Wednesday, June 5, 2013

Hadits 37: Ikhlas Shalat Malam pada Ramadhan adalah Sebagian dari Iman

Pembahasan hadits Shahih Bukhari, biidznillah, kini memasuki hadits ke-37. Hadits ini masih berada di bawah Kitab Al-Iman (كتاب الإيمان).

Sebagaimana hadits ke-35 dan hadits ke-36, hadits ke-37 ini juga membicarakan bagian dari iman. Karenanya pada hadits-hadits tersebut Imam Bukhari memberikan judul yang selalu berakhiran dengan "minal iman" (bagian dari iman). Hadits ke-37 ini oleh Imam Bukhari diberi judul باب تَطَوُّعُ قِيَامِ رَمَضَانَ مِنَ الإِيمَانِ, yang diterjemahkan menjadi judul pembahasan hadits ini: "Ikhlas Shalat Malam pada Ramadhan adalah Sebagian dari Iman"

Berikut ini matan (redaksi) hadits Shahih Bukhari ke-37:


عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa menegakkan shalat di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap perhitungan (pahala), maka diampuni dosanya yang telah lalu"

Penjelasan Hadits
Sebagaimana para ulama ahlus sunnah wal jama'ah lainnya, Imam Bukhari berkeyakinan bahwa amal shalih merupakan bagian dari iman dan dapat meningkatkan/mempertebal iman. Iman bisa bertambah dan berkurang. Perbuatan atau amal shalih dapat menambah iman, sebaliknya maksiat dapat menurunkan iman. Demikianlah aqidah yang lurus, yang berbeda dengan paham murji'ah yang berpendapat bahwa iman hanyalah pembenaran di hati, tanpa amal anggota badan.

Imam Bukhari agaknya ingin menekankan aqidah itu dalam kitab iman ini sehingga empat hadits berturut-turut, termasuk hadits ke-37 ini beliau beri judul yang selalu berakhiran dengan "minal iman" (bagian dari iman). Maka, beliau memberi judul باب قِيَامُ لَيْلَةِ الْقَدْرِ مِنَ الإِيمَانِ untuk hadits ke-35, باب الْجِهَادُ مِنَ الإِيمَانِ untuk hadits ke-36, باب تَطَوُّعُ قِيَامِ رَمَضَانَ مِنَ الإِيمَانِ untuk hadits ke-37 ini, dan باب صَوْمُ رَمَضَانَ احْتِسَابًا مِنَ الإِيمَانِ untuk hadits ke-38 nanti.

قَالَ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا
Barangsiapa menegakkan shalat di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap perhitungan (pahala)

Seperti disebutkan pada hadits ke-35 yang merupakan pengecualian, semua hadits yang berisi kalimat syarat dan balasan/konsekuensi seperti ini keduanya menggunakan fi'il madhi. Khusus hadits ke-35 menggunakan fiil mudhari (kata kerja bentuk sekarang) pada kalimat syarat dan fi'il madhi (kata kerja bentuk lampau) pada kalimat jawab/konsekuensinya karena hadits itu mengisyaratkan bahwa shalat pada lailatul qadar itu tidak dapat dipastikan. Sedangkan pada hadits ini, kalimat syarat menggunakan fi'il madhi karena shalat malam pada bulan Ramadhan bisa dipastikan, sebagaimana dapat diketahui bahwa malam itu adalah Ramadhan.

Hadits ke-37 ini menjelaskan keutamaan shalat malam pada bulan Ramadhan, namun keutamaan itu hanya bisa didapatkan jika shalat malam itu dikerjakan dengan ikhlas, semata-mata karena iman dan mengharapkan balasan dari Allah.

غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
diampuni dosanya yang telah lalu

Inilah keutamaan itu. Keutamaan yang luar biasa, diampuninya dosa-dosa yang telah lalu. Adakah ganjaran yang lebih hebat dari ini? Bukankah ini adalah kemurahan dan kasih sayang Allah untuk hamba-hambaNya yang beriman? Jika dosa sudah diampuni, itu berarti Allah meridhaiNya dan tempat kembalinya adalah surga.

Pelajaran Hadits

Pelajaran yang bisa diambil dari hadits ini diantaranya adalah:
1. Iman bukan sebatas pengakuan di hati, tetapi juga mewujud dalam amal. Sehingga amal yang baik akan menambah iman, sebaliknya amal yang jelek (kemaksiatan) akan mengurangi iman;
2. Menegakkan shalat pada bulan Ramadhan adalah sebagian dari iman;
2. Allah SWT hanya menerima ibadah yang ikhlas;
3. Diantara keutamaan shalat malam pada bulan Ramadhan dengan ikhlas adalah diampuninya dosa yang telah lalu.

Demikian hadits ke-37 Shahih Bukhari dan penjelasannya. Semoga kita mendapatkan taufiq dari Allah SWT sehingga senantiasa berusaha menjaga dan meningkatkan iman serta bersemangat dalam beribadah, termasuk shalat malam pada bulan Ramadhan. Wallaahu a'lam bish shawab.[]

Hadits 36: Jihad adalah Sebagian dari Iman, Menang atau Syahid adalah Kebaikan

Senada dengan hadits ke-35, hadits ke-36 ini juga mengetengahkan bagian dari Iman. Meskipun secara eksplisit kita tidak menemukan kalimat seperti itu dalam hadits ini, Imam Bukhari memberikan judul باب الْجِهَادُ مِنَ الإِيمَانِ (Bab Jihad adalah sebagian dari Iman) untuk hadits ini.

Untuk lebih mengarahkan pembaca pada tekstual hadits, pembahasan hadits ke-36 ini judulnya diperpanjang menjadi "Jihad adalah Sebagian dari Iman, Menang atau Syahid adalah Kebaikan"

Berikut ini matan (redaksi) hadits Shahih Bukhari ke-36:


عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ انْتَدَبَ اللَّهُ لِمَنْ خَرَجَ فِى سَبِيلِهِ لاَ يُخْرِجُهُ إِلاَّ إِيمَانٌ بِى وَتَصْدِيقٌ بِرُسُلِى أَنْ أُرْجِعَهُ بِمَا نَالَ مِنْ أَجْرٍ أَوْ غَنِيمَةٍ ، أَوْ أُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ ، وَلَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِى مَا قَعَدْتُ خَلْفَ سَرِيَّةٍ ، وَلَوَدِدْتُ أَنِّى أُقْتَلُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ أُحْيَا ، ثُمَّ أُقْتَلُ ثُمَّ أُحْيَا ، ثُمَّ أُقْتَلُ

Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Allah menggembirakan hati orang yang berperang di jalan Allah, yakni orang yang berperang semata-mata karena iman kepada Allah dan Rasul-Nya, bahwa ia akan kembali membawa kemenangan dan ghanimah, atau dimasukkan ke dalam surga. Andaikata tidak menyulitkan umatku, niscaya aku akan selalu ikut berperang. Aku ingin mati terbunuh di jalan Allah, kemudian hidup kembali dan terbunuh, kemudian hidup lagi dan terbunuh pula"

Penjelasan Hadits

انْتَدَبَ اللَّهُ لِمَنْ خَرَجَ فِى سَبِيلِهِ لاَ يُخْرِجُهُ إِلاَّ إِيمَانٌ بِى وَتَصْدِيقٌ بِرُسُلِى
Allah menggembirakan hati orang yang berperang di jalan Allah, yakni orang yang berperang semata-mata karena iman kepada Allah dan Rasul-Nya

Maksud dari "Allah menggembirakan hati" (انْتَدَبَ اللَّهُ) adalah segera memberikan balasan yang baik, atau mengabulkan keinginan. Bahwa bagi orang yang berjihad fi sabilillah, Allah akan memberikan satu dari dua hal yang akan disebutkan di belakang nanti.

Siapakah mujahid fi sabilillah (orang yang berperang di jalan Allah)? Hadits ini memberikan definisi bahwa mujahid fi sabilillah yang mendapatkan janji balasan kebaikan itu adalah orang yang berperang semata-mata karena iman kepada Allah dan Rasul-Nya. Indikasi orang yang berperang karena keimanan semacam itu adalah, tujuannya berperang tidak lain adalah untuk meninggikan agama Allah.

Dalam hadits yang lain disebutkan,

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - فَقَالَ الرَّجُلُ يُقَاتِلُ لِلْمَغْنَمِ ، وَالرَّجُلُ يُقَاتِلُ لِلذِّكْرِ ، وَالرَّجُلُ يُقَاتِلُ لِيُرَى مَكَانُهُ ، فَمَنْ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللَّهِ هِىَ الْعُلْيَا فَهُوَ فِى سَبِيلِ اللَّهِ

Seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW lalu bertanya: "Ada orang berperang untuk mendapatkan ghanimah (rampasan perang), ada orang berperang supaya disebut-sebut (namanya), ada orang berperang supaya dilihat kedudukannya, maka manakah yang dapat disebut fi sabilillah?" Rasulullah menjawab: "Siapa yang berperang supaya kalimat Allah SWT menjadi tinggi, maka dia-lah yang berperang fi sabilillah" (HR. Bukhari)

Bagi orang-orang yang demikianlah, ada kabar gembira dari Allah, ada janji, ada balasan kebaikan yang akan didapatkan; baik ia menang maupun syahid. Apa itu balasannya?

أَنْ أُرْجِعَهُ بِمَا نَالَ مِنْ أَجْرٍ أَوْ غَنِيمَةٍ ، أَوْ أُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ
bahwa ia akan kembali membawa kemenangan dan ghanimah, atau dimasukkan ke dalam surga

Inilah balasannya. Sungguh, bagi mujahid fi sabilillah, ia menang maupun syahid, kedua-duanya adalah kebaikan. Jika ia menang maka ia akan kembali dengan membawa kemenangan dan ghanimah. Dengan kemenangan, dakwah akan semakin kokoh, Islam semakin kuat dan aturan-aturan Allah lebih luas dapat diterapkan. Sedangkan jika ia syahid, maka ia akan masuk surga.

Tak sekedar masuk surga seperti mukmin yang lain, orang yang syahid fi sabilillah memiliki keistimewaan khusus. Dalam sejumlah riwayat lainnya, termasuk dalam kitab jihad yang hadits-haditsnya insya Allah akan kita bahas pada gilirannya nanti, dapat diketahui bahwa keutamaan orang yang syahid fi sabilillah itu luar biasa. Diantaranya adalah tidak merasakan sakitnya mati kecuali seperti sakitnya digigit semut, mudah hisabnya karena dosanya diampuni kecuali hutang, dan sangat cepat dalam melintasi shirath menuju surga.

وَلَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِى مَا قَعَدْتُ خَلْفَ سَرِيَّةٍ ، وَلَوَدِدْتُ أَنِّى أُقْتَلُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ أُحْيَا ، ثُمَّ أُقْتَلُ ثُمَّ أُحْيَا ، ثُمَّ أُقْتَلُ
Andaikata tidak menyulitkan umatku, niscaya aku akan selalu ikut berperang. Aku ingin mati terbunuh di jalan Allah, kemudian hidup kembali dan terbunuh, kemudian hidup lagi dan terbunuh pula

Subhaanallah. Tidak ada keinginan Rasulullah untuk mati berkali-kali kecuali untuk mencapai syahid. Ini menggambarkan betapa besarnya pahala jihad dan mati syahid.

Rasulullah juga ingin untuk selalu ikut berperang. Namun beliau khawatir itu akan memberatkan umatnya, terlebih jika jihad dijadikan fardhu ain bagi setiap muslim pada setiap perang. Karenanya pada sebagian perang, khususnya perang-perang besar Rasulullah ikut, tetapi pada sebagiannya lagi Rasulullah menetap di Madinah, tidak ikut berperang. Perang Badar, Uhud, Ahzab, Khaibar, Fathu Makkah, dan Hunain, semuanya diikuti oleh Rasulullah. Tetapi pada beberapa ekspedisi (sariyah) Rasulullah cukup mengutus pasukan tanpa keikutsertaan beliau. Demikian juga pada perang Muktah, Rasulullah juga tidak ikut serta.

Begitu besarnya keutamaan mati syahid, hingga ketika orang yang syahid telah berada di surga, mereka juga memiliki keinginan seperti Rasulullah, seandainya bisa hidup lagi, berjihad lalu mati syahid lagi.

مَا أَحَدٌ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ يُحِبُّ أَنْ يَرْجِعَ إِلَى الدُّنْيَا وَلَهُ مَا عَلَى الأَرْضِ مِنْ شَىْءٍ ، إِلاَّ الشَّهِيدُ ، يَتَمَنَّى أَنْ يَرْجِعَ إِلَى الدُّنْيَا فَيُقْتَلَ عَشْرَ مَرَّاتٍ ، لِمَا يَرَى مِنَ الْكَرَامَةِ

Tidak seorangpun yang masuk surga namun dia suka untuk kembali ke dunia padahal dia hanya mempunyai sedikit harta di bumi, kecuali orang yang mati syahid. Dia berangan-angan untuk kembali ke dunia kemudian berperang lalu terbunuh hingga sepuluh kali karena dia melihat keistimewaan karamah (mati syahid). (HR. Al-Bukhari)

Karena itu, sebagai seorang muslim kita harus memancangkan niat untuk ikut berjihad fi sabilillah. Meskipun pada kenyataannya nanti tidak ada kesempatan untuk berjihad, niat yang ikhlas dan jujur itu akan membawanya meraih syahadah (pahala atau kedudukan mati syahid).

Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ طَلَبَ الشَّهَادَةَ صَادِقًا أُعْطِيَهَا وَلَوْ لَمْ تُصِبْهُ

Barangsiapa yang memohon syahadah (mati syahid) dengan jujur, maka dia akan diberikan (pahala) syahadah meskipun dia tidak mati syahid. (HR. Muslim)

Pelajaran Hadits
Pelajaran yang bisa diambil dari hadits ini diantaranya adalah:
1. Untuk mengokohkan kaum mukminin, Allah SWT menunjukkan keutamaan sebagian ibadah, termasuk jihad fi sabilillah;
2. Jihad fi sabilillah dalam pandangan Allah adalah jihad yang dilandasi iman;
3. Jihad fi sabilillah senantiasa berakhir dengan kebaikan. Jika menang, mujahid mendapatkan kemenangan dan ghanimah. Sedangkan jika syahid, ia mendapatkan surga;
4. Keutamaan jihad dan mati syahid sangat besar. Begitu besarnya hingga Rasulullah SAW secara khusus menginginkan bisa mati syahid berkali-kali.

Demikian hadits ke-36 Shahih Bukhari dan penjelasannya. Semoga kita termasuk hamba-Nya yang memiliki niat untuk berjihad fi sabilillah, berdoa mendapatkan kemuliaan mati syahid dan mempersiapkan diri meraihnya. Wallaahu a'lam bish shawab.[]