Wednesday, December 6, 2017

SHALAT ISTISQO

https://hsssnwwwayyya58.blogspot.co.id/2017/12/fathul-qorib-mujib.html 


Istisqo secara bahasa adalah meminta turun hujan. Secara istilah yaitu meminta kepada Allah SWT agar menurunkan hujan dengan cara tertentu ketika dibutuhkan hamba-Nya.
Hukum shalat Istisqo adalah sunnah muakkadah bagi yang terkena musibah kelangkaan air untuk minum dan kebutuhan lainnya. Dan dianjurkan bagi kaum muslimin lainnya yang masih mendapatkan air, sebagai bentuk ukhuwah dan tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan.

Dalil Shalat Istisqo

Allah SWT berfirman:

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا(10)يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا(11)وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا(12)

Maka aku katakan kepada mereka: “Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, –sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun–,niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai” (QS. Nuh: 10-12)

Hadits Rasulullah SAW:

َعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: ( خَرَجَ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم مُتَوَاضِعًا, مُتَبَذِّلًا, مُتَخَشِّعًا, مُتَرَسِّلًا, مُتَضَرِّعًا, فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ, كَمَا يُصَلِّي فِي اَلْعِيدِ, لَمْ يَخْطُبْ خُطْبَتَكُمْ هَذِهِ )  رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ, وَصَحَّحَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ, وَأَبُو عَوَانَةَ, وَابْنُ حِبَّانَ

Ibnu Abbas Radhiyallaahu ‘anhu berkata: Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam keluar dengan rendah diri, berpakaian sederhana, khusyu’, tenang, berdoa kepada Allah, lalu beliau shalat dua rakaat seperti pada shalat hari raya, beliau tidak berkhutbah seperti pada shalat hari raya, beliau tidak berkhutbah seperti khutbahmu ini. Riwayat Imam Lima dan dinilai shahih oleh Tirmidzi, Abu Awanah, dan Ibnu Hibban.

عن أَنَسِ بْنَ مَالِكٍ يَذْكُرُ أَنَّ رَجُلًا دَخَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ مِنْ بَابٍ كَانَ وِجَاهَ الْمِنْبَرِ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَائِمٌ يَخْطُبُ فَاسْتَقْبَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَائِمًا فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكَتْ الْمَوَاشِي وَانْقَطَعَتْ السُّبُلُ فَادْعُ اللَّهَ يُغِيثُنَا قَالَ فَرَفَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَيْهِ فَقَالَ اللَّهُمَّ اسْقِنَا اللَّهُمَّ اسْقِنَا اللَّهُمَّ اسْقِنَا قَالَ أَنَسُ وَلاَ وَاللَّهِ مَا نَرَى فِي السَّمَاءِ مِنْ سَحَابٍ وَلاَ قَزَعَةً وَلاَ شَيْئًا وَمَا بَيْنَنَا وَبَيْنَ سَلْعٍ مِنْ بَيْتٍ وَلاَ دَارٍ قَالَ فَطَلَعَتْ مِنْ وَرَائِهِ سَحَابَةٌ مِثْلُ التُّرْسِ فَلَمَّا تَوَسَّطَتْ السَّمَاءَ انْتَشَرَتْ ثُمَّ أَمْطَرَتْ قَالَ وَاللَّهِ مَا رَأَيْنَا الشَّمْسَ سِتًّا ثُمَّ دَخَلَ رَجُلٌ مِنْ ذَلِكَ الْبَابِ فِي الْجُمُعَةِ الْمُقْبِلَةِ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَائِمٌ يَخْطُبُ فَاسْتَقْبَلَهُ قَائِمًا فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكَتْ الْأَمْوَالُ وَانْقَطَعَتْ السُّبُلُ فَادْعُ اللَّهَ يُمْسِكْهَا قَالَ فَرَفَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَيْهِ ثُمَّ قَالَ اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلَا عَلَيْنَا اللَّهُمَّ عَلَى الْآكَامِ وَالْجِبَالِ وَالْآجَامِ وَالظِّرَابِ وَالْأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ  ( البخاري )

Dari Anas bin Malik RA menyebutkan bahwa ada seorang lelaki pada hari Jum’at masuk dari pintu menuju mimbar. Sedang Rasulullah SAW berkhutbah. Dia menemui rasul SAW sambil berdiri dan berkata: wahai Rasulullah SAW telah musnah binatang ternak dan sumber mata air sudah tidak mengalir. Mohonlah pada Allah agar menurunkan air untuk kami. Berkata Anas: Maka Rasulullah SAW mengangkat kedua tangan ke langit dan berdoa: Ya Allah turunkan bagi kami hujan 3x. Berkata Anas RA Demi Allah pada saat kami tidak melihat di langit mendung, gumpalan awan atau apapun. Dan sebelumnya di antara rumah kami dan gunung tidak ada penghalang untuk melihatnya”. Berkata Anas RA, “Maka muncullah di belakangnya mendung seperti lingkaran. Dan ketika sampai di tengah, menyebar dan turunlah hujan. Anas RA berkata: “Maka kami tidak melihat matahari selama enam hari”. Kemudian muncul lagi lelaki tersebut dari arah pintu yang sama pada Jum’at sesudahnya dan Rasul SAW sedang khutbah. Dia menghadap Rasul saw sambil berdiri dan berkata: “Wahai Rasulullah SAW harta-harta hancur dan sungai-sungai penuh, berdoalah kepada Allah agar menghentikannya. Maka Rasulullah SAW mengangkat tangan dan  berdoa Ya Allah berilah hujan sekeliling kami bukan  adzab bagi kami, jatuh pada tanah, gunung-gunung, pegunungan, bukit-bukit, danau- danau dan tempat tumbuh pepohonan” (HR. Bukhari)

Macam-Macam Istisqo

Istisqo memiliki tiga macam, yaitu:
  1. Istisqo yang paling ringan, yaitu doa tanpa shalat dan tidak juga setelah shalat di masjid atau selain masjid, sendiri atau jamaah. Dan sebaiknya dilakukan oleh orang-orang yang shalih.
  2. Istisqo pertengahan, yaitu doa setelah shalat Jum’at atau shalat lainnya, ketika khutbah Jum’at atau khutbah yang lain.
  3. Istisqo yang paling utama adalah Istisqo dengan di dahului shalat dua rakaat dan dua khutbah. Dilakukan oleh muslim, baik musafir atau muqim, penduduk kampung atau kota.
Waktu Istisqo
Jika hanya doa, maka dapat dilakukan kapan saja, dan lebih baik jika dilakukan saat khutbah Jum’at. Jika doa dan shalat maka dapat dilakukan kapan saja, tetapi jangan dilakukan pada waktu yang dimakruhkan shalat. Waktu yang utama adalah pada waktu Dhuha sampai Zhuhur sebagaimana shalat Id.
Tempat Shalat Istisqo
Shalat Istisqo  dapat dilakukan di masjid atau di luar masjid
Adab sebelum shalat Istisqo
  1. Memperbanyak  istighfar dan taubat di hari-hari sebelumnya
  2. Menghindari perbuatan zhalim dan mengembalikan hak-hak orang yang terzhalimi
  3. Didahului dengan berpuasa tiga hari
  4. Hari pelaksanaan dianjurkan puasa.
  5. Memperbanyak sedekah.
  6. Sebelum pelaksanaan, disunnahkan melakukan thaharah seperti, mandi, bersiwak, menjauhkan perhiasan dan wangi-wangian, memakai baju yang sederhana.
  7. Berangkat ke tempat dalam keadaan tawadhu, khusyu’, berharap pada Allah.
Tata Cara Pelaksanaan Shalat Istisqo
  1. Shalat dua rakaat, sebagaimana shalat ‘Ied, rakaat pertama takbir tujuh kali dan kedua lima kali. Ibnu Abbas berkata:” lakukan pada Istisqo seperti pada waktu ‘Ied”.
  2. Rakaat pertama disunnahkan membaca surat Al-A’la dan rakaat kedua surat Al-Ghasiyah
  3. Setelah shalat, diteruskan dengan khutbah dua kali.
  4. Berdoa menghadap kiblat dan mengangkat dua tangan.
  5. Dianjurkan doa Istisqo dibacakan oleh Ahli Bait dan orang shalih
  6. Bertawasul dengan amal shalih
  7. Khusus untuk kaum lelaki disunnahkan memindahkan dan membalikkan selendang atau sorbannya.
  8. Dianjurkan imam keluar bersama masyarakat.
  9. Dianjurkan membawa binatang ternak.
Doa Istisqo :

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ اَلْعَالَمِينَ, اَلرَّحْمَنِ اَلرَّحِيمِ, مَالِكِ يَوْمِ اَلدِّينِ, لَا إِلَهَ إِلَّا اَللَّهُ يَفْعَلُ مَا يُرِيدُ, اَللَّهُمَّ أَنْتَ اَللَّهُ, لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ, أَنْتَ اَلْغَنِيُّ وَنَحْنُ اَلْفُقَرَاءُ, أَنْزِلْ عَلَيْنَا الْغَيْثَ, وَاجْعَلْ مَا أَنْزَلْتَ قُوَّةً وَبَلَاغًا إِلَى حِينٍ
اللَّهُمَّ اسْقِنَا اللَّهُمَّ اسْقِنَا اللَّهُمَّ اسْقِنَا, اللَّهُمَّ اسْقِنا غَيْثاً مُغِيثاً هَنِيئاً مَرِيئاً غَدَقاً مُجَلِّلاً  سَحّاً عامّاً طَبَقاً دَائِماً؛ اللَّهُمَّ على الظِّرَابِ وَمَنابِتِ الشَّجَرِ، وَبُطُونِ الأوْدِيَةِ؛ اللَّهُمَّ إنَّا نَسْتَغْفِرُكَ إِنَّكَ كُنْتَ غَفّاراً، فأرْسلِ السَّماءَ عَلَيْنا مِدْرَاراً؛ اللَّهُمَّ اسْقِنا الغَيْثَ وَلا تَجْعَلْنا مِنَ القَانِطِينَ. اللهم إنَّ بِالعِبادِ والبِلادِ والبهائم  والخلق من اللأواء والجهد والضنك ما لا نشكوه إلا إليك.  اللَّهُمَّ أنْبِتْ لَنا الزَّرْعَ، وَأدِرَّ لَنا الضَّرْعَ، وَاسْقِنا مِنْ بَرَكاتِ السَّماءِ، وأنْبِتْ لَنا مِنْ بَرَكاتِ الأرْضِ؛ اللَّهُمَّ ارْفَعْ عَنَّا الجَهْدَ وَالجُوعَ والعُرْيَ، واكْشِفْ عَنَّا مِنَ البَلاءِ ما لا يَكْشِفُهُ غَيْرُكَ
اللهم اسقنا الغيثَ وانصرنا على الأعداء. اللهم أنت أمرتنا بدعائك ووعدتنا إجابتك، وقد دعوناك كما أمرتنا فأجبنا كما وعدتنا، اللهم امنن علينا بمغفرة ما قارفنا،  وإجابتك في سقيانا، وسعة رزقنا.

Segala puji bagi Allah Rabbul ‘alamin yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, yang merajai hari pembalasan, tidak ada Tuhan selain Allah yang melakukan apa yang Ia kehendaki, ya Allah Engkaulah Allah tidak ada Tuhan selain Engkau, Engkau Mahakaya dan kami orang-orang fakir, turunkanlah pada kami hujan, dan jadikan apa yang Engkau turunkan sebagai kekuatan dan bekal hingga suatu batas yang lama.
Ya Allah, turunkan bagi kami hujan 3x, Ya Allah, turunkan bagi kami hujan   yang menyuburkan, menyejahterakan, bermanfaat, mengalir dari atas ke bawah merata, dan terus-menerus kebaikannya bagi negeri dan penghuninya. Ya Allah pada pegunungan, sawah ladang dan danau-danau. Ya Allah kami beristighfar kepada-Mu, sesungguhnya Engkau penerima ampun, turunkan kepada hujan dari langit yang terus menerus memberikan kebaikan. Ya Allah turunkanlah hujan dan jangan jadikan kami termasuk orang-orang yang putus asa. Ya Allah negeri dan penduduknya mengalami kesulitan, kesengsaraan, kesempitan dan kami tidak mengadu kecuali kepada-Mu. Ya Allah tumbuhkanlah bagi kami tanaman, suburkanlah susu-sus ternak kami, turunkanlah hujan dari keberkahan langit dan tumbuhkanlah tanaman dari keberkahan bumi. Ya Allah angkatlah dari kami kesusahan, kelaparan, dan terbukanya aurat, singkapkan dari kami musibah dan tidak ada yang dapat menyingkapkannya kecuali Engkau
Ya Allah turunkanlah hujan dan tolonglah kami atas musuh. Ya Allah Engkau telah memerintahkan kami untuk berdoa, dan berjanji untuk mengabulkan. Dan kami telah berdoa sebagaimana engkau perintahkan, maka kabulkanlah sebagaimana Engkau telah janjikan. Ya Allah berikanlah anugerah ampunan-Mu atas kesalahan kami, dan kabulkan hujan untuk kami dan kelapangan rezeki.

Doa Ketika Hujan Telah Turun

اللّهُمَّ اجْعَلهُ صَيِّبَاً هَنِيئاً نافعاً. اللهم حوالينا ولا علينا.ويقولون: مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللهِ وَرَحْمَتِهِ

Ya Allah jadikan hujan yang menyejahterakan dan bermanfaat. Ya Allah turunkan di sekeliling kami bukan adzab bagi kami. Dan jamaah mengucapkan:” Hujan turun dengan karunia dan rahmat Allah.

وصلى الله على سيدنا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين

SHALAT IED

https://hsssnwwwayyya58.blogspot.co.id/2017/12/fathul-qorib-mujib.html 


Adab mengerjakan shalat 'Ied dan sunnah-sunnahnya sebagai berikut :

1. Mandi dahulu


عَنِ ابْنِ السَّبَّاقِ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: يَا مَعْشَرَ اْلمُسْلِمِيْنَ، اِنَّ هذَا (يَوْمَ اْلجُمُعَةِ) يَوْمٌ جَعَلَهُ اللهُ عِيْدًا فَاغْسِلُوْا. مالك فى الموطأ 1: 65، رقم: 113
Dari Ibnus Sabbaaq, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "Hai kaum Muslimin, hari (Jum'ah) ini adalah satu hari yang Allah jadikan hari raya. Karena itu hendaklah kamu mandi". [HR. Malik, dalam Al-Muwaththa’ juz 1, hal. 65, no. 113]


Keterangan :
Menurut hadits tersebut, hari Jum'ah dipandang sebagai hari raya dan kita disuruh mandi padanya. Dengan demikian dapat difaham, bahwa mandi pada hari raya adalah lebih utama.

2. Berpakaian dengan pakaian yang baik, bila ada

عَنْ جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ اَبِيْهِ عَنْ جَدّهِ اَنَّ النَّبِيَّ ص كَانَ يَلْبَسُ بُرْدَ حِبَرَةٍ فِى كُلّ عِيْدٍ. البيهقى 3: 280
Dari Ja’far bin Muhammad, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwasanya Nabi SAW biasa memakai kain buatan Yaman pada tiap-tiap hari raya. [HR. Baihaqiy juz 3, hal. 280]

3. Makan sebelum berangkat

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ اَبِيْهِ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ ص لاَ يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَطْعَمَ وَ لاَ يَطْعَمُ يَوْمَ اْلاَضْحَى حَتَّى يُصَلّيَ. الترمذى 2: 27، رقم: 540
Dari ‘Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, ia berkata, "Dahulu Rasulullah SAW tidak pergi Shalat Hari Raya 'Iedul Fithri melainkan sesudah makan. Dan tidak makan pada Hari Raya 'Iedul Adlha melainkan sesudah kembali dari shalat". [HR. Tirmidzi juz 2, hal. 27, no. 540]

4. Mengambil dua jalan

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص اِذَا خَرَجَ يَوْمَ اْلعِيدِ فِى طَرِيْقٍ رَجَعَ فِي غَيْرِهِ. الترمذى 2: 26، رقم: 539
Dari Abu Hurairah, ia berkata "Dahulu Rasulullah SAW apabila melewati jalan saat pergi Shalat Hari Raya, maka ketika pulang beliau mengambil jalan lain (dari yang telah dilalui waktu pergi)". [HR. Tirmidzi juz 2, hal. 26, no. 539]

5. Waktu dan tempat takbir hari raya

عَنِ الزُّهْرِيّ اَنَّهُ قَالَ:كَانَ النَّبِيُّ ص يَخْرُجُ يَوْمَ اْلفِطْرِ فَيُكَبّرُ مِنْ حِيْنِ يَخْرُجُ مِنْ بَيْتِهِ حَتَّى يَأْتِيَ اْلمُصَلَّى. ابو بكر النجاد، مرسل فى نيل الاوطار 3: 327
Dari Az-Zuhriy, ia berkata, "Dahulu Nabi SAW keluar untuk shalat Hari Raya 'Iedul Fithri dengan takbir mulai dari rumahnya hingga tiba ditempat shalat". [HR. Abu Bakar An-Najjaad, mursal, Nailul Authar juz 3, hal. 327]

عَنِ ابْنِ عُمَرَ اَنَّ النَّبِيَّ ص كَانَ يَرْفَعُ صَوْتَهُ بِالتَّكْبِيْرِ وَ التَّهْلِيْلِ حِيْنَ خُرُوْجِهِ اِلَى اْلعِيْدِ يَوْمَ اْلفِطْرِ حَتَّى يَأْتِيَ اْلمُصَلَّى. البيهقى و الحاكم، في نيل الاوطار 3: 327، ضعيف
Dari Ibnu Umar, "Bahwasanya Nabi SAW bertakbir dan bertahlil dengan suara keras ketika keluar pergi shalat hari Raya 'Iedul Fithri hingga tiba di tempat shalat". [HR. Baihaqi dan Hakim, dalam Nailul Authar juz 3, hal. 327, dla’if]

قَالَ النَّبِيُّ ص:زَيّنُوْا اَعْيَادَكُمْ بِالتَّكْبِيْرِ.الطبراني، غريب، في نيل الاوطار
Nabi SAW bersabda, "Hiasilah Hari Raya-Hari Raya kamu dengan takbir". [HR. Thabrani, Gharib, dalam Nailul Authar juz 3, hal. 327]

Waktu dan tempat bertakbir hari raya menurut hadits yang shahih

عَنْ اُمّ عَطِيَّةَ قَالَتْ: اَمَرَ رَسُوْلُ اللهِ ص اَنْ نُخْرِجَهُنَّ فيِ اْلفِطْرِ وَ اْلاَضْحَى اْلعَوَاطِقَ وَ اْلحُيَّضَ وَ ذَوَاتِ اْلخُدُوْرِ، فَاَمَّا اْلحُيَّضُ فَيَعْتَزِلْنَ الصَّلاَةَ. مسلم 2: 606
Dari Ummu 'Athiyah, ia berkata, "Rasulullah SAW memerintahkan kepada kami untuk membawa keluar anak-anak perempuan yang hampir baligh, perempuan-perempuan haidl dan anak-anak perempuan yang masih gadis, pada Hari Raya 'Iedul Fithri dan 'Iedul Adha. Adapun wanita-wanita yang haidl itu mereka tidak shalat". [HSR. Muslim, juz 2, hal. 606]

و للبخاري قَالَتْ اُمُّ عَطِيَّةَ: كُنَّا نُؤْمَرُ اَنْ نُخْرِجَ اْلحُيَّضَ فَيُكَبّرْنَ بِتَكْبِيْرِهِمْ. في نيل الاوطار 3: 324
Dan bagi Imam Bukhari, Ummu 'Athiyah berkata, "Kita diperintahkan supaya membawa keluar wanita-wanita haidl lalu bertakbir bersama-sama dengan orang banyak". [Dalam Nailul Authar juz 3, hal. 324]

Keterangan :
Dari hadits shahih di atas dapat kita fahami bahwa takbir Hari Raya itu dilaksanakan pada waktu tiba di tempat shalat sampai berdirinya shalat.

6. Waktu shalat hari raya

قَالَ جُنْدَبٌ:كَانَ النَّبِيُّ ص يُصَلّى بِنَا يَوْمَ اْلفِطْرِ وَالشَّمْسُ عَلَى قَيْدِ رُمْحَيْنِ وَ اْلاَضْحَى عَلَى قَيْدِ رُمْحٍ. احمد بن حسن، في نيل الاوطار 3: 333
Telah berkata Jundab, "Adalah Nabi SAW shalat Hari Raya 'Iedul Fithri bersama kami di waktu matahari tingginya sekadar dua batang tombak dan beliau shalat Hari Raya 'Iedul Adha diwaktu matahari tingginya sekadar satu batang tombak". [HR. Ahmad bin Hasan, dalam Nailul Authar juz 3, hal. 333]

Keterangan :
Menurut riwayat di atas, waktu shalat Hari Raya 'Iedul Adha itu lebih pagi daripada waktu shalat Hari Raya 'Iedul Fithri.

7. Shalat sebelum khutbah

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص وَ اَبُوْ بَكْرٍ وَ عُمَرُ رض يُصَلُّوْنَ اْلعِيْدَيْنِ قَبْلَ اْلخُطْبَةِ. البخارى 2: 5
Dari Ibnu Umar, ia berkata, "Dahulu Rasulullah SAW, Abu Bakar dan Umar shalat dua Hari Raya sebelum khutbah". [HR. Bukhari juz 2, hal. 5]

Maksudnya :
Rasulullah SAW dan shahabat-shahabatnya mengerjakan shalat 'Iedul Fithri dan 'Iedul Adha sebelum khutbah.

8. Shalat hari raya tanpa adzan dan iqamah

عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ قَالَ: صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيّ ص اْلعِيْدَيْنِ غَيْرَ مَرَّةٍ وَلاَ مَرَّتَيْنِ بِغَيْرِ اَذَانٍ وَ لاَ اِقَامَةٍ. مسلم 2: 604
Dari Jabir bin Samurah, ia berkata "Saya shalat dua Hari Raya bersama Rasulullah SAW bukan hanya sekali atau dua kali, (semuanya) tanpa adzan dan iqamah". [HSR. Muslim juz 2, hal. 604]

Maksud dari riwayat di atas menunjukkan bahwa Rasulullah SAW shalat Hari Raya 'Iedul Fithri dan Hari Raya 'Iedul Adha tanpa adzan dan iqamah.

9. Hari raya pada hari Jum'ah

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ ص اَنَّهُ قَالَ: اِجْتَمَعَ عِيْدَانِ فيِ يَوْمِكُمْ هذَا، فَمَنْ شَاءَ اَجْزَأَهُ مِنَ اْلجُمُعَةِ وَ اِنَّا مُجَمّعُوْنَ اِنْ شَاءَ اللهُ. ابن ماجه 1: 416، رقم: 1311
Dari Ibnu ‘Abbas, dari Rasulullah SAW, beliau bersabda, "Telah terhimpun pada hari ini dua hari raya (hari Raya dan Jum'ah). Maka barangsiapa mau, cukuplah shalat ini buat dia, tidak perlu lagi shalat Jum'ah, tetapi kami tetap akan mendirikan shalat Jum'ah, insyaa-allooh". [HR. Ibnu Majah dan Ibnu Majah juz 1, hal. 416, no. 1311]

10. Shalat dan khutbah di tanah lapang

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ اَنَّهُ اَصَابَهُمْ مَطَرٌ فيِ يَوْمِ عِيْدٍ فَصَلَّى بِهِمُ النَّبِيُّ ص صَلاَةَ الْعِيْدِ فيِ اْلمَسْجِدِ. ابو داود 1: 301 رقم: 1160، ضعيف
Dari Abu Hurairah bahwasanya pada suatu hari Raya, para shahabat kehujanan, maka Nabi SAW mengerjakan shalat Hari Raya bersama mereka di masjid. [HR. Abu Dawud juz 1, hal. 301, no. 1160, dla’if]

Keterangan :
  • Menurut kebiasaan memang Nabi SAW mengerjakan shalat dan khutbah hari Raya di tanah lapang. Tetapi hal itu tidak menunjukkan kepada hukum wajib. Sesuatu perbuatan bisa menunjukkan kepada hukum wajib jika disertai dengan perintah.
  • Kebanyakan ulama memandang bahwa Nabi SAW mengerjakan yang demikian itu bukan karena tidak shah dikerjakan di masjid, tetapi karena tak cukup tempat di masjid, sebab pada waktu itu orang-orang yang berkumpul pada hari Raya lebih banyak dari pada hari-hari yang lain.
  • Dari seluruh pembicaraan tersebut, nyatalah bahwa shalat Hari Raya di masjid itu tidak terlarang, apalagi jika turun hujan atau lain-lain halangan. Oleh karena itu perkataan Abu Hurairah tadi walaupun lemah riwayatnya tetapi shahih maknanya. Perlu dijelaskan bahwa Rasulullah SAW shalat di tanah lapang itu diambil dari pengertian Mushalla :
اَلْمُصَلَّى مَوْضِعٌ بِبَابِ اْلمَدِيْنَةِ الشَّرْقِيّ. فقه السنة 1: 268
"Mushalla itu adalah suatu tempat di pintu gerbang Madinah sebelah timur". [Fiqhus Sunnah juz 1, hal. 268]

اَلْمُصَلَّى مَوْضِعٌ بَيْنَهُ وَ بَيْنَ اْلمَسْجِدِ اَلْفَ ذِرَاعٍ. فقه السنة 1: 271
"Mushalla itu tempatnya sejauh 1.000 hasta dari masjid Madinah" [Fiqhus Sunnah juz 1, ha. 271]
  • Jadi jelaslah bahwa Rasulullah SAW jika shalat Hari Raya itu di tanah lapang.


عَنْ عَبْدِ الرَّحْم?نِ قَالَ سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ قَالَ خَرَجْتُ مَعَ النَّبِيّ ص يَوْمَ فِطْرٍ اَوْ اَضْحًى فَصَلَّى الْعِيْدَ ثُمَّ خَطَبَ، ثُمَّ اَتَى النّسَاءَ فَوَعَظَهُنَّ وَ ذَكَّرَهُنَّ وَ اَمَرَهُنَّ بِالصَّدَقَةِ. البخارى 28
Dari 'Abdur Rahman, ia berkata : Aku mendengar Ibnu 'Abbas berkata, "Aku pernah keluar bersama Nabi SAW pada hari raya 'Iedul Fithri atau 'Iedul Adlha, lalu beliau shalat 'Ied, kemudian berkhutbah. Kemudian beliau datang ke tempat para wanita, memberikan nasehat kepada mereka, mengingatkan mereka, dan menganjurkan kepada mereka untuk bershadaqah". [HR. Bukhari juz 2, hal. 8]

عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ قَالَ اَخْبَرَنِي عَطَاءٌ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ، قَالَ سَمِعْتُهُ يَقُولُ: قَامَ النَّبِيُّ ص يَوْمَ الْفِطْرِ فَصَلَّى فَبَدَأَ بِالصَّلَاةِ ثُمَّ خَطَبَ. فَلَمَّا فَرَغَ نَزَلَ فَأَتَى النّسَاءَ فَذَكَّرَهُنَّ وَهُوَ يَتَوَكَّأُ عَلَى بِلَالٍ وَبِلَالٌ بَاسِطٌ ثَوْبَهُ يُلْقِي فِيْهِ النّسَاءُ الصَّدَقَةَ. قُلْتُ لِعَطَاءٍ: زَكَاةَ يَوْمِ الْفِطْرِ؟ قَالَ: لَا وَل?كِنْ صَدَقَةً يَتَصَدَّقْنَ حِينَئِذٍ تُلْقِي فَتَخَهَا وَيُلْقِيْنَ. قُلْتُ اَتُرَى حَقًّا عَلَى الْاِمَامِ ذ?لِكَ وَ يُذَكّرُهُنَّ؟ قَالَ: اِنَّهُ لَحَقٌّ عَلَيْهِمْ، وَمَا لَهُمْ لَا يَفْعَلُوْنَهُ. البخارى 29
Dari ibnu Juraij, ia berkata : 'Atho' mengkhabarkan kepadaku dari Jabir bin 'Abdullah, ia mengatakan bahwa Jabir berkata : Nabi SAW melaksanakan shalat hari raya 'Iedul Fithri, yang mula-mula beliau lakukan adalah shalat, kemudian berkhutbah. Setelah selesai khutbah, beliau turun lalu datang ke tempat para wanita,, beliau memberikan nasehat, mengingatkan mereka dengan berpegang pada Bilal, sedangkan Bilal membentangkan kainnya, dan para wanita lalu memberikan shadaqahnya. (Ibnu Juraij berkata). Aku bertanya kepada 'Atho', "Apakah yang mereka berikan itu zakat fithrah?". Ia menjawab, "Bukan, tetapi shadaqah yang para wanita bershadaqah pada waktu itu. Ada wanita yang memberikan gelangnya, dan mereka para wanita memberikan shadaqahnya". (Ibnu Juraij berkata) : Aku bertanya (kepada 'Atho'), "Apakah kewajiban imam melakukan demikian itu, memberi nasehat kepada para wanita?". ('Atho' menjawab), "Ya, itu adalah kewajiban mereka, tetapi entah mengapa mereka sekarang tidak melakukannya". [HR. Bukhari juz 2, hal. 9]

عَنْ سَعِيْدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ اَنَّ النَّبِيَّ ص صَلَّى يَوْمَ الْفِطْرِ رَكْعَتَيْنِ لَمْ يُصَلّ قَبْلَهَا وَلَا بَعْدَهَا ثُمَّ اَتَى النّسَاءَ وَمَعَهُ بِلَالٌ فَاَمَرَهُنَّ بِالصَّدَقَةِ فَجَعَلْنَ يُلْقِيْنَ تُلْقِي الْمَرْأَةُ خُرْصَهَا وَسِخَابَهَا. البخارى 2:5
Dari Sa'id bin Jubair, dari Ibnu 'Abbas bahwasanya dahulu Nabi SAW melaksanakan shalat hari raya 'Iedul Fithri 2 reka'at, beliau tidak shalat apapun sebelumnya maupun sesudahnya. Kemudian beliau datang bersama Bilal ke tempat para wanita, lalu beliau menganjurkan mereka untuk bershadaqah, lalu para wanita bershadaqah, ada yang memberikan anting-antingnya, dan ada pula yang memberikan kalungnya. [HR. Bukhari juz 2, hal. 5]

11. Takbir dalam shalat pada dua hari raya

Takbir shalat pada dua Hari Raya (Hari Raya 'Iedul Fithri dan 'Iedul Adha), dilaksanakan dengan 7 kali pada rekaat pertama, dan 5 kali pada rekaat yang kedua sebelum membaca Al-Fatihah. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW maupun perbuatan para shahabat.:

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ اْلعَاصِ قَالَ:قَالَ نَبِيُّ اللهِ ص: اَلتَّكْبِيْرُ فيِ اْلفِطْرِ سَبْعٌ فيِ اْلاُوْلَى وَ خَمْسٌ فيِ اْلآخِرَةِ وَ اْلقِرَاءَةُ بَعْدَهُمَا كِلْتَيْهِمَا. ابو داود 1: 299، رقم: 1151
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Ash, ia berkata : Nabi Allah SAW bersabda, “Takbir pada (shalat) ‘Iedul Fithri adalah 7 kali di rekaat pertama dan 5 kali di rekaat yang akhir (kedua). Adapun bacaan, sesudah kedua-duanya itu". [HR. Abu Dawud juz 1, hal. 299, no. 1151]

عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ اَبِيْهِ عَنْ جَدّهِ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص كَبَّرَ فِى اْلعِيْدِ يَوْمَ اْلفِطْرِ سَبْعًا فِى اْلاُوْلىَ وَ فِى اْلاخِرَةِ خَمْسًا سِوَى تَكْبِيْرَةِ الصَّلاَةِ. الدارقطنى 2: 48
Dari 'Amr bin Syu'aib, dari bapaknya, dari kakeknya, bahwasanya Rasulullah SAW bertakbir dalam shalat hari raya 'Iedul Fithri tujuh takbir pada rekaat pertama dan lima takbir pada rekaat kedua, selain takbir (yang biasa dalam) shalat. [HR. Daruquthni, juz 2, hal. 48]

Tentang atsar (perbuatan) para shahabat, diriwayatkan :

عَنْ نَافِعٍ مَوْلىَ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ اَنَّهُ قَالَ: شَهِدْتُ اْلاَضْحَى وَ اْلفِطْرَ مَعَ اَبِى هُرَيْرَةَ فَكَبَّرَ فيِ الرَّكْعَةِ اْلاُوْلىَ سَبْعَ تَكْبِيْرَاتٍ قَبْلَ اْلقِرَاءَةِ وَ فِى اْلآخِرَةِ خَمْسَ تَكْبِيْرَاتٍ قَبْلَ اْلقِرَاءَةِ. مالك فى الموطأ
Dari Nafi', maula Abdullah bin 'Umar, bahwa dia berkata, "Aku pernah menyaksikan 'Iedul Adha dan 'Iedul Fithri bersama Abu Hurairah. Maka ia bertakbir di rekaat pertama 7 takbir sebelum membaca, dan di rekaat kedua 5 takbir sebelum membaca". [HR. Malik, Muwaththa’ juz 1, hal. 180]

عَنْ عَطَاءٍ قَالَ: كَانَ ابْنُ عَبَّاسٍ يُكَبّرُ فيِ اْلعِيْدَيْنِ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ تَكْبِيْرَةً. سَبْعٌ فيِ اْلاُوْلىَ وَ خَمْسٌ فيِ اْلآخِرَةِ. البيهقى 3: 289
Dari 'Atha', ia berkata, "Adalah Ibnu 'Abbas bertakbir di dua Hari Raya 12 takbir, yaitu 7 di rekaat pertama dan 5 di rekaat yang kedua". [HR. Baihaqi juz 3, hal. 289]

12. Bacaan takbir hari raya

Bacaan Takbir pada hari Raya yang bersumber dari shahabat Umar dan Ibnu Mas'ud adalah :

اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ، لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَ اللهُ اَكْبَرُ،اَللهُ اَكْبَرُ وَ ِللهِ اْلحَمْدُ. فى نيل الاوطار 3 :358، فقه السنة 1: 275
(Alloohu Akbar, Alloohu Akbar, Laa ilaaha illalloohu walloohu Akbar Alloohu Akbar wa lillaahil-hamdu). Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Tidak ada Tuhan (yang sebenarnya) melainkan Allah, dan Allah Maha Besar. Allah Maha Besar dan kepunyaan Allah-lah segala pujian. [Dalam Nailul Authar juz 3 hal. 358, Fiqhus Sunnah juz 1 hal. 275]

13. Ucapan pada hari raya

Para shahabat Nabi SAW jika bertemu di antara mereka pada Hari Raya, mereka mengucapkan :

تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَ مِنْكُمْ.
"Semoga Allah menerima amalan kami dan amalan kamu"

Jubair bin Nufair meriwayatkan :

كَانَ اَصْحَابُ رَسُوْلِ اللهِ ص اِذَا تَلَقَّوْا يَوْمَ اْلعِيْدِ يَقُوْلُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ: تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَ مِنْكُمْ. جبير بن نفير 
Para shahabat Rasulullah SAW jika bertemu satu dengan yang lain pada Hari Raya saling mengucapkan, “Taqobbalalloohu minnaa wa minkum”. [HR. Jubair bin Nufair]

14. Larangan berpuasa pada hari raya Idul Fitri dan hari raya Idul Adha

Hadis riwayat Umar bin Khathab ra., ia berkata: Bahwa dua hari ini hari yang dilarang Rasulullah saw. untuk berpuasa, yaitu hari raya Idul Fitri setelah kalian berpuasa (Ramadan) dan hari raya makan (daging kurban) setelah kalian menunaikan ibadah haji. (Shahih Muslim No.1920)

Hadis riwayat Abu Said Khudhri ra., ia berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda: Tidaklah patut berpuasa pada dua hari tertentu, yakni Hari Raya Idul Adha dan Hari Raya Idul Fitri setelah puasa Ramadan. (Shahih Muslim No.1922)

Hadis riwayat Ibnu Umar ra.: Seorang laki-laki datang kepada Ibnu Umar ra. dan berkata: Sungguh aku telah bernazar untuk berpuasa satu hari yang bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha atau Hari Raya Idul Fitri. Ibnu Umar ra. berkata: Allah Taala memerintahkan untuk menepati janji, nazar dan Rasulullah saw. melarang puasa pada hari ini. (Shahih Muslim No.1924)

Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Hari Raya Fithri adalah hari orang-orang berbuka dan hari raya Adlha adalah hari orang-orang berkurban." Riwayat Tirmidzi.

Dari Abu Said Al-Khudry bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang berpuasa pada dua hari, yakni hari raya Fithri dan hari raya Kurban. Muttafaq Alaihi.

Kekeliruan yang Sering Terulang Dalam ‘Iedul Fitri

Berkenaan dengan “menghidupkan malam ‘Ied”, sebagian orang berkeyakinan bahwa hal tersebut disyariatkan, bahkan menyebarkan hadits dha’if yang berkenaan dengan itu, yaitu “Barangsiapa yang menghidupkan malam ‘Ied, maka hatinya tak akan mati pada hari dimatikannya semua hati”

keterangan : Hadits di atas diriwayatkan dengan dua sanad, yang satu dha’if yang satu lagi dha’if sekali. Dengan demikian, tidak ada perintah khusus untuk menghidupkan malam ‘Ied.
Telah terjadi ikhtilath (bercampur) antara laki-laki dan perempuan di sebagian tempat salat, atau di jalan-jalan serta lainnya. Dan yang lebih memprihatinkan hal itu terjadi di tempat yang suci seperti mesjid, bahkan di Masjidil Haram. Tidak sedikit kaum wanita (semoga Allah memberi petunjuk) keluar rumah menuju mesjid atau lapangan dengan berdandan, pakai parfum, bercelak, dan sebagainya. Kemudian di mesjid berdesakan, tentu ini fitnah dan sangat mengkhawatirkan. Karena itu saya nasehati para pemuda untuk tinggal dulu di mesjid apabila selesai salat Subuh –bagi yang shalat Subuh di mesjid– sehingga shalat Ied, dan baru keluar apabila kaum wanita sudah bubar dari shalat ’Iednya.

Apa yang dilakukan oleh sebagian orang, mereka berkumpul sembari mendengarkan musik atau melakukan segala bentuk permainan-permainan yang sia-sia dan tak ada gunanya. Hal ini jelas tidak boleh.

Sebagian orang ada yang merasa bahagia dengan datangnya hari raya, karena Ramadhan selesai dan tidak ada puasa lagi di hari esoknya. Ini adalah sebuah kekeliruan Berbeda halnya dengan kebahagiaan yang dirasakan orang mukmin, mereka berbahagia karena dengan taufik Allah dapat menyelesaikan puasanya sebulan penuh. Jadi bukan karena selesainya puasa sebagaimana anggapan sebagian orang.

Hadirnya wanita haid dalam sholat dua hari raya dan dakwah kaum muslimin, tetapi menjauhkan diri dari tempat sholat

Hafsah [binti Sirin] berkata, "Kamu semua melarang gadis-gadis kami untuk keluar pada kedua hari raya (Idul Fitri dan Idul Adlha). Datanglah seorang perempuan lalu singgah di gedung keluarga Khalaf, [lalu aku datang kepadanya], kemudian ia bercerita tentang saudara perempuannya-dan suami dari saudara perempuannya telah mengikuti peperangan bersama-sama dengan Nabi Muhammad saw sebanyak dua belas kali-. Perempuan tersebut selanjutnya mengatakan, 'Saudara perempuanku itu pernah mengikuti suaminya (dalam peperangan) sebanyak enam kali. Ia mengatakan, 'Kami mengobati yang terluka, mengurus yang sakit.' Saudara perempuanku bertanya kepada Nabi Muhammad saw, 'Apakah tidak apa-apa bagi salah seorang di antara kami untuk tinggal di rumah kalau dia tidak mempunyai jilbab? Beliau menjawab, 'Hendaknya sahabatnya mengenakan salah satu jilbabnya kepadanya dan hendaknya dia berpartisipasi di dalam perbuatan-perbuatan yang baik dan dalam pertemuan-pertemuan keagamaan kaum muslimin.' Pada waktu Ummu Athiyyah datang, aku datang kepadanya lalu] aku bertanya kepadanya, 'Apakah Anda pernah mendengar Nabi Muhammad saw mengenai masalah ini (yakni bolehnya kaum wanita keluar untuk menghadiri kebaikan yang diadakan oleh kaum muslimin)?' Ummu Athiyyah berkata, 'Ya, semoga ayahku berkorban untuknya (Nabi Muhammad saw.)-Ummu Athiyyah tidak menyebutkan sesuatu melainkan hanya berkata, 'Semoga ayahku berkorban untuknya'-. Aku pernah mendengar Nabi Muhammad saw bersabda, '[Hendaklah] wanita-wanita merdeka (anak-anak gadis) dan wanita-wanita pingitan atau anak-anak gadis pingitan [Abu Ayyub ragu-ragu] dan wanita-wanita haid keluar [pada hari raya] untuk menyaksikan kebaikan dan dakwah orang-orang mukmin, dan orang yang haid supaya mengucilkan diri dari mushalla.' [Seorang perempuan bertanya, 'Wahai Rasulullah, bagaimana kalau salah seorang dari kami tidak mempunyai jilbab?' Beliau menjawab, 'Hendaklah sahabatnya berpartisipasi dengan mengenakan jilbabnya kepadanya.'].'" Hafshah berkata, "Aku bertanya, 'Bagaimana dengan wanita-wanita yang sedang haid?' Jawabnya, 'Bukankah wanita yang sedang haid juga hadir di Arafah, [menghadiri] ini dan [menghadiri] ini?'" (Dalam satu riwayat dari Hafshah, "Kami diperintahkan untuk keluar pada hari raya, hingga kami suruh keluar juga anak-anak gadis dari pingitannya, hingga kami keluarkan wanita-wanita yang sedang haid, lalu mereka berada di belakang orang banyak, lantas bertakbir dengan takbir mereka dan berdoa sebagaimana mereka berdoa karena mengharapkan keberkahan dan kesucian hari itu.")

Hadis riwayat Ibnu Abbas, ia berkata: Aku pernah ikut salat Idul Fitri bersama Nabi, Abu Bakar, Umar dan Usman. Mereka semua melakukan salat Ied sebelum khutbah, kemudian ia berkhutbah, ia berkata: Rasulullah turun, seola-olah aku melihat beliau ketika beliau dengan isyarat tangan mempersilakan kaum lelaki duduk. Kemudian beliau berjalan di antara barisan sampai ke tempat para wanita. Beliau disertai Bilal. Lalu beliau membaca: Hai Nabi, apabila para wanita yang beriman mendatangimu untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tidak akan mempersekutukan Allah. Beliau membaca ayat ini hingga akhir. Lalu beliau bertanya: Apakah kalian akan berjanji setia? Seorang wanita satu-satunya di antara mereka menjawab tegas: Ya, wahai Nabi Allah! Saat itu tidak diketahui siapa wanita tersebut. Kemudian Rasulullah bersabda: Bersedekahlah kalian! Bilal membentangkan pakaiannya seraya berkata: Marilah, demi bapak ibuku sebagai tebusan kalian! Mereka pun segera melemparkan gelang dan cincin ke dalam pakaian Bilal. (Shahih Muslim No.1464)

Hadis riwayat Jabir bin Abdullah, ia berkata : Bahwa Nabi pernah melaksanakan salat hari Raya Fitri. Beliau memulai dengan salat terlebih dahulu. Sesudah itu beliau berkhutbah kepada kaum muslimin. Selesai khutbah Nabi turun dan mendatangi kaum wanita. Beliau memberikan peringatan kepada mereka sambil berpegangan pada tangan Bilal. Lalu Bilal membentangkan pakaiannya dan para wanita memberikan sedekah. (Shahih Muslim No.1466)

Hadis riwayat Ibnu Abbas dan Jabir bin Abdullah Al-Anshari, ia berkata: Dari Ibnu Juraij, ia berkata: Atha telah mengabarkanku dari Ibnu Abbas dan dari Jabir bin Abdullah Al-Anshari, keduanya berkata: Tidak ada azan bagi salat hari raya idul fitri atau idul adha. Kemudian aku bertanya kepadanya tentang itu, lalu Jabir bin Abdullah Al-Anshari memberitahukan kepadaku bahwa tidak ada azan untuk salat hari raya idul fitri, baik saat imam menaiki mimbar maupun sesudahnya. Juga tidak ada iqamat, seruan atau apapun. Pada saat itu tidak ada azan atau iqamat. (Shahih Muslim No.1468)

Hadis riwayat Ibnu Umar, ia berkata : Bahwa Nabi, Abu Bakar dan Umar, mereka melakukan salat Ied (idul fitri dan idul adha) sebelum khutbah. (Shahih Muslim No.1471)

Hadis riwayat Abu Said Al-Khudri, ia berkata : Bahwa Rasulullah selalu keluar pada hari raya raya idul adha dan hari raya idul fitri. Beliau memulai dengan salat. Setelah menyelesaikan salat dan mengucapkan salam, beliau berdiri menghadap kaum muslimin yang duduk di tempat salat mereka masing-masing. Jika beliau mempunyai keperluan yang perlu disampaikan, beliau akan tuturkan hal itu kepada kaum muslimin. Atau ada keperluan lain, maka beliau memerintahkannya kepada kaum muslimin. Beliau pernah bersabda (dalam salah satu khutbahnya di hari raya): Bersedekahlah kalian! bersedekahlah! Bersedekahlah! Dan ternyata mayoritas yang memberikan sedekah adalah kaum wanita. Setelah itu beliau berlalu. (Shahih Muslim No.1472)

Hadis riwayat Ummu Athiyyah ra., ia berkata : Nabi saw. memerintahkan kami untuk membolehkan gadis-gadis dan gadis-gadis pingitan keluar rumah dan beliau memerintahkan para wanita yang sedang haid agar menjauhi tempat salat kaum muslimin. (Shahih Muslim No.1473)

Ummu Athiyyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Kami diperintahkan mengajak keluar gadis-gadis dan wanita-wanita haid pada kedua hari raya untuk menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum muslimin, wanita-wanita yang haid itu terpisah dari tempat sholat. Muttafaq Alaihi.