ويستحب في الصوم ثلاثة أشياء: تعجيل الفطر وتأخير السحور وترك الهجر من الكلام
YANG DISUNNAHKAN SAAT PUASA ADA 3
Dan disunnahkan dalam berpuasa itu 3 hal:
(a) Cepet-cepat/bersegera
berbuka (ketika waktunya datang);
(b) mengakhirkan sahur;
(c)
meninggalkan perkaatan keji/buruk.
Amalan terpenting di bulan Ramadhan adalah berpuasa. Namun selain
berpuasa, ada amalan-amalan utama yang harus dilakukan selama Ramadhan
agar kita mendapatkan manfaat yang besar di dalamnya seperti qiyam
Ramadhan (shalat tarawih), membaca al-Qur’an, bershadaqah, umrah,
I’tikaf, memburu lailatul qadar, dan memperbanyak dzikir, doa dan
istighfar. Bagaimana cara melakukan amalan-amalan di bulan Ramadhan
selain berpuasa dijelaskan secara gamblang oleh DR Achmad Zuhdi, DH,
M. Fil. I, Ketua Divisi Tarjih dan Fatwa, Majelis Tarjih dan Tajdid
(MTT) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur sebagai berikut.
- Al-Shaum/al-Shiyam (berpuasa).
Amaliah terpenting pada bulan Ramadhan adalah
shiyam (puasa), sebagaimana termaktub dalam firman Allah yang berbunyi:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. (QS al-Baqarah: 183)
Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا
إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا الصَّوْمَ
فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ
أَجْلِي لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ
عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ
رِيحِ الْمِسْكِ
“Setiap amalan anak Adam akan dilipatgandakan pahalanya, satu
kebaikan akan berlipat menjadi 10 kebaikan sampai 700 kali lipat.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, ‘Kecuali puasa, sungguh dia bagianku
dan Aku sendiri yang akan membalasnya, karena (orang yang berpuasa) dia
telah meninggalkan syahwatnyadan makannya karena Aku’. Bagi orang yang
berpuasa mendapat dua kegembiraan; gembira ketika berbuka puasa dan
gembria ketika berjumpa Tuhannya dengan puasanya. Dan sesungguhnya bau
tidak sedap mulutnya lebih wangi di sisi Allah dari pada bau minyak
kesturi.” (HR. Bukhari dan Muslim, lafadz milik Muslim)
Dari Abu Hurairah
Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Siapa berpuasa Ramadhan
imanan wa ihtisaban (dengan keimanan dan mengharap pahala), diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari No. 1802) dan Muslim No. 760).
Tidak diragukan lagi, pahala yang besar ini tidak diberikan kepada
orang yang sebatas meninggalkan makan dan minum semata. Ini sesuai
dengan sabda Nabi
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan
perbuatannya, maka Allah tidak butuh dengan ia meninggalkan makan dan
minumnya.” (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah
Radhiyallahu ‘Anhu) ini merupakan kiasan bahwa Allah tidak menerima puasa tersebut.
Jabir bin Abdillah berkata:
إِذَا صُمْتَ فَلْيَصُمْ سَمْعُكَ، وبَصَرُكَ، وَلِسَانُكَ، عَنِ
الْكَذِبِ، وَالْمَحَارِمِ، وَدَعْ أَذَى الْخَادِمِ، وَلْيَكُنْ عَلَيْكَ
وَقَارٌ وَسَكِينَةٌ يَوْمَ صِيَامِكَ، وَلَا تَجْعَلْ يَوْمَ فِطْرِكَ
وَصَوْمِكَ سَوَاء
Jika Anda berpuasa, maka puasakan juga pendengaran, penglihatan,
dan lisanmu dari dusta dan hal-hal lain yang dilarang. Tinggalkan
perbuatan yang dapat menyakiti pelayan, dan bersikaplah yang lembut dan
tenang pada hari puasamu. Jangan samakan antara hari saat berpuasa dan
saat tidak berpuasa (HR. al-Baihaqi No. 3374; dan Ibn Aby Syaibah No.8880).
- Qiyam Ramadhan (Shalat al-Lail, Shalat tarawih)
Para ulama sepakat bahwa
Qiyamu Ramadalan (Shalat Tarwih)
itu disyariatkan. Nabi Muhammad SAW menganjurkan agar kita menghidupkan
malam ramadhan dengan memperbanyak shalat tersebut di sepanjang malam
Ramadhan. Dasarnya adalah hadits Nabi Muhammad SAW:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- يُرَغِّبُ فِى قِيَامِ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَأْمُرَهُمْ
فِيهِ بِعَزِيمَةٍ فَيَقُولُ « مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا
وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Dari Abu Hurairah r.a., berkata: Rasulullah SAW menganjurkan
(shalat) qiyami Ramadhan kepada mereka (para shahabat), tanpa perintah
wajib. Beliau bersabda: Barangsiapa mengerjakan (shalat) qiyami Ramadhan
karena iman dan mengharap pahala, niscaya diampuni dosanya yang telah
lalu. (HR. Muslim No.1816).
Dalam melaksanakan Shalat Qiyamu Ramadhan, hendaklah dicontoh tata
cara shalat Nabi Muhammad SAW, baik mengenai jumlah rakaatnya maupun
kualitasnya. Nabi melaksanakan shalat Qiyamu Ramadhan sebanyak 11 rakaat
dengan cara-cara yang bervariasi: dengan cara jumlah rakaat 4+4+3.
Dasarnya adalah hadis berikut ini:
Begitu juga terdapat riwayat dari Aisyah
radhiallahu ’anha, beliau berkata:
عَنْ أَبِى سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ
كَيْفَ كَانَتْ صَلاَةُ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى
رَمَضَانَ قَالَتْ مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَزِيدُ
فِى رَمَضَانَ وَلاَ فِى غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً
يُصَلِّى أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ
يُصَلِّى أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ
يُصَلِّى ثَلاَثًا
“Dari Abu Salamah bahwasanya Aisyah ra. ketika ditanya tentang
shalat Nabi di bulan Ramadhan, Aisyah berkata: pada bulan Ramadhan
maupun yang lainnya, Nabi tidak pernah melakukan shalat lebih dari
sebelas rakaat. Nabi SAW kerjakan empat rakaat, jangan engkau tanyakan
tentang elok dan lamanya, kemudian Nabi kerjakan lagi empat rakaat dan
jangan engkau tanyakan tentang elok dan lamanya. Lalu Nabi kerjakan
shalat tiga rakaat”. (HR. Bukhari No. 2013; dan Muslim No1757).
Boleh juga dengan cara 2+2+2+2+2+1. Dasarnya adalah hadis berikut ini:
عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَتْ كَانَ
رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُصَلِّى فِيمَا بَيْنَ أَنْ
يَفْرُغَ مِنْ صَلاَةِ الْعِشَاءِ – وَهِىَ الَّتِى يَدْعُو النَّاسُ
الْعَتَمَةَ – إِلَى الْفَجْرِ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُسَلِّمُ بَيْنَ
كُلِّ رَكْعَتَيْنِ وَيُوتِرُ بِوَاحِدَةٍ فَإِذَا سَكَتَ الْمُؤَذِّنُ
مِنْ صَلاَةِ الْفَجْرِ وَتَبَيَّنَ لَهُ الْفَجْرُ وَجَاءَهُ الْمُؤَذِّنُ
قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ ثُمَّ اضْطَجَعَ عَلَى شِقِّهِ
الأَيْمَنِ حَتَّى يَأْتِيَهُ الْمُؤَذِّنُ لِلإِقَامَةِ.
Dari ‘Aisyah isteri Nabi SAW, dia berkata; Rasulullah SAW pernah
shalat antara habis shalat isya’ yang biasa disebut ‘atamah hingga waktu
fajar. Beliau melakukan sebelas rakaat, setiap dua rakaat beliau salam,
dan beliau juga melakukan witir satu rakaat. Jika muadzin shalat fajar
telah diam, dan fajar telah jelas, sementara muadzin telah menemui
beliau, maka beliau melakukan dua kali raka’at ringan, kemudian beliau
berbaring diatas lambung sebelah kanan hingga datang muadzin untuk
iqamat.” (HR, Muslim No. 1752).
- Tadarus al-Qur’an
Allah
Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ
وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ
الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ
مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ
بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى
مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“
Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al
Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai
petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu,
barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat inggalnya) di bulan
itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit
atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya
berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang
lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan
hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan
kepadamu, supaya kamu bersyukur” (QS. Al Baqarah: 185)
Dalam sebuah Hadits dijelaskan bahwa setiap bulan Ramadhan Rasulullah SAW melakukan tadarus al-Qur’an bersama Malaikat Jibril:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ (أَجْوَدَ) مَا يَكُونُ فِي
رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ
مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ
“Dari Ibnu Abbas r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah
SAW adalah orang yang paling dermawan, apalagi pada bulan Ramadhan,
ketika ditemui oleh Malaikat Jibril pada setiap malam pada bulan
Ramadhan, dan mengajaknya membaca dan mempelajari Al-Qur’an. Ketika
ditemui Jibril, Rasulullah adalah lebih dermawan daripada angin yang
ditiupkan.” (HR. al-Bukhari No.4711 dan Muslim No.2307).
Oleh karenanya pada bulan ini umat Islam harus benar-benar
berinteraksi dengan Al-Qur’an untuk meraih keberkahan hidup dan meniti
jenjang menuju umat yang terbaik dengan petunjuk Al-Qur’an. Berinteraksi
dalam arti hidup dalam naungan Al-Qur’an dengan cara tilawah (membaca),
tadabbur (memahami), hifdz (menghafalkan), tanfidz (mengamalkan), dan
ta’lim (mengajarkan).
- Shadaqah
Dalam hadis shahih riwayat al-Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Abbas ra diberitakan bahwa:
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ (أَجْوَدَ) مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ
Rasulullah SAW adalah orang yang paling dermawan di
antara manusia lainnya, dan beliau semakin dermawan saat berada di bulan
Ramadhan (HR. al-Bukhari No.4711 dan Muslim No.2307).
Karenanya kita mesti mencontoh beliau di bulan yang penuh barakah ini
dengan perbanyak sadaqah, baik untuk kepentingan fi sabilillah maupun
kaum dhu’afa dan fakir miskin.
Rasulullah SAW bersabda:
أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى أَبْوَابِ الْخَيْرِ ؟: الصَّوْمُ جُنَّةٌ،
وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيئَةَ كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ،
وَصَلَاةُ الرَّجُلِ فِي جَوْفِ اللَّيْلِ
“Maukah kamu aku tunjukkan pada pintu-pintu kebaikan? Puasa
adalah perisai dan sedekah akan memadamkan kesalahan sebagaimana air
memadamkan api, dan shalat seorang laki-laki pada pertengahan malam.” (HR. Ahmad, al-Tirmidzi, dll) Al-Albani: hadis ini sanadnya hasan (
Irwa al-Ghalil, II/139).
Dan salah satu bentuk shadaqah yang dianjurkan selama Ramadhan adalah memberikan
ifthar (santapan berbuka puasa) kepada orang-orang yang berpuasa. Dari Zaid bin Khalid al-Juhani, bahwasanya Nabi Saw bersabda:
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ أَوْ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ
الصَّائِمِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
“Barangsiapa yang memberi ifthar kepada orang-orang yang
berpuasa, maka ia mendapat pahala senilai pahala orang yang berpuasa
itu, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tersebut” (HR. Ahmad, Turmudzi dan Ibnu Majah). Al-Albani: hadis ini shahih (
Shahih al-Jami’al-Shaghir, II/1095).
- I’tikaf.
Salah satu amaliah yang dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW di bulan
Ramadhan adalah mendekatkan diri kepada Allah dengan cara i‘tikaf di
masjid, Dalam sebuah hadist disebutkan:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ، قَالَ :
كَانَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ
مِنْ رَمَضَان.
“Dari Ibnu Umar RA (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah
SAW selalu beri‘tikaf pada sepuluh hari yang penghabisan di bulan
Ramadhan.” (HR. al-Bukhari No. 2025 dan Muslim No.2838).
‘Aisyah ra juga meriwayatkan:
عَنْ عَائِشَةَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا ، زَوْجِ النَّبِيِّ صلى الله
عليه وسلم أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ
الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ
أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِه.
“
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari
yang akhir dari Ramadhan hingga wafatnya kemudian isteri-isteri beliau
pun beri’tikaf setelah kepergian beliau.” (HR. al-Bukhari No.2016 dan Muslim No.1172).
- Umrah
Keutamaan umrah di bulan Ramadhan ini besar sekali. Rasulullah Saw
pernah menganjurkan kepada seorang wanita Anshar (Ummu Sinan) yang tidak
sempat berhaji bersama beliau sebagaimana diterangkan dalam hadis
berikut ini:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ، قَالَ : : لَمَّا
رَجَعَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم مِنْ حَجَّتِهِ قَالَ لأُمِّ سِنَانٍ
الأَنْصَارِيَّةِ مَا مَنَعَكِ مِنَ الْحَجِّ قَالَتْ أَبُو فُلاَنٍ –
تَعْنِي زَوْجَهَا – كَانَ لَهُ نَاضِحَانِ حَجَّ عَلَى أَحَدِهِمَا
وَالآخَرُ يَسْقِي أَرْضًا لَنَا قَالَ فَإِنَّ عُمْرَةً فِي رَمَضَانَ
تَقْضِي حَجَّةً مَعِي.
Dari Ibnu Abbas RA, dikatakan bahwa ketika Rasulullah SAW pulang
dari hajinya, beliau bersabda kepada seorang wanita Anshar (Ummi Sinan):
“Apa yang menghalangimu untuk ikut berhaji bersama kami?” Ia menjawab,
“Kami tidak memiliki kendaraan kecuali dua ekor unta yang dipakai untuk
mengairi tanaman. Bapak dan anaknya berangkat haji dengan satu ekor unta
dan meninggalkan satu ekor lagi untuk kami yang digunakan untuk
mengairi tanaman.” Nabi bersabda,”Maka apabila datang Ramadhan,
berumrahlah. Karena sesungguhnya umrah di dalamnya menyamai ibadah haji
bersamaku.” (HR. al-Bukhari No. 1863).
Apa maksud sabda Nabi tersebut? Apakah itu hanya berlaku untuk
perempuan yang rela mengalah kepada suami dan anaknya untuk pergi haji
itu?
Ada tiga pendapat tentang ini.
Pertama, hadits ini khusus untuk wanita
yang diajak bicara oleh Nabi Saw, yakni Ummu Sinan. Ini pendapat Said
bin Jubair (Ibn Hajar al-Asqalani, lll/605 dan al-Adzim al-Abadi,
Aun al-Ma’bud, V/323).
Kedua, keutamaan umrah ini bagi orang yang
berniat haji, lalu ia tidak mampu mengerjakannya, dan kemudian ia
menggantinya dengan umrah di Ramadhan. Sehingga ia mendapat pahala haji
secara sempurna bersama Rasulullah Saw karena terkumpul dalam dirinya
niat haji dalam pelaksanaan umrah. (
Tafsir Ibn Katsir, I/286; Ibn Rajab,
Latha’if al-Ma’arif, I/249).
Pendapat
ketiga, yang dipegang oleh Empat
Imam Mazhab, meyakini bahwa keutamaan dalam hadits ini bersifat umum
bagi setiap orang yang berumrah di bulan Ramadhan. Ini berlaku bagi
semua orang (Muhammad Shalih al-Munjid,
Mauqi’ al-Islam Sual Wa Jawab, VII/632).
- Menyambut (memburu) Lailatul Qadar
Allah swt berfirman:
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا
لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur’an) pada malam kemuliaan.
Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al-Qadar: 1-3)
Rasulullah saw bersabda:
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Dan siapa shalat pada Lailatul Qadar atas dasar iman dan mengharap pahala, maka ia akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”(HR. Bukhari No. 1802) dan Muslim No. 760).
Nabi Saw menyuruh sahabatnya agar memburu Lailatul qadar dengan sabdanya:
إِنِّى أُرِيتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ وَإِنِّى نَسِيتُهَا – أَوْ
أُنْسِيتُهَا – فَالْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ كُلِّ
وِتْرٍ
Sesungguhnya aku telah melihat lailatul qadar, saya lupa (kapan
kajadiannya) atau aku sengaja dibuat lupa (oleh Allah). Karena itu maka
carilah (burulah) lailatul qadar pada sepiluh hari terakhir pada tanggal
yang ganjil (HR. Muslim No.2829).
أَنَّ عَائِشَةَ، قَالَتْ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنْ وَافَقْتُ لَيْلَةَ
الْقَدْرِ، فَبِمَ أَدْعُو ؟ قَالَ: ” قُولِي: اللهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ
تُحِبُّ الْعَفْوَ، فَاعْفُ عَنِّي ”
Dari ‘Aisyah, ia berkata: Wahai Rasulullah, jika aku mendapatkan
Lailatul Qadar, apa yang harus aku baca? Beliau menjawab, “Ucapkan:“Ya
Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, menyukai pemberian maaf maka
ampunilah aku.”(HR. Ahmad No.25384, dan al-Tirmidzi No.3513, dishahihkan Al-Albani)
- Memperbanyak dzikir, doa dan istighfar
Sesungguhnya malam dan siang Ramadhan adalah waktu-waktu yang mulia
dan utama, maka sebaiknya digunakan untuk memperbanyak dzikir dan doa,
khususnya pada waktu-waktu istijabah, di antaranya:
Pertama, Saat berpuasa hingga berbuka; Nabi Saw bersabda:
ﺛَﻼَﺛَﺔٌ ﻻَ ﺗُﺮَﺩُّ ﺩَﻋْﻮَﺗُﻬُﻢُ ﺍﻹِﻣَﺎﻡُ ﺍﻟْﻌَﺎﺩِﻝُ ﻭَﺍﻟﺼَّﺎﺋِﻢُ ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﻔْﻄِﺮَ ﻭَﺩَﻋْﻮَﺓُ ﺍﻟْﻤَﻈْﻠُﻮﻡِ
Ada tiga do’a yang tidak tertolak: (1) doa pemimpin yang adil,
(2) doa orang yang berpuasa sampai ia berbuka, (3) doa orang yang
terzhalimi.”[HR.Tirmidzi, Ibn Hibban mensahihkannya]
Kedua, Saat malam terutama pada sepertiga malam terakhir:
إِنَّ فِى اللَّيْلِ لَسَاعَةً لاَ يُوَافِقُهَا رَجُلٌ مُسْلِمٌ
يَسْأَلُ اللَّهَ خَيْرًا مِنْ أَمْرِ الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ إِلاَّ
أَعْطَاهُ إِيَّاهُ وَذَلِكَ كُلَّ لَيْلَةٍ
Di malam hari terdapat suatu waktu yang tidaklah seorang muslim
memanjatkan do’a pada Allah berkaitan dengan dunia dan akhiratnya
bertepatan dengan waktu tersebut melainkan Allah akan memberikan apa
yang ia minta. Hal ini berlaku setiap malamnya.” (HR. Muslim no. 757)
Ketiga, Saat waktu sahur, untuk banyak istighfar seperti yang Allah firmankan:
وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
“
Dan di waktu sahur (akhir-akhir malam) mereka memohon ampun (kepada Allah).” (QS. Al-Dzaariyat: 18).