Wednesday, December 6, 2017

PENYELENGGARAAN MAYIT

https://hsssnwwwayyya58.blogspot.co.id/2017/12/fathul-qorib-mujib.html
Pengertian Jenazah
Jenazah (Mayat atau Jasad) adalah orang yang telah meninggal dunia. Setelah proses pengurusan jenazah, termasuk di dalamnya memandikan, mengkafani, dan menyolatkannya, atau proses lainnya berdasar ajaran agama masing-masing, biasanya mayat dikuburkan atau dikremasi (dibakar). Proses pengurusan jenazah ini biasanya dilakukan oleh keluarga jenazah dengan dukungan pemuka agama.
2.2. Memandikan Jenazah
Setiap orang muslim yang meninggal dunia harus dimandikan, dikafani dan dishalatkan terlebih dahulu sebelum dikuburkan terkecuali bagi orang-orang yang mati syahid. Hukum memandikan jenazah orang muslim menurut jumhur ulama adalah fardhu kifayah. Artinya, kewajiban ini dibebankan kepada seluruh mukallaf di tempat itu, tetapi jika telah dilakukan oleh sebagian orang maka gugurlah kewajiban seluruh mukallaf.  Adapun dalil yang menjelaskan kewajiban memandikan jenazah ini terdapat dalam sebuah hadist Rasulullah SAW, yakninya:
اَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قاَلَ فِى الْمُحْرِمِ الَّذِى وَقَصَتْهُ: اِغْسِلُوْهُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ(رواه البخار 1208 ومسلم 1206
Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda mengenai orang yang melakukan ihram, yang dicampakkan oleh untanya: “Mandikanlah dia dengan air dan bidara.” (H.R. al-Bukhari: 1208, dan Muslim: 1206) Waqashathu: unta itu mencampakkannya lalu menginjak lehernya.
Hadits Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhuma:
بينما رجل واقف بعرفة، إذ وقع عن راحلته فوقصته، أو قال: فأقعصته، فقال النبي صلى الله عليه وسلم: اغسلوه بماء وسدر…الحديث
“Ketika seseorang tengah melakukan wukuf di Arofah, tiba-tiba dia terjatuh dari hewan tunggangannya dan patah lehernya sehingga meninggal. Maka Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam berkata: “Mandikanlah ia dengan air campur sidr (bidara)…” (HR Bukhori)
Hadits Ummu ‘Athiyah rodhiyallohu ‘anha:
دخل علينا النبي صلى الله عليه وسلم، ونحن نغسل ابنته (زينب)، فقال: اغسلنها ثلاثا، أو خمسا  أو أكثر من ذلك، إن رأيتن ذلك…الحديث
“Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam memasuki tempat kami, sedangkan kami tengah memandikan jenazah anak beliau (yaitu Zainab). Maka beliau bersabda: “Mandikanlah dia dengan tiga atau lima atau lebih jika hal itu diperlukan…” (HR. Bukhori dan Muslim)
Adapun beberapa hal penting yang berkaitan dengan memandikan jenazah yang perlu diperhatikan yaitu:
1.      Orang yang utama memandikan jenazah
Ø  Untuk mayat laki-laki
Orang yang utama memandikan dan mengkafani mayat laki-laki adalah orang yang diwasiatkannya, kemudian bapak, kakek, keluarga terdekat, muhrimnya dan istrinya.
Ø  Untuk mayat perempuan
Orang yang utama memandikan mayat perempuan adalah ibunya, neneknya,keluarga terdekat dari pihak wanita serta suaminya.
                          Ø  Untuk mayat anak laki-laki dan anak perempuan
Untuk mayat anak laki-laki boleh perempuan yang memandikannya dan sebaliknya untuk mayat anak perempuan boleh laki-laki yang memandikannya.
Ø Jika seorang perempuan meninggal sedangkan yang masih hidup semuanya hanya laki-laki dan dia tidak mempunyai suami, atau sebaliknya seorang laki-laki meninggal sementara yang masih hidup hanya perempuan saja dan dia tidak mempunyai istri, maka mayat tersebut tidak dimandikan tetapi cukup ditayamumkan oleh salah seorang dari mereka dengan memakai lapis tangan.[3] Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW, yakninya:
اذ ما تت ا لمر أ ة مع ا لر جا ل ليس معحم ا مر أ ة غير ها و ا لر جل مع النسا ء ليس معهن ر جل غيره فأ نهما ييممان و يد فنا ن و هما بمنز لة من لم يجد ا لما ء (رواه ه بو داود و ا لبيحقى)
Artinya: “Jika seorang perempuan meninggal di tempat laki-laki dan tidak ada perempuan lain atau laki-laki meninggal di tempat perempuan-perempuan dan tidak ada laki-laki selainnya maka kedua mayat itu ditayamumkan, lalu dikuburkan, karena kedudukannya sama seperti tidak mendapat air.” (H.R Abu Daud dan Baihaqi)
2.      Syarat bagi orang yang memandikan jenazah
Ø  Muslim, berakal, dan baligh
Ø  Berniat memandikan jenazah
Ø  Jujur dan sholeh
Ø  Terpercaya, amanah, mengetahui hukum memandikan mayat dan memandikannya sebagaimana yang diaajarkan sunnah serta mampu menutupi aib si mayat.
3. Mayat yang wajib untuk dimandikan
Ø  Mayat seorang muslim dan bukan kafir
Ø  Bukan bayi yang keguguran dan jika lahir dalam keadaan sudah meninggal tidak dimandikan
Ø  Ada sebahagian tubuh mayat yang dapat dimandikan
Ø  Bukan mayat yang mati syahid
Tatacara memandikan jenazah
Hal-hal yang perlu dipersiapkan
1.      Sediakan tempat mandi.
2.      Dua buah sarung tangan untuk petugas yang memandikan
3.      Sebuah spon penggosok
4.      Alat pengerus untuk mengerus dan menghaluskan kapur barus
5.      Shampoo
6.      Sidrin (daun bidara)
7.      Kapur barus
8.      Masker penutup hidung bagi petugas
9.      Gunting untuk memotong pakaian jenazah sebelum dimandikan
10.  Air bersih
11.  Pengusir bau busuk dan minyak wangi daun sidrin(bidara)
Cara memandikan
1. Letakkan mayat di tempat mandi yang disediakan.
2. Yang memandikan jenazah hendaklah memakai sarung tangan.
3. Air bersih
4. Sediakan air sabun.
5. Sediakan air kapur barus.
6. Istinjakkan mayat terlebih dahulu.
7. Kemudian bersihkan giginya, lubang hidung, lubang telinga, celah ketiaknya, celah jari tangan dan kaki dan rambutnya.
8. Mengeluarkan kotoran dalam perutnya dengan menekan perutnya secara perlahan-lahan.
9. Siram atau basuh seluruh anggota mayat dengan air sabun juga.
10. Kemudian siram dengan air yang bersih seluruh anggota mayat sambil berniat :
Lafaz niat memandikan jenazah lelaki :
نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِهَذَاالْمَيِّتِ للهِ تَعَالَى
Lafaz niat memandikan jenazah perempuan :
نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِهَذِهِ الْمَيِّتَةِ للهِ تَعَالَى
11. Siram atau basuh dari kepala hingga ujung kaki 3 kali dengan air bersih.
12. Siram sebelah kanan 3 kali.
13. Siram sebelah kiri 3 kali.
14. Kemudian memiringkan mayat ke kiri basuh bahagian lambung kanan sebelah belakang.
15. Memiringkan mayat ke kanan basuh bahagian lambung sebelah kirinya.
16. Siram kembali dari kepala hingga ujung kaki.
17. Setelah itu siram dengan air kapur barus.
18. Setelah itu jenazahnya diwudukkan .
Lafaz niat mewudukkan jenazah lelaki :
                                                                                      نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ لِهَذَاالْمَيِّتِ للهِ تَعَالَى
  “aku berniat mewudukkan jenazah (lelaki) ini kerana Allah s.w.t”
                                                                                        نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ لِهَذِهِ الْمَيِّتَةِ للهِ تَعَالَى
  “aku berniat mewudukkan jenazah (perempuan) ini kerana Allah s.w.t”
Cara mewudukkan jenazah ini yaitu dengan mencucurkan air ke atas jenazah itu mulai dari muka dan terakhir pada kakinya, sebagaimana melaksanakan wuduk biasanya. Jenazah lelaki hendaklah dimandikan oleh lelaki dan mayat wanita hendaklah dimandikan oleh perempuan. Setelah selesai dimandikan dan diwudukkan dengan baik, dilap menggunakan lap pada seluruh badan mayat.
Faedah Tata Cara Memandikan Jenazah
Ø Apabila masih keluar kotoran (seperti: tinja, air seni atau darah) setelah dibasuh sebanyak tujuh kali, hendaklah menutup kemaluannya (tempat keluar kotoran itu) dengan kapas, kemudian mencuci kembali anggota yang terkena najis itu, lalu si mayit diwudhukan kembali. Sedangkan jika setelah dikafani masih keluar juga, tidaklah perlu diulangi memandikannya, sebab hal itu akan sangat merepotkan.
Ø  Apabila si mayit meninggal dunia dalam keadaan mengenakan kain ihram dalam rangka menunaikan haji atau umrah, maka hendaklah dimandikan dengan air ditambah perasaan daun bidara seperti yang telah dijelaskan di atas. Namun tidak perlu dibubuhi wewangian dan tidak perlu ditutup kepalanya (bagi jenazah pria). Berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam mengenai seseorang yang wafat dalam keadaan berihram pada saat menunaikan haji.
Ø  Orang yang mati syahid di medan perang tidak perlu dimandikan, namun hendaklah dimakamkan bersama pakaian yang melekat di tubuh mereka. Demikian pula mereka tidak perlu dishalatkan.
Ø  Janin yang gugur, bila telah mencapai usia 4 bulan dalam kandungan, jenazahnya hendaklah dimandikan, dishalatkan dan diberi nama baginya. Adapun sebelum itu ia hanyalah sekerat daging yang boleh dikuburkan di mana saja tanpa harus dimandikan dan dishalatkan.
Ø  Apabila terdapat halangan untuk memamdikan jenazah, misalnya tidak ada air atau kondisi jenazah yang sudah tercabik-cabik atau gosong, maka cukuplah ditayamumkan saja. Yaitu salah seorang di antara hadirin menepuk tanah dengan kedua tangannya lalu mengusapkannya pada wajah dan kedua punggung telapak tangan si mayit.
Ø  Hendaklah petugas yang memandikan jenazah menutup apa saja yang tidak baik untuk disaksikan pada jasad si mayit, misalnya kegelapan yang tampak pada wajah si mayit, atau cacat yang terdapat pada tubuh si mayit dll.
2.3. Mengkafani Jenazah
Mengkafani jenazah adalah menutupi atau membungkus jenazah dengan sesuatu yang dapat menutupi tubuhnya walau hanya sehelai kain. Hukum mengkafani jenazah muslim dan bukan mati syahid adalah fardhu kifayah. Dalam sebuah hadist diriwayatkan sebagai berikut:
ها جر نا سع ر سو ل ا لله صلى ا لله عليه و سلم كلتمس و جه ا لله فو قع ا جرنا على الله فمنا من ما ت لم يأ كل من ا جر ه شأ منهم مصعب ا بن عمير قتل يو م ا حد فلم نجد ما لكفنه ا لا بر د ة, ا ذا غطينا بها ر أ سه خر جت ر جلا ه, و ا ذا غطينا بها ر جليه حر ج ر أ سه فأ مر نا ا لنبي صلى ا لله عليه و سلم ا ن نغطي ر أ سه و ا ن نجعل على ر جليه من ا لا ذ خر (رواه ا لبخا ر ى)
Artinya: “Kami hijrah bersama Rasulullah SAW dengan mengharapkan keridhaan Allah SWT, maka tentulah akan kami terima pahalanya dari Allah, karena diantara kami ada yang meninggal sebelum memperoleh hasil duniawi sedikit pun juga. Misalnya, Mash’ab bin Umair dia tewas terbunuh diperang Uhud dan tidak ada buat kain kafannya kecuali selembar kain burdah. Jika kepalanya ditutup, akan terbukalah kakinya dan jika kakinya tertutup, maka tersembul kepalanya. Maka Nabi SAW menyuruh kami untuk menutupi kepalanya dan menaruh rumput izhir pada kedua kakinya.” (H.R Bukhari)
Hal-hal yang disunnahkan dalam mengkafani jenazah adalah:
Ø  Kain kafan yang digunakan hendaknya kain kafan yang bagus, bersih dan menutupi seluruh tubuh mayat.
Ø  Kain kafan hendaknya berwarna putih.
Ø  Jumlah kain kafan untuk mayat laki-laki hendaknya 3 lapis, sedangkan bagi mayat perempuan 5 lapis.
Ø  Sebelum kain kafan digunakan untuk membungkus atau mengkafani jenazah, kain kafan hendaknya diberi wangi-wangian terlebih dahulu.
Ø  Tidak berlebih-lebihan dalam mengkafani jenazah.
Adapun tata cara mengkafani jenazah adalah sebagai berikut:
v  Untuk mayat laki-laki
1.  Bentangkan kain kafan sehelai demi sehelai, yang paling bawah lebih lebar dan luas serta setiap lapisan diberi kapur barus.
2.    Angkatlah jenazah dalam keadaan tertutup dengan kain dan letakkan diatas kain kafan memanjang lalu ditaburi wangi-wangian.
3.    Tutuplah lubang-lubang (hidung, telinga, mulut, kubul dan dubur) yang mungkin masih mengeluarkan kotoran dengan kapas.
4.  Selimutkan kain kafan sebelah kanan yang paling atas, kemudian ujung lembar sebelah kiri. Selanjutnya, lakukan seperti ini selembar demi selembar dengan cara yang lembut.
5.      Ikatlah dengan tali yang sudah disiapkan sebelumnya di bawah kain kafan tiga atau lima ikatan.
6.     Jika kain  kafan tidak cukup untuk menutupi seluruh badan mayat maka tutuplah bagian kepalanya dan bagian kakinya yang terbuka boleh ditutup dengan daun kayu, rumput atau kertas. Jika seandainya tidak ada kain kafan kecuali sekedar menutup auratnya saja, maka tutuplah dengan apa saja yang ada.
v  Untuk mayat perempuan
     Kain kafan untuk mayat perempuan terdiri dari 5 lemabar kain putih, yang terdiri dari:
1.      Lembar pertama berfungsi untuk menutupi seluruh badan.
2.      Lembar kedua berfungsi sebagai kerudung kepala.
3.      Lembar ketiga berfungsi sebagai baju kurung.
4.      Lembar keempat berfungsi untuk menutup pinggang hingga kaki.
5.      Lembar kelima berfungsi untuk menutup pinggul dan paha.
Adapun tata cara mengkafani mayat perempuan yaitu:
1.  Susunlah kain kafan yang sudah dipotong-potong untuk masing-masing bagian dengan tertib. Kemudian, angkatlah jenazah dalam keadaan tertutup dengan kain dan letakkan diatas kain kafan sejajar, serta taburi dengan wangi-wangian atau dengan kapur barus.
2.      Tutuplah lubang-lubang yang mungkin masih mengeluarkan kotoran dengan kapas.
3.      Tutupkan kain pembungkus pada kedua pahanya.
4.      Pakaikan sarung.
5.      Pakaikan baju kurung.
6.      Dandani rambutnya dengan tiga dandanan, lalu julurkan kebelakang.
7.      Pakaikan kerudung.
8.      Membungkus dengan lembar kain terakhir dengan cara menemukan kedua ujung kain kiri dan kanan lalu digulungkan kedalam.
9.      Ikat dengan tali pengikat yang telah disiapkan.
2.4. Menshalatkan Jenazah
Menurut ijma ulama hukum penyelenggaraan shalat jenazah adalah fardhu kifayah. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW, yang artinya: “Shalatilah orang yang meninggal dunia diantara kamu”
Orang paling utana untuk melaksanakan shalat jenazah yaitu:
1.      Orang yang diwasiatkan si mayat dengan syarat tidak fasik atau tidak ahli bid’ah.
2.      Ulama atau pemimpin terkemuka ditempat itu.
3.      Orang tua si mayat dan seterusnya ke atas.
4.      Anak-anak si mayat dan seterusnya ke bawah.
5.      Keluarga terdekat.
6.      Kaum muslimim seluruhnya.
Rukun shalat jenazah ialah:
1.      Berniat
2.      Berdiri bagi yang mampu.
3.      Melakukan empat kali takbir (tidak ada ruku’ dan sujud).
4.      Setelah takbir pertama, membaca Al Fatihah.
5.      Setelah takbir kedua, membaca shalawat (minimalnya adalah allahumma sholli ‘ala Muhammad).
6.      Setelah takbir ketiga, membaca doa untuk mayit. Inilah maksud inti dari shalat jenazah.
7.      Salam setelah takbir keempat.
Tujuh rukun di atas disebutkan oleh Muhammad Al Khotib dalam kitab Al Iqna’.
Di antara yang bisa dibaca pada do’a setelah takbir ketiga:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ، وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ، وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ، وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ، وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ اْلأَبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ، وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ، وَأَهْلاً خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ، وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ، وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ، وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَعَذَابِ النَّارِ
Allahummaghfirla-hu warham-hu wa ‘aafi-hi wa’fu ‘an-hu wa akrim nuzula-hu, wa wassi’ madkhola-hu, waghsil-hu bil maa-i wats tsalji wal barod wa naqqi-hi minal khothoyaa kamaa naqqoitats tsaubal abyadho minad danaas, wa abdil-hu daaron khoirom min daari-hi, wa ahlan khoirom min ahli-hi, wa zawjan khoirom min zawji-hi, wa ad-khilkul jannata, wa a’idz-hu min ‘adzabil qobri wa ‘adzabin naar.
Ya Allah! Ampunilah dia (mayat) berilah rahmat kepadanya, selamatkanlah dia (dari beberapa hal yang tidak disukai), maafkanlah dia dan tempatkanlah di tempat yang mulia (Surga), luaskan kuburannya, mandikan dia dengan air salju dan air es. Bersihkan dia dari segala kesalahan, sebagaimana Engkau membersihkan baju yang putih dari kotoran, berilah rumah yang lebih baik dari rumahnya (di dunia), berilah keluarga (atau istri di Surga) yang lebih baik daripada keluarganya (di dunia), istri (atau suami) yang lebih baik daripada istrinya (atau suaminya), dan masukkan dia ke Surga, jagalah dia dari siksa kubur dan Neraka.” (HR. Muslim no. 963)
Do’a khusus untuk mayit anak kecil:
اَللَّهُمَّ اجْعَلْهُ لَنَا فَرَطًا وَسَلَفًا وَأَجْرًا
Allahummaj’ahu lanaa farothon wa salafan wa ajron
Ya Allah! Jadikan kematian anak ini sebagai simpanan pahala dan amal baik serta pahala buat kami”. (HR. Bukhari secara mu’allaq -tanpa sanad- dalam Kitab Al-Janaiz, 65 bab Membaca Fatihatul Kitab Atas Jenazah 2: 113)
Do’a setelah takbir keempat:
“Allahumma Laa Tahrimna Ajrahu wa laa taftinnaa ba’dahu waghfirlana walahu, walilladiinasabaquuna biliimaani walaataj’al fii quluubinaa gillan lilladiina amanuu robbanaa innakarouufurrohiim”.
Ya Allah! Jangan menghalangi kami untuk tidak memperoleh pahalanya dan jangan sesatkan kami sepeninggalnya, ampunilah kami dan ampunilah dia”.
Catatan:
· Doa yang saya berikan di atas adalah untuk mayit lelaki satu orang.
· Kalau dua orang laki-laki atau perempuan, diganti dengan: HUMA.
· Kalau perempuan satu orang, diganti dengan: HA.
· Kalau banyak mayit lelaki: HUM.
· Kalau banyak mayit wanita: HUNNA.
· Kalau gabung banyak mayat lelaki dan wanita, bisa pakai: HUM.
Contoh : Allahummaghfir lahum warhamhum, wa’aafihi wa’fu ‘anhum
2.5 Menguburkan Jenazah
Disunnahkan membawa jenazah dengan usungan jenazah yang di panggul di atas pundak dari keempat sudut usungan.

Disunnahkan menyegerakan mengusungnya ke pemakaman tanpa harus tergesa-gesa. Bagi para pengiring, boleh berjalan di depan jenazah, di belakangnya, di samping kanan atau kirinya. Semua cara ada tuntunannya dalam sunnah Nabi.

Para pengiring tidak dibenarkan untuk duduk sebelum jenazah diletakkan, sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarangnya.
Disunnahkan mendalamkan lubang kubur, agar jasad si mayit terjaga dari jangkauan binatang buas, dan agar baunya tidak merebak keluar.
Lubang kubur yang dilengkapi liang lahad lebih baik daripada syaq. Dalam masalah ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
“Liang lahad itu adalah bagi kita (kaum muslimin), sedangkan syaq bagi selain kita (non muslim).” (HR. Abu Dawud dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam “Ahkamul Janaaiz” hal. 145)

Lahad adalah liang (membentuk huruf U memanjang) yang dibuat khusus di dasar kubur pada bagian arah kiblat untuk meletakkan jenazah di dalamnya.
Syaq adalah liang yang dibuat khusus di dasar kubur pada bagian tengahnya (membentuk huruf U memanjang).
– Jenazah siap untuk dikubur. Allahul musta’an.
– Jenazah diangkat di atas tangan untuk diletakkan di dalam kubur.

– Jenazah dimasukkan ke dalam kubur. Disunnahkan memasukkan jenazah ke liang lahat dari arah kaki kuburan lalu diturunkan ke dalam liang kubur secara perlahan. Jika tidak memungkinkan, boleh menurunkannya dari arah kiblat.
– Petugas yang memasukkan jenazah ke lubang kubur hendaklah mengucapkan: “BISMILLAHI WA ‘ALA MILLATI RASULILLAHI (Dengan menyebut Asma Allah dan berjalan di atas millah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam).” ketika menurunkan jenazah ke lubang kubur. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam.

Disunnahkan membaringkan jenazah dengan bertumpu pada sisi kanan jasadnya (dalam posisi miring) dan menghadap kiblat sambil dilepas tali-talinya selain tali kepala dan kedua kaki.
– Tidak perlu meletakkan bantalan dari tanah ataupun batu di bawah kepalanya, sebab tidak ada dalil shahih yang menyebutkannya. Dan tidak perlu menyingkap wajahnya, kecuali bila si mayit meninggal dunia saat mengenakan kain ihram sebagaimana yang telah dijelaskan.
– Setelah jenazah diletakkan di dalam rongga liang lahad dan tali-tali selain kepala dan kaki dilepas, maka rongga liang lahad tersebut ditutup dengan batu bata atau papan kayu/bambu dari atasnya (agak samping).
– Lalu sela-sela batu bata-batu bata itu ditutup dengan tanah liat agar menghalangi sesuatu yang masuk sekaligus untuk menguatkannya.
– Disunnahkan bagi para pengiring untuk menabur tiga genggaman tanah ke dalam liang kubur setelah jenazah diletakkan di dalamnya. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam. Setelah itu ditumpahkan (diuruk) tanah ke atas jenazah tersebut.
– Hendaklah meninggikan makam kira-kira sejengkal sebagai tanda agar tidak dilanggar kehormatannya, dibuat gundukan seperti punuk unta, demikianlah bentuk makam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam (HR. Bukhari).
– Kemudian ditaburi dengan batu kerikil sebagai tanda sebuah makam dan diperciki air, berdasarkan tuntunan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam (dalam masalah ini terdapat riwayat-riwayat mursal yang shahih, silakan lihat “Irwa’ul Ghalil” II/206). Lalu diletakkan batu pada makam bagian kepalanya agar mudah dikenali.
– Kemudian pengiring jenazah mendoakan keteguhan bagi si mayit (dalam menjawab pertanyaan dua malaikat yang disebut dengan fitnah kubur). Karena ketika itu ruhnya dikembalikan dan ia ditanya di dalam kuburnya. Maka disunnahkan agar setelah selesai menguburkannya orang-orang itu berhenti sebentar untuk mendoakan kebaikan bagi si mayit (dan doa ini tidak dilakukan secara berjamaah, tetapi sendiri-sendiri!). Sesungguhnya mayit bisa mendapatkan manfaat dari doa mereka.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Larangan Terhadap Kubur
Dilarang mendirikan bangunan di atas kubur dan tidak boleh kubur disemen. Ini pendapat dalam madzhab Syafi’i namun banyak diselisihi oleh kaum muslimin di negeri kita karena kubur yang ada saat ini dipasang kijing, marmer dan atap.
Padahal terdapat hadits, dari Jabir, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari memberi semen pada kubur, duduk di atas kubur dan memberi bangunan di atas kubur.” (HR. Muslim no. 970). Sudah dibahas oleh Rumaysho.Com: Memasang Kijing, Marmer dan Atap di Atas Kubur.
Terhadap Keluarga Mayit
Boleh menangisi mayit asal tidak dengan niyahah (meratap atau meraung-raung dengan suara teriak atau keras), diharapkan keluarga sabar dan ridho.
Berdasarkan uraian mengenai tata cara pengurusan jenazah dapat diambil beberapa hikmah, antara lain:
1.      Memperoleh pahala yang besar.
2.      Menunjukkan rasa solidaritas yang tinggi diantara sesame muslim.
3.     Membantu meringankan beban kelurga jenazah dan sebagai ungkapan belasungkawa atas musibah yang dideritanya.
4.   Mengingatkan dan menyadarkan manusia bahwa setiap manusia akan mati dan masing-masing supaya mempersiapkan bekal untuk hidup setelah mati.
5.     Sebagai bukti bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia, sehingga apabila salah seorang manusia meninggal dihormati dan diurus dengan sebaik-baiknya menurut aturan Allah SWT dan RasulNya.

SHALAT KHOUF

https://hsssnwwwayyya58.blogspot.co.id/2017/12/fathul-qorib-mujib.html 


Shalat khauf adalah shalat dalam keadaan bahaya atau takut (suasana perang). Shalat wajib dilakukan dalam keadaan apapun termasuk dalam keadaan bahaya (perang). Shalat dalam keadaan bahaya dilakukan diwaktu perang melawan musuh dan segala bentuk perang yang tidak haram seperti pertempuran melawan pemberontak atau orang orang yang melawan pemerintahan yang sah atau melawan perampok, penjahat dan teroris yang semuanya dibolehkan dalam islam, sesuai dengan firman Allah:
وَإِذَا كُنتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلاَةَ فَلْتَقُمْ طَآئِفَةٌ مِّنْهُمْ مَّعَكَ وَلْيَأْخُذُواْ أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا سَجَدُواْ فَلْيَكُونُواْ مِن وَرَآئِكُمْ وَلْتَأْتِ طَآئِفَةٌ أُخْرَى لَمْ يُصَلُّواْ فَلْيُصَلُّواْ مَعَكَ وَلْيَأْخُذُواْ حِذْرَهُمْ وَأَسْلِحَتَهُمْ وَدَّ الَّذِينَ كَفَرُواْ لَوْ تَغْفُلُونَ عَنْ أَسْلِحَتِكُمْ وَأَمْتِعَتِكُمْ فَيَمِيلُونَ عَلَيْكُمْ مَّيْلَةً وَاحِدَةً وَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِن كَانَ بِكُمْ أَذًى مِّن مَّطَرٍ أَوْ كُنتُمْ مَّرْضَى أَن تَضَعُواْ أَسْلِحَتَكُمْ وَخُذُواْ حِذْرَكُمْ إِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ لِلْكَافِرِينَ عَذَاباً مُّهِيناً – النساء ﴿١٠٢﴾
Artinya: “Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan salat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (salat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang salat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus.  Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap-siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu.”. (Qs an-nissa’ ayat: 102)
Cara Shalat Khauf 
Cara Pertama:
Jika musuh berada di arah kiblat, petama-tama imam mengatur pasukan menjadi dua shaf, shaf pertama dan shaf kedua. Kemudian imam melakukan shalat bersama shaf pertama dan shaf kedua. Mereka bertakbir dan ruku’ bersama. Kemudian imam dan shof pertama melakukan sujud sedang shaf kedua menjaga. Setelah imam dan shaf pertama bangun dari sujudnya, shaf kedua sujud dan iman dan shaf pertama menjaga. Demikain seterusnya mereka saling bergantian menjaga musuh. Kemudian shalat diakhiri dengan memberi salam bersama sama.
Cara Ini sesuai dengan yang dilakukan Rasulallah saw dari Jabir bin Abdullah ra, ia berkata:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رضي الله عنهما قَالَ : شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةَ الْخَوْفِ ، فَصَفَّنَا صَفَّيْنِ : صَفٌّ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَالْعَدُوُّ بَيْنَنَا وَبَيْنَ الْقِبْلَةِ ، فَكَبَّرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَبَّرْنَا جَمِيعًا ، ثُمَّ رَكَعَ وَرَكَعْنَا جَمِيعًا ، ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ الرُّكُوعِ وَرَفَعْنَا جَمِيعًا ، ثُمَّ انْحَدَرَ بِالسُّجُودِ وَالصَّفُّ الَّذِي يَلِيهِ ، وَقَامَ الصَّفُّ الْمُؤَخَّرُ فِي نَحْرِ الْعَدُوِّ ، فَلَمَّا قَضَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ السُّجُودَ وَقَامَ الصَّفُّ الَّذِي يَلِيهِ انْحَدَرَ الصَّفُّ الْمُؤَخَّرُ بِالسُّجُودِ وَقَامُوا ، ثُمَّ تَقَدَّمَ الصَّفُّ الْمُؤَخَّرُ وَتَأَخَّرَ الصَّفُّ الْمُقَدَّمُ ، ثُمَّ رَكَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَكَعْنَا جَمِيعًا ، ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ الرُّكُوعِ وَرَفَعْنَا جَمِيعًا ، ثُمَّ انْحَدَرَ بِالسُّجُودِ وَالصَّفُّ الَّذِي يَلِيهِ الَّذِي كَانَ مُؤَخَّرًا فِي الرَّكْعَةِ الأُولَى ، وَقَامَ الصَّفُّ الْمُؤَخَّرُ فِي نُحُورِ الْعَدُوِّ ، فَلَمَّا قَضَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ السُّجُودَ وَالصَّفُّ الَّذِي يَلِيهِ انْحَدَرَ الصَّفُّ الْمُؤَخَّرُ بِالسُّجُودِ ، فَسَجَدُوا ، ثُمَّ سَلَّمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَسَلَّمْنَا جَمِيعًا (رواه مسلم)
Suatu ketika aku turut melakukan salat khauf bersama Rasulullah saw. Beliau membagi kami menjadi dua barisan, satu barisan berada di belakang Rasulullah saw. sedang musuh berada di antara kami dan kiblat. Ketika Nabi saw takbir kami semua ikut takbir. Kemudian beliau ruku’, kami semua ikut ruku’. Kemudian beliau mengangkat kepalanya dari ruku’, kami semua melakukan hal yang sama. Kemudian beliau turun untuk sujud bersama barisan yang berada langsung di belakang beliau. Sementara itu barisan yang terakhir tetap berdiri menjaga musuh. Ketika Nabi saw. selesai sujud, dan barisan yang di belakangnya berdiri, maka barisan yang terakhir tadi turun untuk melakukan sujud lalu mereka berdiri. Lalu barisan yang di belakang maju, dan barisan yang di depan mundur. Kemudian Nabi saw. ruku dan kami semua ikut ruku. Kemudian Nabi mengangkat kepalanya, kami pun mengikutinya. Sementara barisan yang tadi berada di belakang ikut turun sujud bersama beliau, barisan yang satunya lagi tetap berdiri menjaga musuh. Ketika Nabi saw. selesai sujud bersama barisan yang tepat di belakangnya, maka barisan yang di terakhir turun untuk sujud. Setelah mereka selesai sujud, Nabi saw. mengucapkan salam dan kami semua ikut salam. Jabir berkata: Seperti yang biasa dilakukan oleh para pasukan pengawal terhadap para pemimpin mereka. (HR. Muslim)
Cara Kedua:
Jika musuh berada tidak di arah kiblat, Imam mengatur pasukan dan membagi menjadi dua barisan, satu barisan bersholat bersama imam dan satu barisan lagi menjaga musuh. Setelah barisan pertama selesai shalat maka barisan kedua melakukan shalatnya bersama imam. dan penjagaan dilakukan oleh barisan kedua yang telah selesai shalat. Jadi dalam hal ini imam bershalat dua kali, shalat pertama dengan barisan pertama dan shalat kedua dengan barisan kedua.
عَنْ أَبِي بَكْر رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ صَلَّى صَلاَةَ الخَوْفِ بِالَّذِيْنَ مَعَهُ رَكْعَتَيْنِ وَبِالَّذِيْنَ جَاؤُا رَكْعَتَيْنِ فَكَانَتْ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ أَرْبَعًا وَلِلَّذِيْنَ جَاؤُا رَكْعَتَيْنِ (أبو داود بإسناد صحيح)
Hal ini sesuai dengan hadist dari Abu Bakar ra sesungguhnya Rasulallah saw melakukan shalat khauf  dua rakaat bersama satu kelompok. Lalu beliau melakukan shalat dua rakaat lagi bersama kelompok lainnya. Jadi Rasulullah saw. melakukan salat empat rakaat, sementara para sahabat hanya dua rakaat. (HR. Abu dawud dengan isnad shahih)
Cara ketiga:
Jika musuh berada tidak di arah kiblat, Imam mengatur pasukan dan membagi menjadi dua barisan, satu barisan menjaga musuh dan satu barisan lagi sholat bersama imam satu raka’at. Jika imam berdiri untuk raka’at yang kedua, maka barisan yang pertama niat memutuskan shalat jama’ah bersama imam. Mereka melanjutkan raka’at kedua tanpa imam (shalat sendiri-sendiri) sampai selesai shalat dan salam. Lalu mereka pergi ke tempat dimana ada musuh. Kemudian barisan kedua berihram dan shalat bersama imam yang pada saat itu berada pada raka’at kedua dan ketika imam duduk untuk tasyahhud akhir, barisan kedua bangun melanjutkan raka’at kedua dan imam menunggu sampai mereka selesai melakukan raka’at kedua dan duduk bertasyahhud bersama sama imam kemudian salam.
عَنْ صَالِحِ بْنِ خَوَّاتٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ, عَمَّنْ شَهِدَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ ذَاتِ الرِّقَاعِ : صَلَّى صَلَاةَ الْخَوْفِ أَنَّ طَائِفَةً صَفَّتْ مَعَهُ , وَطَائِفَةٌ وِجَاهَ الْعَدُوِّ , فَصَلَّى بِالَّتِي مَعَهُ رَكْعَةً ثُمَّ ثَبَتَ قَائِمًا وَأَتَمُّوا لِأَنْفُسِهِمْ , ثُمَّ انْصَرَفُوا فَصَفُّوا وِجَاهَ الْعَدُوِّ , وَجَاءَتِ الطَّائِفَةُ الْأُخْرَى فَصَلَّى بِهِمُ الرَّكْعَةَ الَّتِي بَقِيَتْ مِنْ صَلَاتِهِ , ثُمَّ ثَبَتَ جَالِسًا وَأَتَمُّوا لِأَنْفُسِهِمْ ثُمَّ سَلَّمَ بِهِمْ (الشيخان)
Dari Shalih bin Khawwat ra, dari orang yang pernah melaksanakan shalat (khauf) bersama Nabi saw ketika hari (peperangan) Dzata riqa, yaitu: Sekolompok membikin shaf bersama Rasulullah saw, sedangkan kelompok yang lain bersiaga untuk menghadapi musuh. Kemudaian beliau shalat dengan kelompok yang bersamanya satu raka’at. Kemudian beliau tetap berdiri dan shaf pertama tadi menyempurnakan shalat tersebut secara sendiri-sendiri, kemudian beralih dan membuat shaf menghadapi musuh,. Lalu datang kelompok yang lain (yang belum shalat), kemudian beliau shalat dengan mereka satu raka’at yang tersisa. Beliau tetap duduk, sedangkan mereka menyempurnakan shalatnya masing-masing, kemudian beliau melaksanakan salam dengan mereka. (HR Muttafaqun ‘alaih).
Cara keempat:
Jika dalam keadaan gawat
Jika dalam keadaan gawat dan imam tidak bisa mengatur, maka masing masing bisa melakukan shalat sebisa-bisanya, dalam keadaan berjalan kaki, berlari atau mengendarai kuda (tank), dengan menghadap atau tidak menghadap kiblat. Yang penting shalat harus dilakukan dan caranya bebas tanpa ikatan. Allah berfirman:
فَإِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالاً أَوْ رُكْبَانًا – البقرة ﴿٢٣٩﴾
Artinya: ”Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka salatlah sambil berjalan atau berkendaraan.” (Qs Al-Baqarah ayat: 239)