Tuesday, April 16, 2013

Hadits nomor 9 Shahih Bukhary

حدثنا عبد الله بن محمد قال حدثنا أبو عامر العقدي قال حدثنا سليمان بن بلال عن عبد الله بن دينار عن أبي صالح عن أبي هريرة رضى الله تعالى عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال الإيمان بضع وستون شعبة والحياء شعبة من الإيمان
c
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
Hadits 9: Cabang-cabang Iman

 Kitab Iman (كتاب الايمان).

Hadits ke-9 Shahih Bukhari yang akan kita kaji ini cukup singkat, tetapi menjelaskan hal yang sangat penting. Bahwa iman memiliki cabang-cabang yang banyak, yang jumlahnya disebutkan dalam hadits ini disertai penegasan bahwa malu adalah salah satu cabang iman. Karenanya Bersama Dakwah memberi judul untuk pembahasan hadits ke-9 ini "Cabang-cabang Iman".


عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ - رضى الله عنه - عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « الإِيمَانُ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإِيمَانِ » .

Dari Abu Hurairah r.a. Nabi SAW bersabda, "Iman mempunyai lebih dari enam puluh cabang. Dan malu adalah salah satu cabang dari iman."

Penjelasan Hadits

الإِيمَانُ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً
Iman mempunyai lebih dari enam puluh cabang

Banyak ulama yang menjelaskan definisi bidh'un (بِضْعٌ). Al-Qazzaz mengartikannya bilangan antara tiga sampai sembilan. Ibnu Saidah mengartikannya tiga sampai sepuluh. Ada pula yang mengatakan satu sampai sembilan, dua sampai sepuluh, atau empat sampai sembilan. Yang paling banyak dipakai oleh para mufassir adalah pendapat Al-Qazzaz sebagaimana mereka menafsirkan kata yang sama pada QS. Yusuf ayat 42.

Kata syu'bah (شُعْبَةً) artinya adalah potongan. Pada hadits ini arti yang lebih tepat adalah cabang atau bagian.

Jadi, iman itu memiliki banyak cabang, sejumlah 63 sampai 69 cabang. Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani, banyak orang yang telah mencoba merumuskan cabang-cabang iman itu, tetapi yang paling mendekati kebenaran adalah rumusan Ibnu Hibban. Ibnu Hibban merinci cabang iman menjadi 69 cabang sebagai berikut:
1. Perbuatan hati yang terdiri dari 24 cabang keimanan.
Yaitu iman kepada dzat, sifat, keesaan dan kekekalan Allah, iman kepada malaikat, kitab-kitab, Rasul, qafha dan qadar, hari Akhir, alam kubur, hari kebangkitan, dikumpulkannya semua orang di padang mahsyar, hari perhitungan, perhitungan pahala dan dosa, surga dan neraka. Kemudian kecintaan kepada Allah, kecintaan kepada sesama, kecintaan kepada Nabi, keyakinan akan kebesarannya, shalawat kepada Nabi dan melaksanakan sunnah. Keikhlasan yang mencakup meninggalkan riba dan kemunafikan, taubat, rasa takut, harapan, syukur, amanah, sabar, ridha terhadap qadha, tawakkal, rahmah, kerendahan hati, meninggalkan kesombongan, iri, dengki, dan amarah.

2. Perbuatan lisan yang terdiri dari 7 cabang keimanan.
Yaitu melafakan tauhid, membaca Al-Qur'an, mempelajari ilmu, mengajarkan ilmu, doa, dzikir, istighfar, dan menjauhi perkataan-perkataan yang tidak bermanfaat.

3. Perbuatan jasmani yang terdiri dari 38 cabang keimanan.
Terkait dengan badan, ada 15 cabang, yaitu bersuci dan menjauhi segala hal yang najis, menutup aurat, shalat wajib dan sunnah, zakat, membebaskan budak, dermawan, puasa wajib dan sunnah, haji dan umrah, thawaf, i'tikaf, mencari lailatul qadar, mempertahankan agama seperti hijrah dari daerah syirik, melaksanakan nadzar dan melaksanakan kafarat.

Terkait dengan orang lain, ada 6 cabang, yaitu iffah (menjaga kesucian diri) dengan menikah, menunaikan hak anak dan keluarga, berbakti kepada kedua orang tua, mendidik anak, silaturahim, taat kepada pemimpin dan berlemah lembut kepada pembantu.

Terkait dengan kemaslahatan umum, ada 17 cabang, yaitu berlaku adil dalam memimpin, mengikuti kelompok mayoritas, taat kepada pemimpin, mengadakan ishlah seperti memerangi para pembangkang agama, membantu dalam kebaikan seperti amar ma'ruf dan nahi munkar, melaksanakan hukum Allah, jihad, amanah dalam denda dan hutang serta melaksanakan kewajiban hidup bertetangga. Kemudian menjaga perangai dan budi pekerti yang baik dalam berinteraksi dengan sesama seperti mengumpulkan harta di jalan yang halal, menginfakkan sebagian hartanya, menjauhi foya-foya dan menghambur-hamburkan harta, menjawab salam, mendoakan orang yang bersin, tidak menyakiti orang lain, serius dan tidak suka main-main, serta menyingkirkan duri di jalanan.

وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإِيمَانِ
Dan malu adalah salah satu cabang dari iman

Secara bahasa al-hayaa' (الْحَيَاءُ) adalah perubahan yang ada pada diri seseorang karena takut melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan aib. Sedangkan secara terminologi, berarti perangai yang mendorong untuk menjauhi sesuatu yang buruk dan mencegah untuk tidak memberikan suatu hak kepada pemiliknya.

Disebutkannya malu secara khusus dalam hadits ini adalah karena sifat malu adalah motivator yang akan memunculkan cabang iman yang lain, sebab dengan malu seseorang merasa takut melakukan perbuatan yang buruk di dunia dan akhirat sehingga malu bisa berfungsi untuk memerintah dan menghindari atau mencegah. Demikian dijelaskan Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Baari.

Dalam hadits yang lain, yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim, bisa dilihat betapa sifat malu ini memang luar biasa sehingga ia tidak menghiasi siapapun kecuali dengan kebaikan.

الْحَيَاءُ لاَ يَأْتِى إِلاَّ بِخَيْرٍ


Pelajaran Hadits:
Pelajaran yang bisa diambil dari hadits ini diantaranya adalah:
1. Iman memiliki cabang yang banyak. Dalam hadits di atas disebutkan lebih dari 60 cabang. Ini menegaskan bahwa iman bukan hanya pernyataan secara lisan semata. Sekaligus mendorong kita untuk mengejar kesempurnaan iman dengan memenuhi cabang-cabangnya.
2. Salah satu cabang iman yang istimewa adalah malu. Karena dengan sifat malu, seseorang bisa terjaga dari perbuatan buruk dan hina yang bisa merendahkannya di hadapan Allah kemudian di hadapan manusia.

Demikian hadits ke-9 Shahih Bukhari dan penjelasannya, semoga bermanfaat untuk menambah pemahaman Islam kita, mengingatkan keimanan kita, serta memotivasi kita memenuhi cabang-cabangnya. Wallaahu a'lam bish shawab. []

Hadits nomor 8,Shahih Bukhary


Hadits nomor 8 ini terdapat di Shahih Bukhary Juz I, Kitab Al-Iman, Bab Doa Kalian dan Iman Kalian sebagaimana firman Allah subhaanahu wata'alaa, "Katakanlah...


حدثنا عبيد الله بن موسى قال أخبرنا حنظلة بن أبي سفيان عن عكرمة بن خالد عن بن عمر رضى الله تعالى عنهما قال قال رسول الله صلى الله عليه لم بني الإسلام على خمس شهادة أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله وإقام الصلاة وإيتاء الزكاة والحج وصوم رمضان
h
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>.>>>>>>>>>>>

Hadits 8: Rukun Islam dengan Puasa Ramadhan Disebut Terakhir

 Kitab Bad’il Wahyi (كتاب بدء الوحى) (Permulaan Turunnya Wahyu),

Kini kita akan mulai membahas hadits-hadits Shahih Bukhari dalam Kitab Iman (كتاب الايمان). Hadits ke-8 yang akan kita kaji ini diberi bab doamu adalah imanmu (باب دُعَاؤُكُمْ إِيمَانُكُمْ) oleh Imam Bukhari. Namun untuk lebih memudahkan dan familiar dengan matan haditsnya, Bersama Dakwah memberikan judul Rukun Islam dengan Puasa Ramadhan Disebut Terakhir untuk hadits ini, sebagaimana judul bab yang disebutkan Imam Bukhari di awal kitab Iman, kemudian diikuti oleh ayat-ayat Al-Qur'an sebagai mukaddimahnya.


عَنِ ابْنِ عُمَرَ - رضى الله عنهما - قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - « بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَالْحَجِّ ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ » .

Dari Ibnu Umar r.a. berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Islam dibangun di atas lima dasar: bersaksi bahwa tidak ada ilah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, menunaikan ibadah haji, dan puasa Ramadhan."

Penjelasan Hadits

بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ
Islam dibangun di atas lima (dasar)

Lima dasar yang disebutkan setelah hadits ini dikenal sebagai rukun Islam, sebagaimana Muslim memberikan judul untuk hadits serupa dengan ini dalam Shahih-nya. Diantaranya pada bab kelima dalam kitab Iman.

Ketika memberikan penjelasan hadits ini di Fathul Bari, Ibnu Hajar Al-Asqalani menjawab pertanyaan mengapa jihad tidak dimasukkan rukun Islam. Ini menggambarkan perbedaan yang cukup jauh antara umat Islam hari ini dengan para salafusshalih ataupun zaman Ibnu Hajar. Jika mereka dulu sangat antusias dengan jihad dan memahaminya sebagai perkara sangat besar hingga pantaslah kiranya dimasukkan sebagai rukun Islam, umat Islam di masa sekarang justru alergi terhadap istilah itu. Ghazwul fikri yang dilancarkan barat ternyata menampakkan hasilnya.

Bagaimana jawaban Ibnu Hajar? "Jihad tidak masuk dalam hadits ini," kata beliau, "karena hukum jihad adalah fardhu kifayah dan jihad tidak diwajibkan kecuali dalam waktu dan kondisi tertentu." Lalu beliau menegaskan bahwa jawaban ini merupakan jawaban Ibnu Umar juga. Sementara jawaban lain diberikan oleh Ibnu Bathal yang berargumen jihad tidak disebutkan karena hadits ini muncul pada periode awal Islam sebelum diwajibkannya jihad. Namun argumen ini dikritik karena sampai akhir hayat Rasulullah pun tidak ada hadits lain yang menasakh hadits di atas sehingga rukun Islam tetap lima.

أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ
bersaksi bahwa tidak ada ilah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah

Dasar Islam yang pertama adalah kesaksian bahwa tiada ilah kecuali Allah dan Muhammad utusan Allah. Syahadat. Jika ditanyakan mengapa tidak disebutkan iman kepada malaikat, hari kiamat, dan lainnya, Ibnu Hajar menjawab karena syahadat yang membenarkan Muhammad sebagai Rasulullah berarti juga membenarkan seluruh ajarannya, termasuk dalam hal aqidah atau keimanan terhadap berbagai hal yang disebutkan dalam rukun Iman.

وَإِقَامِ الصَّلاَةِ ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ
mendirikan shalat, membayar zakat

Shalat dan zakat adalah dua hal yang seiring dan sejalan. Baik dalam hadits maupun dalam Al-Qur'an. Shalat merupakan ibadah yang berdimensi hablun minallah, sementara zakat lebih dominan pada hablun minannas karena dengannya bisa terwujud keharmonisan dalam masyarakat antara si kaya dan si miskin, mengurangi kesenjangan antara keduanya, dan upaya pemerataan kesempatan yang ideal.

وَالْحَجِّ
menunaikan haji

Yakni bagi yang mampu

، وَصَوْمِ رَمَضَانَ
Dan puasa Ramadhan

Puasa Ramadhan disebutkan setelah haji dalam hadits, menurut Ibnu Hajar bukan karena Rasulullah melafadzkan hadits ini dalam dua bentuk yang berbeda dari lainnya (kadang puasa dulu, kadang haji disebutkan dulu). Akan tetapi hadits riwayat Handhalah, dari Abu Sufyan, dari Ikrimah bin Khalid, dari Ibnu Umar yang dikeluarkan Imam Bukhari ini merupakan hadits bil makna, yaitu hadits yang diriwayatkan berdasarkan maknanya, bukan berdasarkan lafazh yang diriwayatkan dari Rasulullah. Hadits yang sama dengan puasa Ramadhan disebutkan sebelum haji diriwayatkan oleh Imam Muslim dari riwayat Sa'ad bin Ubaidah dari Ibnu Umar. Di sana seseorang berkata "Haji dan puasa Ramadhan," lalu Ibnu Umar membetulkan, "Tidak, puasa Ramadhan dan haji."

Pelajaran Hadits:
Pelajaran yang bisa diambil dari hadits ini diantaranya adalah:
1. Dasar/rukun Islam ada 5, yaitu syahadat, shalat, zakat, puasa Ramadhan, dan haji. Barangsiapa meninggalkan atau melanggar 5 rukun ini Islamnya tidak sah. Misalnya seseorang yang tidak mau shalat, atau tidak mau zakat padahal hartanya sudah mencapai nishab dan haul.
2. Sesuai lafazh hadits di atas, "buniyal Islam", hadits ini tidak membatasi Islam hanya terdiri dari 5 hal itu. Sebagaimana kalimat "rumah itu dibangun di atas lima pilar", maka rumah bukan hanya terdiri dari lima pilar itu melainkan masih ada bagian atau unsur lainnya seperti dinding, atap, jendela, dan sebagainya.
3. Boleh meriwayatkan hadits bil makna. Ini berbeda dengan Al-Qur'an yang dalam periwayatannya harus bil lafdzi juga (lafadz sebagaimana yang difirmankan Allah).

Demikian hadits ke-8 Shahih Bukhari dan penjelasannya, semoga bermanfaat untuk menambah pemahaman Islam kita, dan mengingatkan kita untuk menetapi Islam dengan menjalankan rukun Islam dan seluruh ajaran Rasulullah SAW. Wallaahu a'lam bish shawab. []