(فصل)
وجلود الميتة تطهر بالدباغ إلا جلد الكلب والخنزير وما تولد منهما
أو من أحدهما وعظم الميتة وشعرها نجس إلا الآدمي. ولا يجوز استعمال أواني
الذهب والفضة ويجوز استعمال غيرهما من الأواني.
Terjemah:
Kulit bangkai dapat suci dengan disamak kecuali kulit anjing dan babi
dan hewan yang terlahir dari keduanya atau dari salah satunya. Adapun
tulang bangkai itu najis kecuali tulang mayat manusia. Tidak boleh
menggunakan wadah yang terbuat dari emas dan perak. Boleh menggunakan
wadah yang selain dari emas dan perak.
Samak kulit bangkai
1-وَعَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ الْلَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ الْلَّهِ - صلى
الله عليه وسلم - إِذَا دُبِغَ الْإِهَابُ فَقَدْ طَهُرَ - أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ .
وَعِنْدَ الْأَرْبَعَةِ: - أَيُّمَا إِهَابٍ دُبِغَ
Artinya : Dari
Ibnu Abbas r.a., beliau berkata : Rasulullah SAW bersabda : “Apabila kulittelah disamak, maka ia telah menjadi suci.” (Dikeluarkan oleh Muslim, Di
sisi Imam yang empat ; “Kulit mana saja yang disamak,”
[1]
2-وَعَنْ سَلَمَةَ بْنِ الْمُحَبِّقِ – رضي
الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ الْلَّهِ – صلى الله عليه وسلم - - دِبَاغُ
جُلُودِ الْمَيْتَةِ طُهُورُهاَ – صَحَّحَهُ ابْنُ حِبَّانَ
Artinya : Dari
Salamah bin al-Muhabbiq r.a., beliau berkata : Rasulullah SAW bersabda : “Samak
kulit bangkai dapat menyucikannya.” (Telah dishahihkan oleh Ibnu Hibban)
[2]
3-وَعَنْ مَيْمُونَةَ رَضِيَ الْلَّهُ
عَنْهَا، قَالَتْ: - مَرَّ النبي- صلى الله عليه وسلم - بِشَاةٍ يَجُرُّونَهَا،
فَقَالَ: "لَوْ أَخَذْتُمْ إِهَابَهَا؟" فَقَالُوا: إِنَّهَا مَيْتَةٌ،
فَقَالَ: "يُطَهِّرُهَا الْمَاءُ وَالْقَرَظُ" - أَخْرَجَهُ أَبُو
دَاوُدَ، وَالنَّسَائِيُّ
Artinya : Dari
Maimunah r.a., beliau berkata : “Nabi SAW melewati kambing yang sedang ditarik,
lalu beliau bersabda : “Mengapa kalian tidak mengambil kulitnya ?” Mereka
berkata : “Sesungguhnya ia sudah menjadi bangkai.”. Ia dapat disucikan oleh air
dan daun qaradh.” (Dikeluarkan oleh Abu Daud dan Nisa-i)
[3]
Menurut keterangan Imam Nawawi
dalam Majmu’ Syarah al-Muhazzab mengenai hukum kulit bangkai, dapat dijelaskan
bahwa telah terjadi perbedaan pendapat ulama mengenai hukum kulit bangkai dalam
tujuh mazhab, yaitu sebagai berikut :
1. Tidak
suci kulit bangkai apapun dengan sebab samak. Ini merupakan salah satu pendapat
yang masyhur dari Ahmad dan Malik.
2. Kulit
bangkai yang dimakan dagingnya suci dengan sebab samak, tidak suci kulit
bangkai lainnya. Ini merupakan pendapat Auza’i, Ibnu Mubarak, Abu Daud dan
Ishaq Rahawiyah
3. Semua
bangkai suci dengan sebab samak kecuali kulit anjing dan babi dan yang
diperanakkan dari salah satu keduanya. Ini merupakan Mazhab Syafi’i. Pendapat
ini juga merupakan pendapat yang diriwayat dari Ali dan Ibnu Mas’ud
4. Semua
kulit bangkai suci kecuali kulit babi. Ini merupakan pendapat Abu Hanifah
5. Semuanya
kulit bangkai, termasuk anjing dan babi adalah suci, kecuali yang sucinya itu
hanyalah luarnya saja, tidak suci dalamnya. Ini merupakan Mazhab Malik dalam
satu riwayat
6. Semua
kulit bangkai, luarnya atau dalamnya adalah suci dengan sebab samak. Ini
merupakan pendapat Daud dan ahli dhahir
7. Kulit bangkai dapat
dimanfaatkan tanpa samak. Ini merupakan pendapat al-Zuhri
Mazhab Syafi’i
sebagaimana dijelaskan diatas berpendapat semua kulit bangkai adalah suci
kecuali kulit anjing dan babi serta yang yang diperanakkan dari salah satu
keduanya. Dalil pendapat ini adalah berdasarkan dhahir hadits di atas. Adapun
pengecualian anjing dan babi adalah karena kedua binatang ini najis pada ketika
hidupnya. Ini tentunya berbeda dengan binatang lainnya yang suci pada ketika
hidupnya, maka dengan sebab disamak kulitnya pada ketika menjadi bangkai
berarti mengembalikannya kepada suci sebagaimana halnya pada ketika hidup.
Adapun dalil-dalil dari mazhab lain adalah sebagai berikut :
1. Ahmad dan yang setuju dengannya, berdalil dengan sebagai
berikut :
1). Dhahir firman Allah SWT :
حرمت عليكم الميتة
Artinya : Diharamkan atas kamu bangkai (Q.S.
al-Maidah : 3 )
Kandungan ayat di atas mencakup kulit dan lainnya.
Bantahannya :
Ayat
ini memang bersifat umum, tetapi telah dikhususkan dengan maksud hadits shahih
riwayat Ibnu Abbas, Salamah bin al-Muhabbiq dan Maimunah di atas yang
menjelaskan samak dapat meyucikan kulit bangkai.
2). Hadits
Abdullah bin ‘Akiim, beliau berkata :
أتانا كتاب رسول الله صلى الله عليه وسلم قبل
موته بشهر أن لا تنتفعوا من الميتة باهاب ولا عصب
Artinya : Datang kepada kami surat dari
Rasulullah SAW sebulan sebelum beliau wafat, yang berisi : “Jangan kalian
manfa’atkan bangkai, baik kulit maupun sarafnya
Bantahannya :
a). Menurut para hafidh, hadits ini
mursal
b).
Disamping itu, hadits ini matannya juga mudhtharib (goyang)
c). Hadits ini dalam bentuk tulisan (surat),
sedangkan hadits-hadits shahih yang menjelaskan samak dapat menyucikan kulit
bangkai di atas merupakan sabda Nabi SAW yang diriwayat melalui mendengar dan
lebih shahih sanadnya serta lebih banyak riwayatnya. Karena itu, hadits yang
menjelaskan samak dapat menyucikan kulit bangkai lebih patut di utamakan dan
lebih kuat
d). Hadits ini sifatnya umum yang dikhususkan oleh
hadits shahih riwayat Ibnu Abbas, Salamah bin al-Muhabbiq dan Maimunah di atas,
maka larangan dalam hadits ini hanya pada kulit sebelum samak.
e). Pengertian “ihaab” adalah kulit bangkai
sebelum disamak. Sesudah disamak tidak dinamakan dengan ihaab. Karena
itu tidak bertentangan dengan maksud hadits riwayat Ibnu Abbas, Salamah bin
al-Muhabbiq dan Maimunah di atas.
3). Kulit adalah bagian dari bangkai. Karena itu,
tidak suci dengan sebab sesuatupun sebagaimana halnya daging
Bantahannya :
a).
Qiyas kepada daqing tidak dapat diterima, karena bertentangan dengan nash
b).
Samak pada daging tidak ada maslahahnya dan hanya merusak daging itu sendiri,
berbeda dengan kulit
4). Alasan kulit bangkai menjadi najis adalah karena
mati yang tidak dapat terpisah darinya dengan sebab samak. Karena itu, hukumnya
tidak dapat berobah dengan sebab samak.
Bantahannya
:
Alasan
ini bertentangan dengan nash yang menjelaskan bahwa samak kulit bangkai dapat
menyucikannya. Lagi pula samak selain kulit hanya merusaknya, berbeda dengankulit.
2. Auza’i, Ibnu Mubarak dan lainnya berargumentasi dengan antara
lain :
a. Hadits
riwayat Abu al-Malih ‘Amir bin Itsamah dari bapaknya, beliau berkata :
ان
رسول الله صلى الله عليه وسلم نهى عن جلود السباع
Artinya
: Sesungguhnya Rasulullah SAW melarang dari kulit binatang buas.(H.R. Abu
Daud, Turmidzi, al-Nisa-i dan lainnya dengan sanad shahih)
Hadits ini
juga telah diriwayat oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak, beliau berkata : “Hadits
ini adalah shahih.”
Bantahannya :
a). Larangan dalam hadits ini, karena biasanya,
kulit bintang buas yang diambil orang tetap dipertahankan bulunya. Karena itu,
ia tidak dapat suci dengan sebab samak
b).
Larangan tersebut pada kulit yang belum disamak.
Kedua
penafsiran ini supaya tidak bertentangan dengan dalil-dalil shahih riwayat Ibnu
Abbas, Salamah bin al-Muhabbiq dan Maimunah di atas. Jadi kandungan hadits ini
tidak menunjuki penyamakan kulit binatang buas yang tidak dimakan tidak dapat
menyucikannya
b. Hadits
Salamah ibnu al-Muhabbiq :
دباغ الاديم ذكاته
Artinya : Penyamakan kulit adalah menyembelihnya.
Mereka
mengatakan :
“Penyembelihan binatang yang tidak dimakan tidak
dapat menyucikannya.”
Maksud
pernyataan ini adalah binatang yang tidak dimakan tidak dapat disembelih,
karena itu, penyamakan kulitnya tidak dapat menyucikannya, karena penyamakan
kulit binatang hanya dapat dilakukan dengan menyembelihnya.
Bantahannya :
Pengertian
hadits ini adalah penyamakan kulit dapat menyucikannya sama halnya dengan
menyembelihnya. Jadi, bukan berarti penyamakannya harus dengan menyembelihnya.
Seandainya yang terakhir ini menjadi maksud hadits ini, maka tentu bertentangan
dengan dalil-dalil shahih riwayat Ibnu Abbas, Salamah bin al-Muhabbiq dan
Maimunah di atas yang menyatakan samak kulit bangkai dapat menyucikannya.
c. Hewan
yang tidak dimakan, maka tidak suci kulitnya dengan sebab samak, sama halnya
dengan anjing.
Bantahannya :
Qiyas kepada anjing tidaklah tepat, karena anjing
memang najis pada ketika hidup, berbeda halnya dengan kulit bangkai lainnya
yang suci pada ketika hidup
3. Pendapat Abu Hanifah bahwa samak kulit dapat menyucikannya
dengan mengecualikan kulit babi dan pendapat Daud dengan tanpa pencualian
sesuatupun adalah berdalil dengan beramal dengan keumuman hadits mengenai samak
dan juga karena diqiyas kepada keledai.
Bantahan
:
a). Sifat hidup lebih kuat dari samak, buktinya sifat
hidup menjadi sebab suci sejumlah benda, sedangkan samak hanya dapat menyucikan
kulit. Karena itu, kalau sifat hidup tidak dapat menyucikan anjing dan babi,
maka tentunya samak lebih patut tidak dapat menyucikannya.
b). Najis hanya hilang dengan cara mu’alajah
(melakukan sesuatu atasnya) apabila najis tersebut merupakan yang datang
kemudian. Adapun apabila najis tersebut mulazamah dengan benda, maka
tidak dapat dihilangkan, seperti tahi, maka demikian juga anjing.
c). Hadits
di atas, meskipun umum tetapi sudah ditakhshis dengan yang bukan anjing dan
babi berdasarkan dalil-dalil di atas.
d). Apabila
kita setujui dengan pendapat Abu Hanifah yang mengecualikan babi, maka tentunya
anjing semakna dengan babi.
e). Qiyas
kepada keledai kurang tepat, karena keledai suci pada ketika hidup, maka dengan
sebab samak kulit bangkainya, berarti mengembalikan kepada kesuciannya pada
ketika hidup yang merupakan asalnya, berbeda dengan anjing dan babi dimana
keduanya najis pada ketika hidup
4. Pendapat Malik dalam riwayat lain yang mengatakan samak hanya
menyucikan luar kulitnya saja bertentangan dengan dhahir umum hadits yang
menerangkan samak dapat menyucikan kulit bangkai
5. Pendapat al-Zuhri yang mengatakan kulit bangkai dapat
dimanfaatkan tanpa samak berargumentasi dengan hadits Ibnu Abbas, beliau
berkata :
هلا اخذتم اهابها فانتفعتم به
Artinya : Mengapa kalian tidak mengambil
kulitnya untuk dimanfaatkannya.
Bantahannya :
Hadits ini
bersifat mutlaq, maka dipertempatkan sesuai dengan hadits-hadits shahih di
atas.]