Tuesday, April 16, 2013

Shahih Bukhary Hadits Nomor 19

حدثنا عبد الله بن مسلمة عن مالك عن عبد الرحمن بن عبد الله بن عبد الرحمن بن أبي صعصعة عن أبيه عن أبي سعيد الخدري أنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم يوشك أن يكون خير مال المسلم غنم يتبع بها شعف الجبال ومواقع القطر يفر بدينه من الفتن
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>.

 Hadits 19: Menghindari Fitnah, Menyelamatkan Agama


Alhamdulillah, kini kita memasuki pembahasan hadits Shahih Bukhari ke-19. Hadits ini masih berada dalam kitab iman (كتاب الإيمان).

Imam Bukhari memberikan judul bab hadits ini مِنَ الدِّينِ الْفِرَارُ مِنَ الْفِتَنِ "menghindar dari fitnah merupakan bagian dari agama". Imam Nawawi menjelaskan bahwa judul ini bisa menimbulkan kritikan. Namun ia berpendapat bahwa Imam Bukhari benar, sebab yang dimaksudkannya adalah menjaga agama. Bahwa menghindar dari fitnah merupakan upaya untuk menjaga agama, maka Imam Bukhari menyebutnya dengan agama.

Untuk memudahkan pembaca dan lebih mengarahkan ke muatan dan kandungan hadits, pembahasan hadits ke-19 Shahih Bukhari ini diberi judul "Menghindari Fitnah, Menyelamatkan Agama"

Berikut ini matan (redaksi) hadits Shahih Bukhari ke-19:


عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ أَنَّهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - يُوشِكُ أَنْ يَكُونَ خَيْرَ مَالِ الْمُسْلِمِ غَنَمٌ يَتْبَعُ بِهَا شَعَفَ الْجِبَالِ وَمَوَاقِعَ الْقَطْرِ ، يَفِرُّ بِدِينِهِ مِنَ الْفِتَنِ

Dari Abu Sa’id Al Khudri r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Akan datang suatu masa, sebaik-baik harta orang muslim adalah kambing (biri-biri). Digembalakan di puncak-puncak bukit dan di tempat-tempat air hujan berkumpul (lembah-lembah). Dia menghindarkan agamanya dari bencana.”

Penjelasan Hadits

يُوشِكُ أَنْ يَكُونَ خَيْرَ مَالِ الْمُسْلِمِ غَنَمٌ يَتْبَعُ بِهَا شَعَفَ الْجِبَالِ وَمَوَاقِعَ الْقَطْرِ
Akan datang suatu masa, sebaik-baik harta orang muslim adalah kambing (biri-biri). Digembalakan di puncak-puncak bukit dan di tempat-tempat air hujan berkumpul (lembah-lembah).

ُوشِكُ artinya (akan datang) dalam waktu dekat.
شَعَفَ artinya puncak bukit atau puncak gunung.
مَوَاقِعَ الْقَطْرِ artinya tempat-tempat air hujan berkumpul, yaitu dasar lembah

Tidak ada ketentuan pasti mengenai berapa persis lamanya waktu dekat dalam hadits-hadits Rasulullah SAW. Bahkan dalam salah satu haditsnya Rasulullah pernah bersabda bahwa beliau di utus di waktu yang dekat dengan hari kiamat.

Bisa jadi yang dimaksud dekat di sini adalah masa kekhilafahan paska khulafaur rasyidin. Di mana pada periode tertentu masa kekhilafahan Bani Umayyah maupun Bani Abbasiyah terdapat kezaliman dari penguasa. Atau bisa jadi masa itu adalah masa modern. Atau bahkan masa itu belum datang.

يَفِرُّ بِدِينِهِ مِنَ الْفِتَنِ
ia menghindarkan agamanya dari bencana

يَفِرُّ بِدِينِهِ artinya menghindarkan agamanya.
Jadi penggembalaan yang dilakukan muslim pada hadits di atas adalah dalam rangka uzlah; mengasingkan diri. Upaya itu ditempuh dengan tujuan menghindarkan agamanya, menyelamatkan imannya, mengamankan keyakinannya. Dari fitnah.

Apa yang dimaksud dengan الْفِتَنِ (fitnah) dalam hadits ini? الْفِتَنِ merupakan bentuk jamak dari fitnah. Kata فتنة (fitnah) sendiri di dalam Al-Qur'an disebutkan sebanyak 28 kali. 22 kali kata fitnah disebutkan dalam bentuk nakirah (فتنة). Dan 6 kali disebutkan dalam bentuk makrifat (الفتنة). Ia memiliki banyak arti.

Diantara arti fitnah adalah ujian bagi iman seseorang. Apakah ia kuat mempertahankan keimanan dengan adanya ujian tersebut, atau justru imannya goyah dan tumbang. Pengertian ini misalnya kita dapati pada QS. Al-Baqarah : 102 dan QS. Al-Anfal : 28.

Arti fitnah yang lain adalah kekacauan yang dibuat oleh orang-orang kafir, kezaliman yang mereka usung di muka bumi, dan segenap upaya mereka menghalang-halangi manusia dari agama Allah. Pengertian ini misalnya terdapat dalam firman-Nya:

وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ فَإِنِ انْتَهَوْا فَلَا عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى الظَّالِمِينَ

Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim. (QS. Al-Baqarah : 193)

Atau dalam firman-Nya:

وَالَّذِينَ كَفَرُوا بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ إِلَّا تَفْعَلُوهُ تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيرٌ

Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar. (QS. Al-Anfal : 73)

Fitnah juga bisa berarti bencana, adzab, dan sejenisnya yang ditimpakan Allah kepada orang-orang kafir maupun para ahli maksiat. Misalnya dalam firman-Nya:

وَحَسِبُوا أَلَّا تَكُونَ فِتْنَةٌ فَعَمُوا وَصَمُّوا ثُمَّ تَابَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ ثُمَّ عَمُوا وَصَمُّوا كَثِيرٌ مِنْهُمْ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِمَا يَعْمَلُونَ

Dan mereka mengira bahwa tidak akan terjadi suatu bencanapun (terhadap mereka dengan membunuh nabi-nabi itu), maka (karena itu) mereka menjadi buta dan pekak, kemudian Allah menerima taubat mereka, kemudian kebanyakan dari mereka buta dan tuli (lagi). Dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan. (QS. Al-Maidah : 71)

Atau dalam firman-Nya:

وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya. (QS. Al-Anfal : 25)

Fitnah dalam hadits ini lebih cenderung mengacu pada irisan pengertian pertama dan kedua. Maksudnya adalah, ujian keimanan bagi seorang mukmin yang timbul dari lingkungan yang tidak islami atau penguasa zalim. Ia memiliki irisan dengan pengertian kedua, tetapi tidak selalu yang menimbulkan fitnah itu adalah orang kafir. Bahkan ketika yang menyulut fitnah adalah orang kafir, orang mukmin diwajibkan berjihad untuk menghilangkan fitnah tersebut. Pada titik ini, ketika seorang mukmin berdiam diri di wilayah tersebut ia tidak mampu melakukan perubahan, bahkan dikhawatirkan ia terbawa dalam kemaksiatan atau kekufuran. Sementara untuk melawan ia tidak memiliki kekuatan. Dengan demikian, jalan yang tetap pada kondisi demikian adalah uzlah untuk menghindari fitnah dan menyelamatkan agamanya.

Atau kondisi lain di mana kaum muslimin berada dalam perpecahan dan permusuhan antara dua pihak yang sama-sama kuat. Misalnya mereka sama-sama mengklaim sebagai pemerintah Islam yang sah dan karenanya terjadi peperangan besar antar kaum muslimin yang hanya menjadikan kaum muslimin berguguran dalam perang saudara. Dalam kondisi demikian, beruzlah untuk menghindarkan diri dari perang saudara –jika keduanya tidak jelas mana yang berada di pihak yang benar- dan menyelamatkan agama lebih utama. Wallaahu a'lam bish shawab.

Pelajaran Hadits
Diantara pelajaran hadits yang bisa kita ambil dari hadits di atas adalah sebagai berikut:
1. Bolehnya beruzlah jika ada sebab tertentu dan membawa kemaslahatan;
2. Akan datang suatu masa di mana fitnah meraja lela, pada saat itu seorang mukmin dianjurkan untuk beruzlah dalam rangka menghindari fitnah dan menyelamatkan agamanya;
3. Seorang mukmin harus selalu berorientasi akhirat. Pertimbangan utama dalam berbuat sesuatu adalah agama/imannya. Apakah sesuatu itu membawa manfaat dan kebaikan bagi agamanya atau justru menggerus imannya.

Demikian penjelasan singkat hadits Shahih Bukhari ke-19. Semoga Allah memberikan hidayah kepada kita sehingga kita memiliki kekuatan iman dan menjadikannya sebagai orientasi kita. Dan semoga Allah SWT menyelamatkan kita dari fitnah yang berakibat buruk bagi agama kita. Wallaahu a'lam bish shawab.[]

Shahih Bukhary Hadits Nomor 18

حدثنا أبو اليمان قال أخبرنا شعيب عن الزهري قال أخبرني أبو إدريس عائذ الله بن عبد الله أن عبادة بن الصامت رضى الله تعالى عنه وكان شهد بدرا وهو أحد النقباء ليلة العقبة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال وحوله عصابة من أصحابه بايعوني على أن لا تشركوا بالله شيئا ولا تسرقوا ولا تزنوا ولا تقتلوا أولادكم ولا تأتوا ببهتان تفترونه بين أيديكم وأرجلكم ولا تعصوا في معروف فمن وفي منكم فأجره على الله ومن أصاب من ذلك شيئا فعوقب في الدنيا فهو كفارة له ومن أصاب من ذلك شيئا ثم ستره الله فهو إلى الله إن شاء عفا عنه وإن شاء عاقبه فبايعناه على ذلك
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

 Hadits 18: Klausul Baiat Aqabah I


Alhamdulillah, kini kita memasuki pembahasan hadits Shahih Bukhari ke-18. Hadits ini masih berada dalam kitab iman (كتاب الإيمان).

Matan (redaksi) hadits Shahih Bukhari ke-18 ini menjelaskan tentang klausul baiat (janji) Aqabah yang diperintahkan Rasulullah kepada sahabat-sahabat Anshar generasi awal yang hadir pada saat itu untuk diamalkan. Imam Bukhari tidak memberikan judul untuk hadits ini dalam Shahih-nya kecuali menuliskan "bab" yang menurut sebagian ulama itu dimaksudkan karena pembahasannya masih dalam domain bab sebelumnya. Namun, untuk memudahkan pembahasan kita berikan judul bab "Klausul Baiat Aqabah I" untuk hadits ke-18 ini.

Berikut ini matan hadits Shahih Bukhari ke-18:


أَنَّ عُبَادَةَ بْنَ الصَّامِتِ - رضى الله عنه - وَكَانَ شَهِدَ بَدْرًا ، وَهُوَ أَحَدُ النُّقَبَاءِ لَيْلَةَ الْعَقَبَةِ - أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ وَحَوْلَهُ عِصَابَةٌ مِنْ أَصْحَابِهِ « بَايِعُونِى عَلَى أَنْ لاَ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ شَيْئًا ، وَلاَ تَسْرِقُوا ، وَلاَ تَزْنُوا ، وَلاَ تَقْتُلُوا أَوْلاَدَكُمْ ، وَلاَ تَأْتُوا بِبُهْتَانٍ تَفْتَرُونَهُ بَيْنَ أَيْدِيكُمْ وَأَرْجُلِكُمْ ، وَلاَ تَعْصُوا فِى مَعْرُوفٍ ، فَمَنْ وَفَى مِنْكُمْ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ ، وَمَنْ أَصَابَ مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا فَعُوقِبَ فِى الدُّنْيَا فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ ، وَمَنْ أَصَابَ مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا ثُمَّ سَتَرَهُ اللَّهُ ، فَهُوَ إِلَى اللَّهِ إِنْ شَاءَ عَفَا عَنْهُ ، وَإِنْ شَاءَ عَاقَبَهُ » . فَبَايَعْنَاهُ عَلَى ذَلِكَ

Dari Ubadah bin Shamit radhiyallaahu anhu, salah seorang yang mengikuti perang Badar dan salah seorang utusan dalam pertemuan Aqabah, bahwa Rasulullah SAW sedang dikelilingi oleh para sahabatnya dan beliau bersabda, "Berbaiatlah (berjanji) kalian semua kepadaku untuk: (1) Tidak menyekutukan Allah dengan suatu apapun, (2) Tidak mencuri, (3) Tidak berzina, (4) Tidak membunuh anak-anakmu, (5) Tidak membuat fitnah di antara kalian, (6) Tidak durhaka terhadap perintah kebaikan. Barangsiapa yang menepati perjanjian itu maka ia akan diberi pahala oleh Allah dan barangsiapa yang melanggar salah satu dari perjanjian itu, maka ia akan dihukum di dunia ini. Hukuman itu menjadai kafarah (tebusan) baginya, dan barangsiapa yang melanggar salah satunya kemudian ditutup oleh Allah, maka perkaranya terserah kepada Allah. Jika Dia berkehendak untuk mengampuninya, maka akan diampuni dan jika Dia berkehendak untuk menghukumnya, maka Dia akan menghukumnya." Maka kami pun berbaiat kepada Rasulullah atas yang demikian itu.

Penjelasan Hadits

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم -
Ibnu Hajar Al Asqalani menjelaskan bahwa dalam kalimat ini ada kata yang dihilangkan (diringkas) namun maknanya bisa dipahami sebagaimana tata bahasa Arab yang sudah dimaklumi. Yaitu kata قال sebelum kalimat di atas. Maksudnya Ubadah bin Shamit berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda hadits ini.

Ubadah bin Shamit adalah salah seorang sahabat Nabi yang berasal dari Anshar. Ia termasuk salah seorang tokoh sahabat dan termasuk pertama masuk Islam dari kalangan Anshar. Ikut serta dalam baiat Aqabah I dan baiat Aqabah II serta perang badar. Pada hadits ini Ubadah bin Shamit meriwayatkan hadits Rasulullah ketika beliau mengambil janji (membaiat) para sahabat Ansar yang berjumlah 12 orang di Aqabah. Peristiwa ini kemudian dikenal sebagai baiat Aqabah I.

وَحَوْلَهُ عِصَابَةٌ مِنْ أَصْحَابِهِ
Dan di sisinya ada sekumpulan sahabatnya

Kata عِصَابَةٌ berarti kelompok yang berjumlah antara 10 sampai 40 orang. Dan seperti keterangan di atas, sahabat Anshar yang turut serta dalam baiat Aqabah I saat itu berjumlah 12 orang.

بَايِعُونِى عَلَى أَنْ لاَ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ شَيْئًا
Berbaiatlah (berjanjilah) kepadaku untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu pun

Penggunaan istilah مبابعة, dalam hadits di atas berbentuk fi'il amar بَايِعُونِى dari kata البيع (jual beli) yang berarti perjanjian adalah termasuk bentuk majaz yaitu diqiyaskan dengan transaksi jual beli. Jual beli antara Allah SWT dengan para hamba-Nya.

Inti dari aqidah Islam adalah tauhid, tidak menyekutukan Allah SWT. Karenanya ia menjadi klausul awal dalam baiat aqabah ini, sebelum perintah-perintah yang lain. Tauhid juga menjadi kunci bagi Islam dan segala amal menjadi sia-sia belaka tanpa tauhid yang benar.

Di awal dakwah Rasulullah, hal yang pertama dibangun adalah tauhid yang benar ini. Aqidah yang selamat. Salimul aqidah. Bagi sahabat Anshar, yang mereka baru pertama bertemu langsung dengan Rasulullah, tauhid ini ditegaskan kembali. Agar mereka tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun.

وَلاَ تَسْرِقُوا
Tidak mencuri

Setelah hubungan dengan Allah SWT. Klausul baiat Aqabah kedua ini terkait dengan hak Adam dalam hal bagaimana mendapatkan harta dengan cara yang baik. Dalam hubungan dengan Allah kita dilarang berbuat zalim dengan syirik, dalam hubungan dengan manusia pun kita dilarang berbuat zalim. Maka Allah mengharamkan mencuri. Rasulullah melarang mencuri.

وَلاَ تَزْنُوا
Tidak berzina

Ini klausul baiat aqabah yang ketiga. Larangan berzina. Jika klausul pertama menjaga hak Allah, klausul kedua menjaga harta, maka klausul ketiga ini menjaga keturunan dan kehormatan.

وَلاَ تَقْتُلُوا أَوْلاَدَكُمْ
Tidak membunuh anak-anakmu

Diantara kebiasaan orang jahiliyah di waktu itu adalah membunuh anak, diantaranya yang paling populer adalah dengan modus mengubur anak perempuan. Maka kaum muslimin diperintahkan untuk berbaiat agar tidak membunuh anak-anaknya. Ini sekaligus larangan kepada seluruh kaum muslimin agar tidak membunuh anak-anak. Urusan jiwa adalah milik Allah, manusia tidak berhak membunuhnya tanpa alasan yang benar. Demikian pula rezeki juga urusan Allah. Maka orangtua tidak boleh takut lapar dan takut miskin dengan adanya anak-anak.

وَلاَ تَأْتُوا بِبُهْتَانٍ تَفْتَرُونَهُ بَيْنَ أَيْدِيكُمْ وَأَرْجُلِكُمْ
Tidak membuat fitnah di antara kalian

Kata بهتان (fitnah) berarti kebohongan yang dapat menjadikan pendengarnya tersentak. Kata افتراء (bohong) digunakan secara khusus bagi tangan dan kaki.

Banyak penjelasan mengenai kalimat بَيْنَ أَيْدِيكُمْ وَأَرْجُلِكُمْ dalam hadits ini. Sebagian ulama menjelaskan maksudnya adalah antara tangan dan kaki, yakni hati. Sebagian lain, seperti Abu Muhammad bin Abu Hamzah menjelaskan bahwa baina aidiikum berarti seketika, sedangkan arjulikum itu masa yang akan datang. Sedangkan Al Karmani menjelaskan bahwa kaki dipergunakan sebagai penguat tangan.

وَلاَ تَعْصُوا فِى مَعْرُوفٍ
Tidak durhaka terhadap perintah kebaikan

Maksudnya dari المعروف adalah kebaikan yang berasal dari Allah baik berupa perintah maupun larangan.

Imam Nawawi menyebutkan kemungkinan lain yang lebih luas: "Maksudnya adalah jangan kalian menentangku atau salah seorang pemimpin kalian dalam kebaikan."

فَمَنْ وَفَى مِنْكُمْ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ
Barangsiapa yang menepati perjanjian itu maka ia akan diberi pahala oleh Allah

Ini adalah konsekeunsi logis yang dikabarkan Rasulullah kepada para sahabat bahwa jika mereka mentaati isi baiat itu, maka mereka mendapatkan pahala dari Allah SWT, yang dalam riwayat yang lain disebutkan lafal jannah. Mendapatkan surga.

، وَمَنْ أَصَابَ مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا فَعُوقِبَ فِى الدُّنْيَا فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ
barangsiapa yang melanggar salah satu dari perjanjian itu, maka ia akan dihukum di dunia ini

Ini menyangkut klausul yang kedua sampai keenam. Bukan tentang syirik. Karena hadits ini secara umum ditujukan kepada kaum muslimin.

Sebagian besar ulama berpendapat bahwa hudud (hukuman-hukuman dalam Islam) adalah sebagai kafarah (tebusan dosa) dengan mengambil dasar dari hadits ini. Akan tetapi sebagian lainnya bependapat hudud bukan berfungsi sebagai kafarah secara pasti. Pendapat terakhir didasarkan pada hadits lain dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Saya tidak tahu apakah hudud adalah sebagai kafarat bagi penderitanya atau tidak."

Menurut Ibnu Hajar Al Asqalani, pendapat yang kuat adalah pendapat pertama. Dengan taubat dan kerelaan menerima hudud, maka itu menjadi kafarah bagi dosa terkait yang dilakukan seorang mukmin. Adapun hadits Abu Hurairah itu disampaikan sebelum hadits Abu Ubadah, sehingga ia dinasakh dengan hadits ini.

وَمَنْ أَصَابَ مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا ثُمَّ سَتَرَهُ اللَّهُ ، فَهُوَ إِلَى اللَّهِ إِنْ شَاءَ عَفَا عَنْهُ ، وَإِنْ شَاءَ عَاقَبَهُ
Dan barangsiapa yang melanggar salah satunya kemudian ditutup oleh Allah, maka perkaranya terserah kepada Allah. Jika Dia berkehendak untuk mengampuninya, maka akan diampuni dan jika Dia berkehendak untuk menghukumnya, maka Dia akan menghukumnya.

Ada kalanya seseorang melanggar hukum Islam tetapi tidak dikenai hudud karena pengadilan tidak tahu dan tidak ada yang melaporkannya. Maka bagi orang yang demikian, keputusannya sepenuhnya di tangan Allah. Ada kalanya diampuni, ada kalanya dihukum di akhirat nanti. Meskipun orang tersebut bertaubat kepada Allah SWT.

. فَبَايَعْنَاهُ عَلَى ذَلِكَ
Maka kami pun berbaiat kepada Rasulullah atas yang demikian itu.

Inilah para sahabat. Mereka tidak perlu melakukan tawar menawar atau keberatan atas segala klausul baiat yang telah disabdakan Rasulullah SAW. Maka pada malam itu, terjadilah peristiwa yang monumental: baiat aqabah I. Kelak ia, dilanjutkan baiat Aqabah II, menjadi pondasi bagi bangunan Madinah yang siap menerima dan melindungi Rasulullah. Siap menjadi basis sosial Islam. Lalu Rasulullah dan para sahabat dari Makkah pun hijrah dan Islam memulai babak baru dalam sejarahnya. Periode Madinah.

Pelajaran Hadits
Diantara pelajaran hadits yang bisa kita ambil dari hadits di atas adalah sebagai berikut:
1. Adanya baiat yang dilakukan para sahabat kepada Rasulullah di Aqabah dengan klausul sebagaimana di atas dan kemudian dikenal dengan nama Baiat Aqabah I;
2. Dilarang syirik, mencuri, berzina, membunuh anak, membuat fitnah, dan tidak mendurhakai kebaikan;
3. Dalam Islam ada hudud (hukuman-hukuman) yang dijatuhkan kepada pelanggar hukum Islam (tertentu, seperti mencuri dan berzina). Bagi orang yang rela menjalani hudud itu -disertai taubat- ia menjadi kafarah (tebusan) atas dosa itu;
4. Ada kalanya dalam Islam, seseorang lolos dari pengadilan agama atau hudud. Jika demikian halnya, maka ia akan berhadapan dengan pengadilan Allah di akhirat nanti. Bisa jadi ia diampuni, bisa jadi ia dijatuhi hukuman;
5. Karakter para sahabat yang dengan serta merta mentaati Rasulullah termasuk dalam klausul perjanjian ini;.

Demikian penjelasan singkat hadits Shahih Bukhari ke-18. Semoga Allah memberikan hidayah hingga kita lebih paham dengan agama ini dan menjadi hamba-Nya yang tunduk pada aturannya serta setia pada ajaran Rasulullah, termasuk klausul baiat aqabah ini. Wallaahu a'lam bish shawab