Adab mengerjakan shalat 'Ied dan sunnah-sunnahnya sebagai berikut :
1. Mandi dahulu
عَنِ ابْنِ السَّبَّاقِ اَنَّ رَسُوْلَ
اللهِ ص قَالَ: يَا مَعْشَرَ اْلمُسْلِمِيْنَ، اِنَّ هذَا (يَوْمَ
اْلجُمُعَةِ) يَوْمٌ جَعَلَهُ اللهُ عِيْدًا فَاغْسِلُوْا. مالك فى الموطأ
1: 65، رقم: 113
Dari Ibnus Sabbaaq, bahwasanya Rasulullah
SAW bersabda, "Hai kaum Muslimin, hari (Jum'ah) ini adalah satu hari
yang Allah jadikan hari raya. Karena itu hendaklah kamu mandi". [HR. Malik, dalam Al-Muwaththa’ juz 1, hal. 65, no. 113]
Keterangan :
Menurut hadits tersebut, hari Jum'ah dipandang sebagai hari raya dan
kita disuruh mandi padanya. Dengan demikian dapat difaham, bahwa mandi
pada hari raya adalah lebih utama.
2. Berpakaian dengan pakaian yang baik, bila ada
عَنْ جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ
اَبِيْهِ عَنْ جَدّهِ اَنَّ النَّبِيَّ ص كَانَ يَلْبَسُ بُرْدَ حِبَرَةٍ
فِى كُلّ عِيْدٍ. البيهقى 3: 280
Dari Ja’far bin Muhammad, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwasanya Nabi SAW biasa memakai kain buatan Yaman pada tiap-tiap hari raya. [HR. Baihaqiy juz 3, hal. 280]
3. Makan sebelum berangkat
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ بُرَيْدَةَ
عَنْ اَبِيْهِ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ ص لاَ يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ
حَتَّى يَطْعَمَ وَ لاَ يَطْعَمُ يَوْمَ اْلاَضْحَى حَتَّى يُصَلّيَ.
الترمذى 2: 27، رقم: 540
Dari ‘Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, ia berkata, "Dahulu Rasulullah SAW tidak pergi Shalat Hari Raya 'Iedul Fithri melainkan sesudah makan. Dan tidak makan pada Hari Raya 'Iedul Adlha melainkan sesudah kembali dari shalat". [HR. Tirmidzi juz 2, hal. 27, no. 540]
4. Mengambil dua jalan
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: كَانَ
رَسُوْلُ اللهِ ص اِذَا خَرَجَ يَوْمَ اْلعِيدِ فِى طَرِيْقٍ رَجَعَ فِي
غَيْرِهِ. الترمذى 2: 26، رقم: 539
Dari Abu Hurairah, ia berkata "Dahulu
Rasulullah SAW apabila melewati jalan saat pergi Shalat Hari Raya, maka
ketika pulang beliau mengambil jalan lain (dari yang telah dilalui waktu
pergi)". [HR. Tirmidzi juz 2, hal. 26, no. 539]
5. Waktu dan tempat takbir hari raya
عَنِ الزُّهْرِيّ اَنَّهُ قَالَ:كَانَ
النَّبِيُّ ص يَخْرُجُ يَوْمَ اْلفِطْرِ فَيُكَبّرُ مِنْ حِيْنِ يَخْرُجُ
مِنْ بَيْتِهِ حَتَّى يَأْتِيَ اْلمُصَلَّى. ابو بكر النجاد، مرسل فى نيل
الاوطار 3: 327
Dari Az-Zuhriy, ia berkata, "Dahulu Nabi
SAW keluar untuk shalat Hari Raya 'Iedul Fithri dengan takbir mulai dari
rumahnya hingga tiba ditempat shalat". [HR. Abu Bakar An-Najjaad, mursal, Nailul Authar juz 3, hal. 327]
عَنِ ابْنِ عُمَرَ اَنَّ النَّبِيَّ ص
كَانَ يَرْفَعُ صَوْتَهُ بِالتَّكْبِيْرِ وَ التَّهْلِيْلِ حِيْنَ
خُرُوْجِهِ اِلَى اْلعِيْدِ يَوْمَ اْلفِطْرِ حَتَّى يَأْتِيَ اْلمُصَلَّى.
البيهقى و الحاكم، في نيل الاوطار 3: 327، ضعيف
Dari Ibnu Umar, "Bahwasanya Nabi SAW
bertakbir dan bertahlil dengan suara keras ketika keluar pergi shalat
hari Raya 'Iedul Fithri hingga tiba di tempat shalat". [HR. Baihaqi dan
Hakim, dalam Nailul Authar juz 3, hal. 327, dla’if]
قَالَ النَّبِيُّ ص:زَيّنُوْا اَعْيَادَكُمْ بِالتَّكْبِيْرِ.الطبراني، غريب، في نيل الاوطار
Nabi SAW bersabda, "Hiasilah Hari Raya-Hari Raya kamu dengan takbir". [HR. Thabrani, Gharib, dalam Nailul Authar juz 3, hal. 327]
Waktu dan tempat bertakbir hari raya menurut
hadits yang shahih
عَنْ اُمّ عَطِيَّةَ قَالَتْ: اَمَرَ
رَسُوْلُ اللهِ ص اَنْ نُخْرِجَهُنَّ فيِ اْلفِطْرِ وَ اْلاَضْحَى
اْلعَوَاطِقَ وَ اْلحُيَّضَ وَ ذَوَاتِ اْلخُدُوْرِ، فَاَمَّا اْلحُيَّضُ
فَيَعْتَزِلْنَ الصَّلاَةَ. مسلم 2: 606
Dari Ummu 'Athiyah, ia berkata,
"Rasulullah SAW memerintahkan kepada kami untuk membawa keluar anak-anak
perempuan yang hampir baligh, perempuan-perempuan haidl dan anak-anak
perempuan yang masih gadis, pada Hari Raya 'Iedul Fithri dan 'Iedul Adha. Adapun wanita-wanita yang haidl itu mereka tidak shalat". [HSR. Muslim, juz 2, hal. 606]
و للبخاري قَالَتْ اُمُّ عَطِيَّةَ:
كُنَّا نُؤْمَرُ اَنْ نُخْرِجَ اْلحُيَّضَ فَيُكَبّرْنَ بِتَكْبِيْرِهِمْ.
في نيل الاوطار 3: 324
Dan bagi Imam Bukhari, Ummu 'Athiyah
berkata, "Kita diperintahkan supaya membawa keluar wanita-wanita haidl
lalu bertakbir bersama-sama dengan orang banyak". [Dalam Nailul Authar
juz 3, hal. 324]
Keterangan :
Dari hadits shahih di atas dapat kita fahami bahwa takbir Hari Raya itu
dilaksanakan pada waktu tiba di tempat shalat sampai berdirinya shalat.
6. Waktu shalat hari raya
قَالَ جُنْدَبٌ:كَانَ النَّبِيُّ ص
يُصَلّى بِنَا يَوْمَ اْلفِطْرِ وَالشَّمْسُ عَلَى قَيْدِ رُمْحَيْنِ وَ
اْلاَضْحَى عَلَى قَيْدِ رُمْحٍ. احمد بن حسن، في نيل الاوطار 3: 333
Telah berkata Jundab, "Adalah Nabi SAW shalat Hari Raya 'Iedul Fithri bersama kami di waktu matahari tingginya sekadar dua batang tombak dan beliau shalat Hari Raya 'Iedul Adha diwaktu matahari tingginya sekadar satu batang tombak". [HR. Ahmad bin Hasan, dalam Nailul Authar juz 3, hal. 333]
Keterangan :
Menurut riwayat di atas, waktu shalat Hari Raya 'Iedul Adha itu lebih pagi daripada waktu shalat Hari Raya 'Iedul Fithri.
7. Shalat sebelum khutbah
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: كَانَ
رَسُوْلُ اللهِ ص وَ اَبُوْ بَكْرٍ وَ عُمَرُ رض يُصَلُّوْنَ اْلعِيْدَيْنِ
قَبْلَ اْلخُطْبَةِ. البخارى 2: 5
Dari Ibnu Umar, ia berkata, "Dahulu
Rasulullah SAW, Abu Bakar dan Umar shalat dua Hari Raya sebelum
khutbah". [HR. Bukhari juz 2, hal. 5]
Maksudnya :
Rasulullah SAW dan shahabat-shahabatnya mengerjakan shalat 'Iedul Fithri dan 'Iedul Adha sebelum khutbah.
8. Shalat hari raya tanpa adzan dan iqamah
عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ قَالَ:
صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيّ ص اْلعِيْدَيْنِ غَيْرَ مَرَّةٍ وَلاَ
مَرَّتَيْنِ بِغَيْرِ اَذَانٍ وَ لاَ اِقَامَةٍ. مسلم 2: 604
Dari Jabir bin Samurah, ia berkata "Saya
shalat dua Hari Raya bersama Rasulullah SAW bukan hanya sekali atau dua
kali, (semuanya) tanpa adzan dan iqamah". [HSR. Muslim juz 2, hal. 604]
Maksud dari riwayat di atas menunjukkan bahwa Rasulullah SAW shalat Hari
Raya 'Iedul Fithri dan Hari Raya 'Iedul Adha tanpa adzan dan iqamah.
9. Hari raya pada hari Jum'ah
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ رَسُوْلِ
اللهِ ص اَنَّهُ قَالَ: اِجْتَمَعَ عِيْدَانِ فيِ يَوْمِكُمْ هذَا، فَمَنْ
شَاءَ اَجْزَأَهُ مِنَ اْلجُمُعَةِ وَ اِنَّا مُجَمّعُوْنَ اِنْ شَاءَ
اللهُ. ابن ماجه 1: 416، رقم: 1311
Dari Ibnu ‘Abbas, dari Rasulullah SAW,
beliau bersabda, "Telah terhimpun pada hari ini dua hari raya (hari Raya
dan Jum'ah). Maka barangsiapa mau, cukuplah shalat ini buat dia, tidak
perlu lagi shalat Jum'ah, tetapi kami tetap akan mendirikan shalat
Jum'ah, insyaa-allooh". [HR. Ibnu Majah dan Ibnu Majah juz 1, hal. 416,
no. 1311]
10. Shalat dan khutbah di tanah lapang
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ اَنَّهُ
اَصَابَهُمْ مَطَرٌ فيِ يَوْمِ عِيْدٍ فَصَلَّى بِهِمُ النَّبِيُّ ص
صَلاَةَ الْعِيْدِ فيِ اْلمَسْجِدِ. ابو داود 1: 301 رقم: 1160، ضعيف
Dari Abu Hurairah bahwasanya pada suatu
hari Raya, para shahabat kehujanan, maka Nabi SAW mengerjakan shalat
Hari Raya bersama mereka di masjid. [HR. Abu Dawud juz 1, hal. 301, no.
1160, dla’if]
Keterangan :
- Menurut kebiasaan memang Nabi SAW mengerjakan shalat dan khutbah
hari Raya di tanah lapang. Tetapi hal itu tidak menunjukkan kepada hukum
wajib. Sesuatu perbuatan bisa menunjukkan kepada hukum wajib jika
disertai dengan perintah.
- Kebanyakan ulama memandang bahwa Nabi SAW mengerjakan yang demikian
itu bukan karena tidak shah dikerjakan di masjid, tetapi karena tak
cukup tempat di masjid, sebab pada waktu itu orang-orang yang berkumpul
pada hari Raya lebih banyak dari pada hari-hari yang lain.
- Dari seluruh pembicaraan tersebut, nyatalah bahwa shalat Hari Raya
di masjid itu tidak terlarang, apalagi jika turun hujan atau lain-lain
halangan. Oleh karena itu perkataan Abu Hurairah tadi walaupun lemah riwayatnya tetapi shahih maknanya. Perlu dijelaskan bahwa Rasulullah SAW shalat di tanah lapang itu diambil dari pengertian Mushalla :
اَلْمُصَلَّى مَوْضِعٌ بِبَابِ اْلمَدِيْنَةِ الشَّرْقِيّ. فقه السنة 1: 268
"Mushalla itu adalah suatu tempat di pintu gerbang Madinah sebelah timur". [Fiqhus Sunnah juz 1, hal. 268]
اَلْمُصَلَّى مَوْضِعٌ بَيْنَهُ وَ بَيْنَ اْلمَسْجِدِ اَلْفَ ذِرَاعٍ. فقه السنة 1: 271
"Mushalla itu tempatnya sejauh 1.000 hasta dari masjid Madinah" [Fiqhus Sunnah juz 1, ha. 271]
- Jadi jelaslah bahwa Rasulullah SAW jika shalat Hari Raya itu di tanah lapang.
عَنْ عَبْدِ
الرَّحْم?نِ قَالَ سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ قَالَ خَرَجْتُ مَعَ النَّبِيّ ص
يَوْمَ فِطْرٍ اَوْ اَضْحًى فَصَلَّى الْعِيْدَ ثُمَّ خَطَبَ، ثُمَّ اَتَى
النّسَاءَ فَوَعَظَهُنَّ وَ ذَكَّرَهُنَّ وَ اَمَرَهُنَّ بِالصَّدَقَةِ.
البخارى 2: 8
Dari
'Abdur Rahman, ia berkata : Aku mendengar Ibnu 'Abbas berkata, "Aku
pernah keluar bersama Nabi SAW pada hari raya 'Iedul Fithri atau 'Iedul
Adlha, lalu beliau shalat 'Ied, kemudian berkhutbah. Kemudian beliau
datang ke tempat para wanita, memberikan nasehat kepada mereka,
mengingatkan mereka, dan menganjurkan kepada mereka untuk
bershadaqah". [HR. Bukhari juz 2, hal. 8]
عَنِ ابْنِ
جُرَيْجٍ قَالَ اَخْبَرَنِي عَطَاءٌ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ، قَالَ
سَمِعْتُهُ يَقُولُ: قَامَ النَّبِيُّ ص يَوْمَ الْفِطْرِ فَصَلَّى
فَبَدَأَ بِالصَّلَاةِ ثُمَّ خَطَبَ. فَلَمَّا فَرَغَ نَزَلَ فَأَتَى
النّسَاءَ فَذَكَّرَهُنَّ وَهُوَ يَتَوَكَّأُ عَلَى بِلَالٍ وَبِلَالٌ
بَاسِطٌ ثَوْبَهُ يُلْقِي فِيْهِ النّسَاءُ الصَّدَقَةَ. قُلْتُ لِعَطَاءٍ:
زَكَاةَ يَوْمِ الْفِطْرِ؟ قَالَ: لَا وَل?كِنْ صَدَقَةً يَتَصَدَّقْنَ
حِينَئِذٍ تُلْقِي فَتَخَهَا وَيُلْقِيْنَ. قُلْتُ اَتُرَى حَقًّا عَلَى
الْاِمَامِ ذ?لِكَ وَ يُذَكّرُهُنَّ؟ قَالَ: اِنَّهُ لَحَقٌّ عَلَيْهِمْ،
وَمَا لَهُمْ لَا يَفْعَلُوْنَهُ. البخارى 2: 9
Dari
ibnu Juraij, ia berkata : 'Atho' mengkhabarkan kepadaku dari Jabir bin
'Abdullah, ia mengatakan bahwa Jabir berkata : Nabi SAW melaksanakan
shalat hari raya 'Iedul Fithri, yang mula-mula beliau lakukan adalah
shalat, kemudian berkhutbah. Setelah selesai khutbah, beliau turun lalu
datang ke tempat para wanita,, beliau memberikan nasehat, mengingatkan
mereka dengan berpegang pada Bilal, sedangkan Bilal membentangkan
kainnya, dan para wanita lalu memberikan shadaqahnya. (Ibnu Juraij
berkata). Aku bertanya kepada 'Atho', "Apakah yang mereka berikan itu
zakat fithrah?". Ia menjawab, "Bukan, tetapi shadaqah yang para wanita
bershadaqah pada waktu itu. Ada wanita yang memberikan gelangnya, dan
mereka para wanita memberikan shadaqahnya". (Ibnu Juraij berkata) : Aku
bertanya (kepada 'Atho'), "Apakah kewajiban imam melakukan demikian itu,
memberi nasehat kepada para wanita?". ('Atho' menjawab), "Ya, itu
adalah kewajiban mereka, tetapi entah mengapa mereka sekarang tidak
melakukannya". [HR. Bukhari juz 2, hal. 9]
عَنْ سَعِيْدِ
بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ اَنَّ النَّبِيَّ ص صَلَّى يَوْمَ
الْفِطْرِ رَكْعَتَيْنِ لَمْ يُصَلّ قَبْلَهَا وَلَا بَعْدَهَا ثُمَّ اَتَى
النّسَاءَ وَمَعَهُ بِلَالٌ فَاَمَرَهُنَّ بِالصَّدَقَةِ فَجَعَلْنَ
يُلْقِيْنَ تُلْقِي الْمَرْأَةُ خُرْصَهَا وَسِخَابَهَا. البخارى 2:5
Dari Sa'id bin
Jubair, dari Ibnu 'Abbas bahwasanya dahulu Nabi SAW melaksanakan shalat
hari raya 'Iedul Fithri 2 reka'at, beliau tidak shalat apapun sebelumnya
maupun sesudahnya. Kemudian beliau datang bersama Bilal ke tempat para
wanita, lalu beliau menganjurkan mereka untuk bershadaqah, lalu para
wanita bershadaqah, ada yang memberikan anting-antingnya, dan ada pula
yang memberikan kalungnya. [HR. Bukhari juz 2, hal. 5]
11. Takbir dalam shalat pada dua hari raya
Takbir shalat pada dua Hari Raya (Hari Raya 'Iedul Fithri dan 'Iedul
Adha), dilaksanakan dengan 7 kali pada rekaat pertama, dan 5 kali pada
rekaat yang kedua sebelum membaca Al-Fatihah. Hal ini sesuai dengan
sabda Nabi SAW maupun perbuatan para shahabat.:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ
اْلعَاصِ قَالَ:قَالَ نَبِيُّ اللهِ ص: اَلتَّكْبِيْرُ فيِ اْلفِطْرِ
سَبْعٌ فيِ اْلاُوْلَى وَ خَمْسٌ فيِ اْلآخِرَةِ وَ اْلقِرَاءَةُ
بَعْدَهُمَا كِلْتَيْهِمَا. ابو داود 1: 299، رقم: 1151
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Ash, ia berkata : Nabi Allah SAW bersabda, “Takbir pada (shalat) ‘Iedul Fithri
adalah 7 kali di rekaat pertama dan 5 kali di rekaat yang akhir
(kedua). Adapun bacaan, sesudah kedua-duanya itu". [HR. Abu Dawud juz 1,
hal. 299, no. 1151]
عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ
اَبِيْهِ عَنْ جَدّهِ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص كَبَّرَ فِى اْلعِيْدِ يَوْمَ
اْلفِطْرِ سَبْعًا فِى اْلاُوْلىَ وَ فِى اْلاخِرَةِ خَمْسًا سِوَى
تَكْبِيْرَةِ الصَّلاَةِ. الدارقطنى 2: 48
Dari 'Amr bin Syu'aib, dari bapaknya, dari
kakeknya, bahwasanya Rasulullah SAW bertakbir dalam shalat hari raya
'Iedul Fithri tujuh takbir pada rekaat pertama dan lima takbir pada
rekaat kedua, selain takbir (yang biasa dalam) shalat. [HR. Daruquthni,
juz 2, hal. 48]
Tentang atsar (perbuatan) para shahabat, diriwayatkan :
عَنْ نَافِعٍ مَوْلىَ عَبْدِ اللهِ
بْنِ عُمَرَ اَنَّهُ قَالَ: شَهِدْتُ اْلاَضْحَى وَ اْلفِطْرَ مَعَ اَبِى
هُرَيْرَةَ فَكَبَّرَ فيِ الرَّكْعَةِ اْلاُوْلىَ سَبْعَ تَكْبِيْرَاتٍ
قَبْلَ اْلقِرَاءَةِ وَ فِى اْلآخِرَةِ خَمْسَ تَكْبِيْرَاتٍ قَبْلَ
اْلقِرَاءَةِ. مالك فى الموطأ
Dari Nafi', maula Abdullah bin 'Umar,
bahwa dia berkata, "Aku pernah menyaksikan 'Iedul Adha dan 'Iedul Fithri
bersama Abu Hurairah. Maka ia bertakbir di rekaat pertama 7 takbir
sebelum membaca, dan di rekaat kedua 5 takbir sebelum membaca". [HR.
Malik, Muwaththa’ juz 1, hal. 180]
عَنْ عَطَاءٍ قَالَ: كَانَ ابْنُ
عَبَّاسٍ يُكَبّرُ فيِ اْلعِيْدَيْنِ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ تَكْبِيْرَةً.
سَبْعٌ فيِ اْلاُوْلىَ وَ خَمْسٌ فيِ اْلآخِرَةِ. البيهقى 3: 289
Dari 'Atha', ia berkata, "Adalah Ibnu
'Abbas bertakbir di dua Hari Raya 12 takbir, yaitu 7 di rekaat pertama
dan 5 di rekaat yang kedua". [HR. Baihaqi juz 3, hal. 289]
12. Bacaan takbir hari raya
Bacaan Takbir pada hari Raya yang bersumber dari shahabat Umar dan Ibnu Mas'ud adalah :
اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ، لاَ
اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَ اللهُ اَكْبَرُ،اَللهُ اَكْبَرُ وَ ِللهِ اْلحَمْدُ.
فى نيل الاوطار 3 :358، فقه السنة 1: 275
(Alloohu Akbar, Alloohu Akbar, Laa ilaaha illalloohu walloohu Akbar Alloohu Akbar wa lillaahil-hamdu).
Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Tidak ada Tuhan (yang sebenarnya)
melainkan Allah, dan Allah Maha Besar. Allah Maha Besar dan kepunyaan
Allah-lah segala pujian. [Dalam Nailul Authar juz 3 hal. 358, Fiqhus
Sunnah juz 1 hal. 275]
13. Ucapan pada hari raya
Para shahabat Nabi SAW jika bertemu di antara mereka pada Hari Raya, mereka mengucapkan :
تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَ مِنْكُمْ.
"Semoga Allah menerima amalan kami dan amalan kamu"
Jubair bin Nufair meriwayatkan :
كَانَ اَصْحَابُ رَسُوْلِ اللهِ ص
اِذَا تَلَقَّوْا يَوْمَ اْلعِيْدِ يَقُوْلُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ:
تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَ مِنْكُمْ. جبير بن نفير
Para shahabat Rasulullah SAW jika bertemu
satu dengan yang lain pada Hari Raya saling mengucapkan,
“Taqobbalalloohu minnaa wa minkum”. [HR. Jubair bin Nufair]
14. Larangan berpuasa pada hari raya Idul Fitri dan hari raya Idul Adha
Hadis riwayat Umar bin
Khathab ra., ia berkata: Bahwa dua hari ini hari yang dilarang
Rasulullah saw. untuk berpuasa, yaitu hari raya Idul Fitri setelah
kalian berpuasa (Ramadan) dan hari raya makan (daging kurban) setelah
kalian menunaikan ibadah haji. (Shahih Muslim No.1920)
Hadis
riwayat Abu Said Khudhri ra., ia berkata: Aku pernah mendengar
Rasulullah saw. bersabda: Tidaklah patut berpuasa pada dua hari
tertentu, yakni Hari Raya Idul Adha dan Hari Raya Idul Fitri setelah
puasa Ramadan. (Shahih Muslim No.1922)
Hadis riwayat Ibnu Umar
ra.: Seorang laki-laki datang kepada Ibnu Umar ra. dan berkata: Sungguh
aku telah bernazar untuk berpuasa satu hari yang bertepatan dengan Hari
Raya Idul Adha atau Hari Raya Idul Fitri. Ibnu Umar ra. berkata: Allah
Taala memerintahkan untuk menepati janji, nazar dan Rasulullah saw.
melarang puasa pada hari ini. (Shahih Muslim No.1924)
Dari
'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam bersabda: "Hari Raya Fithri adalah hari orang-orang berbuka dan
hari raya Adlha adalah hari orang-orang berkurban." Riwayat Tirmidzi.
Dari
Abu Said Al-Khudry bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
melarang berpuasa pada dua hari, yakni hari raya Fithri dan hari raya
Kurban. Muttafaq Alaihi.
Kekeliruan yang Sering Terulang Dalam ‘Iedul Fitri
Berkenaan
dengan “menghidupkan malam ‘Ied”, sebagian orang berkeyakinan bahwa hal
tersebut disyariatkan, bahkan menyebarkan hadits dha’if yang berkenaan
dengan itu, yaitu “Barangsiapa yang menghidupkan malam ‘Ied, maka
hatinya tak akan mati pada hari dimatikannya semua hati”
keterangan : Hadits di atas diriwayatkan
dengan dua sanad, yang satu dha’if yang satu lagi dha’if sekali. Dengan
demikian, tidak ada perintah khusus untuk menghidupkan malam ‘Ied.
Telah terjadi ikhtilath (bercampur)
antara laki-laki dan perempuan di sebagian tempat salat, atau di
jalan-jalan serta lainnya. Dan yang lebih memprihatinkan hal itu terjadi
di tempat yang suci seperti mesjid, bahkan di Masjidil Haram. Tidak
sedikit kaum wanita (semoga Allah memberi petunjuk) keluar rumah menuju
mesjid atau lapangan dengan berdandan, pakai parfum, bercelak, dan
sebagainya. Kemudian di mesjid berdesakan, tentu ini fitnah dan sangat
mengkhawatirkan. Karena itu saya nasehati para pemuda untuk tinggal dulu
di mesjid apabila selesai salat Subuh –bagi yang shalat Subuh di
mesjid– sehingga shalat Ied, dan baru keluar apabila kaum wanita sudah
bubar dari shalat ’Iednya.
Apa yang dilakukan oleh sebagian
orang, mereka berkumpul sembari mendengarkan musik atau melakukan segala
bentuk permainan-permainan yang sia-sia dan tak ada gunanya. Hal ini
jelas tidak boleh.
Sebagian orang ada yang merasa bahagia dengan
datangnya hari raya, karena Ramadhan selesai dan tidak ada puasa lagi
di hari esoknya. Ini adalah sebuah kekeliruan Berbeda halnya dengan
kebahagiaan yang dirasakan orang mukmin, mereka berbahagia karena dengan
taufik Allah dapat menyelesaikan puasanya sebulan penuh. Jadi bukan
karena selesainya puasa sebagaimana anggapan sebagian orang.
Hadirnya wanita haid dalam sholat dua hari raya dan dakwah kaum muslimin, tetapi menjauhkan diri dari tempat sholat
Hafsah
[binti Sirin] berkata, "Kamu semua melarang gadis-gadis kami untuk
keluar pada kedua hari raya (Idul Fitri dan Idul Adlha). Datanglah
seorang perempuan lalu singgah di gedung keluarga Khalaf, [lalu aku
datang kepadanya], kemudian ia bercerita tentang saudara
perempuannya-dan suami dari saudara perempuannya telah mengikuti
peperangan bersama-sama dengan Nabi Muhammad saw sebanyak dua belas
kali-. Perempuan tersebut selanjutnya mengatakan, 'Saudara perempuanku
itu pernah mengikuti suaminya (dalam peperangan) sebanyak enam kali. Ia
mengatakan, 'Kami mengobati yang terluka, mengurus yang sakit.' Saudara
perempuanku bertanya kepada Nabi Muhammad saw, 'Apakah tidak apa-apa
bagi salah seorang di antara kami untuk tinggal di rumah kalau dia tidak
mempunyai jilbab? Beliau menjawab, 'Hendaknya sahabatnya mengenakan
salah satu jilbabnya kepadanya dan hendaknya dia berpartisipasi di dalam
perbuatan-perbuatan yang baik dan dalam pertemuan-pertemuan keagamaan
kaum muslimin.' Pada waktu Ummu Athiyyah datang, aku datang kepadanya
lalu] aku bertanya kepadanya, 'Apakah Anda pernah mendengar Nabi
Muhammad saw mengenai masalah ini (yakni bolehnya kaum wanita keluar
untuk menghadiri kebaikan yang diadakan oleh kaum muslimin)?' Ummu
Athiyyah berkata, 'Ya, semoga ayahku berkorban untuknya (Nabi Muhammad
saw.)-Ummu Athiyyah tidak menyebutkan sesuatu melainkan hanya berkata,
'Semoga ayahku berkorban untuknya'-. Aku pernah mendengar Nabi Muhammad
saw bersabda, '[Hendaklah] wanita-wanita merdeka (anak-anak gadis) dan
wanita-wanita pingitan atau anak-anak gadis pingitan [Abu Ayyub
ragu-ragu] dan wanita-wanita haid keluar [pada hari raya] untuk
menyaksikan kebaikan dan dakwah orang-orang mukmin, dan orang yang haid
supaya mengucilkan diri dari mushalla.' [Seorang perempuan bertanya,
'Wahai Rasulullah, bagaimana kalau salah seorang dari kami tidak
mempunyai jilbab?' Beliau menjawab, 'Hendaklah sahabatnya berpartisipasi
dengan mengenakan jilbabnya kepadanya.'].'" Hafshah berkata, "Aku
bertanya, 'Bagaimana dengan wanita-wanita yang sedang haid?' Jawabnya,
'Bukankah wanita yang sedang haid juga hadir di Arafah, [menghadiri] ini
dan [menghadiri] ini?'" (Dalam satu riwayat dari Hafshah, "Kami
diperintahkan untuk keluar pada hari raya, hingga kami suruh keluar juga
anak-anak gadis dari pingitannya, hingga kami keluarkan wanita-wanita
yang sedang haid, lalu mereka berada di belakang orang banyak, lantas
bertakbir dengan takbir mereka dan berdoa sebagaimana mereka berdoa
karena mengharapkan keberkahan dan kesucian hari itu.")
Hadis
riwayat Ibnu Abbas, ia berkata: Aku pernah ikut salat Idul Fitri bersama
Nabi, Abu Bakar, Umar dan Usman. Mereka semua melakukan salat Ied
sebelum khutbah, kemudian ia berkhutbah, ia berkata: Rasulullah turun,
seola-olah aku melihat beliau ketika beliau dengan isyarat tangan
mempersilakan kaum lelaki duduk. Kemudian beliau berjalan di antara
barisan sampai ke tempat para wanita. Beliau disertai Bilal. Lalu beliau
membaca: Hai Nabi, apabila para wanita yang beriman mendatangimu untuk
mengadakan janji setia, bahwa mereka tidak akan mempersekutukan Allah.
Beliau membaca ayat ini hingga akhir. Lalu beliau bertanya: Apakah
kalian akan berjanji setia? Seorang wanita satu-satunya di antara mereka
menjawab tegas: Ya, wahai Nabi Allah! Saat itu tidak diketahui siapa
wanita tersebut. Kemudian Rasulullah bersabda: Bersedekahlah kalian!
Bilal membentangkan pakaiannya seraya berkata: Marilah, demi bapak ibuku
sebagai tebusan kalian! Mereka pun segera melemparkan gelang dan cincin
ke dalam pakaian Bilal. (Shahih Muslim No.1464)
Hadis riwayat
Jabir bin Abdullah, ia berkata : Bahwa Nabi pernah melaksanakan salat
hari Raya Fitri. Beliau memulai dengan salat terlebih dahulu. Sesudah
itu beliau berkhutbah kepada kaum muslimin. Selesai khutbah Nabi turun
dan mendatangi kaum wanita. Beliau memberikan peringatan kepada mereka
sambil berpegangan pada tangan Bilal. Lalu Bilal membentangkan
pakaiannya dan para wanita memberikan sedekah. (Shahih Muslim No.1466)
Hadis
riwayat Ibnu Abbas dan Jabir bin Abdullah Al-Anshari, ia berkata: Dari
Ibnu Juraij, ia berkata: Atha telah mengabarkanku dari Ibnu Abbas dan
dari Jabir bin Abdullah Al-Anshari, keduanya berkata: Tidak ada azan
bagi salat hari raya idul fitri atau idul adha. Kemudian aku bertanya
kepadanya tentang itu, lalu Jabir bin Abdullah Al-Anshari memberitahukan
kepadaku bahwa tidak ada azan untuk salat hari raya idul fitri, baik
saat imam menaiki mimbar maupun sesudahnya. Juga tidak ada iqamat,
seruan atau apapun. Pada saat itu tidak ada azan atau iqamat. (Shahih
Muslim No.1468)
Hadis riwayat Ibnu Umar, ia berkata : Bahwa Nabi,
Abu Bakar dan Umar, mereka melakukan salat Ied (idul fitri dan idul
adha) sebelum khutbah. (Shahih Muslim No.1471)
Hadis riwayat Abu
Said Al-Khudri, ia berkata : Bahwa Rasulullah selalu keluar pada hari
raya raya idul adha dan hari raya idul fitri. Beliau memulai dengan
salat. Setelah menyelesaikan salat dan mengucapkan salam, beliau berdiri
menghadap kaum muslimin yang duduk di tempat salat mereka
masing-masing. Jika beliau mempunyai keperluan yang perlu disampaikan,
beliau akan tuturkan hal itu kepada kaum muslimin. Atau ada keperluan
lain, maka beliau memerintahkannya kepada kaum muslimin. Beliau pernah
bersabda (dalam salah satu khutbahnya di hari raya): Bersedekahlah
kalian! bersedekahlah! Bersedekahlah! Dan ternyata mayoritas yang
memberikan sedekah adalah kaum wanita. Setelah itu beliau berlalu.
(Shahih Muslim No.1472)
Hadis riwayat Ummu Athiyyah ra., ia
berkata : Nabi saw. memerintahkan kami untuk membolehkan gadis-gadis dan
gadis-gadis pingitan keluar rumah dan beliau memerintahkan para wanita
yang sedang haid agar menjauhi tempat salat kaum muslimin. (Shahih
Muslim No.1473)
Ummu Athiyyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Kami
diperintahkan mengajak keluar gadis-gadis dan wanita-wanita haid pada
kedua hari raya untuk menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum muslimin,
wanita-wanita yang haid itu terpisah dari tempat sholat. Muttafaq
Alaihi.