 orang saksi (semuanya laki-laki)_ yang melihat perbuatan tersebut, jika tidak bisa, maka status sang suami tadi akan menjadi pelaku dosa besar, yakni Qoodzif alias penuduh zina sebagaimana disebutkan pada hadits di atas.
Alloh menerangkan dalam surat An-Nur,

وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلَا تَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا مِنْ بَعْدِ ذَٰلِكَ وَأَصْلَحُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik berbuat zina dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka yang menuduh itu delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya, dan mereka itulah orang-orang yang fasik, kecuali orang-orang yang bertaubat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya). Maka Sesungguhnya Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS An-Nur 4-5)

Bagaimana jika tidak memiliki saksi dan tidak mau didera?
Maka naik ke tahapan berikutnya, yaitu bersaksi 4x disertai sumpah atas nama Alloh bahwa dirinya benar dengan tuduhannya, dan ditutup dengan ucapan ke-5 berupa li’an atau melaknat dirinya jika ia berdusta.
Demikian juga pihak istri, bersaksi 4x dengan disertai sumpah bahwa suaminyalah yang berdusta, dan ucapan atau sumpah yang ke-5 berupa laknat yang siap ia terima jika suaminya orang yang benar tuduhannya.
Landasan hukum ini adalah firman Alloh Jalla wa ‘Alaa dalam kelanjutan ayat di atas:

وَالَّذِينَ يَرْمُونَ أَزْوَاجَهُمْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُمْ شُهَدَاءُ إِلَّا أَنْفُسُهُمْ فَشَهَادَةُ أَحَدِهِمْ أَرْبَعُ شَهَادَاتٍ بِاللَّهِ ۙ إِنَّهُ لَمِنَ الصَّادِقِينَ وَالْخَامِسَةُ أَنَّ لَعْنَتَ اللَّهِ عَلَيْهِ إِنْ كَانَ مِنَ الْكَاذِبِينَ وَيَدْرَأُ عَنْهَا الْعَذَابَ أَنْ تَشْهَدَ أَرْبَعَ شَهَادَاتٍ بِاللَّهِ ۙ إِنَّهُ لَمِنَ الْكَاذِبِينَ وَالْخَامِسَةَ أَنَّ غَضَبَ اللَّهِ عَلَيْهَا إِنْ كَانَ مِنَ الصَّادِقِينَ
Dan orang-orang yang menuduh isterinya berzina, padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Alloh, Sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar. Dan sumpah yang kelima: bahwa la’nat Alloh atasnya, jika dia termasuk orang-orang yang berdusta. Istrinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama Alloh, bahwa sesungguhnya suaminya itu benar-benar termasuk orang-orang yang dusta. Dan sumpah yang kelima: bahwa laknat Alloh atasnya jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar. (QS An-Nur 6-9)

Ini adalah runtutan dari kejadian menuduh berzina, dan apa yang harus dilakukan dari kedua belah pihak.
Bagaimana caranya agar suami percaya pada istri bahwa tuduhannya tidak benar?
» Jika suami tidak berhasil menghadirkan saksi dan tidak mau bersumpah, ya jangan khawatir dengan tuduhan itu, justru nasihatilah suami agar bertaubat taubatan nasuha.
Mungkin masalahnya adalah ranah intern keluarga, maka silahkan dimusyawarahkan baik-baik. Tapi jika suami bisa menghadirkan 4 orang saksi, atau mau bersumpah 4 kali atas tuduhannya, dan sumpah akan menanggung resiko laknat dari Alloh, maka balaslah dengan cara yang sama sebagaimana dijelaskan diatas.
Namun semoga masalah yang ada tidak sepelik yang ditanyakan dan yang saya bayangkan, sebab konsekuensi dari qodzaf (menuduh berzina) dan li’an bukanlah perkara yang remeh, _tidak bolehnya lagi berkumpul suami antara istri_ tersebut sebagaimana hadits Ibnu Umar rodhiallohu ‘anhu,

أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم لاَ عَنَ بَيْنَ رَجُلٍ وَامْرَأَتِهِ فَانْتَفَى مِنْ وَلَدِهَا فَفَرَّقَ بَيْنَهُمَا وَاَلْحَقَ الْوَلَدَ باِلْمَرْأَةِ
Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengadakan mula’anah atau li’an antara seseorang dengan istrinya. Lalu lelaki tersebut mengingkari anaknya tersebut dan Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam memisahkan keduanya (lelaki dan istrinya) dan menasabkan anak tersebut kepada ibunya. [HR Bukhori 4903]

Tidak hanya itu, selain sang anak tidak bisa bernasab kepada ayahnya (jika itu adalah anak yang dituduhkan suami hasil zina istrinya), konsekuensi lainnya yang dijelaskan dalam Syarhul Mumti’ adalah _perpisahan selamanya_ , alias pasangan suami istri tersebut tidak boleh berkumpul lagi baik dengan ruju’ atau pernikahan baru. (Syarhu al-Mumti’ 13/304).
Lihat betapa dosa ini tidaklah membuahkan sesuatu kecuali petaka.
Semoga kita senantiasa dijaga oleh Alloh dalam setiap langkah, agar terhindar dari fitnah dan tidak dijauhkan dari berkah.
Wallohu A’lam

IDAH PEREMPUAN

https://hsssnwwwayyya58.blogspot.co.id/2017/12/fathul-qorib-mujib.html 


“فصل”
 والمعتدة على ضربين متوفى عنها وغير متوفى عنها فالمتوفى عنها إن كانت حاملا فعدتها بوضع الحمل وإن كانت حائلا فعدتها أربعة أشهر وعشر وغير المتوفى عنها إن كانت حاملا فعدتها بوضع الحمل وإن كانت حائلا وهي من ذوات الحيض فعدتها ثلاثة قروء وهي الأطهار وإن كانت صغيرة أو آيسة فعدتها ثلاثة أشهر والمطلقة قبل الدخول بها لا عدة عليها وعدة الأمة بالحمل كعدة الحرة وبالإقراء أن تعتد بقرأين وبالشهور عن الوفاة أن تعتد بشهرين وخمس ليال وعن الطلاق أن تعتد بشهر ونصف فإن اعتدت بشهرين كان أولى.
Fasl
Perempuan iddah itu ada dua macam: ditinggal mati dan tidak ditinggal mati.
Iddah akibat ditinggal mati maka apabila hamil iddahnya adalah melahirkan. Dal bila tidak hamil maka iddahnya empat bulan sepuluh hari.
Iddah akibat cerai bukan ditinggal mati apabila hami mak iddahnya melahirkan, dan jika tidak hamil dan masih subur ( haid ) maka iddahnya tiga kali suci.
Iddah bagi perempuan yang dicerai yang msih kecil atau perempuan yang sudah luas ( tidak haid lagi ) maka iddahnya tiga bulan.
Perempuan yang dicerai sebelum dikumpuli tidak punya iddah.
Iddahnya amat yang hamil seperti iddahnya perempuan yang merdeka, dan yang iddahnya perempuan budak yang dengan ukuran suci adal dua kali suci. Budak perempuan yang ditinggal mati dan tidak hamil maka iddahnya dua bulan lima malam. Iddah budak perempuan yang dicerai bukan ditinggal mati adalah satu bulan lima belas hari, bila iddah dengan dua bulan itu lebih utama.

1.       Pengertian Iddah:
Iddah menurut bahasa yaitu: Isim dari kata masdar adda yauddu addan iddatan di ambil juga dari kata bilangan atau hitungan karena mencakup jumlah masa bersih/masa haid dan bulan.
Sedangkan menurut syar’i: Sebuah nama yang di pakai untuk menentukan masa tertentu di mana wanita menunggu, jadi masa menunggu, ini semua karena ibadah kepada Allah  Ta’ala.
Kaum muslimin Rohimakumullah.. Ini bukti bahwa umat ini berislamnya banyak yang tidak terikat dengan Allah  Subhanahu Wa Ta’ala, berislamnya dengan kebiasaan, contoh “Kita shalatnya lebih baik di rumah katanya, padahal kita  ingin dapat 27 derajat di masjid” jadi aturan Allah  itu dibuat susah sama dia, jadi seakan-akan apa? Mereka menganggap Allah tidak bagus membuat aturan, mereka mengatakan “kenapa laki-laki shalat fardhunya di masjid  dan mendapat 27 derajat. kenapa kami di rumah?”  “Ya karena Rasulullah mengatakan shalat  yang terbaik bagimu di rumah, kalau beliau mengatakan yang terbaik, maka lebih dari 27 dong.”
Jadi apapun ketentuan Allah  Ta’ala kepada manusia, apakah sama atau tidak sama  dengan perempuan, maka  hal itu tidak ada masalah, jangan sampai ribut-ribut .  Orang-orang yang menghasung kesetaraan gender itu mengatakan  ”mana keadilanya ketika wanita dikasih haid tidak boleh ke masjid, itukan diskriminatif”. Kalau dia sadar dia makhluk Allah , ciptaan Allah,  apa kata Allah, maka  ikuti aja
Ini lah sebenarnya hakikat ati’uAllah  wa ati’urrasul. Ketaatan ini lah yang belum terbangun dalam masyarakat kita, sehingga banyak protes, kenapa? Berati ma’rifatullahnya yang kurang, ngajinya salah, kalau orang bangun rumah kan harus mulai dari pondasi dan tiangnya, tiba-tiba bangun atap bangun dinding bingung melayang-layang  di atas, ketika tanpa diawali dengan pondasi dan tiang past sebentar lagi roboh.
Jadi ada 3 alasanya pertama: kita memang ibadah kepada Allah  Subhanahu Wa Ta’ala, kalau Allah  kasih iddah bagi yang bercerai, maka ikuti aj, karena hal itu ibadah namanya. Yang kedua: sebagai  kesempatan atau pelajaran bagi laki-laki, agar jangan terburu-buru bercerai, kemudian: menguatkan atau membuktikan bukti kuat bahwa rahimnya kosong, tidak mengandung anak si suami. Iddah sebagai akibat talak atau wafat, jadi tidak terjadi iddah kecuali kalau terjadi talak atau wafat.
2.       Dalil Disyariatkanya Iddah 
Dari mana kita tahu dalilnya iddah?, Dari al-quran dari sunnah dari ijma’ para ulama, arti ijma’ di sini maksunya tidak ada ulama yang berbeda pendapat. Kalau di sebut ijma’ artinya apa? Tidak ada ulama perbeda pendapat, tapi kalau soal wali ada selisih pendapat karena memahami kata itu. Iddah itu di tentukan oleh suci atau haidnya itu, ulama berselisih pendapat, begitu juga dengan kata quru’ mengandung dua pendapat yaitu haid atau suci, akan tetapi iddah itu sendiri adalah ijma’ para ulama, dari Al-quran bisa kita baca ayat :

{وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ } [البقرة: 228]

“Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga quru’.” (al-baqoroh : 228)

Masa menunggu ini yang di namakan dengan masa iddah, Allah  juga berfirman dalam surat at-Talaq:

 { وَاللَّائِي يَئِسْنَ مِنَ الْمَحِيضِ مِنْ نِسَائِكُمْ إِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلَاثَةُ أَشْهُرٍ وَاللَّائِي لَمْ يَحِضْنَ وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا} [الطلاق: 4]
“dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), Maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid.  dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya.” (at-Thalaq : 4)
 
Makanya ulama menkiaskan kasus ini dengan orang yang hamil tanpa nikah, tidak boleh menikah sebelum melahirkan, karena yang dikandungnya itu bukan anak dia dan nasabnya putus, anaknya nggak masalah tapi nasabnya putus, hal  ini nanti bisa kacau balau yang bener anak siapa ini?
Kemudian istri yang di tinggal mati suaminya maka ia menunggu selama 4 bulan sepuluh hari, sedangkan dalil dari sunnah Hadits dari Miswar bin Makhromah:

عَنِ الْمِسْوَرِ بْنِ مَخْرَمَةَ أَنَّ سُبَيْعَةَ الأَسْلَمِيَّةَ نُفِسَتْ بَعْدَ وَفَاةِ زَوْجِهَا بِلَيَالٍ فَجَاءَتِ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فَاسْتَأْذَنَتْهُ أَنْ تَنْكِحَ فَأَذِنَ لَهَا فَنَكَحَتْ.

“Bahwasanya  Subai’ah Bin Aslamiyah dia melahirkan setelah wafat suaminya beberapa malam setelah itu datang kepada Nabi Salallahu Alaihi Wa Sallam meminta izin kepada Nabi untuk menikah kemudian Nabi mengizinkan,”

Pokoknya kalau orang yang  hamil dicerai atau ditinggal suaminya mati, maka tetap menunggu sampai melahirkan.

3.       Hikmah Di Syariatakanya Iddah :
  1. Agar ada pembuktian lepasnya rahim wanita itu dari hamil (maksudnya dari janin yang ada di dalam rahimnya agar tidak konvesius keturunanya) agar tidak kacau balau keturunan.
  2. Agar memberi kesempatan untuk suami yang mencerai itu agar dia kembali atau menyesal, jika talaknya talak roj’i (talak yang masih bisa ruju’ kembali yaitu talak satu dan dua) tapi kalu sudah talak yang ketiga jangan kasih kesempatan mikir-mikir lagi sudah selesai perkara.
  3. Menjaga hak hamil ketika dia berpisah dari kehamilanya.
Macam-Macam Iddah
Macam-macam iddah terbagi menjadi dua yaitu iddah wafat dan iddah bercerai. 
1. Iddah wafat: yaitu apa bila meninggal suaminya maka hal ini tidak terlepas dari dua kemungkinan bisa jadi ia hamil dan yang kedua dia tidak hamil, kalau wanita tersebut hamil maka masa iddahnya berakhir dengan melahirkan itu sendiri walaupun hanya semenit atau berepa jam setelah wafat, jadi patokannya adalah melahirkan sebagai mana firman Allah :

{وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ} [الطلاق: 4]

Wanita-wanita yang hamil yang ditinggalkan suami-suaminya meninggal batas iddahnya adalah dia melahirkan kandungannya,

dan dalil dari sunnah yaitu hadits di atas tadi, wanita yang mengadu kepada Nabi dia ditinggal suaminya mati dan kemudian dia melahirkan kemudian dia mengadu kepada Nabi untuk menikah kemudian Nabi mengijinkan maka kemudian dia menikah.
Kemudian kemungkinan yang kedua apabila wanita itu tidak hamil maka masa iddahnya empat bulan sepuluh hari, ini sama dengan wanita yang ditalak apakah ia sampai digauli ataupun belum sama saja iddahnya empat bulan sepuluh hari, karena keumuman firman Allah  Ta’ala ini menurut pendapat imam Ahmad kalau pendapat imam Syafi’i maka ada bedanya. Allah  berfirman :

{وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا } [البقرة: 234]

“Dan orang-orang yang di wafatkan dari kamu dan dia meninggalkan istri-istri maka istri itu menunggu untuk diri mereka empat bulan sepuluh hari.”  (al-Baqarah : 234)

Jelaskan tidak usah ditafsirkan lagi empat bulan sepuluh hari, jadi apakah dia dukhul ataukah belum, tidak masalah kemudian setelah habis masa itu tidak masalah kalau kalian hendak melaksanakan yang ma’ruf, apa maksudnya ma’ruf? Yaitu menikah lagi, jadi menikah itu ma’ruf, makanya al amru bil ma’ruf perintahkan menikah itu, makanya Allah  berfirman: “dan nikahkanlah yang bujangan itu”, ini perintah Allah  sunnah Rosulullah. Di dalam ayat di atas tidak membeda bedakan yang sudah dukhul ataupun yang belum jadi imam Ahmad mengambil pendapat ini.
2. Iddah firok (iddah karena cerai).
Yaitu iddah yang terjadi di sebabkan perceraian, perceraian itu bisa karena faskh, tolak, ataupun khulu’ setelah suami istri bercampur hal ini tidak lepas dari 3 kemungkinan pertama: perampuan itu hamil dan yang kedua perempuan tersebut tidak hamil dan yang ketiga dia belum haid karena umurnya kecil atau karena sudah tidak haid lagi,
  1. Kalau dia hamil iddahnya berahir dengan kelahiran hamilnya.
  2. Kalau dia tidak hamil yang masih haid maka iddahnya 3x suci setelah bercerai itu, jadi cerai itu harus dalam keadaan suci, maka bagi siapa yang hendak cerai maka hendaknya dia melihat kondisi istri kalau kondisi istri ii belum haid maka jangan di cerai dulu kalau kita dah campuri tunggu dulu ia haid kemudian besih setelah haid baru dia boleh cerai, jadi jangan asal ngamuk-ngamuk kemudian cerai… padahal nikah tidak semudah itu kan? Jadi cerai itu sah kalau dalam kondisi suci dan belum di setubuhi lagi, ini bagai wanita yang haid, jadi kit hitung suci pertama waktu di cerai suci kemudian haid kemudian suci kedua kemudian haid kemudia suci ketiga selesai masa ruju’ dan habis masa iddah. Luar biasa toleransi Allah  pada kita kita aja yang kurang mau toleransi pada Allah , dalilnya adalah firman Allah :
{ وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ أَنْ يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللَّهُ فِي أَرْحَامِهِنَّ إِنْ كُنَّ يُؤْمِنَّ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَلِكَ إِنْ أَرَادُوا إِصْلَاحًا وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ } [البقرة: 228]
“Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru. tidak boleh mereka Menyembunyikan apa yang diciptakan Allah  dalam rahimnya. jika mereka beriman kepada Allah  dan hari akhirat. dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. dan Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. akan tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. dan Allah  Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (al-Baqarah : 228)

(1)Quru’ dapat diartikan suci atau haidh.
(2)Hal ini disebabkan karena suami bertanggung jawab terhadap keselamatan dan Kesejahteraan rumah tangga (Lihat surat An Nisaa’ ayat 34).
Kalau hamil maka dia harus mengakui kalau dia hamil, karena iddahnya akan berbeda, ternyata hamil baru sebulan… delapan bulan lagi nunggu dia ternyata punya pilihan juga maka dia harus sabar menunggu.
Kalau dilihat sudah tidak haid karena kecil umurnya atau karena ia sudah tua maka sehingga tidak haid lagi maka maka iddahnya cukup tiga bulan iddahnya, singkatnya  yang haid empan bulan sepuluh hari, dan yang tidak maka tiga bulan saja
Hukum Talak Sebelum Dukhul (Berhubungan)
Kalau suami menceraikan istrinya karena faskh, atau karena talak sebelum dia dukhul maka tidak ada iddahnya karena ada firman Allah :

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ تَعْتَدُّونَهَا فَمَتِّعُوهُنَّ وَسَرِّحُوهُنَّ سَرَاحًا جَمِيلًا } [الأحزاب: 49]

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya Maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka ‘iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut’ah  dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik- baiknya.” (al-ahzab : 49)

(3)Yang dimaksud dengan mut’ah di sini pemberian untuk menyenangkan hati isteri yang diceraikan sebelum dicampuri.
Ayat dia atas tidak ada bedanya antara istri-istri kita mukmin ataupun dari ahli kitab, bisa jadi suatu masa kita menyerang amerika dan kemudia dapat istri orang-orang amerika atau orang eropa dan dianya masih kitabiyah siapa taukan? (para jamaah tertawa) kita kan bicara hukum jadi nggak bisa di sembunyi-sembunyikan bisa saja kejadian) dan hukum di atas adalah kesepakatan ahli ilmi di sebutkan mukminat di sini tidak ada kitabiyahnya karena mayoritasnya istri orang mukmin adalh orang Islam.