Thursday, October 10, 2013
Wednesday, October 2, 2013
Monday, September 30, 2013
Kisah Empat Nabi Yang Masih Hidup Sampai Sekarang ~ DOCUMENT MASNET'S
Kisah Empat Nabi Yang Masih Hidup Sampai Sekarang ~ DOCUMENT MASNET'S
Sebagai suatu yang biasa aku kerjakan bila man aku berselancar dan menemukan apa yang menurukku indah dan bermanfaat maka aku langsung copas tampa mempedulkan isi yang di rubah ataupun apa yang jelas aku mencopasnya tanpa sedikitpun di rubah.
Sebagai suatu yang biasa aku kerjakan bila man aku berselancar dan menemukan apa yang menurukku indah dan bermanfaat maka aku langsung copas tampa mempedulkan isi yang di rubah ataupun apa yang jelas aku mencopasnya tanpa sedikitpun di rubah.
Wednesday, September 4, 2013
Tuesday, September 3, 2013
Biografi Ibnu Arabi
Bernama lengkap Abu Bakr Muhammad ibn al-‘Arabi al-Hatimi
asal Murcia, Spanyol ini lahir pada tanggal 17 Ramadhan 560 H
bertepatan dengan 28 Juli 1165. Dirinya dijuluki ”Syaikh al-Akbar” (Sang
Mahaguru) dan ”Muhyiddin” (”Sang Penghidup Agama”). Ayah
Ibn ‘Arabi, ‘Ali, adalah pegawai Muhammad ibn Sa’id ibn Mardanisy,
penguasa Murcia, Spanyol. Ketika Ibn’’Arabi berusia tujuh tahun, Murcia
ditaklukkan oleh Dinasti al-Muwahiddun (al-Mohad) sehingga Ali membawa
pergi keluarganya ke SevillaIa memiliki status sosial yang tinggi.
Pada
masa mudanya Ibn ‘Arabi bekerja sebagai sekretaris Gubernur Sevilla dan
menikahi seorang gadis bernama Maryam, yang berasal dari sebuah
keluarga berpengaruh. Pada tahun 590, Ibn ’Arabi meninggalkan Spanyol
untuk mengunjungi Tunisia. Tahun 597/1200, sebuah ilham spiritual
memerintahkan dirinya untuk pergi ke timur. Dua tahun kemudian, ia
melakukan ibadah haji ke Mekkah dan berkenalan dengan seorang syaikh
dari Isfahan yang memiliki seorang putri. Di Mekkah pula ia berjumpa
dengan Majd al-Din Ishaq, seorang syaikh dari Malatya, yang kelak akan
mempunyai seorang putra yang menjadi murid terbesar Ibn ’Arabi, Shadr
al-Din al-Qunawi (606-673/1210-1274).
Ibn ’Arabi memiliki hubungan baik dengan sultan ini dan mengirimnya surat-surat berisi nasihat praktis. Dia
pun merupakan sahabat dari penguasa Aleppo, Malik Zhahir
(582-615/1186-1218), putra Sultan Saladin (Shalah al-Din) al-Ayyubi.
Pada
tahun 620/1233, Ibn ’Arabi menetap di Damaskus, tempat sejumlah
muridnya, termasuk al-Qunawi, menemaninya sampai akhir hayat. Menurut
sejumlah sumber awal, ia menikah dengan janda Majd al-Din, ibu
al-Qunawi. Selama periode tersebut, penguasa Damaskus dari Dinasti
Ayyubiyah, Muzhaffar al-Din merupakan salah seorang muridnya. Ibn ‘Arabi
wafat di Damaskus pada 16 November 1240 bertepatan tanggal 22 Rabiul
Akhir 638 pada usia tujuh puluh tahun. Pencapaian spiritualnya yang luar
biasa telah menyebar ke hampir seluruh Dunia Islam, dan bahkan Barat,
hingga sekarang.
Justifikasi Pluralisme terhadap Ibnu Arabi
Kesatuan
agama dalam level yang sama meletakkan posisi wahyu yang dimiliki
tiap-tiap agama dalam dua aspek agama, yaitu: pertama, konsep
eksoterisyang mana menurut Schoun adalah aspek eksternal, formal, hukum,
dogmatis, ritual, etika dan moral pada sebuah agama; kedua, konsep
esoteris adalah aspek eksternal dan dogmatis formalistik. Kolerasi dua
konsep tersebut ibarat dunia bentuk (aworld form) dalam eksoteris namun
ia bersumber pada Esensi yang tak berbentuk (the Formless Essence) yaitu
Esoteris. Dalam membangun dikhotomi makna tersebut Schoun
menjustifikasinya melalui ajaran tasawwufyang mngekspresikan keindahan
pandangan metafisika yang terkandung dalam makna wihdatul wujud Ibnu
Arabi dan sufi lainnya. Karena Islam merupakan bagian dari Tuhan yang
menajdi substansi nisbi.[5]
Sedangkan fitnah
yang mendasar terhadap pemikiran pluralisme Ibnu Arabi yang dijadikan
dalil utama serta factor mendasar pada pemikirannya, yaitu:[6]
Sungguh ajaib, Sebuah taman yang terkepung nyalah api
Hatiku telah sanggup menerima aneka bentuk,
Ia merupakan padang rumput bagi rusa-rusa,
Biara bagi para rahib-rahib Kristen, kuil anjungan berhala,
Ka’bah tempat orang bertawwaf,
Batu tulis untuk taurat ,
Dan mushaf bagi al-Qur’an
Agamaku adalah agama cinta, yang senantiasa kuikuti kemana pun langkahnya; itulah agama keimananku
Berdasarkan
puisi ini, Nasr mendakwa Ibn Arabi konon “menyadari bahwa jalan-jalan
yang diturunkan Tuhan mengantarkan ke satu puncak yang sama (came to
realize that the divinely revealed paths lead to the same summit).”
Meski sekilas tampak meyakinkan, pemaparan golongan ini jika dikaji
lebih teliti sebenarnya jauh panggang dari api. Ibn Arabi bukanlah
seorang pluralis atau transendentalis sebagaimana mereka khayalkan.
Maksud ungkapannya itu telah ia jelaskan dalam kitab yang ditulisnya
sendiri: Dzakha’ir al-A‘laq syarh Tarjuman al-Asywaq. Di sana jelas
dikatakan bahwa `agama cinta’ yang ia maksud ialah agama Nabi Muhammad
SAW, merujuk kepada firman Allah SWT dalam al-Quran, surah Al Imran,
ayat 31, yang artinya: “Katakanlah [hai Muhammad!], kalau kalian
betul-betul mencintai Allah, maka ikutilah aku! –niscaya Allah akan
mencintai kalian.” (Lihat: kitab Dzakha’ir al-A‘laq syarh Tarjuman
al-Asywaq, ed. Muhammad Salim al-Unsi (Beirut, 1312 H).
Kemudian Tauhid dalam perspektif Ibn ‘Arabi tidak lain dan tidak bukan adalah wahdat al-wujud. Doktrin ini adalah prinsip esoterisme sebagai doktrib menuju jalan esoterisme. Doktrin ini akan menjadi “the root of all things”. Dan, secara lebih spesifik lagi ia akan mejadi akar metafisikanya. Ketika al-wujud adalah “the one and only Real”, yang lain semuanya akan menjadi relatif atau manifestasi bagi-Nya. Dan sebagai manifestasi, setiap detik seluruh ma siwa Allâh
adalah “Dia dan tidak Dia”. Ini adalah apa yang Schuon sering
istilahkan sebagai (“the spiritual paradox”) yang mendasari kesetaraan
semua agama dimata tuhan.
Sedangkan
pendapat Nur Muhammad dalam tasawwufnya, menurut Massignon: “
Cahaya-nya ibarat fermenting light yang ada karena the uncreated light
of the mystery yang diemanasi oleh Tuhan sendiri.”Berkaitan dengan ini
Ibnu Arabi berpendapat bahwa manusia adalah wujud satu-satunya yang ada
dalam prinsip Nur Muhammad dimanifestasikan melalui derajat tertinggi
sehingga patut disebut kholifah dan image dari Tuhan.[7]
Tanggapan tersebut sangat tidak konsekuen dengan wilayah tasawwuf
karena untuk menuju nur muhammadiyah seseorang harus melaksanakan
syari’at dengan mutlak.
Tapi
benarkah Ibnu Arabi menyatakan hal tersebut dan sesuaikah dengan
aspek-aspek tasawwuf serta pandangannya terhadap agama Islam?
Biografi Ibnu Sina
Biografi Ibnu Sina
Ibnu Sina lahir pada tahun 370 (H) / 980 (M) di rumah
ibunya Afshana, sebuah kota kecil sekarang wilayah Uzbekistan (bagian
dari Persia). Ayahnya, seorang sarjana terhormat Ismaili, berasal dari
Balkh Khorasan, dan pada saat kelahiran putranya dia adalah gubernur
suatu daerah di salah satu pemukiman Nuh ibn Mansur, sekarang wilayah
Afghanistan (dan juga Persia). Dia menginginkan putranya dididik dengan
baik di Bukhara .
Ibnu Sina (980-1037) dikenal juga sebagai Avicenna di
Dunia Barat adalah seorang filsuf, ilmuwan, dan juga dokter kelahiran
Persia (sekarang sudah menjadi bagian Uzbekistan). Beliau juga seorang
penulis yang produktif dimana sebagian besar karyanya adalah tentang
filosofi dan pengobatan. Ibnu Sina bernama lengkap Abū ‘Alī al -Husayn bin ‘Abdullāh bin Sīnā (ÇÈæÚáì ÓíäÇ Abu Ali Sina atau dalam tulisan arab : ÃÈæ Úáí ÇáÍÓíä Èä ÚÈÏ Çááå Èä ÓíäÇ
). Dia adalah pengarang dari 450 buku pada beberapa pokok bahasan
besar. Banyak diantaranya memusatkan pada filosofi dan kedokteran. Dia
dianggap oleh banyak orang sebagai bapak kedokteran disamping itu ia
telah mengarang buku Al-Qanun fi At Tibb yang di terjemahkan
kebahasa latin dan di cetak di Eropa pada tahun 1593, kemudian buku
tersebut di jadikan mata kuliah pokok di universitas-universitas Eropa.
Ibnu Sina dididik dibawah tanggung jawab seorang
guru, dan kepandaiannya segera membuatnya menjadi kekaguman diantara
para tetangganya; dia menampilkan suatu pengecualian sikap intellectual
dan seorang anak yang luar biasa kepandaiannya / Child prodigy
yang telah menghafal Al-Quran pada usia 5 tahun dan juga seorang ahli
puisi Persia. Dari seorang pedagan sayur dia mempelajari aritmatika, dan
dia memulai untuk belajar yang lain dari seorang sarjana yang
memperoleh suatu mata pencaharian dari merawat orang sakit dan mengajar
anak muda.
Meskipun bermasalah besar pada masalah – masalah
metafisika dan pada beberapa tulisan Aristoteles. Sehingga, untuk satu
setengah tahun berikutnya, dia juga mempelajari filosofi, dimana dia
menghadapi banyak rintangan. pada beberapa penyelidikan yang
membingungkan, dia akan meninggalkan buku – bukunya, mengambil air
wudhu, lalu pergi ke masjid, dan terus sholat sampai hidayah
menyelesaikan kesulitan – kesulitannya. Pada larut malam dia akan
melanjutkan kegiatan belajarnya, menstimulasi perasaannya dengan
kadangkala segelas susu kambing, dan meskipun dalam mimpinya masalah
akan mengikutinya dan memberikan solusinya. Empat puluh kali, dikatakan,
dia membaca Metaphysics dari Aristoteles, sampai kata –
katanya tertulis dalam ingatannya; tetapi artinya tak dikenal, sampai
suatu hari mereka menemukan pencerahan, dari uraian singkat oleh Farabi,
yang dibelinya di suatu bookstall seharga tiga dirham. Dia
mempelajari kedokteran pada usia 16, dan tidak hanya belajar teori
kedokteran, tetapi melalui pelayanan pada orang sakit, melalui
perhitungannya sendiri, menemukan metode – metode baru dari perawatan.
Anak muda ini memperoleh predikat sebagai seorang fisikawan pada usia 18
tahun dan menemukan bahwa "Kedokteran tidaklah ilmu yang sulit ataupun
menjengkelkan, seperti matematika dan metafisika, sehingga saya cepat
memperoleh kemajuan; saya menjadi dokter yang sangat baik dan mulai
merawat para pasien, menggunakan obat – obat yang sesuai." Kemasyhuran
sang fisikawan muda menyebar dengan cepat, dan dia merawat banyak pasien
tanpa meminta bayaran.
Disamping itu pekerjaan pertamanya menjadi fisikawan
untuk emir, yang diobatinya dari suatu penyakit yang berbahaya. Majikan
Ibnu Sina memberinya hadiah atas hal tersebut dengan memberinya akses ke
perpustakaan raja Samanids, pendukung pendidikan dan ilmu. Ketika Ibnu
Sina berusia 22 tahun, ayahnya meninggal.Samanid dynasty menuju
keruntuhannya pada Desember 1004. Ibnu Sina menolak pemberian Mahmud of
Ghazni, dan menuju kearah Barat ke Urgench di Uzbekistan modern, dimana
vizier, dianggap sebagai teman seperguruan, memberinya gaji kecil
bulanan. Tetapi gajinya kecil, sehingga Ibnu Sina mengembara dari satu
tempat ke tempat lain melalui distrik Nishapur dan Merv ke perbatasan
Khorasan, mencari suatu opening untuk bakat – bakatnya. Shams
al-Ma’äli Qäbtis, sang dermawan pengatur Dailam, seorang penyair dan
sarjana, yang mana Ibn Sina mengharapkan menemukan tempat berlindung,
dimana sekitar tahun (1052) meninggal dibunuh oleh pasukannya yang
memberontak. Ibnu Sina sendiri pada saat itu terkena penyakit yang
sangat parah. Akhirnya, di Gorgan, dekat Laut Kaspi, Ibnu Sina bertamu
dengan seorang teman, yang membeli sebuah ruman didekat rumahnya sendiri
dimana Ibnu Sina belajar logika dan astronomi.
Sebetulnya, amsih banyak riwayat Ibnu Sina yang
begitu cemerlang namun ajal telah menjemput beliau, pada tahun 1037 M di
Hamadan, Iran, karena penyakit maag yang kronis. Beliau wafat ketika
sedang mengajar di sebuah sekolah.Filsafat Wujud.
Metafisika Ibnu Sina
Metafisika Ibnu Sina secara esensial berkenaan dengan
ontologi terhadap wujud serta seluruh distingsi mengenainya itulah yang
menempati peran sentral dalam spekulasi-spekulasi metafisikanya.
Menurutnya,” the reality of a thing depens upon its
existence, and the knowledge og an object is ultimately the knowledge of
its ontological status in the chain of universal existence which
determines all of its attributes and qualities”. Hakekat sesuatu
(reality of thing) tergantung pada eksistensinya dan pengetahuan atas
sebuah obyek pada puncaknya adalah ontology yang tergantung pada
rangkaian eksistensi universal yang menentukan seluruh atribut dan
kualitasnya. Segala sesuatu dialam semesta (universe), berdasarkan
kenyataan (exist), dimasukkan ke dalam wujud (being). Tapi, Tuhan
sebagai wujud murni (pure being) merupakan Asal dan Pencipta segala
sesuatu.Maka Tuhan lebih awal dari alam dan bersifat transenden. Ibnu
Sina juga berpendapat, bahwa: ”Necessary being due to itself
(wajib al-wujud bi-dhatihi) is true in itself, while the contingent
being is ‘false in itself’ and ‘true due to something else other than
itself’. The necessary is the source of its own being without borrowed
existence. It is what always exists.”
Maksudnya, sesuatu yang being (wajib al-wujud bi-dhatihi
) ada pada diri Tuhan, tidak berdasarkan kekuatan lain dalam being maka
ini merupakan pertanyaan yang salah dan tidak mungkin wujud melakukan
tindakan dengan wujud yang lain. Jadi wujud Tuhan berdiri sendiri dalam
dzat-Nya yang akan selalu eksis.
Begitu juga kajiannya,
tentang eksistensi pada segala sesuatu tidak terlepas dari distingsi
fundamental yang menerangkan kemungkinan dan kemustahilannya. Maka
kapanpun orang berfikir eksistensi secara serta merta terdapat 2 aspek
berbeda pada kerangka berfikirnya, yaitu :
Esensi atau kuiditasnya (prinsip ashl), yang semua cukup dalam jawaban atas pertanyaan, apakah sesuatu itu ?.
Eksistensi. Misalnya, ketika seseorang memikirkan
tentang kuda gagasan tentang kuda tersebut atau kuiditasnya, yang
meliputi keadaan, warna dan bentuk yang membentuk sebuah esensi.
Yang terkait erat dengan distingsi mendasar antara
kuiditas dan eksistensi adalah pemilahan Ibnu sina atas wujud (being)
menjadi ” tidak mungkin” ( mumtani’), mungkin (mumkin) dan niscaya
(wajib). Pemilah ini, yang diterima oleh para filosof muslim serta kaum
skolastik latin, tidak etrlihat dalam formulasi Aristoteles, tapi asli
dari Ibnu Sina. Hakikatnya, Ibnu Sina mendasarkan seluruh filsafatnya
pada distingsi diantara tiga pemilahan tersebut dan terdapat
keterkaiatan yang dimiliki oleh kuiditas dan eksistensi dalam setiap hal
dengan yang lain.
Pandangannya tentang wujud tuhan, merupakan wujud
niscaya (wajib al-wujud), atau tuhan yang tidak bisa ”tidak-ada”, karena
esensi dan wujud-Nya adalah hal yang sama. Wujud adalah esensi-Nya, dan
Esensi adalah wujud-Nya yang memiliki self-subsistent. Sedangkan,
semesta dan segala sesuatu yang ada didalamnya merupakan wujud mungkin
dan secara metafisik tergantung kepada Wujud – Niscaya dan mungkin
wujud-wujud tersebut terdiri dari dua macam: 1). wujud yang, sekalipun
mungkin dalam dirinya sendiri, dijadikan niscaya oleh wujud Niscaya dan
2). wujud yang sama sekali mungkin tanpa ada sifat niscaya yang
diapsangkan padanya seperti malaikat yang abadi akibat abadi dari Tuhan.
Wujud abadi dan abadi menurut ibnu Sina adalah
substansi atau aksidensi` sesuai dengan kategorinya yang dibagi menjadi
tiga macam :
Intelek (‘aql) yang sepenuhnya terlepas dari materi dan potensialitas.
Jiwa (nafs) yang sekalipun terlepas dari materi tapi butuh pada tubuh untuk bertindak.
Tubuh (jism) yang bisa dibagi serta memiliki panjang
lebar dan luas, karena itu mungkin elemen-elemen semesta ini terbagi
menjadi tiga unsur tersebut.
Sifat Tuhan menurut Ibnu Sina
Menurut Ibnu Sina, "Perlu diperhatikan bahwa setiap
pelaku yang apabila melakukan suatu perbuatan maka dia akan menjadi
lebih baik atau mengerjakan sesuatu baginya lebih baik daripada tidak
melakukannya, jika perbuatan itu tidak dilakukan dan dia tak menciptakan
sesuatu itu maka secara riil dia akan kehilangan kebaikan dan
kesempurnaan, yakni dia tak memiliki kesempurnaan tertentu dan untuk
memperolehnya ia mesti berusaha. Maujud yang membutuhkan upaya untuk
mencapai suatu kesempurnaan tak bisa dikategorikan sebagai Wâjibul Wujûd , karena maujud seperti itu adalah maujud yang tak sempurna dan maujud yang tak sempurna bukanlah Wâjibul Wujûd . Dengan demikian, hal-hal yang berkaitan dengan Wâjibul Wujûd
dan perbuatan-perbuatan-Nya sama sekali tidak bisa berhubungan dengan
pencapian dan perolehan segala bentuk kebaikan, keindahan, dan
kesempurnaan." Ibnu Sina juga
mendefinisikan maujud sempurna yang sama sekali tak bergantung pada
sesuatu yang lain dan lantas menentukan wujud tak sempurna yang
bergantung pada yang lain. Poin ini merupakan mukadimah untuk menegaskan
bahwa Wâjibul Wujûd tidak berupaya mencapai suatu tujuan
tertentu dalam menciptaan alam. Menurut Ibnu Sina, "Anda ketahui bahwa
mana di antara maujud yang Maha Kuat dan Maha Kaya (tak membutuhkan
sesuatu)? Suatu maujud bisa dikatakan yang Maha Kuat dan Kaya itu jika
tidak bergantung pada selain dirinya dari tiga aspek: 1. Dari sisi zat,
2. Dari sisi sifat hakiki, 3. Dari sisi kesempurnaan hakiki yang terkait
dengan zat. Oleh karena itu, setiap maujud yang butuh dan bergantung
kepada maujud lain dari dimensi zat, sifat hakiki, dan kesempurnaan
(seperti bentuk, ilmu, kodrat, keindahan) ialah maujud yang tak
sempurna, fakir, dan lemah. Sedangkan Wâjibul Wujûd merupakan sifat yang
Esa pada tuhan dari sisi zat dan sifat-Nya sama sekali tidak mengandung
kekurangan dan kelemahan. Maka sangat mustahil Tuhan melakukan sesuatu
disebabkan oleh maujud-maujud yang rendah seperti manusia.
Oleh sebab itu, menurut Ibnu Sina sifat-sifat tidak
menyatakan atas wajibul wujud kecuali dengan dzat-Nya. Maka sifat Tuhan
yang satu merupakan dasar dari sifat-sifat Tuhan. Tidak di sekutukan
menyatu dengan dzatnya, bersatu dengan tindakan (fi’il) Tuhan pernyataan
ini menyatakan bahwa tindakan dan keinginan tuhan menyatu dalam
dzat-Nya. Jika Tuhan memiliki sifat yang universal, maka tidak
diperkenankan sebagai wajibul wujud. Hal tersebut sangat berkaitan
dengan “Perbuatan Ilahi” dalam pemikiran Ibnu Sina dapat disimpulkan
dalam 4 catatan sebagai berikut :
Pertama, perbuatan yang tidak kontinu (ghairi
mutajaddid) yaitu perbuatan yang telah selesai sebelum zaman dan tidak
ada lagi yang baharu. Dalam kitab An-Najah Ibnu Sina berkata : “yang
wajib wujud (Tuhan) itu adalah wajib (mesti) dari segala segi, sehingga
tidak terlambat wujud lain (wujud muntazhar) – dari wujud-Nya, malah
semua yang mungkin menjadi wajib dengan-Nya. Tidak ada bagi-Nya kehendak
yang baru, tidak ada tabi’at yang baru, tidak ada ilmu yang baru dan
tidak ada suatu sifat dzat-Nya yang baru”. Demikianlah perbuatan Allah
telah selesai dan sempurna sejak qadim, tidak ada sesuatu yang baru
dalam pemikiran Ibnu Sina, seolah – olah alam ini tidak perlu lagi
kepada Allah sesudah diciptakan.
Kedua, perbuatan Ilahi itu tidak ada tujuan apapun.
Seakan – akan telah hilang dari perbuatan sifat akal yang dipandang oleh
Ibnu Sina sebagai hakekat Tuhan, dan hanya sebagai perbuatan mekanis
karena tidak ada tujuan sama sekali.
Ketiga, manakala perbuatan Allah telah selesai dan
tidak mengandung sesuatu maksud, keluar dari-Nya berdasarkan “hukum
kemestian”, seperti pekerjaan mekanis, bukan dari sesuatu pilihan dan
kehendak bebas.
Yang dimaksudkan dalam catatan ketiga ini yaitu Ibnu
Sina menisbatkan sifat yang paling rendah kepada Allah karena sejak
semula ia menggambarkan “kemestian” pada Allah dari segala sudut.
Akibatnya upaya menetapkan iradah Allah sesudah itu menjadi sia – sia,
akrena iradah itu tidak lagi bebas sedikitpun dan perbuatan yang keluar
dari kehendak itu adalah kemestian dalam arti yang sebenarnya. Jadi
tidak ada kebebasan dan kehendak selagi kemestian telah melilit Tuhan
sampai pada perbuatan-Nya, lebih – lebih lagi pada dzat-Nya.
Keempat, perbuatan itu hanyalah “memberi wujud” dalam
bentuk tertentu. Untuk memberi wujud ini Ibnu Sina menyebutnya dengan
beberapa nama, seperti : shudur (keluar), faidh (melimpah), luzum
(mesti), wujub anhu (wajib darinya). Nama – nama ini dipakai oleh Ibnu
Sina untuk membebaskan diri dari pikiran “Penciptaan Agamawi”, karena ia
berada di persimpangan jalan anatara mempergunakan konsep Tuhan sebagai
“sebab pembuat” (Illah fa’ilah) seperti ajaran agama dengan konsep
Tuhan sebagai sebab tujuan (Illah ghaiyyah) yang berperan sebagai
pemberi kepada materi sehingga bergerak ke arahnya secara gradual untuk
memperoleh kesempurnaan.
Dalam empat catatan tersebut para penulis sejarah dan
pengkritik Ibnu Sina selalu memahami bahwa Ibnu Sina menggunakan konsep
pertama yaitu konsep Tuhan sebagai “sebab pembuat”. Tidak terpikir oleh
mereka kemunginan Ibnu Sina menggunakan konsep kedua, yang menyatakan
bahwa Tuhan tidak mencipta, tapi hanya sebagai “tujuan” semata. Semua
mahluk merindui Tuhan dan bergerak ke arah-Nya seperti yang terdapat
dalam konsepsi Aristoteles tentang keindahan seni dalan hubungan alam
dengan Tuhan.
Emanasi
Bagi kaum sufi, kemurnian tauhid mempunyai wujud dan
semua yang lainnya tidak ada pada hakikatnya (wihdatul wujud) pada diri
tuhan yang berhubungan dengan proses penciptaan alam, paham ini
merupakan emanasi atau al-faidh . Sementara kajian emanasi Ibnu
Sina mengikuti kosmologi platonisme yang mendasar pada distingsi
berusaha menunjukkan bagaimana yang banyak itu dilahirkan dari yang Satu
(ex uno non fit nisi unum) atau inteleksi tuhanlah
(akal pertama) penciptaan itu terjadi, yang pada saat bersamaan
transenden dalam kaitannya dengan seluruh keragaman (multiplicity).
Tapi oleh karena tujuan metafisika Ibnu Sina secara esensial adalah
menampilakan sifat tergantung (contingent). Semesta maka tujuannya dalam
emanasi adalah untuk menggambarkan konsep kesinambungan yang ada antara
Prinsip dan manifestasi-Nya. Sedangkan proses
penciptaan, atau manifestasi, terkait erat dengan fungsi dan signifikan
malaikat sebagai alat yang mewujudkan tindakan penciptaan.
Dengan menyandarkan pada pada skema Platonian tentang
pancaran hirarkie malaikat berurutan, Ibnu Sina mulai menggambarkan
proses penurunan Semesta bahwa dari Satu atau Kesatuan hanya mungkin
melahirkan satu wujud (ex uno non fit nisi unum). Ibnu Sina juga
menggunakan gagasan bahwa melalui inteleksilah penciptaan itu terjadi.
Proses penciptaan dan inteleksi adalah sama, karena melalui kontemplasi
tatanan realitas yang lebih tinggi itulah yang lebih bisa muncul.
Kemudian dari Wujud Niscaya Tunggal- yang merupakansumber segala sesuatu
– wujud tunggal tercipta sesuai dengan prinsip sebelumnya- yaitu akal
pertama (First intellect/al-’Aql al-Awwal) yang disetarakan dengan
malaikat muncullah akal yang kedua yaitu jiwa dan tumbuh akal langit
pertama melalui kontemplasi akal pertama melahirkan akal ketiga, yaitu
jiwa dan tubuh langit pertama. Lalu proses ini berlangsung hingga langit
kesembilan dan melahirkan Akal kesepuluh, yaitu bulan Akal kesepuluh
juga berfungsi sebagai pemberi cahaya kepada fikiran manusia. Dari
sinilah substansi semesta tidak lagi memiliki kemurnian untuk melahirkan
langit yang lain. Karena itu, dari kemungkinan kosmik yang tersisa
dunia turun temurun dan berubah muncul. Ia juga berpendapat bahwa dari
akal kesupuluhlah terpancar illuminasi dan penciptaan Tuhan.
Karena itulah emanasi Ibnu Sina pada dasarnya terkait
dengan angelologi dan sangat mengikuti kosmologi Platonian. Menurutnya,
konsepsi Islam tentang hubungan antara Tuhan dan Semesta selalu
berusaha menunjukkan sifat tergantung seluruh tatanan ciptaan terhadap
Sang Pencipta.
Sumber di sini
Sumber di sini
KISAH TENGGELAMNYA KAPAL TITANIC DALAM ALQUR’AN
لَقَدۡ كَانَ فِى قَصَصِہِمۡ عِبۡرَةٌ۬ لِّأُوْلِى ٱلۡأَلۡبَـٰبِۗ مَا
كَانَ حَدِيثً۬ا يُفۡتَرَىٰ وَلَـٰڪِن تَصۡدِيقَ ٱلَّذِى بَيۡنَ يَدَيۡهِ
وَتَفۡصِيلَ ڪُلِّ شَىۡءٍ۬ وَهُدً۬ى وَرَحۡمَةً۬ لِّقَوۡمٍ۬ يُؤۡمِنُونَ . سُوۡرَةُ یُوسُف ١١١
Firman Allah Yang bermaksud:
“Demi sesungguhnya, kisah Nabi-nabi itu mengandungi pelajaran yang mendatangkan iktibar bagi orang-orang yang mempunyai akal fikiran. (Kisah Nabi-nabi yang terkandung dalam Al-Quran) ia bukanlah cerita-cerita yang diada-adakan, tetapi ia mengesahkan apa yang tersebut di dalam Kitab-kitab agama yang terdahulu daripadanya dan ia sebagai keterangan yang menjelaskan tiap-tiap sesuatu, serta menjadi hidayah petunjuk dan rahmat bagi kaum yang (mau) beriman”.
Dua puluh lima tahun pula sejak ditemukan lokasi karamnya kapal pesiar mewah asal Southhampton ini, belum ada satu penelitian pun yang menelaah secara ilmiah. Tim History Channel, didukung para ilmuwan, arkeolog, dan ahli pencitraan sonar menengok ulang lokasi tenggelamnya Titanic di hamparan Samudera Atlantik. Tak disangka, mereka menemukan puing-puing yang belum pernah terdeteksi sebelumnya. Tentu saja penemuan baru tersebut dapat membantu menguak misteri tenggelamnya kapal yang dijuluki ‘unsinkable’ (tak bisa tenggelam) adapun Titanic sendiri berarti raksasa
Yang menakjubkan lagi, lewat bantuan teknologi sonar yang canggih, seluruh serpihan tersebut direkonstruksi dan dicitrakan ulang hingga membentuk Titanic hologram, sesuai ukuran aslinya, di dalam sebuah hanggar besar.
Penemuan tersebut didokumentasikan History Channel secara apik dalam ‘Titanic: Mystery Solved’.
“Cerita tenggelamnya kapal Titanic telah memukau jutaan orang di seluruh dunia dan diabadikan dalam film tersukses sepanjang sejarah. Masalahnya adalah film tersebut hanya menceritakan kejadian dari sisi kemanusiaan saja. Apa yang mau kami lakukan adalah menengok ulang tragedi ini dari sudut pandang ilmiah dan mengungkap apa yang sebenarnya terjadi pada malam 14-15 April 1912,
Kejadian tenggelamnya kapal Titanic adalah sebuah catatan sejarah manusia yang akan terus melegenda. Hingga manusia juga melegendakannya dalam film Titanic. Kapal ini telah diklaim sebagai kapal yang tidak akan tenggelam. Akan tetapi ternyata sang pengatur alam semesta berkehendak lain hingga akhirnya menenggelamkan kapal ini beserta kesombongan manusia.
Hati mereka telah dibutakan oleh ketakaburan bahwa segala hal yang ada di bumi ini tak ada kekuasaan satupun yang paling kuat kecuali kekuasaan Allah SWT
Bahkan sejarah mencatat salah satu dari awak kapal mengatakan" Tuhan pun tak akan mampu menenggelamkan kapal ini " Maka Allah menenggalamkan kapal “TITANIC” beserta ribuan penumpangnya akibat kesombongan mereka
Pada tanggal 14 april, tanggal ini merupakan tanggal berkabungnya sebagian anak manusia khusunya manusia yang ada di negeri eropa sana. Sebab pada bulan dan tanggal inilah kapal pesiar yang masyhur dengan sebutan “TITANIC”.
Pada pukul 23:40 waktu setempat ketika berlayar di selatan Grand Banks di Newfoundland, pengawas Fredrick Fleet dan Reginald Lee melihat bongkahan gunung es yang besar tepat di depan kapal. Fleet membunyikan loceng kapal sebanyak tiga kali dan menelepon dek pengawal memberitahu, “Gunung es, tepat di depan!” Opsir Pertama Murdoch langsung mengarahkan kemudi ke sisi kiri dan mengurangi kecepatan, kemudian mundurkan mesin kapal.
Tabrakan ternyata tidak dapat terelakkan, dan gunung es terapung tersebut bergesekan dengan bagian lambung kanan kapal, dan merobek badan kapal di empat bagian pertama dan mematahkan paku baja di bagian bawah kapal yang tertutup permukaan air sepanjang sekitar 91 m (300 kaki). Pintu kedap air baru berhasil menutup rapat saat air sudah keburu memasuki lima bagian kedap air pertama, lebih satu bagian dari apa yang dapat ditahan Titanic agar tidak tenggelam. Berat lima bagian kedap air yang dimasuki air menarik kapal ke bawah melebihi ketinggian dinding kedap air, kemudian air memasuki bagian lain. Kapten Smith, merasakan guncangan hantaman itu, sesampainya ke dek pengawal dan memerintahkan berhenti sepenuhnya. Setelah pemeriksaan oleh pegawai kapten dan Thomas Andrews, sadar bahwa Titanic akan tenggelam, dan setelah tengah malam pada 15 April, perahu penyelamat untuk disiapkan dan panggilan darurat diberitahukan.
Hampir dua jam setelah Titanic tenggelam, RMS Carpathia tiba di tempat kejadian dan mengambil perahu penyelamat pertama. Dalam beberapa jam kemudian, mereka yang masih hidup diselamatkan. Di geladak Carpathia, doa khusyuk yang singkat untuk yang mereka yang terselamatkan dan untuk memperingati mereka yang tewas diadakan, dan pada pukul 08:50 AM, Carpathia menuju ke New York, dan sampai pada tanggal 18 April.
Nah sehubungan dengan peristiwa ini, adak hikmah yang besar dibalik semua ini bahkan jauh sebelumnya Al-qur’an telah menjelaskan hal-hal yang berkaitan peristiwa semacam ini, namun sangat sedikit manuisa yang menyadari akan hal ini.
Hal inilah yang sepertinya digambarkan dalam Al-Quran:
QS. Yaasiin (36) : 41-44
41. Dan suatu tanda (kebesaran Allah yang besar) bagi mereka adalah bahwa Kami angkut keturunan mereka dalam bahtera yang penuh muatan,
42. dan Kami ciptakan untuk mereka yang akan mereka kendarai seperti bahtera itu.
43. Dan jika Kami menghendaki niscaya Kami tenggelamkan mereka, maka tiadalah bagi mereka penolong dan tidak pula mereka diselamatkan.
44. Tetapi (Kami selamatkan mereka) karena rahmat yang besar dari Kami dan untuk memberikan kesenangan hidup sampai kepada suatu ketika.
Sumber : http://catatancintaabi.wordpress.com/
Firman Allah Yang bermaksud:
“Demi sesungguhnya, kisah Nabi-nabi itu mengandungi pelajaran yang mendatangkan iktibar bagi orang-orang yang mempunyai akal fikiran. (Kisah Nabi-nabi yang terkandung dalam Al-Quran) ia bukanlah cerita-cerita yang diada-adakan, tetapi ia mengesahkan apa yang tersebut di dalam Kitab-kitab agama yang terdahulu daripadanya dan ia sebagai keterangan yang menjelaskan tiap-tiap sesuatu, serta menjadi hidayah petunjuk dan rahmat bagi kaum yang (mau) beriman”.
Dua puluh lima tahun pula sejak ditemukan lokasi karamnya kapal pesiar mewah asal Southhampton ini, belum ada satu penelitian pun yang menelaah secara ilmiah. Tim History Channel, didukung para ilmuwan, arkeolog, dan ahli pencitraan sonar menengok ulang lokasi tenggelamnya Titanic di hamparan Samudera Atlantik. Tak disangka, mereka menemukan puing-puing yang belum pernah terdeteksi sebelumnya. Tentu saja penemuan baru tersebut dapat membantu menguak misteri tenggelamnya kapal yang dijuluki ‘unsinkable’ (tak bisa tenggelam) adapun Titanic sendiri berarti raksasa
Yang menakjubkan lagi, lewat bantuan teknologi sonar yang canggih, seluruh serpihan tersebut direkonstruksi dan dicitrakan ulang hingga membentuk Titanic hologram, sesuai ukuran aslinya, di dalam sebuah hanggar besar.
Penemuan tersebut didokumentasikan History Channel secara apik dalam ‘Titanic: Mystery Solved’.
“Cerita tenggelamnya kapal Titanic telah memukau jutaan orang di seluruh dunia dan diabadikan dalam film tersukses sepanjang sejarah. Masalahnya adalah film tersebut hanya menceritakan kejadian dari sisi kemanusiaan saja. Apa yang mau kami lakukan adalah menengok ulang tragedi ini dari sudut pandang ilmiah dan mengungkap apa yang sebenarnya terjadi pada malam 14-15 April 1912,
Kejadian tenggelamnya kapal Titanic adalah sebuah catatan sejarah manusia yang akan terus melegenda. Hingga manusia juga melegendakannya dalam film Titanic. Kapal ini telah diklaim sebagai kapal yang tidak akan tenggelam. Akan tetapi ternyata sang pengatur alam semesta berkehendak lain hingga akhirnya menenggelamkan kapal ini beserta kesombongan manusia.
Hati mereka telah dibutakan oleh ketakaburan bahwa segala hal yang ada di bumi ini tak ada kekuasaan satupun yang paling kuat kecuali kekuasaan Allah SWT
Bahkan sejarah mencatat salah satu dari awak kapal mengatakan" Tuhan pun tak akan mampu menenggelamkan kapal ini " Maka Allah menenggalamkan kapal “TITANIC” beserta ribuan penumpangnya akibat kesombongan mereka
Pada tanggal 14 april, tanggal ini merupakan tanggal berkabungnya sebagian anak manusia khusunya manusia yang ada di negeri eropa sana. Sebab pada bulan dan tanggal inilah kapal pesiar yang masyhur dengan sebutan “TITANIC”.
Pada pukul 23:40 waktu setempat ketika berlayar di selatan Grand Banks di Newfoundland, pengawas Fredrick Fleet dan Reginald Lee melihat bongkahan gunung es yang besar tepat di depan kapal. Fleet membunyikan loceng kapal sebanyak tiga kali dan menelepon dek pengawal memberitahu, “Gunung es, tepat di depan!” Opsir Pertama Murdoch langsung mengarahkan kemudi ke sisi kiri dan mengurangi kecepatan, kemudian mundurkan mesin kapal.
Tabrakan ternyata tidak dapat terelakkan, dan gunung es terapung tersebut bergesekan dengan bagian lambung kanan kapal, dan merobek badan kapal di empat bagian pertama dan mematahkan paku baja di bagian bawah kapal yang tertutup permukaan air sepanjang sekitar 91 m (300 kaki). Pintu kedap air baru berhasil menutup rapat saat air sudah keburu memasuki lima bagian kedap air pertama, lebih satu bagian dari apa yang dapat ditahan Titanic agar tidak tenggelam. Berat lima bagian kedap air yang dimasuki air menarik kapal ke bawah melebihi ketinggian dinding kedap air, kemudian air memasuki bagian lain. Kapten Smith, merasakan guncangan hantaman itu, sesampainya ke dek pengawal dan memerintahkan berhenti sepenuhnya. Setelah pemeriksaan oleh pegawai kapten dan Thomas Andrews, sadar bahwa Titanic akan tenggelam, dan setelah tengah malam pada 15 April, perahu penyelamat untuk disiapkan dan panggilan darurat diberitahukan.
Hampir dua jam setelah Titanic tenggelam, RMS Carpathia tiba di tempat kejadian dan mengambil perahu penyelamat pertama. Dalam beberapa jam kemudian, mereka yang masih hidup diselamatkan. Di geladak Carpathia, doa khusyuk yang singkat untuk yang mereka yang terselamatkan dan untuk memperingati mereka yang tewas diadakan, dan pada pukul 08:50 AM, Carpathia menuju ke New York, dan sampai pada tanggal 18 April.
Nah sehubungan dengan peristiwa ini, adak hikmah yang besar dibalik semua ini bahkan jauh sebelumnya Al-qur’an telah menjelaskan hal-hal yang berkaitan peristiwa semacam ini, namun sangat sedikit manuisa yang menyadari akan hal ini.
Hal inilah yang sepertinya digambarkan dalam Al-Quran:
QS. Yaasiin (36) : 41-44
41. Dan suatu tanda (kebesaran Allah yang besar) bagi mereka adalah bahwa Kami angkut keturunan mereka dalam bahtera yang penuh muatan,
42. dan Kami ciptakan untuk mereka yang akan mereka kendarai seperti bahtera itu.
43. Dan jika Kami menghendaki niscaya Kami tenggelamkan mereka, maka tiadalah bagi mereka penolong dan tidak pula mereka diselamatkan.
44. Tetapi (Kami selamatkan mereka) karena rahmat yang besar dari Kami dan untuk memberikan kesenangan hidup sampai kepada suatu ketika.
Sumber : http://catatancintaabi.wordpress.com/
Monday, September 2, 2013
Fakta Buktikan Sabda Nabi Muhammad SAW : Akhir Zaman, Tanah Arab Kembali dipenuhi Tumbuhan dan Banyak Sungai
(لا تقوم الساعة حتى تعود أرض العرب مروجاً وانهاراً [رواه مسلم
“Hari Kiamat tidak akan terjadi sampai tanah Arab kembali dipenuhi tumbuh-tumbuhan dan Sungai-sungai (HR. Muslim)
Pada tahun 2012 ditemukan jaringan dari sungai dan danau yang sangat besar dan luas di bawah gurun pasir.
Gambar jaringan besar sungai (yang tampak hitam) setelah ribuan tahun berlalu dan berubah bentuk seperti lembah yang tenggelam di gurun pasir, diperoleh dari satelit. Referensi:
http://www.dlr.de/blogs/en/desktopdefault.aspx/tabid-5919/9754_read-204/
Profesor Michael Petraglia dari University of Oxford melakukan penelitian di padang pasir di Semenanjung Arab yang pada akhirnya menemukan bahwa ternyata gurun pasir yang gersang tersebut menyembunyikan jaringan sungai yang luas di bawah, hal ini mengindikasikan bahwa daerah ini sebelumnya pernah dipenuhi dengan berbagai kehidupan, keaktifan, organisme dan hutan. Penelitian ini ditangani oleh Tim observasi selama proses akumulasi informasi lebih lanjut tentang daerah ini.
Seperti yang disampaikan dalam situs University of Oxford dengan judul penelitian ` Scientists explore an ancient network of rivers and lakes in the Arabian Desert`.
Tulisan-tulisan kuno yang terdapat di wilayah Najran di Arab Saudi menunjukkan bahwa daerah gurun ini sebelumnya terdapat peradaban yang kaya dan berbagai kehidupan, tidak seperti padang tandus yang kita saksikan hari ini, Daily Mail Inggris Referensi 2012.
Profesor Petraglia tengah melakukan penggalian bawah gurun pasir untuk mengetahui penyebab keberadaan kehidupan di daerah ini pada ribuan tahun silam serta alasan mengapa kehidupan tersebut bisa lenyap lalu berganti menjadi daerah padang pasir gersang setelah sebelumnya memililiki kekayaan sumber air, populasi Manusia dan hewan. Referensi: Oxford University Press, 2012
Gambar yang diperoleh dari satelit, menunjukkan sebuah danau besar menghilang di bawah gurun pasir Jazirah Arab setelah pengeringan selama ribuan tahun (warna biru). Referensi: Koran dailymail.
Para ilmuwan mengatakan bahwa penemuan ini sangat penting untuk
mengetahui hakikat kehidupan di gurun Jazirah Arab, dan bagaimana proses
berevolusinya kehidupan manusia di sana serta penyebab migrasi manusia
dan hubungannya dengan iklim dan perubahannya.Sesungguhnya fakta ilmiah membuktikan bahwa gurun pasir Arab sebelumnya ditumbuhi oleh berbagi tumbuh-tumbuhan dengan sumber Air yang terdapat disekitarnya. Para ilmuwan juga mencoba untuk memprediksikan masa depan wilayah tersebut, namun Nabi Saw telah memberitahukan Ummatnya tentang masa lalu dan masa depan gurun itu dalam Sabdanya:
(لا تقوم الساعة حتى تعود أرض العرب مروجاً وانهاراً [رواه مسلم
“Hari Kiamat tidak akan terjadi sampai tanah Arab kembali dipenuhi tumbuh-tumbuhan dan Sungai-sungai (HR. Muslim)Baginda Rasulullah Saw telah mengkaitkan kebenaran hari Kiamat dengan fakta Ilmiyah yang akan ditemukan oleh para ilmuwan setelah empat belas abad supaya menjadi bukti atas kebenaran Risalah yang dibawahnya… Dan yang menjadi Pertanyaannya adalah: Siapa yang memberitahukan Nabi Muhammad Saw tentang penemuan ilmiah tahun 2012 tersebut ?
Dari situs: http://www.kaheel7.com/ar/index.php/2010-02-02-20-10-20/581-2012-12-05-22-41-27
Sumber referensi:
1- Scientists explore an ancient network of rivers and lakes in the Arabian Desert, http://www.ox.ac.uk/media/news_releases_for_journalists/120426.html
2- Satellite images show how arid Arabian desert once flowed with lakes, http://archaeology.sa/?p=198
3- Climate change, Stone Age-style: Satellite images show how arid Arabian desert once flowed with lakes, rivers and life, http://www.dailymail.co.uk/sciencetech/article-2138346/Climate-change-Stone-Age-style-Satellite-images-arid-Arabian-desert-flowed-lakes-rivers-life.html
Sumber : Era muslim.com
".". 10 SURAT AL-QUR'AN YANG DAPAT MENGHALANGI DARI UJIAN BESAR SWT ."."
1. Surah Al-Fatihah dapat memadamkan kemurkaan Allah SWT..
2. Surah Yasin dapat menghilangkan rasa dahaga atau kehausan pada hari kiamat..
3. Surah Dukhan dapat membantu kita ketika menghadapi ujian Allah SWT pada hari kiamat..
4. Surah Al-Waqiah dapat melindungi kita dari kesusahan atau fakir..
5. Surah Al-Mulk dapat meringankan azab di alam kubur..
6. Surah Al-Kauthar dapat meleraikan segala perbalahan..
7. Surah Al-Kafirun dapat menghalangi kita menjadi kafir ketika menghadapi kematian..
8. Surah Al-Ikhlas dapat melindungi kita menjadi golongan munafik..
9. Surah Al-Falq dapat menghapus perasaan hasad dengki,.
10. Surah An-Nas dapat melindungi kita dari penyakit was-was..
Silahkan di Share info ini kesejumlah orang yang anda kenal dan
InsyaAllah Ridho Allah akan dianugerahkan kepada setiap orang yang anda
kirim..
Aamiin..
SUMBER dI SINI
Saturday, August 31, 2013
BUKTI HUKUM DAN SEJARAH SYA'BAN
Al Qurthubi mengatakan bahwa telah terjadi perbedaan waktu tentang
pemindahan kiblat setelah kedatangannya saw ke Madinah. Ada yang
mengatakan bahwa pemindahan itu terjadi setelah 16 atau 17 bulan,
sebagaimana disebutkan didalam (shahih) Bukhori. Sedangkan Daruquthni
meriwayatkan dari al Barro yang mengatakan,”Kami melaksanakan shalat
bersama Rasulullah saw setelah kedatangannya ke Madinah selama 16 bulan
menghadap Baitul Maqdis, lalu Allah swt mengetahui keinginan nabi-Nya,
maka turunlah firman-Nya,”Sungguh kami (sering) melihat mukamu
menengadah ke langit.”. Didalam riwayat ini disebutkan 16 bulan, tanpa
ada keraguan tentangnya.
Imam Malik meriwayatkan dari Yahya bin Said dari Said bin al Musayyib bahwa pemindahan itu terjadi dua bulan sebelum peperangan badar. Ibrahim bin Ishaq mengatakan bahwa itu terjadi di bulan Rajab tahun ke-2 H.
Abu Hatim al Bistiy mengatakan bahwa kaum muslimin melaksanakan shalat menghadap Baitul Maqdis selama 17 bulan 3 hari. Kedatangan Rasul saw ke Madinah adalah pada hari senin, di malam ke 12 dari bulan Rabi’ul Awal. Lalu Allah swt memerintahkannya untuk menghadap ke arah ka’bah pada hari selasa di pertengahan bulan sya’ban. (Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an jilid I hal 554)
Kemudian apakah Nabi saw melakukan ibadah-ibadah tertentu didalam malam nisfu sya’ban ? terdapat riwayat bahwa Rasulullah saw banyak melakukan puasa didalam bulan sya’ban, seperti yang diriwayatkan oleh Bukhori Muslim dari Aisyah berkata,”Tidaklah aku melihat Rasulullah saw menyempurnakan puasa satu bulan kecuali bulan Ramadhan. Dan aku menyaksikan bulan yang paling banyak beliau saw berpuasa (selain ramadhan, pen) adalah sya’ban. Beliau saw berpuasa (selama) bulan sya’ban kecuali hanya sedikit (hari saja yang beliau tidak berpuasa, pen).”
Adapun shalat malam maka sessungguhnya Rasulullah saw banyak melakukannya pada setiap bulan. Shalat malamnya pada pertengahan bulan sama dengan shalat malamnya pada malam-malam lainnya. Hal ini diperkuat oleh hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah didalam Sunannya dengan sanad yang lemah,”Apabila malam nisfu sya’ban maka shalatlah di malam harinya dan berpuasalah di siang harinya.
Sesungguhnya Allah swt turun hingga langit dunia pada saat tenggelam matahari dan mengatakan,”Ketahuilah wahai orang yang memohon ampunan maka Aku telah mengampuninya. Ketahuilah wahai orang yang meminta rezeki Aku berikan rezeki, ketahuilah wahai orang yang sedang terkena musibah maka Aku selamatkan, ketahuilah ini ketahuilah itu hingga terbit fajar.”
Syeikh ‘Athiyah Saqar mengatakan,”Walaupun hadits-hadits itu lemah namun bisa dipakai dalam hal keutamaan amal.” Itu semua dilakukan dengan sendiri-sendiri dan tidak dilakukan secara berjama’ah (bersama-sama).
Al Qasthalani menyebutkan didalam kitabnya “al Mawahib Liddiniyah” juz II hal 259 bahwa para tabi’in dari ahli Syam, seperti Khalid bin Ma’dan dan Makhul bersungguh-sungguh dengan ibadah pada malam nisfu sya’ban. Manusia kemudian mengikuti mereka dalam mengagungkan malam itu. Disebutkan pula bahwa yang sampai kepada mereka adalah berita-berita israiliyat. Tatkala hal ini tersebar maka terjadilah perselisihan di masyarakat dan diantara mereka ada yang menerimanya.
Ada juga para ulama yang mengingkari, yaitu para ulama dari Hijaz, seperti Atho’, Ibnu Abi Malikah serta para fuqoha Ahli Madinah sebagaimana dinukil dari Abdurrahman bin Zaid bin Aslam, ini adalah pendapat para ulama Maliki dan yang lainnya, mereka mengatakan bahwa hal itu adalah bid’ah.
Kemudian al Qasthalani mengatakan bahwa para ulama Syam telah berselisih tentang menghidupkan malam itu kedalam dua pendapat. Pertama : Dianjurkan untuk menghidupkan malam itu dengan berjama’ah di masjid. Khalid bin Ma’dan, Luqman bin ‘Amir dan yang lainnya mengenakan pakaian terbaiknya, menggunakan wangi-wangian dan menghidupkan malamnya di masjid. Hal ini disetujui oleh Ishaq bin Rohawaih. Dia mengatakan bahwa menghidupkan malam itu di masjid dengan cara berjama’ah tidaklah bid’ah, dinukil dari Harab al Karmaniy didalam kitab Masa’ilnya. Kedua : Dimakruhkan berkumpul di masjid untuk melaksanakan shalat, berdoa akan tetapi tidak dimakruhkan apabila seseorang melaksanakan shalat sendirian, ini adalah pendapat al Auza’i seorang imam dan orang faqih dari Ahli Syam.
Tidak diketahui pendapat Imam Ahmad tentang malam nisfu sya’ban ini, terdapat dua riwayat darinya tentang anjuran melakukan shalat pada malam itu. Dua riwayat itu adalah tentang melakukan shalat di dua malam hari raya. Satu riwayat tidak menganjurkan untuk melakukannya dengan berjama’ah. Hal itu dikarenakan tidaklah berasal dari Nabi saw maupun para sahabatnya. Dan satu riwayat yang menganjurkannya berdasarkan perbuatan Abdurrahman bin Zaid al Aswad dan dia dari kalangan tabi’in.
Demikian pula didalam melakukan shalat dimalam nisfu sya’ban tidaklah sedikit pun berasal dari Nabi saw maupun para sahabatnya. Perbuatan ini berasal dari sekelompok tabi’in khususnya para fuqaha Ahli Syam. (Fatawa al Azhar juz X hal 31)
Sementara itu al Hafizh ibnu Rajab mengatakan bahwa perkataan ini adalah aneh dan lemah karena segala sesuatu yang tidak berasal dari dalil-dalil syar’i yang menyatakan bahwa hal itu disyariatkan maka tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk menceritakannya didalam agama Allah baik dilakukan sendirian maupun berjama’ah, sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan berdasarkan keumuman sabda Rasulullah saw,”Barangsiapa yang mengamalkan suatu amal yang tidak kami perintahkan maka ia tertolak.” Juga dalil-dalil lain yang menunjukkan pelarangan bid’ah dan meminta agar waspada terhadapnya.
Didalam kitab “al Mausu’ah al Fiqhiyah” juz II hal 254 disebutkan bahwa jumhur ulama memakruhkan berkumpul untuk menghidupkan malam nisfu sya’ban, ini adalah pendapat para ulama Hanafi dan Maliki. Dan mereka menegaskan bahwa berkumpul untuk itu adalah sautu perbuatan bid’ah menurut para imam yang melarangnya, yaitu ‘Atho bin Abi Robah dan Ibnu Malikah.
Sementara itu al Auza’i berpendapat berkumpul di masjid-masjid untuk melaksanakan shalat (menghidupkan malam nisfu sya’ban, pen) adalah makruh karena menghidupkan malam itu tidaklah berasal dari Rasul saw dan tidak juga dilakukan oleh seorang pun dari sahabatnya.
Sementara itu Khalid bin Ma’dan dan Luqman bin ‘Amir serta Ishaq bin Rohawaih menganjurkan untuk menghidupkan malam itu dengan berjama’ah.”
Dengan demikian diperbolehkan bagi seorang muslim untuk menghidupkan malam nisfu sya’ban dengan berbagai bentuk ibadah seperti shalat, berdzikir maupun berdoa kepada Allah swt yang dilakukan secara sendiri-sendiri. Adapun apabila hal itu dilakukan dengan brjama’ah maka telah terjadi perselisihan dikalangan para ulama seperti penjelasan diatas.
Hendaklah ketika seseorang menghidupkan malam nisfu sya’ban dengan ibadah-ibadah diatas tetap semata-mata karena Allah dan tidak melakukannya dengan cara-cara yang tidak diperintahkan oleh Rasul-Nya saw. Janganlah seseorang melakukan shalat dimalam itu dengan niat panjang umur, bertambah rezeki dan yang lainnya karena hal ini tidak ada dasarnya akan tetapi niatkanlah semata-mata karena Allah dan untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Begitu pula dengan dzikir-dzikir dan doa-doa yang dipanjatkan hendaklah tidak bertentangan dengan dalil-dalil shahih didalam aqidah dan hukum.
Dan hendaklah setiap muslim menyikapi permasalahan ini dengan bijak tanpa harus menentang atau bahkan menyalahkan pendapat yang lainnya karena bagaimanapun permasalahan ini masih diperselisihkan oleh para ulama meskipun hanya dilakukan oleh para tabi’in.
Imam Malik meriwayatkan dari Yahya bin Said dari Said bin al Musayyib bahwa pemindahan itu terjadi dua bulan sebelum peperangan badar. Ibrahim bin Ishaq mengatakan bahwa itu terjadi di bulan Rajab tahun ke-2 H.
Abu Hatim al Bistiy mengatakan bahwa kaum muslimin melaksanakan shalat menghadap Baitul Maqdis selama 17 bulan 3 hari. Kedatangan Rasul saw ke Madinah adalah pada hari senin, di malam ke 12 dari bulan Rabi’ul Awal. Lalu Allah swt memerintahkannya untuk menghadap ke arah ka’bah pada hari selasa di pertengahan bulan sya’ban. (Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an jilid I hal 554)
Kemudian apakah Nabi saw melakukan ibadah-ibadah tertentu didalam malam nisfu sya’ban ? terdapat riwayat bahwa Rasulullah saw banyak melakukan puasa didalam bulan sya’ban, seperti yang diriwayatkan oleh Bukhori Muslim dari Aisyah berkata,”Tidaklah aku melihat Rasulullah saw menyempurnakan puasa satu bulan kecuali bulan Ramadhan. Dan aku menyaksikan bulan yang paling banyak beliau saw berpuasa (selain ramadhan, pen) adalah sya’ban. Beliau saw berpuasa (selama) bulan sya’ban kecuali hanya sedikit (hari saja yang beliau tidak berpuasa, pen).”
Adapun shalat malam maka sessungguhnya Rasulullah saw banyak melakukannya pada setiap bulan. Shalat malamnya pada pertengahan bulan sama dengan shalat malamnya pada malam-malam lainnya. Hal ini diperkuat oleh hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah didalam Sunannya dengan sanad yang lemah,”Apabila malam nisfu sya’ban maka shalatlah di malam harinya dan berpuasalah di siang harinya.
Sesungguhnya Allah swt turun hingga langit dunia pada saat tenggelam matahari dan mengatakan,”Ketahuilah wahai orang yang memohon ampunan maka Aku telah mengampuninya. Ketahuilah wahai orang yang meminta rezeki Aku berikan rezeki, ketahuilah wahai orang yang sedang terkena musibah maka Aku selamatkan, ketahuilah ini ketahuilah itu hingga terbit fajar.”
Syeikh ‘Athiyah Saqar mengatakan,”Walaupun hadits-hadits itu lemah namun bisa dipakai dalam hal keutamaan amal.” Itu semua dilakukan dengan sendiri-sendiri dan tidak dilakukan secara berjama’ah (bersama-sama).
Al Qasthalani menyebutkan didalam kitabnya “al Mawahib Liddiniyah” juz II hal 259 bahwa para tabi’in dari ahli Syam, seperti Khalid bin Ma’dan dan Makhul bersungguh-sungguh dengan ibadah pada malam nisfu sya’ban. Manusia kemudian mengikuti mereka dalam mengagungkan malam itu. Disebutkan pula bahwa yang sampai kepada mereka adalah berita-berita israiliyat. Tatkala hal ini tersebar maka terjadilah perselisihan di masyarakat dan diantara mereka ada yang menerimanya.
Ada juga para ulama yang mengingkari, yaitu para ulama dari Hijaz, seperti Atho’, Ibnu Abi Malikah serta para fuqoha Ahli Madinah sebagaimana dinukil dari Abdurrahman bin Zaid bin Aslam, ini adalah pendapat para ulama Maliki dan yang lainnya, mereka mengatakan bahwa hal itu adalah bid’ah.
Kemudian al Qasthalani mengatakan bahwa para ulama Syam telah berselisih tentang menghidupkan malam itu kedalam dua pendapat. Pertama : Dianjurkan untuk menghidupkan malam itu dengan berjama’ah di masjid. Khalid bin Ma’dan, Luqman bin ‘Amir dan yang lainnya mengenakan pakaian terbaiknya, menggunakan wangi-wangian dan menghidupkan malamnya di masjid. Hal ini disetujui oleh Ishaq bin Rohawaih. Dia mengatakan bahwa menghidupkan malam itu di masjid dengan cara berjama’ah tidaklah bid’ah, dinukil dari Harab al Karmaniy didalam kitab Masa’ilnya. Kedua : Dimakruhkan berkumpul di masjid untuk melaksanakan shalat, berdoa akan tetapi tidak dimakruhkan apabila seseorang melaksanakan shalat sendirian, ini adalah pendapat al Auza’i seorang imam dan orang faqih dari Ahli Syam.
Tidak diketahui pendapat Imam Ahmad tentang malam nisfu sya’ban ini, terdapat dua riwayat darinya tentang anjuran melakukan shalat pada malam itu. Dua riwayat itu adalah tentang melakukan shalat di dua malam hari raya. Satu riwayat tidak menganjurkan untuk melakukannya dengan berjama’ah. Hal itu dikarenakan tidaklah berasal dari Nabi saw maupun para sahabatnya. Dan satu riwayat yang menganjurkannya berdasarkan perbuatan Abdurrahman bin Zaid al Aswad dan dia dari kalangan tabi’in.
Demikian pula didalam melakukan shalat dimalam nisfu sya’ban tidaklah sedikit pun berasal dari Nabi saw maupun para sahabatnya. Perbuatan ini berasal dari sekelompok tabi’in khususnya para fuqaha Ahli Syam. (Fatawa al Azhar juz X hal 31)
Sementara itu al Hafizh ibnu Rajab mengatakan bahwa perkataan ini adalah aneh dan lemah karena segala sesuatu yang tidak berasal dari dalil-dalil syar’i yang menyatakan bahwa hal itu disyariatkan maka tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk menceritakannya didalam agama Allah baik dilakukan sendirian maupun berjama’ah, sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan berdasarkan keumuman sabda Rasulullah saw,”Barangsiapa yang mengamalkan suatu amal yang tidak kami perintahkan maka ia tertolak.” Juga dalil-dalil lain yang menunjukkan pelarangan bid’ah dan meminta agar waspada terhadapnya.
Didalam kitab “al Mausu’ah al Fiqhiyah” juz II hal 254 disebutkan bahwa jumhur ulama memakruhkan berkumpul untuk menghidupkan malam nisfu sya’ban, ini adalah pendapat para ulama Hanafi dan Maliki. Dan mereka menegaskan bahwa berkumpul untuk itu adalah sautu perbuatan bid’ah menurut para imam yang melarangnya, yaitu ‘Atho bin Abi Robah dan Ibnu Malikah.
Sementara itu al Auza’i berpendapat berkumpul di masjid-masjid untuk melaksanakan shalat (menghidupkan malam nisfu sya’ban, pen) adalah makruh karena menghidupkan malam itu tidaklah berasal dari Rasul saw dan tidak juga dilakukan oleh seorang pun dari sahabatnya.
Sementara itu Khalid bin Ma’dan dan Luqman bin ‘Amir serta Ishaq bin Rohawaih menganjurkan untuk menghidupkan malam itu dengan berjama’ah.”
Dengan demikian diperbolehkan bagi seorang muslim untuk menghidupkan malam nisfu sya’ban dengan berbagai bentuk ibadah seperti shalat, berdzikir maupun berdoa kepada Allah swt yang dilakukan secara sendiri-sendiri. Adapun apabila hal itu dilakukan dengan brjama’ah maka telah terjadi perselisihan dikalangan para ulama seperti penjelasan diatas.
Hendaklah ketika seseorang menghidupkan malam nisfu sya’ban dengan ibadah-ibadah diatas tetap semata-mata karena Allah dan tidak melakukannya dengan cara-cara yang tidak diperintahkan oleh Rasul-Nya saw. Janganlah seseorang melakukan shalat dimalam itu dengan niat panjang umur, bertambah rezeki dan yang lainnya karena hal ini tidak ada dasarnya akan tetapi niatkanlah semata-mata karena Allah dan untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Begitu pula dengan dzikir-dzikir dan doa-doa yang dipanjatkan hendaklah tidak bertentangan dengan dalil-dalil shahih didalam aqidah dan hukum.
Dan hendaklah setiap muslim menyikapi permasalahan ini dengan bijak tanpa harus menentang atau bahkan menyalahkan pendapat yang lainnya karena bagaimanapun permasalahan ini masih diperselisihkan oleh para ulama meskipun hanya dilakukan oleh para tabi’in.
PENGERTIAN MALAM NISFU SYA'BAN
Segala puji hanyalah bagi Allah yang telah
menyempurnakan agama-Nya bagi kita, dan mencukupkan nikmat-Nya kepada kita, semoga
shalawat dan salam selalu dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad
Shallallahu 'alaihi wa sallam pengajak ke pintu tobat dan pembawa rahmat.
Amma ba'du
Nisfu Sya’ban berarti pertengahan bulan sya’ban. Adapun didalam sejarah kaum muslimin ada yang berpendapat bahwa pada saat itu terjadi pemindahan kiblat kaum muslimin dari baitul maqdis kearah masjidil haram, seperti yang diungkapkan Al Qurthubi didalam menafsirkan firman Allah swt :
Amma ba'du
Nisfu Sya’ban berarti pertengahan bulan sya’ban. Adapun didalam sejarah kaum muslimin ada yang berpendapat bahwa pada saat itu terjadi pemindahan kiblat kaum muslimin dari baitul maqdis kearah masjidil haram, seperti yang diungkapkan Al Qurthubi didalam menafsirkan firman Allah swt :
سَيَقُولُ السُّفَهَاء مِنَ النَّاسِ مَا وَلاَّهُمْ
عَن قِبْلَتِهِمُ الَّتِي كَانُواْ عَلَيْهَا قُل لِّلّهِ الْمَشْرِقُ
وَالْمَغْرِبُ يَهْدِي مَن يَشَاء إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ
Artinya : “Orang-orang yang kurang akalnya diantara manusia akan
berkata: "Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya
(Baitul Maqdis) yang dahulu mereka Telah berkiblat kepadanya?"
Katakanlah: "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; dia memberi petunjuk
kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus". (QS. Al Baqoroh :
142)Friday, August 30, 2013
Wednesday, June 5, 2013
Hadits 46: Mengerjakan yang Wajib itu Beruntung, Menambah dengan yang Sunnah Lebih Beruntung
Alhamdulillah, kita kembali bertemu dalam rubrik Hadits yang kini memasuki pembahasan hadits ke-46 dari Shahih Bukhari,
masih berada di bawah Kitab Al-Iman (كتاب الإيمان). Imam Bukhari
memberikan judul untuk hadits ini "Bab Zakat adalah Sebagian dari Islam"
karena kewajiban yang lain (puasa dan zakat) yang disebut pada hadits
ini sudah dibahas pula pada hadits-hadits sebelumnya.
Di bagian akhir matan hadits ini ada jaminan dari Rasulullah bagi orang yang mengerjakan kewajiban tanpa menguranginya sebagai orang yang beruntug, maka pembahasan hadits ke-46 ini diberi judul "Mengerjakan yang Wajib itu Beruntung, Menambah dengan yang Sunnah Lebih Beruntung"
Berikut ini matan (redaksi) hadits Shahih Bukhari ke-46:
عَنْ طَلْحَةَ بْنَ عُبَيْدِ اللَّهِ يَقُولُ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - مِنْ أَهْلِ نَجْدٍ ، ثَائِرُ الرَّأْسِ ، يُسْمَعُ دَوِىُّ صَوْتِهِ ، وَلاَ يُفْقَهُ مَا يَقُولُ حَتَّى دَنَا ، فَإِذَا هُوَ يَسْأَلُ عَنِ الإِسْلاَمِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ - - صلى الله عليه وسلم - خَمْسُ صَلَوَاتٍ فِى الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ. فَقَالَ هَلْ عَلَىَّ غَيْرُهَا قَالَ لاَ ، إِلاَّ أَنْ تَطَوَّعَ. قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - وَصِيَامُ رَمَضَانَ. قَالَ هَلْ عَلَىَّ غَيْرُهُ قَالَ لاَ ، إِلاَّ أَنْ تَطَوَّعَ . قَالَ وَذَكَرَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - الزَّكَاةَ . قَالَ هَلْ عَلَىَّ غَيْرُهَا قَالَ لاَ ، إِلاَّ أَنْ تَطَوَّعَ . قَالَ فَأَدْبَرَ الرَّجُلُ وَهُوَ يَقُولُ وَاللَّهِ لاَ أَزِيدُ عَلَى هَذَا وَلاَ أَنْقُصُ . قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - أَفْلَحَ إِنْ صَدَقَ
Dari Thalhah bin Ubaidillah, bahwa seorang
laki-laki Najd datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
dengan kepala penuh debu. Kami mendengar suaranya tetapi tidak mengerti
apa yang ia ucapkan, hingga ia mendekat kepada Rasulullah. Kemudian dia
menanyakan tentang Islam. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda, "Shalat lima waktu dalam sehari semalam." Kemudian ia
bertanya, "Apakah ada lagi selain itu?" Rasulullah pun menjawab, "Tidak.
Kecuali jika engkau suka mengerjakan shalat sunnah." Kemudian
Rasulullah meneruskan ucapannya, “Dan puasa Ramadhan.” Orang tersebut
bertanya lagi, “Adakah selain itu?” Nabi menjawab, “Tidak, kecuali
engkau mau berpuasa sunnah.” Kemudian Rasulullah menyebutkan, “Dan
zakat.” Orang tersebut bertanya lagi, “Adakah selain itu?” Rasulullah
pun menjawab, “Tidak, kecuali engkau suka berbuat sunnah.” Kemudian
orang itu pergi sambil berkata, “Demi Allah, tidak akan kutambah dan
kukurangi apa yang engkau sebutkan itu.” Maka Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda, “Dia pasti beruntung jika ia benar-benar
menepati perkataannya.”
Penjelasan Hadits
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - مِنْ أَهْلِ نَجْدٍ ، ثَائِرُ الرَّأْسِ
seorang laki-laki Najd datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dengan kepala penuh debu
Laki-laki dari Najd tersebut, menurut Ibnu Bathal dan lainnya adalah Dhammam bin Tsa’labah, seorang utusan Bani Sa’ad bin Bakar. Mereka berpendapat berdasarkan hadits senada yang diriwayatkan Muslim. Namun, Imam Qurthubi menolak pendapat itu dengan alasan haditsnya berbeda.
Tsa’irar ra’si (dengan kepala penuh debu), artinya adalah rambutnya kusut, tidak teratur dan berdebu, menandakan dari perjalanan jauh.
يُسْمَعُ دَوِىُّ صَوْتِهِ ، وَلاَ يُفْقَهُ مَا يَقُولُ
Kami mendengar suaranya tetapi tidak mengerti apa yang ia ucapkan
Dawiyun , menurut Al Khatabi, adalah suara yan keras dan diulang-ulang, tetapi tidak dapat dipahami karena berasal dari tempat yang jauh.
حَتَّى دَنَا ، فَإِذَا هُوَ يَسْأَلُ عَنِ الإِسْلاَمِ
hingga ia mendekat kepada Rasulullah. Kemudian dia menanyakan tentang Islam
Orang tersebut bertanya tentang Islam, maksudnya adalah syariat Islam yang fi’liyah; syari’at fi’liyah (ajaran Islam yang bersifat perbuatan). Karenanya Rasulullah tidak menyebutkan syahadat. Sedangkan haji tidak disebutkan, bisa dimungkinkan dua hal. Pertama, pada saat itu haji belum disyariatkan. Kedua, hadits tersebut diringkas oleh perawi. Kemungkinan kedua dikuatkan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani karena ada hadits lain yang juga dikeluarkan Imam Bukhari (bab Shiyam) menyebutkan amal-amal lainnya.
خَمْسُ صَلَوَاتٍ فِى الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ. فَقَالَ هَلْ عَلَىَّ غَيْرُهَا قَالَ لاَ ، إِلاَّ أَنْ تَطَوَّعَ
"Shalat lima waktu dalam sehari semalam."
Kemudian ia bertanya, "Apakah ada lagi selain itu?" Rasulullah pun
menjawab, "Tidak. Kecuali jika engkau suka mengerjakan shalat sunnah."
Rasulullah menyebutkan kewajiban shalat lima waktu, yaitu Dzuhur, Ashar, Magrib, Isya’ dan Subuh. Namun orang tersebut ingin memastikan apakah hanya itu. Rasulullah pun kemudian memberitahukan, jika ingin shalat sunnah selain shalat fardlu tersebut, maka shalat sunnah itu menjadi tambahan pahala baginya.
وَصِيَامُ رَمَضَانَ. قَالَ هَلْ عَلَىَّ غَيْرُهُ قَالَ لاَ ، إِلاَّ أَنْ تَطَوَّعَ
“Dan puasa Ramadhan.” Orang tersebut bertanya
lagi, “Adakah selain itu?” Nabi menjawab, “Tidak, kecuali engkau mau
berpuasa sunnah.”
Rasulullah menyebutkan kewajiban berpuasa di bulan Ramadhan. Namun orang tersebut ingin memastikan apakah hanya itu. Rasulullah pun kemudian memberitahukan, jika ingin puasa sunnah selain puasaa Ramadhan, maka puasa sunnah itu menjadi tambahan pahala baginya.
الزَّكَاةَ . قَالَ هَلْ عَلَىَّ غَيْرُهَا قَالَ لاَ ، إِلاَّ أَنْ تَطَوَّعَ
Kemudian Rasulullah menyebutkan, “Dan zakat.”
Orang tersebut bertanya lagi, “Adakah selain itu?” Rasulullah pun
menjawab, “Tidak, kecuali engkau suka berbuat sunnah.”
Rasulullah menyebutkan kewajiban zakat, yang tentu saja telah mencapai nishab dan haul. Namun orang tersebut ingin memastikan apakah hanya itu. Rasulullah pun kemudian memberitahukan, jika ingin berinfaq sunnah, maka infaq sunnah/sedekah itu menjadi tambahan pahala baginya.
فَأَدْبَرَ الرَّجُلُ وَهُوَ يَقُولُ وَاللَّهِ لاَ أَزِيدُ عَلَى هَذَا وَلاَ أَنْقُصُ . قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - أَفْلَحَ إِنْ صَدَقَ
Kemudian orang itu pergi sambil berkata, “Demi
Allah, tidak akan kutambah dan kukurangi apa yang engkau sebutkan itu.”
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Dia pasti
beruntung jika ia benar-benar menepati perkataannya.”
Orang itupun pergi dengan bersumpah bahwa ia hanya akan mengerjakan kewajiban-kewajiban tersebut, tanpa menambah dan menguranginya.
Meskipun orang tersebut tidak mengerjakan amal-amal sunnah yang menjadi tambahan baginya, melaksanakan yang wajib tanpa menguranginya akan membuat dia beruntung. Sebaliknya, jika ia tidak menepati apa yang ia lakukan, dalam arti mengurangi kewajban-kewajiban tersebut, maka ia akan merugi. Imam Nawawi menjelaskan, jika dengan memenuhi/mengerjakan yang wajib saja seseorang akan beruntung. Maka bagi seseorang yang memenuhi kewajiba serta menjalankan yang sunnah, niscaya ia akan lebih beruntung.
Pelajaran Hadits
Pelajaran yang bisa diambil dari hadits ini diantaranya adalah:
1. Rasulullah senantiasa memberikan kesempatan kepada para sahabat untuk belajar dan mempersilakan mereka untuk bertanya;
2. Diantara syariat fi’liyah yang wajib adalah shalat lima waktu, puasa Ramadhan dan zakat.
3. Ibadah wajib harus dikerjakan
4. Ibadah sunnah –seperti shalat sunnah, puasa sunnah dan sedekah- merupakan tambahan pahala bagi yang mengerjakannya
5. Orang yang telah mengerjakan hal yang wajib tanpa menguranginya adalah orang yang beruntung. Sedangkan orang yang mengerjakan hal yang wajib tanpa pengurangan, malah ditambah dengan hal yang sunnah adalah oran yang lebih beruntung lagi.
Demikian hadits ke-46 Shahih Bukhari dan penjelasannya. Semoga kita mendapatkan taufiq dari Allah SWT untuk senantiasa menjalankan yang wajib dan mengerjakan yang sunnah. Wallaahu a'lam bish shawab.[]
Di bagian akhir matan hadits ini ada jaminan dari Rasulullah bagi orang yang mengerjakan kewajiban tanpa menguranginya sebagai orang yang beruntug, maka pembahasan hadits ke-46 ini diberi judul "Mengerjakan yang Wajib itu Beruntung, Menambah dengan yang Sunnah Lebih Beruntung"
Berikut ini matan (redaksi) hadits Shahih Bukhari ke-46:
عَنْ طَلْحَةَ بْنَ عُبَيْدِ اللَّهِ يَقُولُ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - مِنْ أَهْلِ نَجْدٍ ، ثَائِرُ الرَّأْسِ ، يُسْمَعُ دَوِىُّ صَوْتِهِ ، وَلاَ يُفْقَهُ مَا يَقُولُ حَتَّى دَنَا ، فَإِذَا هُوَ يَسْأَلُ عَنِ الإِسْلاَمِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ - - صلى الله عليه وسلم - خَمْسُ صَلَوَاتٍ فِى الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ. فَقَالَ هَلْ عَلَىَّ غَيْرُهَا قَالَ لاَ ، إِلاَّ أَنْ تَطَوَّعَ. قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - وَصِيَامُ رَمَضَانَ. قَالَ هَلْ عَلَىَّ غَيْرُهُ قَالَ لاَ ، إِلاَّ أَنْ تَطَوَّعَ . قَالَ وَذَكَرَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - الزَّكَاةَ . قَالَ هَلْ عَلَىَّ غَيْرُهَا قَالَ لاَ ، إِلاَّ أَنْ تَطَوَّعَ . قَالَ فَأَدْبَرَ الرَّجُلُ وَهُوَ يَقُولُ وَاللَّهِ لاَ أَزِيدُ عَلَى هَذَا وَلاَ أَنْقُصُ . قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - أَفْلَحَ إِنْ صَدَقَ
Penjelasan Hadits
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - مِنْ أَهْلِ نَجْدٍ ، ثَائِرُ الرَّأْسِ
Laki-laki dari Najd tersebut, menurut Ibnu Bathal dan lainnya adalah Dhammam bin Tsa’labah, seorang utusan Bani Sa’ad bin Bakar. Mereka berpendapat berdasarkan hadits senada yang diriwayatkan Muslim. Namun, Imam Qurthubi menolak pendapat itu dengan alasan haditsnya berbeda.
Tsa’irar ra’si (dengan kepala penuh debu), artinya adalah rambutnya kusut, tidak teratur dan berdebu, menandakan dari perjalanan jauh.
يُسْمَعُ دَوِىُّ صَوْتِهِ ، وَلاَ يُفْقَهُ مَا يَقُولُ
Dawiyun , menurut Al Khatabi, adalah suara yan keras dan diulang-ulang, tetapi tidak dapat dipahami karena berasal dari tempat yang jauh.
حَتَّى دَنَا ، فَإِذَا هُوَ يَسْأَلُ عَنِ الإِسْلاَمِ
Orang tersebut bertanya tentang Islam, maksudnya adalah syariat Islam yang fi’liyah; syari’at fi’liyah (ajaran Islam yang bersifat perbuatan). Karenanya Rasulullah tidak menyebutkan syahadat. Sedangkan haji tidak disebutkan, bisa dimungkinkan dua hal. Pertama, pada saat itu haji belum disyariatkan. Kedua, hadits tersebut diringkas oleh perawi. Kemungkinan kedua dikuatkan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani karena ada hadits lain yang juga dikeluarkan Imam Bukhari (bab Shiyam) menyebutkan amal-amal lainnya.
خَمْسُ صَلَوَاتٍ فِى الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ. فَقَالَ هَلْ عَلَىَّ غَيْرُهَا قَالَ لاَ ، إِلاَّ أَنْ تَطَوَّعَ
Rasulullah menyebutkan kewajiban shalat lima waktu, yaitu Dzuhur, Ashar, Magrib, Isya’ dan Subuh. Namun orang tersebut ingin memastikan apakah hanya itu. Rasulullah pun kemudian memberitahukan, jika ingin shalat sunnah selain shalat fardlu tersebut, maka shalat sunnah itu menjadi tambahan pahala baginya.
وَصِيَامُ رَمَضَانَ. قَالَ هَلْ عَلَىَّ غَيْرُهُ قَالَ لاَ ، إِلاَّ أَنْ تَطَوَّعَ
Rasulullah menyebutkan kewajiban berpuasa di bulan Ramadhan. Namun orang tersebut ingin memastikan apakah hanya itu. Rasulullah pun kemudian memberitahukan, jika ingin puasa sunnah selain puasaa Ramadhan, maka puasa sunnah itu menjadi tambahan pahala baginya.
الزَّكَاةَ . قَالَ هَلْ عَلَىَّ غَيْرُهَا قَالَ لاَ ، إِلاَّ أَنْ تَطَوَّعَ
Rasulullah menyebutkan kewajiban zakat, yang tentu saja telah mencapai nishab dan haul. Namun orang tersebut ingin memastikan apakah hanya itu. Rasulullah pun kemudian memberitahukan, jika ingin berinfaq sunnah, maka infaq sunnah/sedekah itu menjadi tambahan pahala baginya.
فَأَدْبَرَ الرَّجُلُ وَهُوَ يَقُولُ وَاللَّهِ لاَ أَزِيدُ عَلَى هَذَا وَلاَ أَنْقُصُ . قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - أَفْلَحَ إِنْ صَدَقَ
Orang itupun pergi dengan bersumpah bahwa ia hanya akan mengerjakan kewajiban-kewajiban tersebut, tanpa menambah dan menguranginya.
Meskipun orang tersebut tidak mengerjakan amal-amal sunnah yang menjadi tambahan baginya, melaksanakan yang wajib tanpa menguranginya akan membuat dia beruntung. Sebaliknya, jika ia tidak menepati apa yang ia lakukan, dalam arti mengurangi kewajban-kewajiban tersebut, maka ia akan merugi. Imam Nawawi menjelaskan, jika dengan memenuhi/mengerjakan yang wajib saja seseorang akan beruntung. Maka bagi seseorang yang memenuhi kewajiba serta menjalankan yang sunnah, niscaya ia akan lebih beruntung.
Pelajaran Hadits
Pelajaran yang bisa diambil dari hadits ini diantaranya adalah:
1. Rasulullah senantiasa memberikan kesempatan kepada para sahabat untuk belajar dan mempersilakan mereka untuk bertanya;
2. Diantara syariat fi’liyah yang wajib adalah shalat lima waktu, puasa Ramadhan dan zakat.
3. Ibadah wajib harus dikerjakan
4. Ibadah sunnah –seperti shalat sunnah, puasa sunnah dan sedekah- merupakan tambahan pahala bagi yang mengerjakannya
5. Orang yang telah mengerjakan hal yang wajib tanpa menguranginya adalah orang yang beruntung. Sedangkan orang yang mengerjakan hal yang wajib tanpa pengurangan, malah ditambah dengan hal yang sunnah adalah oran yang lebih beruntung lagi.
Demikian hadits ke-46 Shahih Bukhari dan penjelasannya. Semoga kita mendapatkan taufiq dari Allah SWT untuk senantiasa menjalankan yang wajib dan mengerjakan yang sunnah. Wallaahu a'lam bish shawab.[]
Subscribe to:
Posts (Atom)