Tuesday, February 27, 2018

BAGIAN DALAM WARIS

https://hsssnwwwayyya58.blogspot.co.id/2017/12/fathul-qorib-mujib.html 

Sebelum membahas bagaimana cara menghitung pembagian harta warisan sebelumnya mesti diketahui lebih dahulu beberapa istilah yang biasa dipakai dalam pembagian warisan. Beberapa istilah itu antara lain adalah:

1. Asal Masalah (أصل المسألة)

Asal Masalah adalah:

أقل عدد يصح منه فرضها أو فروضها

Artinya: “Bilangan terkecil yang darinya bisa didapatkan bagian secara benar.” (Musthafa Al-Khin, al-Fiqhul Manhaji, Damaskus, Darul Qalam, 2013, jilid II, halaman 339)

Adapun yang dikatakan “didapatkannya bagian secara benar” atau dalam ilmu faraidl disebut Tashhîhul Masalah adalah:

أقل عدد يتأتى منه نصيب كل واحد من الورثة صحيحا من غير كسر

Artinya: “Bilangan terkecil yang darinya bisa didapatkan bagian masing-masing ahli waris secara benar tanpa adanya pecahan.” (Musthafa Al-Khin, 2013:339)

Dalam ilmu aritmetika, Asal Masalah bisa disamakan dengan kelipatan persekutuan terkicil atau KPK yang dihasilkan dari semua bilangan penyebut dari masing-masing bagian pasti ahli waris yang ada. Asal Masalah atau KPK ini harus bisa dibagi habis oleh semua bilangan bulat penyebut yang membentuknya.

Lebih lanjut tentang Asal Masalah akan dibahas pada tulisan tersendiri, insyaallah.

2. ‘Adadur Ru’ûs (عدد الرؤوس)

Secara bahasa ‘Adadur Ru’ûs berarti bilangan kepala.

Asal Masalah sebagaimana dijelaskan di atas ditetapkan dan digunakan apabila ahli warisnya terdiri dari ahli waris yang memiliki bagian pasti atau dzawil furûdl. Sedangkan apabila para ahli waris terdiri dari kaum laki-laki yang kesemuanya menjadi ashabah maka Asal Masalah-nya dibentuk melalui jumlah kepala/orang yang menerima warisan.

3. Siham (سهام)

Siham adalah nilai yang dihasilkan dari perkalian antara Asal Masalah dan bagian pasti seorang ahli waris dzawil furûdl.

4. Majmu’ Siham (مجموع السهام)

Majmu’ Siham adalah jumlah keseluruhan siham.

Setelah mengenal istilah-istilah tersebut berikutnya kita pahami langkah-langkah dalam menghitung pembagian warisan:

1. Tentukan ahli waris yang ada dan berhak menerima warisan

2. Tentukan bagian masing-masing ahli waris, contoh istri 1/4, Ibu 1/6, anak laki-laki sisa (ashabah) dan seterusnya.

3. Tentukan Asal Masalah, contoh dari penyebut 4 dan 6 Asal Masalahnya 24

4. Tentukan Siham masing-masing ahli waris, contoh istri 24 x 1/4 = 6 dan seterusnya

Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan dalam sebuah kasus perhitungan waris sebagai berikut:

Kasus 1

Seorang laki-laki meninggal dunia dengan meninggalkan ahli waris seorang istri, seorang ibu dan seorang anak laki-laki. Maka perhitungan pembagian warisnya sebagai berikut:


Ahli Waris
Bagian
24
Istri
1/8
3
Ibu
1/6
4
Anak laki-laki
Sisa
17
Majmu’ Siham
24


Penjelasan:

a. 1/8, 1/6 dan sisa adaah bagian masing-masing ahli waris.

b. Angka 24 di atas adalah Asal Masalah yang merupakan bilangan terkecil yang bisa dibagi habis oleh bilangan 8 dan 6 sebagai penyebut dari bagian pasti yang dimiliki oleh ahli waris istri dan ibu.

c. Angka 3, 4 dan 17 adalah siham masing-masing ahli waris dengan rincian:
    - 3 untuk istri, hasil dari 24 x 1/8
    - 4 untuk ibu, hasil dari 24 x 1/6
    - 17 untuk anak laki-laki, sisa dari 24 – (3 + 4)

d. Angka 24 di bawah adalah Majmu’ Siham, jumlah dari seluruh siham semua ahli waris (3 + 4 + 17)

Catatan: Majmu’ Siham harus sama dengan Asal Masalah, tidak boleh lebih atau kurang.

Kasus 2

Seseorang meninggal dunia dengan ahli waris 3 orang anak laki. Maka perhitungan pembagian warisnya sebagai berikut:


Ahli Waris
Bagian
3
Anak laki-laki
Ashabah
1
Anak laki-laki
Ashabah
1
Anak laki-laki
Ashabah
1
Majmu’ Siham
3


Penjelasan:

a. Karena semua ahli waris adalah anak laki-laki maka semuanya menerima warisan sebagai ashabah, bukan dzawil furûdl.
b. Angka 3 di atas adalah Asal Masalah yang dihasilkan dari ‘Adadur Ru’ûs atau jumlah orang penerima warisan. Asal Masalah di sini tidak dihasilkan dari bilangan penyebut bagian pasti, tetapi dari jumlah orang yang menerima warisan.
c. Angka 1 adalah siham masing-masing ahli waris yang didapatkan dari Asal Masalah dibagi jumlah ahli waris yang ada. Karena semua ashabah dari pihak laki-laki maka Asal Masalah dibagi rata kepada mereka.
d. Angka 3 di bawah adalah Majmu’ Siham, jumlah dari seluruh siham semua ahli waris (1 + 1 + 1)

Bagaimana bila konsep di atas diaplikasikan pada pembagian harta waris dengan nominal tertentu?

Untuk mengaplikasikan tata cara pembagian waris di atas dengan nominal harta warisan tertentu sebelumnya mesti dipahami bahwa Asal Masalah yang didapat dalam setiap pembagian warisan juga digunakan untuk membagi harta yang ada menjadi sejumlah bagian sesuai dengan bilangan Asal Masalah tersebut.

Sebagai contoh bila harta yang ditinggalkan si mayit sejumlah Rp. 100.000.000 dan Asal Masalahnya adalah bilangan 8, maka harta waris Rp. 100.000.000 tersebut dibagi menjadi 8 bagian di mana masing-masing bagian senilai Rp. 12.500.000. Bila seorang anak perempuan mendapatkan siham 4 misalnya, maka ia mendapatkan nominal harta waris 4 x Rp. 12.500.000 = Rp. 50.000.000.

Untuk lebih jelasnya bisa digambarkan dalam beberapa contoh kasus sebagai berikut:

Kasus 1

Seorang perempuan meninggal dunia dengan ahli waris seorang suami, seorang ibu dan seorang anak laki-laki. Harta yang ditinggalkan sebesar Rp. 150.000.000. Maka pembagiannya adalah sebagai berikut:
 
Ahli Waris
Bagian
12
Suami
1/4
3
Ibu
1/6
2
Anak laki-laki
Ashabah / Sisa
7
Majmu’ Siham
12

Penjelasan:

a. Asal Masalah 12
b. Suami mendapat bagian 1/4 karena ada anaknya si mayit, sihamnya 3
c. Ibu mendapat bagian 1/6 karena ada anaknya si mayit, sihamnya 2
d. Anak laki-laki mendapatkan bagian sisa, sihamnya 7
e. Nominal harta Rp. 150.000.000 dibagi 12 bagian, masing-masing bagian senilai Rp. 12.500.000

Bagian harta masing-masing ahli waris:

a. Suami : 3 x Rp. 12.500.000 = Rp. 37.500.000
b. Ibu         : 2 x Rp. 12.500.000 = Rp. 25.000.000
c. Anak laki-laki : 7 x Rp. 12.500.000 = Rp. 87.500.000
        Jumlah harta terbagi :             Rp. 150.000.000 (Habis terbagi)


Kasus 2
Seorang laki-laki meninggal dunia dengan ahli waris seorang istri, seorang anak perempuan, seorang ibu, dan seorang paman. Harta yang ditingalkan sejumlah Rp. 48.000.000. Maka pembagiannya sebagai berikut:
 
Ahli Waris
Bagian
24
Istri
1/8
3
Anak perempuan
1/2
12
Ibu
1/6
4
Paman
Ashabah / Sisa
5
Majmu’ Siham
24

Penjelasan:

a. Asal Masalah 24
b. Istri mendapat bagian 1/8 karena ada anaknya si mayit, sihamnya 3
c. Anak perempuan mendapat bagian 1/2 karena sendirian dan tidak ada mu’ashshib, sihamnya 12
d. Ibu mendapat bagian 1/6 karena ada anaknya si mayit, sihamnya 4
e. Paman mendapatkan bagian sisa, sihamnya 5
f. Nominal harta Rp. 48.000.000 dibagi 24 bagian, masing-masing bagian senilai Rp. 2.000.000

Bagian harta masing-masing ahli waris:

a. Istri         :   3 x Rp. 2.000.000 = Rp. 6.000.000
b. Anak perempuan : 12 x Rp. 2.000.000 = Rp. 24.000.000
c. Ibu         :   4 x Rp. 2.000.000 = Rp. 8.000.000
d. Paman :   5 x Rp. 2.000.000 = Rp. 10.000.000
Jumlah harta terbagi :                      Rp. 24.000.000 (Habis terbagi)


Kasus 3
Seorang meninggal dunia dengan ahli waris seorang bapak, seorang ibu, seorang anak laki-laki dan 2 orang anak perempuan. Nominal harta warisan sebesar Rp. 30.000.000. Perhitungan pembagian harta waris tersebut sebagai berikut:

Penjelasan:

a. Asal Masalah 6
b. Bapak mendapat bagian 1/6 karena ada anaknya si mayit, siham 1
c. Ibu mendapat bagian 1/6 karena ada anaknya si mayit, siham 1
d. Anak laki-laki dan 2 anak perempuan:
    - Secara keseluruhan mendapat bagian ashabah atau sisa, yakni 4 siham. 
    - Anak laki-laki sebagai ashabah bin nafsi, 2 anak perempuan sebagai ashabah bil ghair karena bersama dengan mu’ashshib.
    - Dalam hal ini berlaku hukum “laki-laki mendapat dua bagian anak perempuan.”
    - Karenanya meskipun anak laki-laki hanya 1 orang namun ia dihitung 2 orang. Maka penerima ashabah pada kasus ini seakan ada 4 orang yang terdiri dari 2 anak laki-laki dan 2 anak perempuan. 
    - Maka sisa 4 siham dibagi menjadi 2 siham untuk satu anak laki-laki dan 2 siham untuk 2 anak perempuan di mana masing-masing anak perempuan mendapat 1 siham.
e. Nominal harta Rp. 30.000.000 dibagi 6 bagian, masing-masing bagian senilai Rp. 5.000.000.

Bagian harta masing-masing ahli waris:
a. Bapak : 1 x Rp. 5.000.000 = Rp.   5.000.000
b. Ibu         : 1 x Rp. 5.000.000 = Rp.   5.000.000
c. Anak laki-laki : 2 x Rp. 5.000.000 = Rp. 10.000.000
d. 2 Anak perempuan : 2 x Rp. 5.000.000 = Rp. 10.000.000
(Bagian masing-masing anak perempuan Rp. 10.000.000 : 2 = Rp.  5.000.000)
Jumlah harta terbagi                   Rp. 30.000.000 (Habis terbagi)

WASIAT

https://hsssnwwwayyya58.blogspot.co.id/2017/12/fathul-qorib-mujib.html 





Kata wasiat berasal dari bahasa Arab yakni wahshaitu asy-syaia, uushiihi, artinya aushaltuhu ( aku menyampaikan sesuatu). Yang artinya orang yang berwasiat adalah orang yang menyampaikan pesan diwaktu dia hidup untuk dilaksanakan sesudah dia mati.

كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ ٱلْمَوْتُ إِن تَرَكَ خَيْرًا ٱلْوَصِيَّةُ لِلْوَٰلِدَيْنِ وَٱلْأَقْرَبِينَ بِٱلْمَعْرُوفِ ۖ حَقًّا عَلَى ٱلْمُتَّقِينَ

Artinya: 

“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa”(Q.S. Al Baqarah:180)

Telah diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan muslim, dari Ibnu Umar r.a., dia berkata:  Telah bersabda Rasulullah saw: “ Hak bagi seorang muslim yang mempunyai sesuatu yang hendak diwasiatkan, sesudah bermalam dua malam tiada lain wasiatnya itu tertulis pada amal kebajikannya.” Ibnu Umar berkata : Tidak berlalu bagiku satu malampun sejak aku mendengar Rasulullah saw. Mengucapkan hadist itu kecuali wasiatku berada di sisiku.

Dari ayat dan hadist di atas jelas menunjukkan bahwa pelaksanaan wasiat sesorang yang telah meninggal adalah wajib hukumnya. Namun hukum wasiat ini juga tergantung pada isi wasiat itu sendiri. Jika wasiat yang dibuat adalah wasiat yang sesuai syar’I, maka diwajibkan untuk dilaksanakan. Misalnya saja berwasiat jika ia meninggal, maka anaknya harus menghafal Al Quran.
Wasiat seperti ini harus dilaksanakan. Sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Daud dari Hanasy berkata bahwa dirinya melihat Ali menyembelih dua ekor gibas. “Lalu aku mengatakan kepadanya, “Apa ini?” Ali menjawab,” Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah berwasiat kepadaku agar aku berkurban atasnya maka aku pun berkurban atasnya.”

Namun jika wasiatnya bertentangan dengan syar’i, maka haram dilaksanakan, Misalnya, jika ia meninggal, ia berwasiat agar anaknya memutuskan silaturahmi dengan kerabatnya, maka wasiat ini haram dilaksanakan. Sebagaimana sabda Rasul :

“Tidak ada ketaatan didalam sebuah kemaksiatan. Sesungguhnya ketaatan adalah didalam perkara-perkara yang baik.” (HR. Bukhori) Begitu pula dalam riwayat Abu Daud disebutkan, “Tidak ada ketaatan didalam maksiat kepada Allah.”

Lalu bagaimana dengan wasiat harta? Dalam hukum Islam, kita mengenal hukum waris dan hukum wasiat. Hukum waris turun setelah hukum wasiat diturunkan Allah terlebih dahulu. Jika wasiat yang ditinggalkan tidak bertentangan dengan hukum waris, maka wasiat itu harus tetap dilaksanakan. Namun lain halnya jika wasiat yang ditinggalkan justru melanggar hukum waris yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.

وَمَن يَعْصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُۥ يُدْخِلْهُ نَارًا خَٰلِدًا فِيهَا وَلَهُۥ عَذَابٌ مُّهِينٌ

Artinya: “Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.” (Q.S. An Nisa:14)

Allah juga telah mengharamkan para ahli waris yang menerima harta peninggalan dengan jalan wasiat yang bertentangan dengan hukum waris. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: Sesungguhnya Allah telah memberikan setiap orang masing-masing haknya. Maka tidak boleh harta itu diwasiatkan kepada ahli waris. (HR. At-Tirmizy)

لِّلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِّمَّا تَرَكَ ٱلْوَٰلِدَانِ وَٱلْأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَآءِ نَصِيبٌ مِّمَّا تَرَكَ ٱلْوَٰلِدَانِ وَٱلْأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ ۚ نَصِيبًا مَّفْرُوضًا

Artinya: 

“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan”( Q.S. An Nisa:7)

Maka dari itu, sebaiknya pewaris tidak mewasiatkan hartanya lagi kepada ahli waris karena ahli waris sudah mendapatkan hartanya lewat hukum waris yang  telah ditentukan oleh Allah SWT. Jadi jika ingin berwasiat harta, maka berwasiatlah pada yang bukan ahli waris. Namun Islam juga membatasi wasiat harta kepada mereka yang bukan ahli waris. Sebagaimana sabda Rasul :
Dari Sa’ad bin Abi Waqqash radhiallahuanhu dia berkata, “Wahai Rasulullah, bolehkah aku mau berwasiat untuk menyerahkan seluruh hartaku”. Beliau SAW bersabda, “Tidak boleh”. Aku berkata, “Kalau setengahnya?” Beliau bersabda, “Tidak boleh”. Aku berkata, “Kalau sepertiganya?” Beliau bersabda: “Ya sepertiganya dan sepertiga itu sudah banyak. Sesungguhnya jika kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya itu lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan miskin lalu mengemis kepada manusia dengan menengadahkan tangan-tangan mereka.” (HR. Al-Bukhari Muslim)

Dari riwayat di atas, dapat kita simpulkan  bahwa harta yang boleh diwasiatkan hanya 1/3 saja karena yang 2/3 harus dibagikan kepada para ahli waris. Inilah kebesaran Allah yang mengetahui dan mengatur yang terbaik bagi hamba-Nya. Wasiat juga tidak boleh diubah isinya karena merupakan salah satu dosa besar. Sebagaimana firman Allah SWT:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ شَهَٰدَةُ بَيْنِكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ ٱلْمَوْتُ حِينَ ٱلْوَصِيَّةِ ٱثْنَانِ ذَوَا عَدْلٍ مِّنكُمْ أَوْ ءَاخَرَانِ مِنْ غَيْرِكُمْ إِنْ أَنتُمْ ضَرَبْتُمْ فِى ٱلْأَرْضِ فَأَصَٰبَتْكُم مُّصِيبَةُ ٱلْمَوْتِ ۚ تَحْبِسُونَهُمَا مِنۢ بَعْدِ ٱلصَّلَوٰةِ فَيُقْسِمَانِ بِٱللَّهِ إِنِ ٱرْتَبْتُمْ لَا نَشْتَرِى بِهِۦ ثَمَنًا وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَىٰ ۙ وَلَا نَكْتُمُ شَهَٰدَةَ ٱللَّهِ إِنَّآ إِذًا لَّمِنَ ٱلْءَاثِمِينَ

Artinya: 

“Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi kematian, sedang dia akan berwasiat, maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau dua orang yang berlainan agama dengan kamu, jika kamu dalam perjalanan dimuka bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian. Kamu tahan kedua saksi itu sesudah sembahyang (untuk bersumpah), lalu mereka keduanya bersumpah dengan nama Allah, jika kamu ragu-ragu: “(Demi Allah) kami tidak akan membeli dengan sumpah ini harga yang sedikit (untuk kepentingan seseorang), walaupun dia karib kerabat, dan tidak (pula) kami menyembunyikan persaksian Allah; sesungguhnya kami kalau demikian tentulah termasuk orang-orang yang berdosa”.( Q.S. Al Maidah:106)

فَإِنْ عُثِرَ عَلَىٰٓ أَنَّهُمَا ٱسْتَحَقَّآ إِثْمًا فَـَٔاخَرَانِ يَقُومَانِ مَقَامَهُمَا مِنَ ٱلَّذِينَ ٱسْتَحَقَّ عَلَيْهِمُ ٱلْأَوْلَيَٰنِ فَيُقْسِمَانِ بِٱللَّهِ لَشَهَٰدَتُنَآ أَحَقُّ مِن شَهَٰدَتِهِمَا وَمَا ٱعْتَدَيْنَآ إِنَّآ إِذًا لَّمِنَ ٱلظَّٰلِمِينَ

Artinya: 

“Jika diketahui bahwa kedua (saksi itu) membuat dosa, maka dua orang yang lain di antara ahli waris yang berhak yang lebih dekat kepada orang yang meninggal (memajukan tuntutan) untuk menggantikannya, lalu keduanya bersumpah dengan nama Allah: “Sesungguhnya persaksian kami labih layak diterima daripada persaksian kedua saksi itu, dan kami tidak melanggar batas, sesungguhnya kami kalau demikian tentulah termasuk orang yang menganiaya diri sendiri” ( Q.S. Al Maidah:107)

ذَٰلِكَ أَدْنَىٰٓ أَن يَأْتُوا۟ بِٱلشَّهَٰدَةِ عَلَىٰ وَجْهِهَآ أَوْ يَخَافُوٓا۟ أَن تُرَدَّ أَيْمَٰنٌۢ بَعْدَ أَيْمَٰنِهِمْ ۗ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَٱسْمَعُوا۟ ۗ وَٱللَّهُ لَا يَهْدِى ٱلْقَوْمَ ٱلْفَٰسِقِينَ

Artinya: 

“Itu lebih dekat untuk (menjadikan para saksi) mengemukakan persaksiannya menurut apa yang sebenarnya, dan (lebih dekat untuk menjadikan mereka) merasa takut akan dikembalikan sumpahnya (kepada ahli waris) sesudah mereka bersumpah. Dan bertakwalah kepada Allah dan dengarkanlah (perintah-Nya). Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” ( Q.S. Al Maidah:108)

Allah menurunkan hukum waris untuk menyempurnakan hukum wasiat yang turun sebelumnya. Hukum wasiat memiliki banyak kelemahan, diantaranya adalah seorang yang bukan ahli waris bisa mendapat harta yang justru ahli waris tidak bisa dapatkan, atau karena dasar suka tidak suka oleh pewaris. Hal ini tentu akan menjadi bibit konflik dalam keluarga. Maka dari itu, Allah menurunkan hukum waris untuk keadilan dalam pembagian harta warisan.