“فصل”
وإذا اقترن بدعوى الدمِ لوثٌ يقع به في النفسِ صِدْقُ المُدَّعِي
حَلَفَ المُدَّعِي خمسين يمينا واستحق الدية وإن لم يكن هناك لوث فاليمين
على المدَّعَى عليه وعلى قاتل النفس المُحَرَّمَة كفارة عتق رقبة مؤمنة
سليمة من العيوب المضرة فإن لم يجد فصيام شهرين متتابعين.
Ketika Bersamaan pengakuan berdarah dengan pencuri pada seseorang yang
sama serta pengakuannya benar maka pengaku disumpah 50 kali dan berhak
diad. Dan bila tidak bersamaan dengan pencuri maka pengaku disumpah dan
yang membunuh jiwa yang mulia harus membayar kifarat yaitu memerdekaan
amat mukminah yang selamat dari aib yang membahayakan. Dan bila tidak
menemukan maka harus berpuasa dua bulan berturut turut.
1. Nash ayat
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا
جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالاً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ ( سورة المائدة : 38)
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang
mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka
kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana. (Qs. Al-Maidah : 38)
2. Sebab turunnya ayat
Ayat ini turun pada Thu’mah bin
Ubairiq ketika mencuri baju perang milik tetangganya, Qatadah bin An-Nu’man.
Baju itu laludisembunyikan di rumah Zaid bin As-Samin seorang yahudi. Namun
terbawa juga kantung berisi tepung yang bocor sehingga tercecerlah tepung itu
dari rumah Qatadah sampai ke rumah Zaid.
Ketika Qatadah menyadari baju
perangnya dicuri, dia menemukan jejak tepung itu sampai ke rumah Zaid. Maka
diambillah baju perang itu dari rumah Zaid. Zaid berkata,”Saya diberi oleh
Thu’mah”.
Dan orang-orang bersaksi
membenarkannya. Saat itu Rasulullah SAW ingin mendebat Thu’mah, lalu turunlah
ayat ini yang menerangkan tentang hukum pencurian.
Sedangkan sebab turun ayat
selanjutnya yaitu ayat 39 adalah riwayat dari Ahmad dari Abdillah bin amru
bahwa seorang wanita telah mencuri di masa Rasulullah SAW. Lalu dipotonglah
tangan kanannya. Wanita itu lalu bertanya,”Masih mungkinkah bagi saya untuk
bertaubat ?”. Maka turunlah ayat yang artinya Maka
barangsiapa bertaubat sesudah melakukan
kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
3. Pengertian pencurian, hukum dan sifatnya
a.
Pembagian
Pencurian
Al-Ustaz As-Sayyid Sabiq penyusun Fiqhus Sunnah membagi
jenis pencurian menjadi beberapa bentuk dan jenis. Masing-masing mempunyai
ancaman hukuman tersendiri.
§
Pencurian yang diancam hukuman ta`zir.
Pencurian yang diancam hukuman
ta`zir adalah pencurian yang tidak memenuhi syarat dan kriteria pencurian yang
dimaksud dalam surat Al-Maidah ayat 38.
Seperti bila tidak mencapai
nishab atau barangnya tidak disimpan dan seterusnya. Dalam hal ini potong
tangan tidak boleh dilaksanakan dan sebagai gantinya hakim bisa menerapkan
ta`zir.
§
Pencurian yang diancam hukum potong tangan
Inilah pokok pembicaraan kita
dalam tafsir surat Al-Maidah ayat 38 ini.
§
Pencurian yang diancam hukum bunuh, salib, potong tangan dan kaki atau
dibuang.
Ini adalah bentuk pencurian yang
dikombinasikan dengan perampasan dan perampokan bahkan pembunuhan. Dalam
isitlah fiqih disebut dengan hiraabah.
b.
Definisi
Pencurian
Para ulama telah membuat batasan
pencurian dengan perbuatan sejenisnya. Dengan pembatasan atau definisi itu,
maka meski perbuatan sejenis mirip dengan pencuria, tapi tidak diganjar dengan
hukum potong tangan.
Definisi pencurian yang disepakati para ulama umumnya adalah
:
“Mengambil
hak orang lain secara tersembunyi (tidak diketahui) atau saat lengah dimana
barang itu sudah dalam penjagaan/dilindungi oleh pemiliknya”.
Tidak Semua Bentuk Pencurian Harus
Dipotong Tangan
Dari definisi para
ulama, maka bentuk pengambilan hak orang lain yang tidak memenuhi kriteria
pencurian adalah tidak termasuk pencurian yang dimaksud. Diataranya yang bukan
termasuk pencurian adalah :
ú Perampasan/penodongan : yaitu mengambil secara paksa dengan
sepengetahuan pemilik harta. (انتهاب)
ú Pengkhianatan : yaitu pengambilan hak orang lain dimana
pelakunya adalah orang yang diamanahi menjaga barang itu.(خيانة)
ú Penjambretan : yaitu mengambil hak orang lain dengan cara
membuat lengah pemiliknya lalu mengambilnya dengan cepat dan melarikan diri.(اختلاس)
ú Penggelapan : yaitu mengambil hak orang lain dengan cara membawa
lari uang yang dipinjamnya.(جاحد العارية).
Namun ada juga pendapat yang mewajibkan pelakunya dipotong tangan.
Bentuk-bentuk pengambilan hak
orang lain ini tidak termasuk dalam kriteria pencurian yang diancam dengan
hukuman “had”.
Dalilnya adalah :
“Pengkhianat dan
penjambret itu tidak dipotong tangannya” HR. Ahmad, Ashhabus Sunan, Ibnu Hibban
dan dishahihkna oleh At-Tirmizy.
Dari Jabir ra. bahwa
Rasulullah SAW bersabda,“Perampas / penodong itu tidak dipotong tanganya” HR.
Abu Daud.
Jadi hukuman yang mereka terima
adalah berdasarkan hukum “ta`zir” yang bentuknya diserahkan kepada
kebiajakan qadhi / hakim. Bisa dalam bentuk cambuk, pemukulan, penjara
yang lama atau denda.
Qadhi `Iyadh menyebutkan mengapa
Allah menetapkan hukuman potong tangan hanya pada kasus pencurian saja,
sedangkan kasus penjambretan dan penodongan tidak diterapkan potong tangan ?
Hikmahnya adalah bentuk-bentuk
itu kecil nilainya bila dibandingkan
dengan pencurian. Karena bisa dengan mudah untuk mengembalikannya cukup dengan
tuduhan yang disampaikan kepada hakim. Dan pembuktiannya pun mudah sekali.
Berbeda dengan pencurian yang
cukup sulit untuk membuktikannya sehingga memerlukan metode tersendiri dan karena
itu pula hukumannya harus lebih keras.
c.
Hukum
“HAD” bagi pencuri
Allah SWT telah menetapkan hukum
had bagi pencuri yang memenuhi kriteria pencurian, yaitu dengan dipotong
tangannya.
Dalilnya adalah firman Allah SWT
:
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا
جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Laki-laki yang
mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai)
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Qs.
Al-Maidah : 38)
Dalil dari sunnah Rasulullah SAW
:
Dari Asiyah ra. bahwa
Rasulullah SAW bersabda,“Orang-orang sebelummu itu binasa karena pembesar
mencuri dibiarkan dan bila orang lemah yang mencuri barulah dihukum”. HR.
Bukhari, Muslim, At-Tirmizy, Abu Daud dan An-Nasai.
Para
ulama sepakat bahwa selain dipotong tangannya juga wajib mengganti harta yang
diambilnya tanpa hak itu. Hal itu bila barang yang diambilnya masih ada di
tangan. Namun bila harta yang dicuirnya itu sudah habis atau sudah tidak di
tangannya lagi, bagaimana hukumnya ?
Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat :
§ Al-Hanafiyah
berpendapat bahwa bila harta yang dicuri itu sudah tidak ada lagi, maka
cukup dipotong tangannya saja dan tidak diwajibkan mengganti. Alasannya karena
Allah SWT tidak menyebutkan kewajiban untuk mengganti. Padahal dalam ayat yang
mewajibkan potong tangan itu, Allah tidak memerintahkan keharusan untuk
mengganti harta yang diambilnya. Alasan lainnya yang menguatkan adalah hadits
Rasulullah SAW,”Apabila seorang pencuri dipotong
tangannya, maka tidak perlu mengganti”.
Bahkan bila masalahnya diangkat ke pengadilan dan pencuri
itu mengembalikan, maka menurut pendapat ini, tidak
perlu dipotong tangannya.
§
Al-Malikiyah
berpendapat bahwa pencuri itu orang
berada, maka selain dipotong tangannya juga wajib mengganti barang yang
diambilnya. Ini sebagai bentuk peringatan untuknya. Namun bila pencuri itu
miskin dan tidak mampu mengganti, maka cukup dipotong tangannya saja tanpa kewajiban
mengganti.
§
Sedangkan Asy-Syafi`iyah dan Al-Hanabilah berpendapat bahwa baik ptong
tangan maupun mengganti harta yang diambil harus diterapkan. Bila barang yang
diambil itu sudah hilang, wajib mengganti senilai harganya. Hal ini dengan
tidak membedakan antara apakah pencuri itu mampu atau tidak mampu.
Karena potong tangan itu
kewajiban kepada Allah dan mengganti itu kewajiban kepada manusia. Dan
masing-masing memiliki latar belakang perintah kewajiban yang berbeda-beda.
Dan pendapat inilah yang paling
rajih dan mendekati kebenaran. Karena hadits yang digunakan Al-Hanafiyah adalah
hadits dha`if.
d.
Bila
pencurian dilakukan berkali-kali
Bila seorang pencuri yang telah
pernah dihukum potong tangan, lalu kedapatan mencuri lagi, bagaimana bentuk
hukumannya ? Apakah dipotong lagi atau tidak ?
Bila seorang pencuri terbutki
mencuri untuk pertama kalinya, para ulama sepakat untuk memotong tangan pencuri
yaitu tangan kanannya. Sedangkan bila untuk kedua kalinya terbutki mencuri
lagi, maka ulama pun sepakat untuk memotong kaki kirinya.
Tapi para ulama berbeda pendapat
bila pencuri itu untuk ketiga kalinya mencuri lagi. Bagaimanakah hukumnya bila
masih mencuri lagi untuk yang ketiga kalinya ?
Dalam hal ini para ulama berbeda pandangan :
Al-Hanafiyah
dan Al-Hanabilah berpendapat bila mencuri lagi untuk ketiga kalinya, maka tidak
perlu lagi dipotong tanganya, tapi cukup dihukum ta`zir dan dipenjara hingga
taubat.
Dalilnya
yang mereka gunakan adalah hadits berikut :
Diriwayatkan bahwa kepada
Sayyidina Ali ra. didatangkan soerang pencuri lalu dipotonglah tangannya.
Kemudian didatangkan kepadanya yang kedua dan telah mencuri maka dipotonglah
kakinya. Kemudian didatangkan yang ketiga namun beliau berkata,”Aku tidak akan
memotongnya, karena bila kupotong maka dengan apa dia akan makan dan
yatamassah. Dan bila kupotong kakinya maka dengan apa dia akan berjalan.
Sungguh aku malu kepada Allah”. Maka dipukullah pencuri itu dengan kayu dan dipenjarakan.” (HR.
Ad-Daruquthuny dan Muhammad bin Al-Hasan
dalam kitab al-Asar).
Al-Malikiyah
dan Asy-Syafi`iyah berpendapat bahwa bila mencuri lagi untuk yang ketiga
kalinya, maka tangan kirinya dipotong. Dan bila mencuri lagi untuk yang keempat
kalinya, maka kaki kanannya yang dipotong. Bila mencuri lagi setelah itu
barulah dia dihukum ta`zir.
Dalilnya adalah hadits berikut :
Dari Abi Hurairah ra.
bahwa Rasulullah SAW bersabda tentang pencuri,”bila mencuri maka potonglah
tangan (kanan)nya, bila mencuri lagi maka potonglah kaki (kiri)nya, bila
mencuri lagi maka potonglah tangan (kiri)nya dan bila mencuri lagi maka
potonglah kaki (kanan)nya”. (HR. Ad-Daruquthuni dan As-Syafi`i).
Sedangkan hikmah dari dipotongnya
tangan dan kaki karena tangan digunakan untuk mengambil dan kaki digunakan
untuk membawa lari curiannya itu. Sedangkan dipotong secara bersilang adalah
agar terjadi keseimbangan dan masih bisa dimanfaatkannya anggota tubuhnya yang
tersisa.
4. Sifat HAD pencurian
Hukuman yang dijatuhkan kepada
pencuri merupakan bentuk hukuman had (jama`nya : hudud) yang telah ditetapkan
oleh Allah. Karena itu tidak boleh untuk dirubah atau diganti bentuk hukumannya
bahkan oleh Rasulullah SAW sekalipun. Begitu juga bentuk hukuman ini tidak
mengenal pengampunan, permaafan atau damai antara kedua belah pihak bila telah diketuk palu oleh hakim.
Seandainya seorang hakim telah memvonis pencuri dengan
potong tangan lalu pihak yang kecurian mengampuni dan memaafkan, tidak bisa
dicabut lagi hukuman potong tangan ini.
Mengapa ? Karena pengampunan itu
memang hak pihak yang kecurian, sedangkan potong tangan adalah hak Allah SWT.
Berangkat dari logika ini,
Al-Hanafiyah menetapkan suatu kaidah yang berbunyi,”Damai dari masalah hudud
adalah batil”.
Hal seperti ini pernah terjadi di
zaman Rasulullah SAW, yaitu seorang telah memaafkan pencuri yang mencuri
barangnya, tapi kasusnya sudah masuk dan diangkat ke pengadilan. Sehingga tidak
bisa dihalangi lagi eksekusi potong tangan tersebut karena vonis telah jatuh.
Dalam kisah yang sangat masyhur
tentang Fatimah Al-Makhzumiyah yang dimintakan kepada Rasulullah SAW agar tidak diberlakukan hukum
potong tangan.
Seorang
pencuri dihadapkan kepada Rasulullah SAW maka beliau perintahkan untuk dipotong
tangannya. Namun seseorang berkata,”Ya Rasulullah, kami tidak mengira anda akan
melakukan itu”. Beliau menjawab,”Waalupun Fatimah binti Muhammad mencuri, maka
tetap tegakkan hukum HAD (potong tangan)”. HR Muttafaqun Alaih.
Dari
Rabiah bin Abdirrahman dari Az-zubair berkata,”Bila hukuman had sudah sampai
kepada sultan, maka Allah melaknat orang yang minta keringanan dan memberikan
keringanan”. HR. Malik dalam Al-Muwattha`
5. Syarat Pencurian
Namun tidak semua kasus pencurian
langsung dihukum dengan potong tangan. Ini perlu dijelaskan karena sering
disalahpahami orang yang tidak suka pada ajaran Islam. Seolah-olah Islam itu
haus darah, kejam dan tidak berperikemanusiaan.
Padahal dalam kasus pencurian
itu, Islam justru datang untuk melindungi hak milik manusia. Dan dengan
diterapkannya hukum potong tangan ini, para pencuri harus berpikir ulang
berkali-kali sebelum nekat melakukannya, karena ancamannya tidak ringan.
Seorang calon pencuri harus
berhitung ulang bila sampai tertangkap dan dipotong tangannya. Padahal tangan
adalah anggota tubuh manusia yang paling penting dan berperan sekali dalam
menjalankan kehidupan normal. Kalau sampai dipotong, maka hidupnya akan
kesulitan dan hilangnya bagian tangan itu akan menjadi cap abadi seumur hidup.
Kepada siapa pun dia bertemu, semua orang akan tahu bahwa dia adalah pencuri
yang pernah dihukum potong tangan.
Karena kerasnya hukum ini, para
qadhi dan hakim pun tidak boleh sembarangan main potong. Karena itu sosialisasi
hukum potong tangan itu harus benar-benar dipahami dan dimengerti oleh semua
lapisan masyarakat. Jangan sampai terjadi kasus dimana seseorang kedapatan
mencuri tapi dia tidak tahu bentuk hukuman apa yang diancamkan kepadanya.
Untuk memotong tangan pencuri,
harus dipenuhi syarat dan kriteria yang cukup lengkap. Syarat itu harus ada
baik pada diri pencurinya, pada barang yang dicuri, pada orang yang kecurian
dan juga pada tempat kejadian perkara. Bila salah satu dari syarat pencurian
itu tidak terpenuhi, maka huum potong tangan itu tidak boleh dilaksanakan.
Dan sebagai gantinya, hakim bisa
menjatuhkan hukuman ta`zir seperti yang sudah disebutkan sebelummhya. Hukuman
itu bisa berbentuk cambuk, pemukulan, penjara, denda dan sebagainya. Namun bila
dilihat efektifitas dan efeknya, maka hukuman cambuk nampaknya lebih tepat
dipilih. Karena kalau hukuman kurungan, dari semua kasus yang ada, umumnya
kurang bisa mendidik parapencuri, bahkan malah mereka saling berjumpa sesama
pencuri dan saling bertukar pelajaran dan pengalaman. Akibatnya keluar dari
penjara, bukannya tobat tapi malah naik levelnya.
Karena itu hukuman cambuk lebih
efektif karena langsung bisa dilaksanakan, juga murah dan tidak perlu
menghabiskan dana untuk penjara, makan, kesehatan dan lain-lain. Eksekusi itu
bisa dilakukan di depan umum untuk mendapatkan efek shock teraphy yang lebih
dalam.
a.
Syarat pencuri
Untuk bisa dihukum sesuai dengan
had yaitu dipotong tangan, maka pencurinya harus memenuhi persyaratan dan
kriteria tertentu. Bila syarat itu tidak terpenuhi tetap dihuum namun bukan
dengan potong tangan tapi dengan hukuman ta`zir.
Syarat pertama dan kedua telah disepakati oleh para ulama,
sedangkan syarat-syarat berikutnya satu sama lain berbeda pandangan. Syarat-
syarat itu adalah :
§
Akil
§
Baligh
Sehingga orang gila dan anak-anak
bila mencuri tidak perlu dilakukan eksekusi potong tangan, karena orang gila
jelas tidak berakal dan anak kecil belum baligh. Dua syarat ini termasuk yang
disepakati oleh jumhur ulama.
Dalilnya adalah hadits Rasulullah
SAW :
Telah
diangkat pena dari tiga orang : anak kecil hingga mimpi, orang gila hingga
sadar dan orang yang tidur hingga terjaga.”
Bahkan Imam Abu Hanifah dan Zufar
mengatakan bila pencurian dilakukan oleh sekelompok orang dimana di dalamnya
ada orang gila dan anak kecil, maka semuanya terbebas dari hukum potong tangan.
§ Tidak dalam keadaan
dipaksa dan dalam ikatan hukum Islam
Syarat ini diajukan oleh Asy-Syafi`iyah dan Al-Hanabilah dimana
mereka mengatakan bila pencurian dilakukan oleh orang yang dalam kondisi
dipaksa, maka tidak wajib dilakukan hukum potong tangan itu.
Begitu juga seorang non-muslim yang tinggal di negeri Islam, maka
bila mencuri tidak termasuk yang wajib dipotong tanganya. Karena dia bukan
orang yang terikat dengan hukum Islam.
§
Pencurinya bukan ayah atau kakeknya sendiri
Syarat ini diajukan oleh
Al-Malikiyah dimana bila seorang ayah mencuri harta anaknya sendiri, maka tidak
bisa dikategorikan sebagai pencurian.
Sedangkan Imam Asy-Syafi`i
menambahkan bahwa bila seorang kakek mencuri harta cucunya, maka tidak
dikategorikan pencurian yang mewajibkan potong tangan.
Bahkan Imam Abu Hanifah
menyebutkan bila pencurinya adalah orang yang masih punya hubungan kerabat.
§
Tidak dalam kondisi kelaparan
Al-Hanabilah menyebutkan bila
kondisi pencuri dalam keadaan kelaparan yang sangat lalu mencuri untuk
menyambung hidupnya, tidak bisa dialkukan potong tangan.
§
Pencurinya tahu tidak bolehnya mencuri
Al-Hanabilah juga mensyaratkan
bahwa seorangpencuri harus tahu bahwa perbuatan itu haram dan berdosa. Bila dia
tidak tahu, maka tidak bisa dilakukan hukum tersebut.
b.
Syarat
barang yang dicuri
Sedangkan yang berkaitan dengan
kondisi barang yang dicuri, ada beberapa kriteria dan persyarat agar bisa
dikategorikan pencurian yang mewajibkan dilaksanakannya potong tangan. Bila
syarat pada barang yang dicuri ini tidak ada, maka pelakunya tidak dipotong
tangan tetapi hakim bisa menerapkan hukuman ta`zir. Syarat dan kreiteria itu
adalah :
§
Barang yang dicuri memiliki nilai harga
Bila barang yang dicuri adalah
bangkai, khamar atau babi, maka tidak termasuk pencurian yang mewajibkan
dilaksanakannya potong tangan. Karena semua itu tidak termasuk sesuatu yang
berharga bagi hak seorang muslim.
Begitu juga bila yang dicuri
adalah anak kecil yang merdeka (bukan budak). Karena manusia merdeka bukan
termasuk harta. Ini berbeda bila yang dicuri anak seorang budak kecil.
§
Mencapai nishab
Nishab adalah nilai harga minimal
yang bila terpenuhi, maka pencurian itu mewajibkan dilaksanakannya potong
tangan. Seandainya barang yang dicuri itu nilainya kecil dan masih di bawah
harga nisahb itu, maka tidak termasuk hal itu.
Namun para ulama tidak secara
tepat menyepakati besarnya nishab itu :
-
Jumhur ulama diantaranya
Al-Malikiyah, Asy-Syafi`iyah dan Al-Hanabilah sepakat bahwa nishab pencurian
itu adalah ¼ dinar emas atau 3 dirham perak. Nilai ini setara dengan harga 4,45
gram emas murni. Jadi bila harga emas murni 24 per gramnya Rp. 100.000,-, maka
satu nisab itu adalah Rp. 100.000,- x 4,45 gram = Rp. 445.000,-.
Bila benda yang dicuri oleh
seseorang harganya setara atau lebih dari Rp. 445.000,-, dia sudah bisa
dipotong tangannya.
Dalilnya adalah sabda Rasulullah
SAW
Dari
Aisyah ra. ,”Tangan pencuri dipotong bila nilainya ¼ dinar ke atas”. HR.
Bukhari, Muslim dan ashabu kutub sittah.
Dari Abdullah bin Umar
ra. bahwa Rasulullah SAW memotong tangan pencuri mijan yang nilainya 3 dirham”.
HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, At-tirmizy dan An-Nasai.
-
Sedangkan Al-Hanafiyah menetapkan
bahwa nishab pencurian itu adalah 1 dinar atau 10 dirham atau yang senilai
dengan keduanya.
Dalilnya adalah hadits Rasulullah
SAW,:”Tidaklah dipotong selama nilainya di
bawah 10 dirham.” HR Ahmad.
Juga hadits lainnya,”Tidak dipotong tangan kecuali senilai 1 dinar atau 10
dirham”. HR. At-Thabarani.
Juga hadits lainnya,”Tidaklah tangan pencuri itu dipotong kecuali nilainya
seharga “mijan” dimana saat itu seharga 10 dirham”. HR. Abu Syaibah
Bila kita cermati latar belakang
perbedaan itu sebenarnya hanyalah berkisar pada penetapan harga mijan. Dimana
jumhur ulama sepakat bahwa harganya saat itu ¼ dinar. Sedangkan Al-Hanafiyah
menganggap harganya saat itu 1 dinar.
§
Barang yang Dicuri Berada Dalam Penjagaan
Yang dimaksud penjagaan adalah
bahwa harta yang dicuri itu diletakkan di tempat penyimpanannya oleh
pemiliknya. Dalam hal ini bisa dibagi menjadi dua kategori, yaitu yang temapt
yang sengaja dibuat untuk menempatkan suatu barang dan juga yang secara hukum
bisa dianggap sebagai penjagaan.
Yang pertama, tempat penyimpanan
itu bisa di dalam rumah, pagar, kotak, laci, atau lemari. Sebagai contoh bila
seseorang meletakkan barangnya di dalam rumahnya, maka rumah itu menjadi media
penyimpanan meski pintunya terbuka. Karena seseorang tidak boleh memasuki rumah
orang lain tanpa izin meski pintunya terbuka.
Yang kedua, memang bukan media
penyimpanan khusus namun termasuk area umum dimana seseorang berada disitu dan
orang lain tidak boleh menguasainya kecuali atas izinnya. Contohnya adalah
seseorang yang duduk di masjid dan meletakkan tasnya di sampingnya saat tidur.
Ini termasuk dalam penjagaan.
Pencopet termasuk yang wajib
dipotong tangannya karena mengambil dari saku orang lain. Sedangkan saku
seseorang termasuk kategori penjagaan.
Sedangkan hukum Nabbasy
(pencuri kian kafan mayat dalam kubur) menurut Imam Abu Hanifah tidak termasuk
yang wajib dipotong tangannya karena kuburan tidak termasuk meida penjagaan
harta. Sedangkan menurut Al-Malikiyah, Asy-Syafi`iyah, Al-Hanabilah dan Abu
Yusuf tetap harus dipotong karena kuburan termasuk media penjagaan.
§
Barang yang awet dan bisa disimpan (tidak lekas rusak)
Imam Abu Hanifah dan Muhammad
mengatakan bila barang yang dicuri mudah rusak seperti buah-buahan, susu murni
atau makanan basah. Karena bisa saja seseorang mengambilnya dengan niat
menyelamat-kannya dan siap untuk menggantinya.
§
Barang yang dicuri yang bisa diambil oleh siapapun
Menurut Al-Hanafiyah, bila suatu
benda ada dimana-mana dan tidak dimiliki secara khusus oleh orang, maka tidak
bisa dikatakan pencurian bila diambil oleh seseorang. Seperti burung liar,
kayu, kayu bakar, bambu, rumput, ikan, tanah dan lain-lain. Mengingat
benda-benda seperti itu terhampar dimana-mana dan tidak merupakan hak
perorangan. Bila ada seseorang mengambil kayu yang jatuh dari ranting pohon
yang sudah tua di dalam sebuah hutan, tentu tidak dianggap pencurian.
Namun akan berbeda halnya bila
kayu yang diambilnya adalah gelondongan kayu jati sebanyak 1 juta meter kubik.
Karena ini bernilai tinggi dan tentu dilindungi oleh negara. Namun hukum
dasarnya memang halal karena benda itu tidak dimiliki oleh perorangan. Tetapi
ketika terjadi ekploitasi besar-besaran dan mengganggu ekosistem serta
keseimbangannya, maka tentu dibuat aturan yang bijak.
Dimasa sekarang ini hampir sulit
menemukan benda seperti yang dimaksud oleh Al-Hanafiyah. Karena semuanya
sekarang punya nilai jual tersendiri. Karena itu nampak pendapat jumhur dalam
hal ini lebih kuat karena memang tidak membedakan apakah harta itu tersedia
dimana-mana tanpa pemilik atau tidak. Karena semua memiliki nilai jual dan pada
dasarnya harus digunakan demi kepentingan rakyat secara umum yang dikoordinir
oleh negara. Ini menurut ukuran idealnya, karena negaralah yang seharusnya
memanfaatkan semua kekayaan alam dan demi kentingan merata rakyat banyak.
Adapun yang dilakukan oknum
pemerintahan bekerjasa sama dengan perusahaan yang mengeksploitasi kekayaan
alam, tidak lebih dari penjahat yang memakan harta rakyat secara zalim.
§
Dalam harta yang dicuri tidak ada bagian hak pencuri
Bila seorang mencuri harta dari
seorang yang berhutang kepadanya dan tidak dibayar-bayar, maka ini tidak
termasuk pencurian yang mewajibkan potong tangan. Begitu juga bila seseorang
mencuri harta atasannya yang pelit dan tidak membayar gaji bawahannya sesuai
dengan haknya. Atau seorang yang mencuri harta orang kaya yang zalim dan
memakan uang rakyat yang lemah. Termasuk juga bila seseorang mengambil harta
dari seorang maling atau perampok.
Bahkan para ulama juga menuliskan
bahwa mencuri alat-alat yang haram hukumnya seperti alat musik gendang, gitar,
seruling atau kayu salib, catur, dadu dan sejenisnya termasuk di luar kategori
pencurian yang dimaksud. Karena secara umum, barang-barang itu tidak boleh
dimiliki oleh seorang muslim. Sehingga itu mencurinya pun bukan termasuk
mencuri harta seseorang.
Seorang yang mencuri harta dari
baitul mal pun tidak termasuk kategori pencurian yang dimaksud. Karena baitul
mal adalah harta bersama dimana di dalamnya ada juga hak si pencuri sebagai
rakyat meski kecil bagiannya. Namun bila si pencuri itu termasuk orang kaya
atau non muslim, maka termasuk pencurian dan wajib dipotong tangannya. Karena
orang kaya dan non muslim, keduanya buka ntermasuk orang yang berhak
mendapatkan harta dari baitul mal.
Semua kasus di atas tidak
mewajibkan potong tangan karena pada dasarnya potong tangan itu merupakan
ibadah mahdhah dan merupakan hukuman yang berisifat lengkap. Sedangkan
kasus-kasus di atas tidak sepenuhnya bermakna pencurian, tapi ada syubhat
karena di dalam harta itu sebagian ada yang menjadi haknya.
§
Tidak ada izin untuk menggunakannya
Seseorang yang mengambil harta
yang bukan miliknya namun dia sendiri memiliki wewenang untuk masuk ke tempat
penyimpanannya, maka ketika dia mengambilnya tidak termasuk pencurian yang
dimaksud. Karena unsur mengambil dari penjagaannya tidak berlaku. Hal itu
disebabkan si pencuri adalah orang yang punya izin dan hak untuk ke luar masuk
ke dalam tempat penjagaan.
Contoh kasusnya bila seorang
suami mengambil uang istrinya yang disimpan di dalam rumah. Suami adalah
penghuni rumah dan punya akses masuk ke dalam rumah itu. Bila dia mengambil
harta yang ada dalam rumah itu, maka bukan termasuk pencurian yang mewajibkan
potong tangan.
Hal yang sama berlaku bagi sesama penghuni rumah seperti pembantu dan
siapapun yang memang menjadi penghuni rumah itu secara bersama. Termasuk tamu
yang memang diizinkan tinggal di dalam rumah.
§
Barang itu sengaja dicuri
Bila seseorang mencuri suatu
benda namun setelah itu di dapatinya pada benda itu barang lainnya yang
berharga, maka dia tidak bisa dihuum karena adanya barang lain itu.
Contoh : bila seseorang berniat
mencuri kucing tapi ternyata kucing itu berkalungkan emas atau berlian yang
harganya mahal, maka dia tidak bisa dikatakan mencuri emas atau berlian itu.
Atau mencuri anak kecil lalu
ternyata anak kecil itu memakai giwang emas.
Namun yang jadi masalah,
bagaimana hakim bisa membedakan motivasi pencuri dalam mengambil barang.
c.
Syarat
orang yang kecurian
Selain adanya syarat yang harus
terdapat pada pencuri dan barang yang dicuri, syarat berikutnya adalah syarat
yang terkait dengan orang yang kecurian. Syarat ini juga harus termasuk salah
satu dari tiga kondisi :
-
Dia adalah pemilik asli barang
yang dicuri, atau
-
Dia adalah orang yang diamanahi untuk
menyimpan atau memegang harta itu, atau
-
Dia adalah orang yang menjadi
penjamin atas barang itu seperti orang yang menerima gadai.
Dengan demikian, bila seseorang
yang kecurian barang namun dia bukan pemilik atau yang diamanahi atau yang
menjadi penjamin barang itu, maka bukan termasuk pencurian yang dimaksud.
Sama halnya dengan seorang
pencuri yang baru saja berhasil menggarap harta orang lain tiba-tiba barang itu
dicuri lagi oleh pencuri lainnya, maka pencuri kedua tidak termasuk pencuri
yang dimaksud. Karena dia mencuri barang bukan dari pemilik sahnya. Para ulama
menqiyaskan tindakan mencuri barang curian dari seorang pencuri sama halnya
dengan mengambil barang dari jalanan. Disitu tidak ada unsur penjagaan (hirz)
d.
Syarat
tempat pencurian
Sebuah pencurian bisa dikatakan
sah bila terjadi di negeri yang adil dimana tidak terjadi perang disitu atau
bukan daerah konflik bersenjata.
Begitu juga pencurian itu terjadi
bukan di daerah kekuasaan Islam, maka hukum hudud potong tangan tidak bisa
dilakukan.
Di dunia ini negeri yang secara
formal menerapkan hukum Islam secara resmi barangkali hanya Saudi Arabia saja.
Sedangkan negeri arab lainnya, sayang sekali, belum lagi menerapkannya secara
formal. Padahal bila dilihat dari sisi syarat dan dan kemampuan, sebenarnya
masing-masing negara arab dan yang berpunduduk mayoritas muslim bisa saja
menyepakati untuk menjalankan syariat Islam dalam hukum positif mereka.
Dengan demikian, maka mereka akan
termasuk orang yang menjalankan hukum yang Allah turunkan. Karena penolakan
terhadap hukum Allah akan berakibat pada gugurnya ke-islaman seseorang. Allah
mengancam para penentang hukum Dalam hal ini Allah menyebutkan cap kafir,
zhalim dan fasik buat penentang hukum-hukum-Nya. Silahkan cermati firman Allah
ta`ala :
Barangsiapa
yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah
orang-orang yang kafir.(QS. Al-Maidah : 44)
Barangsiapa
tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu
adalah orang-orang yang zalim..(QS. Al-Maidah : 45)
Barangsiapa
tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu
adalah orang-orang yang fasik..(QS. Al-Maidah : 47)
6. Penetapan pencurian
Bila seorang pencuri tertangkap
dan semua syarat untuk pencurian sudah tersedia, tinggal satu hal lagi yang
harus dikerjakan, yaitu itsbat. Yang dimaksud adalah penetapan oleh
pihak mahkamah / pengadilan / qadhi dalam memvonis seseorang itu benar-benar
mencuri dan memenuhi syarat pencurian.
Hukum potong tangan tidak bisa dijatuhkan oleh qadhi sebelum
dilakukan itsbat atau penetapan
bahwa pencurian itu dilakukannya.
Itsbat atau penetapan ini dalam prakteknya
hanya mungkin dilakukan dengan salah satu dari dua cara, yaitu adanya saksi
atau adanya pengakuan dari si pencuri sendiri.
a.
Pembuktian
dengan adanya saksi
Kesaksian dari orang lain sebagai
saksi aka menentukan apakah seorang bisa dibuktikan sebagai pencuri atau bukan.
Namun untuk bisa dijadikan saksi, diperlukan beberapa persyaratan :
-
Jumlahnya minimal dua orang.
-
Keduanya laki-laki, sedangkan
wanita tidak diterima kesaksiannya.
-
Keduanya adil, sedangkan orang
fasik tidak diterima kesaksiannya.
-
Kesaksian itu dilakukan langsung
dimana saksi secara nyata memang melihat peristiwa pencurian itu, bukan sekedar
perkiraan atau dugaan semata. Sedangkan persaksian atas persaksian tidak bisa
diterima.
b.
Pengakuan
Bila tidak ada saksi, maka hal
yang bisa dijadikan istbat justru datang dari pengakuan si pencuri. Sebagian
ulama mensyaratkan bahwa pencuri yang mengaku itu harus seorang yang merdeka
dan bukan budak.
7. Bagian Tangan yang Dipotong
Al-Quran secara tegas telah
menyebutkan bahwa pencuri itu harus dipotong tangannya. Tapi bagian manakah
dari tangan itu yang harus dipotong ? Seluruhnya atau bagian tertentu saja ?
Dalam masalah ini Jumhur Ulama
telah sepakat bahwa tangan pencuri yang dipotong adalah hanya bagian
pergelangannya saja dan bukan seluruh tangannya. Mereka dalam banyak kitab
menuiskan bahwa batas yang dipotong adalah sebatas : (كوع
/ رِسغ / مفصل الزند). Kesemuanya berarti adalah pergelangan
tangan.
Dalilnya yang mereka gunakan
adalah :
Dari Amru ibn Syu`aib dari
ayahnya dari kakeknya tentang kisah pencuri selendang Shofwan bin Umayyah yang
dalam hadits itu ada kisah tentang Rasulullah SAW,”Kemudian beliau
memerintahkan untuk memotong sebatas tangannya sebatas pergelangan”. (HR
.Ad-Daruquthuny)
Dari Ibnu Adi bin Abdillah
bin Amru berkata, “Rasulullah SAW memotong tangan seorang pencuri pada
pergelangannya”.
Begitu juga dalam kasus seorang pencuri terbukti mencuri
untuk kedua kali, maka kaki yang dipotong adalah hanya batas bagian pergelangan
kaki.
Dari Umar ra. bahwa
Rasulullah SAW memotong kaki pada bagian pergelangan kaki”. HR. Ibnul Munzir
Dari Ali bin Abi Thalib
ra. bahwa Rasulullah SAW memotong kaki pencuri pada pergelangan kaki”. (HR.
Al-Baihaqi)
8. Hikmah Kerasnya Hukuman Pencuri
Islam adalah agama yang sangat
menghormati hak milik seseorang sebagimana Islam juga menghargai jiwa manusia.
Untuk itu Islam datang untuk melindungi lima kepentingan pokok manusia, yaitu
keamanan jiwa, keamanan harta, kebebasan beragama, bebasnya berpikir dan
terjaganya kehormatan.
Karena itu menjaga dan memelihara
harta manusia merupakan sesuatu yang fundamental dan rnerupakan keperluan
asasi bagi rnanusia. Jika tidak ada Islam maka musnahlah harapan terpeliharanya
harta benda.
Suatu fenomena historis tentang
pemeliharaan harta benda ini terjadi ketika Abu ‘Ubaidah bin Jarrah merasa
tidak mampu melindungi penduduk Nashrani, Ia rnengembalikan jizyah (upeti) yang
diterimanya kepada penduduk Nashrani tersebut. Ini jelas lahirnya satu era
keadilan yang sukar ditemukan dalam sejarah manusia. Dan lahirnya masyarakat
baru yang tidak di dapati di dunia sesudah mereka. Yaitu masyarakat yang
menjamin seluruh tonggak hidup dan eksistensi manusia.
Bandingkan fenomena tersebut
dengan apa yang dilakukan imperialis di negara-negara jajahan. Bandingkan apa
yang terjadi di masyarakat Muslim, di mana individu-individunya tidak mengambil
harta kecuali dengan haq dan harta manusia tidak diambil kecuali dengan haq
dengan masyarakat komunis dan kapitalis modern.
Di dalam masyarakat komunis tidak
dibenarkan hak pemilikan. Karena itu hak pemilikan dan hidup jelas diabaikan.
Dan di dalam masyarakat kapitalis secara lahiriah menjaga harta manusia, tapi
hakikatnya ia mencuri harta tersebut dengan jalan riba, penimbunan,
eksploitasi, menghancurkan hak-hak kaum fuqara’ dan orang-orang miskin dan
melakukan jalan culas yang keji.
Harta manusia tidak akan dapat
terpelihara oleh manusia kecuali dengan Islam. Islam tidak akan memberikan
harta kepada siapapun dengan cara zhalim dan tidak akan mengambil harta dengan
cara zhalim pula. Jadi tidak akan ada manusia yang terzhalimi dalam masyarakat
Muslim.
Dan mempertahankan harta yang
dimiliki dari perampasan dan pencurian adalah hak seorang muslim. Bahkan
kalaupun harus beresiko nyawa sekalipun.
Dari
Abi Hurairah berkata bawah Rasulullah SAW bersabda ketika seseorang
bertanya,”Ya Rasulullah, bagaimana bila seorang merampas hartaku ?”. “Jangan berikan
!”. “Bagaimana bila dia mau membunuhku ?”. “Bunuhlah dia !”. Bagaiman bila aku
malah terbunuh ?”. “Bila kamu terbunuh maka kamu mati syahid karena
mempertahankan hartamu”. “Bagamana bila aku berhasil membunuhnya ? “. “Dia
masuk neraka”. (HR. Muslim dan Ahmad).
Rasulullah
SAW bersabda,”Siapa yang mati karena mempertahankan hartanya maka dia mati
syahid.Dan siapa yang mati karena mempertahankan kehormatannya maka dia mati
syahid”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Dan Allah SWT berfirman :
Dan
sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada suatu
dosapun atas mereka.(QS. As-Syuro : 41).