“فصل”
والمعتدة على ضربين متوفى عنها وغير متوفى عنها فالمتوفى عنها إن
كانت حاملا فعدتها بوضع الحمل وإن كانت حائلا فعدتها أربعة أشهر وعشر وغير
المتوفى عنها إن كانت حاملا فعدتها بوضع الحمل وإن كانت حائلا وهي من ذوات
الحيض فعدتها ثلاثة قروء وهي الأطهار وإن كانت صغيرة أو آيسة فعدتها ثلاثة
أشهر والمطلقة قبل الدخول بها لا عدة عليها وعدة الأمة بالحمل كعدة الحرة
وبالإقراء أن تعتد بقرأين وبالشهور عن الوفاة أن تعتد بشهرين وخمس ليال وعن
الطلاق أن تعتد بشهر ونصف فإن اعتدت بشهرين كان أولى.
Fasl
Perempuan iddah itu ada dua macam: ditinggal mati dan tidak ditinggal mati.
Iddah akibat ditinggal mati maka apabila hamil iddahnya adalah
melahirkan. Dal bila tidak hamil maka iddahnya empat bulan sepuluh hari.
Iddah akibat cerai bukan ditinggal mati apabila hami mak iddahnya
melahirkan, dan jika tidak hamil dan masih subur ( haid ) maka iddahnya
tiga kali suci.
Iddah bagi perempuan yang dicerai yang msih kecil atau perempuan yang sudah luas ( tidak haid lagi ) maka iddahnya tiga bulan.
Perempuan yang dicerai sebelum dikumpuli tidak punya iddah.
Iddahnya amat yang hamil seperti iddahnya perempuan yang merdeka, dan
yang iddahnya perempuan budak yang dengan ukuran suci adal dua kali
suci. Budak perempuan yang ditinggal mati dan tidak hamil maka iddahnya
dua bulan lima malam. Iddah budak perempuan yang dicerai bukan ditinggal
mati adalah satu bulan lima belas hari, bila iddah dengan dua bulan itu
lebih utama.
1. Pengertian Iddah:
Iddah menurut bahasa yaitu: Isim dari kata masdar
adda yauddu addan iddatan di ambil juga dari kata bilangan atau hitungan karena mencakup jumlah masa bersih/masa haid dan bulan.
Sedangkan menurut syar’i: Sebuah nama yang di pakai untuk menentukan
masa tertentu di mana wanita menunggu, jadi masa menunggu, ini semua
karena ibadah kepada Allah
Ta’ala.
Kaum muslimin
Rohimakumullah.. Ini bukti bahwa umat ini berislamnya banyak yang tidak terikat dengan Allah
Subhanahu Wa Ta’ala,
berislamnya dengan kebiasaan, contoh “Kita shalatnya lebih baik di
rumah katanya, padahal kita ingin dapat 27 derajat di masjid” jadi
aturan Allah itu dibuat susah sama dia, jadi seakan-akan apa? Mereka
menganggap Allah tidak bagus membuat aturan, mereka mengatakan “kenapa
laki-laki shalat fardhunya di masjid dan mendapat 27 derajat. kenapa
kami di rumah?” “Ya karena Rasulullah mengatakan shalat yang terbaik
bagimu di rumah, kalau beliau mengatakan yang terbaik, maka lebih dari
27 dong.”
Jadi apapun ketentuan Allah
Ta’ala kepada manusia, apakah
sama atau tidak sama dengan perempuan, maka hal itu tidak ada masalah,
jangan sampai ribut-ribut . Orang-orang yang menghasung kesetaraan
gender itu mengatakan
”mana keadilanya ketika wanita dikasih haid tidak boleh ke masjid, itukan diskriminatif”. Kalau dia sadar dia makhluk Allah , ciptaan Allah, apa kata Allah, maka ikuti aja
Ini lah sebenarnya hakikat
ati’uAllah wa ati’urrasul.
Ketaatan ini lah yang belum terbangun dalam masyarakat kita, sehingga
banyak protes, kenapa? Berati ma’rifatullahnya yang kurang, ngajinya
salah, kalau orang bangun rumah kan harus mulai dari pondasi dan
tiangnya, tiba-tiba bangun atap bangun dinding bingung melayang-layang
di atas, ketika tanpa diawali dengan pondasi dan tiang past sebentar
lagi roboh.
Jadi ada 3 alasanya pertama: kita memang ibadah kepada Allah S
ubhanahu Wa Ta’ala,
kalau Allah kasih iddah bagi yang bercerai, maka ikuti aj, karena hal
itu ibadah namanya. Yang kedua: sebagai kesempatan atau pelajaran bagi
laki-laki, agar jangan terburu-buru bercerai, kemudian: menguatkan atau
membuktikan bukti kuat bahwa rahimnya kosong, tidak mengandung anak si
suami. Iddah sebagai akibat talak atau wafat, jadi tidak terjadi iddah
kecuali kalau terjadi talak atau wafat.
2. Dalil Disyariatkanya Iddah
Dari mana kita tahu dalilnya iddah?, Dari al-quran dari sunnah dari
ijma’ para ulama, arti ijma’ di sini maksunya tidak ada ulama yang
berbeda pendapat. Kalau di sebut ijma’ artinya apa? Tidak ada ulama
perbeda pendapat, tapi kalau soal wali ada selisih pendapat karena
memahami kata itu. Iddah itu di tentukan oleh suci atau haidnya itu,
ulama berselisih pendapat, begitu juga dengan kata quru’ mengandung dua
pendapat yaitu haid atau suci, akan tetapi iddah itu sendiri adalah
ijma’ para ulama, dari Al-quran bisa kita baca ayat :
{وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ } [البقرة: 228]
“Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga quru’.” (al-baqoroh : 228)
Masa menunggu ini yang di namakan dengan masa iddah, Allah juga berfirman dalam surat at-Talaq:
{ وَاللَّائِي يَئِسْنَ مِنَ الْمَحِيضِ مِنْ نِسَائِكُمْ
إِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلَاثَةُ أَشْهُرٍ وَاللَّائِي لَمْ
يَحِضْنَ وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا} [الطلاق: 4]
“dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di
antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa
iddahnya), Maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula)
perempuan-perempuan yang tidak haid. dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya.” (at-Thalaq : 4)
Makanya ulama menkiaskan kasus ini dengan orang yang hamil tanpa
nikah, tidak boleh menikah sebelum melahirkan, karena yang dikandungnya
itu bukan anak dia dan nasabnya putus, anaknya nggak masalah tapi
nasabnya putus, hal ini nanti bisa kacau balau yang bener anak siapa
ini?
Kemudian istri yang di tinggal mati suaminya maka ia menunggu selama 4
bulan sepuluh hari, sedangkan dalil dari sunnah Hadits dari Miswar bin
Makhromah:
عَنِ الْمِسْوَرِ بْنِ مَخْرَمَةَ أَنَّ سُبَيْعَةَ
الأَسْلَمِيَّةَ نُفِسَتْ بَعْدَ وَفَاةِ زَوْجِهَا بِلَيَالٍ فَجَاءَتِ
النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فَاسْتَأْذَنَتْهُ أَنْ تَنْكِحَ فَأَذِنَ
لَهَا فَنَكَحَتْ.
“Bahwasanya Subai’ah Bin Aslamiyah dia melahirkan setelah wafat
suaminya beberapa malam setelah itu datang kepada Nabi Salallahu Alaihi
Wa Sallam meminta izin kepada Nabi untuk menikah kemudian Nabi
mengizinkan,”
Pokoknya kalau orang yang hamil dicerai atau ditinggal suaminya mati, maka tetap menunggu sampai melahirkan.
3. Hikmah Di Syariatakanya Iddah :
- Agar ada pembuktian lepasnya rahim wanita itu dari hamil (maksudnya
dari janin yang ada di dalam rahimnya agar tidak konvesius keturunanya)
agar tidak kacau balau keturunan.
- Agar memberi kesempatan untuk suami yang mencerai itu agar dia
kembali atau menyesal, jika talaknya talak roj’i (talak yang masih bisa
ruju’ kembali yaitu talak satu dan dua) tapi kalu sudah talak yang
ketiga jangan kasih kesempatan mikir-mikir lagi sudah selesai perkara.
- Menjaga hak hamil ketika dia berpisah dari kehamilanya.
Macam-Macam Iddah
Macam-macam iddah terbagi menjadi dua yaitu
iddah wafat dan
iddah bercerai.
1. Iddah wafat: yaitu apa bila meninggal suaminya maka hal ini
tidak terlepas dari dua kemungkinan bisa jadi ia hamil dan yang kedua
dia tidak hamil, kalau wanita tersebut hamil maka masa iddahnya berakhir
dengan melahirkan itu sendiri walaupun hanya semenit atau berepa jam
setelah wafat, jadi patokannya adalah melahirkan sebagai mana firman
Allah :
{وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ} [الطلاق: 4]
Wanita-wanita yang hamil yang ditinggalkan suami-suaminya
meninggal batas iddahnya adalah dia melahirkan kandungannya,
dan dalil
dari sunnah yaitu hadits di atas tadi, wanita yang mengadu kepada Nabi
dia ditinggal suaminya mati dan kemudian dia melahirkan kemudian dia
mengadu kepada Nabi untuk menikah kemudian Nabi mengijinkan maka
kemudian dia menikah.
Kemudian kemungkinan yang kedua apabila wanita itu tidak hamil maka
masa iddahnya empat bulan sepuluh hari, ini sama dengan wanita yang
ditalak apakah ia sampai digauli ataupun belum sama saja iddahnya empat
bulan sepuluh hari, karena keumuman firman Allah
Ta’ala ini menurut pendapat imam Ahmad kalau pendapat imam Syafi’i maka ada bedanya. Allah berfirman :
{وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا
يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا } [البقرة:
234]
“Dan orang-orang yang di wafatkan dari kamu dan dia meninggalkan
istri-istri maka istri itu menunggu untuk diri mereka empat bulan
sepuluh hari.” (al-Baqarah : 234)
Jelaskan tidak usah ditafsirkan lagi empat bulan sepuluh hari, jadi
apakah dia dukhul ataukah belum, tidak masalah kemudian setelah habis
masa itu tidak masalah kalau kalian hendak melaksanakan yang ma’ruf, apa
maksudnya ma’ruf? Yaitu menikah lagi, jadi menikah itu ma’ruf, makanya
al amru bil ma’ruf perintahkan menikah itu, makanya Allah berfirman:
“dan nikahkanlah yang bujangan itu”,
ini perintah Allah sunnah Rosulullah. Di dalam ayat di atas tidak
membeda bedakan yang sudah dukhul ataupun yang belum jadi imam Ahmad
mengambil pendapat ini.
2. Iddah firok (iddah karena cerai).
Yaitu iddah yang terjadi di sebabkan perceraian, perceraian itu bisa
karena faskh, tolak, ataupun khulu’ setelah suami istri bercampur hal
ini tidak lepas dari 3 kemungkinan pertama: perampuan itu hamil dan yang
kedua perempuan tersebut tidak hamil dan yang ketiga dia belum haid
karena umurnya kecil atau karena sudah tidak haid lagi,
- Kalau dia hamil iddahnya berahir dengan kelahiran hamilnya.
- Kalau dia tidak hamil yang masih haid maka iddahnya 3x suci setelah
bercerai itu, jadi cerai itu harus dalam keadaan suci, maka bagi siapa
yang hendak cerai maka hendaknya dia melihat kondisi istri kalau kondisi
istri ii belum haid maka jangan di cerai dulu kalau kita dah campuri
tunggu dulu ia haid kemudian besih setelah haid baru dia boleh cerai,
jadi jangan asal ngamuk-ngamuk kemudian cerai… padahal nikah tidak
semudah itu kan? Jadi cerai itu sah kalau dalam kondisi suci dan belum
di setubuhi lagi, ini bagai wanita yang haid, jadi kit hitung suci
pertama waktu di cerai suci kemudian haid kemudian suci kedua kemudian
haid kemudia suci ketiga selesai masa ruju’ dan habis masa iddah. Luar
biasa toleransi Allah pada kita kita aja yang kurang mau toleransi pada
Allah , dalilnya adalah firman Allah :
{ وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ
قُرُوءٍ وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ أَنْ يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللَّهُ فِي
أَرْحَامِهِنَّ إِنْ كُنَّ يُؤْمِنَّ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَلِكَ إِنْ أَرَادُوا
إِصْلَاحًا وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ
وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ } [البقرة:
228]
“Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru.
tidak boleh mereka Menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam
rahimnya. jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan
suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka
(para suami) menghendaki ishlah. dan Para wanita mempunyai hak yang
seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. akan tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (al-Baqarah : 228)
(1)Quru’ dapat diartikan suci atau haidh.
(2)Hal ini disebabkan karena suami bertanggung jawab terhadap
keselamatan dan Kesejahteraan rumah tangga (Lihat surat An Nisaa’ ayat
34).
Kalau hamil maka dia harus mengakui kalau dia hamil, karena iddahnya
akan berbeda, ternyata hamil baru sebulan… delapan bulan lagi nunggu dia
ternyata punya pilihan juga maka dia harus sabar menunggu.
Kalau dilihat sudah tidak haid karena kecil umurnya atau karena ia
sudah tua maka sehingga tidak haid lagi maka maka iddahnya cukup tiga
bulan iddahnya, singkatnya yang haid empan bulan sepuluh hari, dan yang
tidak maka tiga bulan saja
Hukum Talak Sebelum Dukhul (Berhubungan)
Kalau suami menceraikan istrinya karena faskh, atau karena talak
sebelum dia dukhul maka tidak ada iddahnya karena ada firman Allah :
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نَكَحْتُمُ
الْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ
فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ تَعْتَدُّونَهَا فَمَتِّعُوهُنَّ
وَسَرِّحُوهُنَّ سَرَاحًا جَمِيلًا } [الأحزاب: 49]
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-
perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu
mencampurinya Maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka ‘iddah bagimu
yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut’ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik- baiknya.” (al-ahzab : 49)
(3)Yang dimaksud dengan mut’ah di sini pemberian untuk menyenangkan hati isteri yang diceraikan sebelum dicampuri.
Ayat dia atas tidak ada bedanya antara istri-istri kita mukmin
ataupun dari ahli kitab, bisa jadi suatu masa kita menyerang amerika dan
kemudia dapat istri orang-orang amerika atau orang eropa dan dianya
masih kitabiyah siapa taukan? (para jamaah tertawa) kita kan bicara
hukum jadi nggak bisa di sembunyi-sembunyikan bisa saja kejadian) dan
hukum di atas adalah kesepakatan ahli ilmi di sebutkan mukminat di sini
tidak ada kitabiyahnya karena mayoritasnya istri orang mukmin adalh
orang Islam.